Penerjemah:
MaoMao
ED/PR: Kareha
Tiga Warna —
Aku Seharusnya Tidak Pernah Dilahirkan
“Aoi-san, kenapa kamu bergabung
dengan klub seni?”
“Yah, pada hari aku lulus dari
sekolah SD, saat aku sedang membersihkan kamarku... Tiba-tiba aku menemukan
gambar yang aku lukis saat masih kecil. Aku bahkan tidak ingat apa yang aku
gambar sih... itu hanya gambar yang aku warnai, tapi saat aku melihatnya, aku
merasa sangat bahagia... Dan dari situlah aku ingin mulai belajar menggambar.”
“Jadi, kamu sudah menggambar
abstrak sejak kecil, ya?”
Mendengar komentar Ai-kun itu,
aku tertawa sedikit dan mengatakan.
“Seandainya saja begitu,
rasanya pasti menakjubkan. Tapi saat masih kecil, semua orang pasti pernah
menggambar apapun yang mirip seperti mimpi.”
Belakangan ini, aku sering
berbicara dengan Ai-kun di kelas seperti ini.
──Katanya
Fujiki-kun pindah ke sini karena dia menyebabkan masalah di sekolah sebelumnya.
Ia berbicara kepadaku seperti
ini disebabkan karena gosip buruk yang disebarkan oleh kedua gadis kemarin.
Bahkan penggemar Ai-kun merasa
enggan untuk berbicara dengan Ai-kun sekarang, suasana seperti itu menyebar di
seluruh kelas. Tapi, Ai-kun sama sekali tidak peduli, dan aku juga tidak
mempercayai rumor tersebut.
“Mungkin saat masih kecil, dunia
terlihat lebih berkilau.”
“Iya... mungkin itu benar.”
Rasanya seolah-olah kita berdua
menjadi orang tak terlihat, dan aku sangat senang bisa berbicara dengannya
setiap hari.
◆◆◆◆
Aku diberitahu oleh guru
pembimbing klub kalau lukisanku terpilih dalam kompetisi setelah ujian akhir
semester selesai.
Selama liburan musim panas yang
akan dimulai minggu depan, lukisanku akan dipamerkan di museum seni.
“Ilustrator yang menjadi juri
memuji kalau kepekaanmu itu luar biasa, loh?”
Saat guru pembimbingku
memberitahu hal itu, aku merasa sangat bahagia sampai-sampai aku ingin berlari
keluar untuk memberitahukannya kepada semua orang.
Aku ingin memberitahu Ai-kun
secepatnya lebih dari siapa pun.
Tapi, Ai-kun tidak masuk
sekolah hari itu.
──Apa
dia merasa tidak enak badan?
Di dalam kelas tanpa kehadiran
Ai-kun, aku kembali menjadi orang tak terlihat seperti biasa.
Aku bertanya-tanya... Kenapa
Ai-kun langsung pergi setelah pertama kali dia berbicara denganku.
Selama jam pelajaran dan bahkan
sepulang sekolah, aku terus memikirkan hal itu sambil mencoba menggambar.
Ruang seni, tempat aku tidak
pernah merasa kesepian meskipun sendirian, sekarang terasa sangat luas dan
membuatku merasa kesepian.
◆◆◆◆
“Aku pulang.”
Karena aku terlalu fokus
menggambar, aku jadi pulang lebih larut dari biasanya.
“Ah, Onee-chan, kamu pulangnya
telat ya. Aku tadi ke kamar Onee-chan tapi tidak ada orang, jadi aku mengambil
pengering rambutku sendiri."
“Maaf. Aku lupa mengembalikannya...”
“Onee-chan beli sendiri saja ya
mulai sekarang?”
“Iya.”
Apa ada sesuatu yang
menyenangkan sedang terjadi?
Ayaka mengenakan gaun baru
dengan lengan berenda yang mengembang.
“Oh, iya. Ayaka tuh lolos
audisi dan akan menjadi idol, tau.” (TN: Di sini Ayaka mengganti kata aku dengan namanya sendiri,
yah di kenyataan kadang ada cewek yang memakai cara bicara begitu)
“Eh... menjadi idol itu hebat
sekali.”
“Yah, buat selevel Ayaka sih,
itu merupakan sesuatu yang seharusnya terjadi.”
Ayaka, yang dikenal sebagai
gadis paling cantik di sekolah, tidak terganggu oleh kenyataan bahwa dia akan
menjadi idol. Dan itu hanya membuatku semakin sadar bahwa aku menjadi anak yang
tidak diinginkan.
“Ah, Touka, kamu sudah pulang
ya?”
Ibu yang berdandan lebih
sempurna dari biasanya, turun dari kamar tidur di lantai dua.
“Iya. Ibu... Aku juga ada hal
yang ingin aku beritahu.”
“Apa itu?”
Mungkin ibu akan pergi ke suatu
tempat. Sambil sibuk bersiap-siap, ibu bertanya demikian.
“Lukisanku... terpilih dalam
kompetisi. Selama liburan musim panas, akan dipajang di museum seni.”
Meski begitu, aku tetap ingin
memberitahukannya karena kupikir mungkin dia akan sedikit senang.
Aku pikir dia mungkin akan
memujiku.
“Oh... begitu ya? Touka, kamu
memang suka menggambar ya...”
Tapi ibuku hanya menghela nafas
kecil dan menunjukkan ekspresi sedih.
“Aku harus pergi ke agensi
hiburan yang Ayaka masuki, jadi apa kamu bisa makan malam sendiri? Ayahmu ada
rapat di kantornya dan sepertinya akan pulang terlambat.”
“Ah... Iya.”
Bahkan tidak ada sepatah kata
pun ucapan selamat.
“Aku sudah menyiapkan makanan
untukmu di kulkas, makan saja itu ya? Ayo, Ayaka, kita berangkat.”
“Oke, Ibu."
Hei, Ibu.
Tidak peduli apapun yang kulakukan,
aku tetaplah anak yang tidak diinginkan, ya?
◆◆◆◆
Pada akhirnya, aku tidak memakan
apa-apa dan hanya naik ke kamarku di lantai dua.
Mungkin ikan mas bisa
mendengarkan perasaanku.
Mungkin dia akan mengucapkan
selamat.
Sambil berkhayal seperti itu,
ketika aku mendekati akuarium, jantungku berdebar dengan kencang.
“Eh...?”
Di permukaan air, ikan mas itu
mengapung.
“....Ke….napa?”
Kenapa.
Kenapa hanya duniaku saja yang
terasa begitu menyedihkan?
Aku bahkan tidak sempat
mengucapkan selamat tinggal...
Aku membiarkannya mati dalam kesepian...
“Maaf ya...”
Dunia menjadi kabur oleh air
mata yang terus mengalir.
Aku menyendok ikan mas itu
beserta air akuariumnya ke dalam ember transparan yang biasa aku gunakan untuk
mencuci kuas.
Dengan kaki yang lemas, aku
keluar rumah.
Tapi setelah berjalan cukup jauh,
kepalaku terasa sangat pusing dan terpaksa berhenti.
Aku perlahan mengusap ikan mas
dalam ember dengan ujung jariku.
“Mulai sekarang, kita akan selalu
bersama.”
Aku tidak dibutuhkan lagi.
Tidak peduli seberapa keras aku
berusaha, aku tidak akan pernah dicintai lagi.
——Seharusnya
Touka tidak pernah ada...
Mungkin lebih baik jika aku
tidak pernah dilahirkan.
“Mungkin... lebih baik jika aku
mati saja kali ya?”
Rasanya seakan-akan hatiku
sedang terhimpit dan sakit.
Pandanganku yang kabur melihat
matahari terbenam.
Itu tampak seperti lukisan
abstrak yang bergerak.
“Kenapa kamu menangis?”
Seolah-olah, warna biru cerah
itu menyebar di dalam lukisan itu.
Ketika aku mengusap air mataku
dengan lengan baju, Ai-kun berdiri di depanku.
“Apa ini nyata?”
Aku bertanya tanpa sadar.
“Ini nyata, kok.” jawab Ai-kun.
Benar.
Di dunia ini, hanya ada
kenyataan yang terkadang terasa menyedihkan.
“Ada apa dengan ember itu...?”
“Ikan mas peliharaanku mati...”
Ketika aku mengucapkan
kata-kata itu, rasanya seakan-akan sisiknya terkelupas dan air mataku mulai
mengalir lagi.
“Begitu ya?”
Setelah sejenak menundukkan
mata dengan sedih,
“Kalau begitu, ayo kita lihat
pemandangan yang indah.” ucap Ai-kun.
“Eh?”
Saat aku masih kebingungan,
tanganku yang tidak memegang ember itu tiba-tiba digenggam.
"Aku menemukan tempat yang
sangat indah di dekat sini. Ayo kita kubur ikan mas itu bersama. Ikuti aku.”
──Apa
maksudnya...?
Dengan perasaan yang masih
kacau dan belum tersusun, aku dipandu oleh tangannya.
◆◆◆◆
Tempat yang kami tuju setelah ditarik
agak paksa adalah lahan kosong di atas bukit.
Mungkin dulu tempat ini
merupajan taman bermain, di sana terdapat ayunan yang sudah berkarat dengan
kertas bertuliskan 'dilarang menggunakan' terpasang di sana.
“Wah...”
Matahari terbenam di balik
gunung, dan kota perlahan-lahan diselimuti langit malam dengan gradasi warna
yang menakjubkan.
Dari area yang ditelan warna
gelap, cahaya demi cahaya mulai muncul, dan seluruh pemandangan mulai bersinar.
—Pemandangan
ini bagaikan kotak perhiasan.
“Indahnya…. Aku tidak tahu ada
tempat seperti ini...”
“Aku menemukannya saat aku
bolos. Aku pikir pasti akan indah jika dilihat di malam hari.”
Kalau dipikr-pikir, hari ini
Ai-kun tidak masuk sekolah.
“Kenapa kamu bolos sekolah...?”
“Karena hari ini ada pelajaran
renang.”
Kalau tidak salah, Ai-kun
pernah mengatakan kalau dirinya tidak bisa berenang ketika ia jatuh ke kolam.
Mengetahui kalau Ai-kun yang
tampak sempurna juga memiliki kelemahan, aku merasa itu agak lucu.
“Aku juga hari ini hanya
menonton pelajaran renang kok.”
“Kenapa?”
“Ehh... Itu karena perempuan
itu banyak masalahnya.”
Aku menjawab dengan ragu,
tetapi kenyataannya itu bukan alasan yang sebenarnya.
Karena mimpi yang selalu aku
alami setiap musim panas itu, aku takut untuk masuk ke dalam kolam.
Dan hampir semua teman
sekelasku sudah mulai menstruasi, tapi aku belum.
Mungkin sebagai seorang gadis,
aku masih belum lengkap karena aku belum pernah jatuh cinta.
“Terlebih lagi, aku ingin
menunjukkan pemandangan ini pada ikan mas...”
Sambil menghela nafas, meskipun
aku tahu mata peraknya itu tak bisa melihat apa-apa lagi, aku mengangkat ember
yang berisi ikan mas itu setinggi pandanganku.
“Hmm...?”
Lalu Ai-kun mengerutkan
keningnya.
“Ada apa...?”
“Aoi-san... Ikan mas itu tidak
mati. Itu cuma penyakit terbalik, hanya terbalik saja tahu? Perutnya yang
terlihat di atas. Kalau mati, seharusnya dia terbaring menyamping.”
“Eh?”
Ikan mas itu... tidak mati?
“Apa kamu memberi makan terlalu
banyak?”
Aku tidak ingat melakukan hal
itu.
Tapi, aku terkejut dan teringat
percakapan dengan Ayaka.
(Aku
tadi ke kamar Onee-chan tapi tidak ada orang.)
“Mungkin... Ayaka yang memberi
makan...”
“Ayaka...?”
“Ah, aku punya adik perempuan.
Tapi, bagaimana ini... Aku harus cepat mengembalikan ikan mas ke akuarium.”
“Benar juga. Saat kamu pulang,
cobalah tambahkan sekitar satu sendok makan cokelat bubuk ke dalam akuarium.
Serat pakan akan membantu mengeluarkan apa yang dimakan terlalu banyak.”
Ai-kun menjelaskan dengan
lancar seolah-olah dia baru saja mencari informasi di internet.
“Iya... Terima kasih, Ai-kun.”
Pokoknya aku harus segera
pulang ke rumah.
Saat aku berkata seperti itu
dan berbalik dari Ai-kun, aku tiba-tiba menyadari sesuatu.
──Aku memanggilnya dengan nama
depan.
“Maaf! Aku selalu...
memanggilmu Ai-kun dalam hatiku... Maaf jika itu terlalu akrab... Kalau begitu,
aku harus pulang sekarang.”
Aku terlalu malu untuk menoleh
kembali.
Aku berbicara cepat,
seolah-olah berusaha melarikan diri.
Kemudian, seketika itu….
“Touka, tunggu.”
Aku tidak pernah menyangka
kalau jantungku berdebar keras seperti ini saat namaku sendiri dipanggil.
“......Ada yang bilang saat
kamu sedih, melihat pemandangan yang indah membuatmu merasa senang. Membuat
kita merasa senang masih hidup. Jadi, saat Touka sedih, aku akan menunjukkan
pemandangan indah kepadamu.”
Perasaan ingin menghilang yang
begitu kuat tiba-tiba lenyap seolah-olah itu tidak pernah ada.
“Terima kasih...”
Rupanya malam itu ada bintang
jatuh, tapi baik aku maupun ikan mas, sama sekali yang menyadarinya.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya