Bab 6 — 31
Juli (Sabtu) Ayase Saki
“Ehh, Yomiuri-senpai, bukannya
kamu mencoba memonopoli Asamura-senpai?”
Saat aku membuka pintu kursi
belakang, Kozono-san yang sudah berada di dalam mobil, berkata demikian.
Wajahnya terlihat cemberut dan
tampak tidak senang.
Memonopoli
Asamura-kun.....berkendara hanya dengan kami berdua saja..... kami berdua duduk
berdampingan, memainkan lagu-lagu favorit kami di dalam mobil, fantasi-fantasi
semacam itu mendadak muncul di benakku.
Astaga, aku ini mikir apaan sih?
Hari ini kami hanya mengadakan
acara barbekyu dengan senior dan junior kami di pekerjaan paruh waktu. Tidak
lebih maupun kurang, dan karena tahun depan Yomiuri-san akan lulus dari
pekerjaan paruh waktunya sebagai mahasiswa, jadi bisa dibilang kalau ini waktu
terakhir kami bisa membuat kenangan bersama senior kami.
Aku seharusnya tidak boleh
membawa khayalan pribadi ke dalam acara seperti itu.
Namun, aku tidak kepikiran
untuk menempatkan tiga orang di kursi belakang sampai Kozono-san angkat bicara.
Tempatnya sempit. Tidak enak
juga rasanya jika harus meminta Kozono-san pindah tempat. Jadi sudah sewajarnya
jika antara Asamura-kun atau aku yang duduk di belakang, bukan?
Aku penasaran dari mana munculnya
ide bahwa Senpai ingin memonopoli Asamura-kun?
Oleh karena itu, aku jadi
tersentak ketika menyadari bahwa orang yang duduk di sebelahku adalah
Kozono-san.
Saat aku memikirkan banyak hal
sambil mengencangkan sabuk pengaman, tiba-tiba aku menyadari sesuatu.
Kita tidak bisa membaca pikiran
orang lain. Ketika kita mengklaim, “Kamu berpikir seperti ini,” sebenarnya kita
tidak bisa membaca pikiran lawan bicara, melainkan hanya membalikkan pemikiran
kita sendiri tentang bagaimana kita akan berpikir jika berada dalam situasi
yang sama. Hanya sekadar ungkapan “Jika itu
aku, maka aku akan berpikir seperti ini.”
Jadi, apa itu berarti Kozono-san
ingin mendekati Asamura-kun?
Mumu.
Sepertinya Kozono-san mempunyai
perasaan terhadap Asamura-kun. Namun sikap posesif seperti itu tidaklah baik. Bahkan
Asamura-kun juga mempunyai kehendaknya sendiri.
Tidak, tunggu dulu. Kurasa aku
baru saja berpikir untuk pergi jalan-jalan berduaan saja tadi.
Mumumu.
Ya ampun. Sepertinya aku
benar-benar menjadi orang yang sangat posesif.
Sejak kapan aku menjadi orang
yang berpikiran dangkal seperti ini?
Saat aku terkejut di dalam
hati, aku mendengar kata-kata yang menenangkan dan menyejukkan dari Yomiuri-san.
“Baiklah, baiklah. Jangan
terlalu mempedulikan hal-hal kecil. Para siswa yang akan mengikuti ujian juga
butuh istirahat. Mari kita lupakan semua hal buruk hari ini dan
bersenang-senang!”
Aku tidak memahami alur
percakapannya, tapi perkataan Yomiuri-san mengingatkanku pada perkataan ayah
tiri.
[Aku
berharap kalau dia bisa bersantai sedikit dan tidak memaksakan dirinya sendiri.]
Benar sekali. Ini bukan hanya
tentang membuat kenangan bersama Yomiuri-san. Tujuan pribadiku untuk perkemahan
sehari ini adalah membantu Asamura-kun supaya dirinya bisa bersantai. Itulah
sebabnya aku sangat setuju dengan usulan Yomiuri-san untuk bersenang-senang.
Namun, Kozono-san lah yang pertama
kali menyatakan persetujuannya atas perkataan Yomiuri-san dan berseru
“Yahooo~~!” sambik mengangkat tinjunya sebagai tanda setuju, sementara aku sendiri
merasa sedikit malu dengan tindakan seperti itu, jadi aku hanya menggumamkan
“Oh!” pelan di mulutku. Mungkin tidak ada yang mendengarku.
Haa, tanpa
sadar aku menghela nafas.
Selain aku sudah berubah
menjadi gadis yang posesif terhadap Asamura, tapi aku bahkan tidak bisa
mengungkapkan perasaanku dengan jujur.
Apa aku selalu seperti ini? Aku
merasa kalau aku telah menjadi orang yang menyusahkan.
Aku bersandar di kursi dan
memejamkan mata.
Belakangan ini, perasaanku
terus dibuat terguncang dan galau seperti ini.
Jika aku terus melanjutkan
menulis buku harianku, bukannya nanti akan ada terlalu banyak hal yang harus
ditulis?
Buku catatan yang kusimpan agar
tidak dilihat siapapun.
Sejak setahun yang lalu, nama
Asamura Yuuta mulai muncul sedikit demi sedikit di dalam buku harianku, dan
catatan itu terus bertambah setiap harinya. Gangguan emosi, dan bagaimana
perlahan-lahan aku tertarik padanya bisa terbaca hanya dengan membacanya
kembali. Buku harian kehidupan sehari-hari adik tiri yang tidak bisa aku
tunjukkan kepada siapapun.
Sekarang, yang bisa kulakukan hanyalah
menuangkan perasaanku setiap hari di dalam hati.
Haa, aku
menghela napas untuk kedua kalinya.
Aku tidak bisa membiarkannya
begini terus. Kalau perasaanku sudah begitu murung, kecil kemungkinan aku bisa
menenangkan kelelahan ujian Asamura-kun.
Aku kembali fokus ke dalam mobil,
dan mencoba untuk terlibat dalam percakapan.
Saat aku mendengarkan baik-baik
untuk melihat apa yang mereka bicarakan, sepertinya mereka sedang membicarakan
nama Yomiuri-san. Yomiuri Shiori—— nama yang begitu cocok untuk pekerjaan di
toko buku dengan hubungan yang begitu erat dengan buku. Dia suka membaca,
ramah, cantik, dan wanita cerdas yang kadang-kadang membicarakan sesuatu yang
agak aneh, tapi dia pintar.
Bahkan sekarang, dia sedang
bercerita tentang makna di balik namanya sendiri, Shiori.
“Selain Asamura-kun,
Yomiuri-senpai juga sangat paham kata-kata ya. Kalian berdua benar-benar sangat menyukai buku, ya?”
Itu adalah tanggapan jujur dari
diriku.
Namun, Yomiuri-san memutuskan
untuk berhenti dari pekerjaan di toko buku. Meskipun pihak toko sudah memintanya
untuk terus bekerja di sana, tampaknya dia menolak. Mungkin dia memiliki hal
lain yang ingin dilakukannya.
Percakapan berlanjut dengan
lawakan antara Yomiuri-san dan Asamura-kun, dan aku merasa kebingungan dengan
kata-kata misterius seperti “gadis suci” atau “putri iblis” yang terdengar. Aku
tidak tahu bagaimana seharusnya aku ikut campur dalam percakapan yang begitu
lancar tersebut.
Namun, meskipun percakapan
lawakan itu begitu semarak, Kozono-san yang duduk di sebelahku dengan semangat
ikut serta.
“Enggak boleh begitu,
Asamura-senpai. Jangan membully Yomiuri-senpai,” ucap Kozono-san.
Meskipun Asamura-kun terdengar
sedikit terkejut, tapi Yomiuri-san terus tertawa dan meminta Kozono-san untuk
melanjutkan.
“Saki-chan juga boleh memarahi
cowok bodoh ini lebih keras, tau.”
Dan tiba-tiba, bola percakapan dilemparkan
padaku.
Meskipun aku terpaksa terlibat
dalam percakapan, aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya.
“Eh, ah, ... ya.”
Pada akhirnya, jawabanku jadi
terbata-bata. Aku memang tidak terbiasa dengan percakapan santai seperti ini.
Aku tidak terbiasa dengan diperhatikan atau memperhatikan orang lain.
Mungkin akulah orang yang agak
canggung.
"Sekarang kita akan masuk
ke jalan tol.” kata Yomiuri-san.
Selama lebih dari tiga jam ke
depan, aku akan berada dalam ruang sempit dimana aku tidak bisa pergi
kemana-mana.
Kira-kira, apa aku bisa
mengikuti percakapan dari ketiga orang ini?
Muak dengan kemampuan
berbicaraku yang buruk, aku tetap diam, dan pada istirahat pertama di area peristirahatan,
aku akhirnya menyadari bahwa Kozono-san tampaknya menghindari berbicara
denganku.
Meskipun dia tidak sepenuhnya
menghindari kontak mata, dia terlihat menatapku sesekali, namun meskipun dia
menatap, dia tidak pernah memulai pembicaraan.
Aku mulai berpikir, mungkin dia
tidak suka padaku, dan setelah itu aku menyadari sesuatu.
Karena sejujurnya, aku juga
jarang melihat ke arahnya dan tidak pernah memulai percakapan dengannya.
Ya, entah kenapa aku merasa
tidak nyaman dengan Kozono Erina.
Bak berkaca di depan cermin.
Mungkin dia hanya menghindariku karena aku juga menghindarinya.
◇◇◇◇
Setelah menyelesaikan penyiapan
tenda, aku bersembunyi di bawah terpal yang terpasang.
Setelah terbebas dari sinar
matahari yang menyengat, akhirnya aku bisa sedikit bernapas lega.
Ketika aku duduk di kursi lipat
dan beristirahat, suara gemericik sungai terdengar samar-samar. Angin yang
bertiup melalui hutan membawa aroma hijau yang lembab, dan suara burung ikut
mencampur.
Setelah istirahat sejenak, kami
mulai menyiapkan acara utama kami, yaitu pesta barbekyu.
Asamura-kun bertanggung jawab
untuk menyalakan api, sementara yang lain mempersiapkan bahan makanan.
Meskipun itu disebut memasak,
tapi sebenarnya kami hanya tinggal memotong-motong saja.
Karena kami berada di luar
ruangan, mana mungkin kami bisa membuat masakan yang rumit seperti di dapur
rumah. Kami hanya bisa melakukan hal-hal yang terbatas dengan menggunakan
talenan dan pisau yang diletakkan di meja lipat sewaan. Namun, cukup dengan
menyamakan ukuran dan ketebalan daging serta sayuran untuk memastikan bahwa
semuanya matang dengan merata saat dipanggang.
Sambil memikirkan hal itu, aku
mulai memotong sayuran.
Aku bahkan membawa sedikit
sayuran dari rumah untuk dimakan langsung. Kupikir jika aku makan banyak
daging, aku juga harus banyak makan sayuran. Aku memotong paprika, mentimun,
dan wortel yang sudah dicuci menjadi stik tipis dan menusukkannya ke dalam
cangkir plastik.
Tanpa membutuhkan waktu lama,
aku selesai memotong semuanya. Saat aku merasa agak bingung, aku melihat
Kozono-san yang sedang memotong daging dengan gerakan yang menakutkan. Dia
meraih daging dengan tangan kiri dan menekan pisau dengan keras ke permukaan
berlemak dengan tangan kanan.
Tunggu
sebentar, tunggu sebentar, tunggu sebentar.
“Jangan kabur. Dasar!”
Ngeri, ngeri, ngeri. Dia hampir
memotong jarinya!
“Kozono-san, tangannya, tangan
kiri! Kamu belajar di kelas keterampilan tata boga, kan?”
Setelah aku mengatakan itu, dia
menghentikan pemotongan sejenak dan menoleh ke arahku.
“Tanganku harus berbentuk
seperti tangan kucing, ‘kan? Ya ampun, tentu saja aku mengetahuinya,
Ayase-senpai. Aku bukanlah gadis malang dalam manga yang tidak bisa memasak.”
Ini
tuh dunia nyata, tau? Aku hampir akan mengatakan itu, dan merasa lega
ketika mengetahui bahwa dia setidaknya memiliki pengetahuan minimal tentang
memasak.
“Jadi, mengapa kamu menggenggam
daging cara yang seperti itu?”
“Karena daging ini begitu hidup
dan berusaha kabur.”
“Mereka tidak bisa kabur lagi.
Daging itu sudah mati.”
“Eh? Bukannya itu sudah jelas?
Bahkan aku sekalipun tidak bisa menyembelih sapi yang masih hidup. Tapi, karena
dagingnya masih segar, daging itu masih terlihat hidup.”
Aku tidak pernah menyangka
bahwa menyebut daging licin yang berusaha kabur akan digambarkan sebagai sesuatu
yang hidup.
“Selain itu, bukannya cukup
mudah untuk memotong daging setebal itu?”
Daging yang dibeli oleh Yomiuri-senpai
memang dalam bentuk balok yang tebal. Kurasa mungkin itu juga karena tangan
Kozono-san terbilang kecil.
Yah, mungkin ada benarnya juga
bahwa kadang-kadang dagingnya bisa meluncur di atas talenan karena lemaknya.
Sambil memiringkan kepalaku
dengan heran, aku menyadari sesuatu.
Ternyata, kaki-kaki meja
sederhana yang dipinjamkan terlalu tinggi bagi Kozono-san. Atau mungkin lebih
tepatnya, badan Kozono-san terlalu kecil untuk ukuran standar. Itulah sebabnya
dia kesulitan untuk mengerahkan tenaganya dalam menggunakan pisau.
“Apa ada yang salah?”
Setelah memberikan instruksi,
Yomiuri-senpai yang telah menyiapkan piring dan peralatan makan, datang untuk
memeriksa Kozono-san.
“Aku sudah mencoba memotongnya
dengan pisau, tapi... entah mengapa rasanya sulit.”
“Ahh~, mungkin itu agak sulit
bagi Erina-chan. Kalau merasa kesulitan, bagaimana kalau aku yang
memotongkannya untukmu?”
“Tapi... aku juga ingin mencoba
sesuatu,” ujar Kozono-san dengan ekspresi menyesal.
Kupikir masalah ini bisa
diatasi hanya dengan sedikit arahan. Mungkin karena itu adalah bidang
keahlianku, jadi aku mengucapkan kata-kata yang biasanya tidak pernah aku
ucapkan.
“Maaf... Boleh aku
menggantikanmu sebentar?”
Aku meminjam pisau dari
Kozono-san.
“Umm jadi begini, bilah pisaunya
akan menjadi tumpul jika ada banyak lemak yang menempel, jadi lebih baik untuk membersihkan lemak dari pisau secara teratur
saat memotong daging atau ikan. Jika kamu kekurangan air seperti berada di luar
ruangan, kamu bisa menyekanya dengan tisu dapur saja. Selain itu, jika tanganmu
licin saat memegangnya, lakukan seperti ini..."
Aku juga menggunakan tisu dapur
untuk menahan daging. Di rumah, aku tidak pernah melakukannya karena jarang
sekali memotong daging sebesar ini.
“Pertama-tama, buatlah sayatan
sedikit saja. Jadi kamu tidak perlu menggunakan banyak tenaga, iya ‘kan?”
Kozono-san mengangguk setuju
dengan serius.
Dia benar-benar gadis yang baik
dan patuh di saat seperti ini.
“Setelah menempatkan pisau di
sayatan lagi, tarik atau tekan pisau dengan beban pisaunya untuk memotong. Kita
biasanya diajarkan menarik pisau untuk memotong, tapi kalau memang bisa dipotong,
tidak masalah apa kamu melakukannya dengan menarik atau mendorong. Kamu bisa
melakukannya dengan cara yang kamu anggap gampang.”
“Walaupun kamu pandai dalam hal
itu, tapi Ayase-senpai ternyata melakukannya dengan begitu santai, ya.”
Kejujuran dari pernyataan
tersebut membuatku tertawa kecil.
“Yah, aku melakukan semuanya
dengan caraku sendiri. Aku tidak bisa dijadikan sebagai patokan, jadi mungkin
kamu harus mempelajari etiket yang benar atau membaca buku khusus.”
“Tapi, kamu sangat mahir!”
“Terima kasih.”
Aku sudah melakukannya sejak
aku masih kecil. Ibuku pernah bekerja di restoran yang juga menyajikan makanan,
tapi dia buruk dalam mengajar. Kurasa dia tipe orang yang tidak pandai
mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata. Bahkan ketika aku bertanya kepadanya tentang
pengetahuan memasaknya sejak aku masih kecil, ibuku hanya mengatakan hal-hal
seperti, “Potong saja dengan cepat,
masukkan ke dalam penggorengan, dan tumis dalam sekejap.”
“Dan lihat, dagingnya berhasil
dipotong.”
“Woah. Meskipun kamu terlihat
tidak memberikan tenaga sama sekali, tapi potongannya halus sekali! Ayase-senpai,
kamu sangat pandai sekali menyelesaikan hal-hal yang hidup!”
Cara
bicaranya!
“Kamu benar-benar mahir sekali.
Saki-chan, aku bahkan ingin kamu menjadi istriku.”
Ehmm... itu adalah pujian, kan?
“Yah, kurang lebihnya seperti
itu.”
“Baiklah. Aku mengerti! Sekarang
aku tinggal melakukannya!”
Kozono-san menjawab dengan
penuh semangat.
“Yah, sepertinya tidak terlalu
berbahaya, tapi aku akan mengawasinya. Jika ada yang terjadi, aku akan
menggantikan Erina-chan.”
“Oke. Tapi, aku akan mencoba
sebaik mungkin!”
“Kalau begitu aku akan
menyelesaikan bagian sayuran.”
Setelah mengatakan itu, aku
mengembalikan pisaunya dan kembali bekerja. Karena khawatir, aku sesekali
melirik ke arah Kozono-san. Sepertinya dia sudah mulai terbiasa dan dengan
tekun memotong daging sesuai dengan yang diajarkan. Meskipun kadang-kadang agak
berbahaya, tapi aku bisa melihat bahwa dia berusaha semaksimal mungkin.
“Sudah selesai!”
“Baiklah. Bagus bagus. Sekarang,
selanjutnya potong daging ini.”
Aku menyipitkan mataku saat
melihat Yomiuri-senpai mengelus kepala Kozono-san dengan senang.
Ah,
enaknya. Aku sedikit terharu dan terkejut oleh pemikiranku sendiri.
Saat aku tidak tahan lagi
melihat percakapan antara Yomiuri-san dan Kozono-san, Asamura-kun tiba-tiba memanggilku.
Asamura-kun selalu seperti ini.
Ia mungkin tidak menyadarinya, tapi ia memanggilku saat aku merasa seperti akan
mempunyai pikiran yang sangat suram.
Aku membawa sayuran yang sudah
dipotong ke sampingnya.
Aku belajar memasak karena kebutuhan.
Semua dilakukan dengan cara otodidak. Jadi, aku tidak yakin apakah itu cara
memasak yang benar atau tidak.
Meski demikian, aku mungkin
sudah sering memasak daripada orang lain seumuranku. Akibatnya, aku secara
alami mengembangkan keterampilan memasak. Namun pada dasarnya hanya sebagai
amatir, dan keterampilanku takkan pernah membuatku menjadi seorang koki
profesional.
“Tidak, tidak. Menurutku,
kemampuan memasakmu sudah cukup baik sampai-sampai kamu pantas mendapat elusan
kepala.”
Asamura-kun memuji kemampuan
memasakku. Aku merasa senang dengan hal itu.
Namun Kozono-san hanya dipuji
atas usahanya yang keras.
Sebaliknya, aku merasa iri dan
tertekan.
Dan aku mulai membenci diriku
sendiri atas cara berpikir yang menyimpang itu.
Meskipun Asamura-kun memberikan
dukungan dengan kebaikan, aku malah memiliki pemikiran yang buruk terhadap hal
tersebut.
Aduh, ini tidak baik, aku harus
beralih. Aku harus tetap tenang sedikit.
Setelah acara makan-makan
selesai, selanjutnya adalah waktu sauna yang sudah dinanti-nantikan oleh
Yomiuri-senpai.
Baiklah, mari kita bersiap-siap
di sauna untuk mengatur ulang suasana hati. Mari kita usir segala pikiran
buruk.
◇◇◇◇
...Atau itulah yang aku
pikirkan.
“Ak-Aku sudah mencapai
batasku.”
Aku menyaksikan punggung
Asamura-kun yang keluar dari sauna, dan aku kembali merasa terganggu.
Ia hanya berkata, “Bukannya
baju renang itu tidak masalah,” dan tidak memberikan komentar lain.
Pada saat itu, Asamura-kun
berkata bahwa baju renang itu cocok saat kami memilih baju renang, tapi aku ingin
dirinya mengatakan itu lagi saat di acara resmi.
Tidak, tidak. Ini pikiran
negatif.
Tapi aku melihat raut wajahnya
saat dia meninggalkan sauna. Ah, Asamura-kun terlihat malu sekarang. Yah, kurasa itu wajar saja karena ia pasti
tidak tahu harus memandang ke arah mana, pikirku. Rasanya itu sedikit
menggemaskan.
“Saki-chan, kamu terlihat
senang.”
Eh? Aku
memaksakan diri untuk mengalihkan pandangan yang mengikuti punggungnya dan
fokus pada Yomiuri-san.
“Apa aku kelihatan begitu?”
“Mm, ya begitulah.”
“Aku juga! Aku juga merasa ini
menyenangkan!”
Kozono-san ikut bergabung dalam
percakapan.
Meskipun Yomiuri-san mengatakan
“senang” dan bukan “menyenangkan”, tapi sepertinya Kozono-san tidak menyadari
perbedaan nuansa dalam hal tersebut.
“Erina-chan selalu terlihat
bersenang-senang, iya kan?”
“Pastinya! Oh, iya.”
Setelah menjawab dengan riang,
Kozono-san sedikit menatap Yomiuri-san dan bertanya.
“Ngomong-ngomong, Yomiuri-senpai,
memangnya pacarmu tidak merasa cemburu saat kamu bersenang-senang dengan
Asamura-senpai seperti ini?”
“Wah, Erina-chan kamu langsung
blak-blakan banget. Ini pembicaraan cewek, ya. Kamu suka ngobrol soal cinta?”
“Iya!”
“Hahaha. Jujur banget ya. Tapi
sayang sekali, sebenarnya aku tidak punya pacar.”
“Eh! Padahal Senpai begitu cantik,
baik, dan lucu seperti ini! Memangnya hal seperti itu mungkin!?”
“Itu bisa terjadi. Karena
buktinya ada di sini.”
“Aku sama sekali tidak
mempercayainya.”
“Ya, jadi begitulah para pria
di dunia. Mereka menyukai wanita cantik dan baik, tapi mereka tidak mencari
yang lucu dari pacar mereka.”
“Eh apa iya?”
“Sekarang, coba bayangkanlah.
Pernahkah kamu melihat seorang pria bangga dengan 'pacarku sangat menarik dan konyol'?”
Kozono-san menatap ke arah langit-langit
sauna sambil menempelkan jari telunjuknya di dagunya.
“Hmm.”
“Membanggakan loh,
membanggakan. Bukan sifat merendahkan diri. Apa kamu pernah melihat seorang
pria dengan bangga mengatakan, 'Pacarku
sangat hebat dalam candaan jorok!' saat mencoba menunjukkan sisi baik
pacarnya?”
“Tidak pernah!”
“Nah. ‘kan?”
“Begitu rupanya. Kenapa ya,
padahal kalau aku menjadi pacar Senpai, aku pasti akan merasa bangga.”
“Kenapa ya. Itulah sebabnya aku
tidak ada pacar.”
"Sangat disayangkan.”
“Terima kasih.”
Sambil tersenyum tipis,
Yomiuri-san kembali mengelus kepala Mizuno-san. Mungkin karena posisinya yang
pas.
Dan lagi-lagi, meskipun kozono-san
tidak menyadarinya, Yomiuri-san sebenarnya tidak mengatakan “Itu sebabnya aku tidak punya pacar”, melainkan “Itulah sebabnya aku tidak ada pacar”.
Maksud lain dari perkataannya bisa berarti,
“Karena tidak ada orang yang bisa menjadi pacarku”.
Yomiuri-san menilai persyaratan
pacarnya sebagai orang yang menghargai sifat aslinya sebagai daya tarik. Karena
tidak ada yang memenuhi syarat tersebut, maka tidak ada pacar.
Yah, menurutku Yomiuri-senpai sendiri
juga orang yang langka karena bersikeras bahwa dia akan senang jika pacarnya
mengatakan kepadanya bahwa dia menyukainya karena dia menarik….
...Tapi
jika itu Asamura-kun, ia mungkin akan tetap mengatakannya.
Saat pikiran tersebut melintas,
aku kembali menggelengkan kepala.
Tidak, tidak, ini juga pikiran
negatif.
“Oh, bagaimana dengan
Ayase-senpai? Kamu pasti punya, ‘kan?”
“Eh?”
Apa yang sedang dia bicarakan?
“Aku bilang kekasihmu. Kamu
pasti punya pacar, ‘kan?”
Tiba-tiba pertanyaan itu
diarahkan padaku.
Kozono-san yang suka berbicara
tentang percintaan, menatapku dengan mata yang penuh rasa penasaran.
Pandangannya menyilaukan. Bagaimana caraku menjawabnya? Mana mungkin aku bisa
menjawab dengan jujur...
“Ehm. Kenapa kamu tanya hal
itu?”
“...Eh. Oh. Eh?”
Sial. Aku menjawab dengan nada
suara yang sedikit dingin. Balasanku tadi sangat tidak dewasa.
“Tidak ada maksud khusus sih...
Tapi Ayase-senpai, kamu terlihat cantik dan populer... Jadi, kupikir sepertinya
mana mungkin dia tidak punya pacar.”
“Ehm... Itu... Aku senang kalau
kamu memujiku, tapi...”
“Saki-chan mungkin terlihat
sulit didekati. Bahkan pakaian sehari-harinya pun memiliki kekuatan menyerang.”
“Memangnya pakaian bisa
memiliki kekuatan menyerang?"
“Iya. Sepertinya pakaian
Saki-chan memiliki kekuatan serangan sekitar 2,56 juta.”
“2,56 juta?”
Kozono-san memiringkan
kepalanya heran. Aku juga memiringkan kepalaku dengan bingung. Meskipun saya
paham konsep fashion sebagai senjata, angka spesifik itu berasal dari mana ya?
“Karena angka itu terdengar
bagus, kan.”
Kenapa angka setengah-setengah
seperti itu terdengar bagus?
Aku dan Kozono-san tidak begitu
paham dengan lelucon Yomiuri-san yang agak tinggi. Jujur, kami tidak terlalu
mengerti.
Namun, berkat bantuan Yomiuri-san
yang mengalihkan pembicaraan, suasana yang tadinya terasa canggung mulai
sedikit memudar. Kami berhasil menghindari situasi yang memanas. Jujur, aku
merasa sangat bersyukur.
Pada saat yang sama aku
berpikir kalau itu tidak baik. Aku telah menjadi versi buruk dari diriku
sendiri. Aku merasa kalau jarang sekali emosiku bisa terganggu sejauh ini.
Aku melirik sekilas ke arah
Kozono-san. Itu karena dia ada di sini. Mengapa kami tidak sejalan seperti ini?
Aku merasa bahwa kehadirannya membuat pikiranku menjadi suram melulu.
Di saat-saat seperti ini, aku
ingin berada di samping Asamura-kun...
Namun, Yomiuri-senpai mulai mengatakan
hal-hal aneh seperti, “Ini adalah kontes ketahanan sampai kamu harus memaksakan
diri,” membuatku tidak bisa langsung mengejarnya. Karena jika aku bilang “Aku
tidak ikutan” dan keluar dari ruangan, hal tersebut pasti akan menciptakan
suasana yang tidak nyaman.
Jadi, aku hanya bisa berusaha
sedikit lebih keras sebelum akhirnya keluar terlebih dahulu.
◇◇◇◇
Setelah keluar dari sauna, aku
melihat sekeliling dengan cemas. Kira-kira Asamura-kun ada di mana ya?
Saat aku berjalan menuju tepi
sungai, aku melihatnya berada di tengah sungai di balik kursi yang kami gunakan
untuk beristirahat.
Ia sedang duduk di air dengan
bagian bawah tubuhnya terendam di sungai. Aku meletakkan handukku di atas batu
besar yang dia tempatkan dan kemudian melangkah ke dalam aliran air.
Ketika aku merendam ujung
kakiku ke dalam sungai, air yang mengalir terasa dingin meskipun sekarang
sedang musim panas. Namun, rasanya pas untuk tubuh yang panas setelah keluar
dari sauna, membuatku ingin langsung merendam tubuhku ke dalam air. Setelah
perlahan-lahan membiasakan tubuhku dengan air, aku mendekati Asamura-kun.
Saat aku duduk di sampingnya,
aku menghela nafas.
“Haah... Panas sekali.”
“Selamat sudah selesai.”
Asamura-kun berkata begitu, dan
saya menjawab, “Ya, aku lelah.” Lalu aku memberitahunya bahwa aku agak terlambat
keluar karena ada tantangan dari Yomiuri-san. Ia berkomentar bahwa meskipun ini
adalah kontes menahan diri, tapi aku yang pertama keluar. Sepertinya menurut
Asamura-kun, saya cukup keras kepala—— padahal aslinya memang begitu. Tapi...
“Aku tidak suka jika waktu
bersama kita jadi semakin berkurang.”
Tiba-tiba aku bisa dengan mudah
mengucapkan kata-kata seperti itu di depannya.
Mengapa aku biasanya tidak bisa
mengucapkan kata-kata seperti ini?
Dari belakang, aku bisa
mendengar Yomiuri-san dan Kozono-san mengobrol ceria dan bersenang-senang.
“Aku mulai ingin mendinginkan
tubuhku.”
Kozono-san berkata demikian
sambil berjalan ke arahku.
“Kelihatannya menyenangkan. Aku
juga ikuta—”
Sambil mengatakan itu, dia mencoba
memasuki sungai tepat di hadapan Asamura-kun.
Dia berjalan dengan hati-hati
di atas batu yang licin dan datar yang menjorok ke sungai.
Ah. Tubuhnya berguncang--
“Woaah!”
Kaki Kozono-san tergelincir.
Aku hampir saja berteriak, ‘Awas!’
karena khawatir. Asamura-kun dengan cepat berdiri dan langsung menangkap tubuh
Kozono-san sebelum jatuh. Handuk yang dipegang Kozono-san terbang ke arah
sungai, terendam di dalam air dan terbawa arus.
Aku segera mengambil handuk
Kozono-san dengan tergesa-gesa, dan memerasnya dengan kuat setelah berhasil
mengambilnya.
“Ta-Tadi itu cukup menakutkan!”
“Kamu baik-baik saja?”
Asamura-kun dengan lembut
bertanya kepada Kozono-san yang terlihat syok.
Yomiuri-senpai juga datang
menghampiri dengan muka panik.
“Tunggu, tunggu. Apa kamu
baik-baik saja!?”
“Aku… baik-baik saja.”
“Kozono-san, ini.”
Aku memberikan handuk yang
berhasil aku ambil kembali dari sungai.
Aku merasa ngeri ketika
membayangkan terjadi kecelakaan di air di tempat yang tidak selalu diawasi
seperti kolam renang. Aku bersyukur bahwa kejadian menyenangkan ini tidak
berubah menjadi bencana. Aku tidak suka melihat seseorang terluka, tidak peduli
siapa pun itu. Namun...
Pada saat aku melihat
Asamura-kun merangkul——uhmm bukan, maksudnya menahan Kozono-san sebelum jatuh, hatiku merasa
sedikit... gundah.
Jika Kozono-san berteriak “Kyaah~” ketimbang “Woaahhh!”, aku akan mulai curiga kalau peristiwa terpleset tadi
disengaka. Itu terlalu tidak realistis. Bahkan wanita yang pura-pura terjatuh
agar bisa dipeluk kekasihnya pun sudah jarang ditemui di era sekarang.
Aku sangat membenci diriku
sendiri karena berpikiran seperti itu.
――Ah,
duhhh, dibilangin, jangan berpikiran begini!
Dipenuhi rasa jijik pada diriku
sendiri, aku melompat ke dalam sungai untuk menyelam seolah-olah melarikan diri
dari situasi tersebut.
Di dalam air dingin, aku mencoba
mereset pikiran yang terlalu panas.
Setelah menyelam sedalam
mungkin, aku membuka mataku. Hal ini bisa mungkin karena ini adalah sungai air
tawar yang tidak terasa asin.
Wahhh...
Air yang mengalir begitu
jernih, aku bahkan bisa melihat batu-batu kecil yang berwarna-warni bergulir di
dasar sungai dan batu besar di kedalaman.
Ikan kecil dengan cepat
melintas di depan mataku. Ketika aku mencoba meraihnya, mereka akan langsung
melarikan diri melalui celah-celah jariku.
Aku membalikkan tubuh dari
dasar sungai dan melihat ke atas ke arah langit.
――Ah,
terlalu terang.
Sungai ini cukup dangkal
sehingga wajahku muncul ketika aku berdiri.
Kurang dari satu meter dari
tempat aku mengulurkan tangan, ada permukaan air yang bersinar seperti cermin.
Permukaan air yang berkilauan
dan bergetar memenuhi pandanganku. Cahaya tersebut menari-nari seperti pola garis-garis
yang samar.
Indah sekali...
Saat napasku mulai sesak, aku
mengangkat wajah dari permukaan air, dan ketika aku terus-menerus menyelam
untuk melihat pemandangan itu, kepalaku perlahan-lahan mulai terasa lebih
dingin.
Pada saat aku muncul ke permukaan
untuk kesekian kalinya, aku menyadari bahwa Asamura-kun sedang memperhatikanku.
Ia berusaha sebaik mungkin menjelaskan tindakannya saat membantu Kozono-san.
—— Aku sudah tahu meskipun kamu
tidak mengatakannya.
Ya, itulah yang sudah kusadari.
――
Lebih dari itu, aku merasa sangat tidak berguna.
Aku tidak menyangka hatiku akan
begitu terganggu sekarang setelah aku mulai berpacaran dengan Asamura-kun dan saling
mengungkapkan perasaan kami dengan jelas, lebih dari sebelumnya. Aku selalu
mengira kalau diriku sebagai seseorang yang dingin dan tanpa perasaan.
Aku merasa kesal dan lega
dengan setiap gerakannya. Emosiku selalu dibuat berayun-ayun dengan amplitudo
yang besar, dan selalu dipenuhi dengan pikiran-pikiran buruk. Aku harus
melakukan sesuatu...
“Karena
orang yang kusukai hanyalah Ayase-san.”
Alasan mengapa hatiku sangat
terganggu meskipun ia mengatakan seperti itu adalah karena aku tidak sepenuhnya
percaya dengan perkataan Asamura-kun.
Itu karena aku tidak
mempercayai bahwa ia menyukaiku, orang yang belum dewasa yang bahkan tidak bisa
mengatur pikirannya sendiri.
Jadi, intinya….
Aku tidak memiliki keyakinan
bahwa aku bisa dicintai.
◇◇◇◇
Saat senja tiba, ketika kami
mulai bersiap-siap untuk pulang, aku sudah agak tenang. Karena terlalu banyak
berpikir membuatku jadi malas untuk terus memikirkannya.
Ketika kepalaku kembali menjadi
dingin, aku bisa melihat keegoisanku sendiri dan rasionalitas mulai muncul dari
kebingungan.
Setelah merenungkan sikapku
yang kekanak-kanakkan, aku berinisiatif dan melipat terpal dengan antusias dan
membersihkan tempat yang disewa.
Kozono-san adalah juniorku. Aku
dua tahun lebih tua darinya, dan dia baru saja menjadi siswi SMA di musim semi.
Setengah tahun yang lalu, dia masih seorang siswi SMP. Siswi SMP. Bukannya dia
masih anak-anak? Aku tidak tahu apakah aku harus cemburu padanya, tapi
memperlakukannya dengan tidak adil bukanlah versi Ayase Saki yang kuinginkan.
Setelah menyelesaikan pekerjaan
beres-beres, aku sekali lagi memeriksa tempat yang disewa untuk memastikan
tidak ada barang yang tertinggal.
“Kemah belum berakhir sampai
kita sampai di rumah. Jadi ayo pulang dengan semangat!”
“Kita tidak perlu bersemangat,
tetapi ya, benar. Ayo pulang dengan selamat.”
Balasan serius Asamura-kun
disambut dengan senyum sinis dari Yomiuri-san. Sedangkan Kozono-san hanya
tertawa melihatnya.
Ketika aku berjalan menuju
mobilnya Yomiuri-san, aku berhenti sejenak dan menoleh ke belakang.
Senja semakin dekat. Matahari
tenggelam di balik pegunungan di barat. Matahari yang hampir menyentuh garis
punggung gunung mewarnai awan yang mengapung di ujung gunung dengan warna
senja.
Aku menatap ke arah tempat
terpal dipasang.
Tidak ada siapa pun di tanah
kosong yang terbagi menjadi kotak-kotak.
Angin sepoi-sepoi berhembus
melintasi tanah kosong yang terbuka.
Daun-daun bergoyang dan
menghasilkan suara gemerisik.
Ketika aku memandangnya, aku
bisa melihat bayangan kami yang sebelumnya tertawa riang dengan gembira.
Peristiwa hari ini terlintas di dalam pikiranku seperti ilusi. Terpal yang dipasang
dengan berkeringat. Acara barbekyu yang kami makan sambil sesekali tersedak
karena asap, mandi di sungai sebagai pengganti mandi air dingin. Permukaan air
yang berkilauan ketika dilihat dari dalam air. Air mengalir dan berubah bentuk
setiap kali bergerak, cahaya dan bayangan bermain seperti di kaca pembesar.
Itu menyenangkan.
Meskipun ada perasaan yang
membingungkan, tapi aku merasa kalau hari ini sangat menyenangkan.
Aku berharap bahwa Asamura-kun
juga merasakan hal yang sama.
“Ayase-senpai.”
Ketika aku berbalik, aku melihat
semuanya sudah jauh berjalan dan Kozono-san, yang khawatir, datang untuk
memeriksaku.
“Apa kamu melupakan sesuatu?”
“Oh, ya.”
“Eh, apa kamu sudah
menemukannya? Kalau belum, ayo cari bersama-sama.”
Dia mengatakan itu dengan cemas.
Dia sungguh anak yang baik.
“Jangan khawatir. Aku sudah
menemukannya.”
Aku memberitahunya begitu dan tersenyum
pada Kozono-san.
Hubungan dengan orang lain
adalah pertemuan yang singkat. Mungkin, perjalanan bersama empat orang ini
adalah sesuatu yang tidak akan terulang kembali dalam kehidupanku.
Ketika aku memikirkan hal
tersebut, saat ini terasa begitu berharga.
Saat aku berjalan bersama
Kozono-san untuk mengejar yang lain, aku memutuskan untuk berbicara pada gadis
di sebelahku.
“Mengenai barbekyu tadi...”
“Eh? Ya.”
“Kamu bilang ini pertama
kalinya kamu memotong daging sebesar itu, ‘kan?”
“Ah iya. Daging itu besar
sekali. Ternyata, Yomiuri-senpai tahu tempat yang menjual daging besar dengan
harga murah.”
“Begitu ya.”
“Dagingnya, bentuknya jadi aneh,
iya ‘kan?”
Aku menggelengkan kepalaku.
“Kamu berhasil memotongnya dengan
rapi. Tebalnya pun seragam. Jadi kamu sudah berusaha keras.”
Ketika aku mengatakan itu, entah
mengapa Kozono-san terlihat terkejut.
Apa aku baru saja mengatakan
sesuatu yang aneh?
“Oh, ya. ... Terima kasih
banyak.”
Kami hampir mengejar menyusul
dua orang di depan ketika mereka hanya beberapa langkah lagi untuk masuk ke
mobil, dan Yomiuri-san berkata, “Kalian lama banget, sih.”
Dalam perjalanan pulang, aku
tidak bisa mengatasi rasa kantukku dan tidak ingat apa pun sepanjang perjalanan.
Saat aku bangun, pemandangan di
sekitar sudah berubah menjadi kota metropolitan. Rupanya aku sangat kelelahan.
Karena sepanjang hari ini, sepertinya aku harus tetap waspada.
Sama seperti saat kami berkumpul,
kami berpisah di dekat Stasiun Shibuya seperti biasa.
Asamura-kun dan aku, karena
kami dari daerah setempat, berpisah dengan Yomiuri-san dan Kozono-san di sana.
Yah bukan hanya dari daerah
setempat, kami berdua akan pulang ke rumah yang sama, sih.
Sambil membawa barang-barang
yang sudah lebih ringan, kami berjalan sambil mengingat kembali kejadian hari
ini.
Dari pembicaraan yang kami
lakukan, sepertinya Asamura-kun juga menikmati hari ini.
“Sebagai siswa peserta ujian
masuk, mungkin ini adalah acara musim panas kita yang terakhir, ya?”
Asamura-kun berkata dengan
penuh makna.
Perkataannya itu membuatku
teringat pada festival kembang api yang diundang oleh Maaya.
Aku sempat berpikir alangkah
baiknya kalau kami bisa pergi bersama.
"Tapi... bukannya kamu
ingin menghadiri acara dimana hanya kita berdua saja?”
Bagiku, itu hanyalah pengantar
untuk mengajaknya pergi sekali lagi di musim panas ini.
“Yeah. Setelah aku lulus, aku
bisa mendapatkan SIM dan ayo kita pergi bersama.”
Aku merasa sedikit kecewa. Yah….aku
juga bermimpi untuk melakukan perjalanan bersama hanya dengan kami berdua. Aku
juga berencana untuk mendapatkan SIM setelah masuk universitas, meskipun itu
memerlukan biaya. Kupikir memiliki SIM akan berguna apa pun pekerjaan yang kupilih.
Tapi, aku tidak sedang
membicarakan tentang masa depan...
“Sepertinya kita tidak mempunyai
banyak kesempatan lagi. Besok aku juga harus mulai kamp belajar.”
“Oh, ya.”
Betul juga. Asamura-kun akan
mengikuti pembelajaran intensif selama seminggu mulai hari Senin.
“Setelah refreshing di sini, kupikir aku bisa fokus belajar.”
Setelah ia mengatakan itu, aku
merasa kesulitan untuk mengajaknya bermain keluar.
Saat Asamura-kun dengan mantap melihat
ke depan, aku tidak bisa berkata apa-apa.
Apa yang harus kulakukan?
Aku merasa seperti hanya aku
satu-satunya yang berdiri di sana dan memandang ke samping.