Hanayome wo Ryakudatsu Jilid 1 Epilog Bahasa Indonesia

 

Epilog

 

Keseharian yang normal dan damai telah kembali seperti semula.

Di pagi hari, aku memikirkan hal demikian sambil menyantap bekal yang dibuat oleh Nene-chan.

Meskipun seharusnya sudah banyak yang berubah sejak hari itu, tapi aku tersenyum getir melihat hal ini menjadi kebiasaan tanpa disadari.

Nene-chan berada di sampingku dan memperhatikanku yang sedang makan.

Namun, ada yang berbeda dari biasanya.

“Apa kamu begitu menyukainya sampai-sampai terus memeluknya sepanjang waktu?”

“Yeah, aku merasa tenang saat memeluknya karena dia begitu besar dan hangat. Apa aku enggak boleh jika aku terus memeluknya?”

“Tidak juga, kamu bebas melakukan apa yang kamu suka, Nene-chan.”

Aku dengan mudah memaafkannya setelah dia memandangku dengan mata merahnya.

Melihatnya memeluk dengan penuh perhatian membuatku tersenyum.

“Baiklah, aku akan melakukannya. Terima kasih telah mengambil boneka ini untukku.”

Nene-chan berkata demikian sambil memeluk boneka 'Dekakawa' dan menggosokkan pipinya ke boneka itu.

Aku melihat sisi feminim yang lucu dari Nene-chan yang biasanya bertingkah seperti orang dewasa.

Boneka ini adalah hadiah yang aku menangkan dari permainan mesin capit saat Nene-chan berhenti datang ke rumahku, dan hari ini akhirnya aku memberikannya padanya.

Dia terus bertingkah seperti ini sejak aku memberikannya.

“Kamu berhasil mengambilnya dengan baik, Arata-san. Pasti sulit untuk mendapatkannya, ‘kan?”

“Yah, tidak peduli berapa kali aku mencobanya, koinnya langsung masuk dan hilang begitu saja, tapi kebetulan ada anak laki-laki baik hati yang memberiku petunjuk sehingga aku bisa mengambilnya. Aku merasa tidak akan bisa mengambilnya sendiri.”

“Oh, rupanya ada orang yang baik juga ya.”

Kalau dipikir-pikir, aku lupa menanyakan nama anak laki-laki itu.

Mungkin aku bisa bertemu lagi jika pergi ke pusat permainan.

“Karena aku sudah menemukan triknya, mari pergi ke pusat permainan lagi. Aku akan mengambil boneka baru untukmu.”

“Kamu yakin?”

“Tentu saja, karena kita sudah berjanji untuk pergi bersama-sama lagi, ‘kan?”

“Terima kasih, Arata-san.”

Nene-chan terlihat gembira seakan-akan dia sudah memikirkan apa yang akan diambilnya.

Aku sedikit menyesal telah berbicara begitu sombong hanya setelah mengambil sekali.

Tapi, jika aku mengikuti petunjuk anak laki-laki itu, seharusnya aku bisa mengambilnya dengan baik lagi nanti.

 

Setelah percakapan berhenti, suasana hening yang menyenangkan pun terjadi. Beberapa saat kemudian, Nene-chan melihat sekeliling ruangan.

“Di rumah ini, ada banyak hal yang sudah bertambah, ya?”

“Yeah, benar juga.”

Aku juga melihat sekeliling ruangan setelah dikatakan begitu. Dari kamar yang sederhana dan hanya untuk tidur, sedikit demi sedikit barang-barang mulai bertambah. Celemek yang tergantung di dapur, piring dan sumpit di lemari, manga yang aku pinjam dari Nene-chan, botol selai, hingga botol shochu.

“Aku merasa seperti ada banyak hawa keberadaan Arata-san mengalir di rumah ini daripada sebelumnya.”

“Yah, karena keberadaan Nene-chan, aku bisa mengekspresikan diriku sedikit demi sedikit. Nene-chan yang membuat rumah ini hidup, sehingga bisa dibilang kamu adalah jantung dari rumah ini, mungkin?”

“Nene adalah jantung rumahnya Arata-san...”

“Maaf, aku tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh.”

“Tidak, aku senang kok. Seperti yang kuduga, Arata-san memang membutuhkan Nene, iya ‘kan?”

Senyum indahnya bak bidadari itu telah menyelamatkanku berkali-kali.

Tanpa kusadari, keberadaan Nene-chan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hariku.

Seriusan, aku selalu ditolong oleh gadis ini.

“Terima kasih atas makanannya.”

“Sama-sama.”

Setelah menghabiskan bekal makan siang, ada kesegaran dalam pertukaran kata yang biasa-biasa saja.

Begitu ya, rasanya memang berbeda ya. Aku tersenyum kecil setelah menyadari alasannya.

“Apa ada yang salah?”

“Oh, aku merasa ini pertama kalinya aku bisa mengatakan langsung kepada orang yang membuatnya. Terima kasih selalu membuatkannya untukku, Nene-chan.”

Selama ini aku selalu berterima kasih kepada ibu Nene-chan, tapi aku merasa senang karena hari ini akhirnya aku bisa mengucapkannya langsung kepadanya.

“Eh, ah..... ya, jangan khawatir. Jadi... masakan apa yang kamu inginkan besok?”

Karena aku memujinya secara langsung, Nene-chan yang tersipu-sipu dengan wajah memerah segera mengalihkan pembicaraan dengan canggung.

“Apa pun boleh.”

“Apa pun...”

Sial. “Apapun boleh” adalah kata-kata yang paling membuat koki kesulitan ketika diucapkan kepada mereka.

“Enggak, bukan begitu maksudku. Maksud dari apapun boleh artinya aku merasa semua masakannya terasa enak jika dibuat oleh Nene-chan.”

“Kamu licik sekali, Arata-san.”

Nene-chan menggembungkan pipinya dengan wajah cemberut.

Mungkin dia salah paham bahwa aku sedang mengalihkan perhatiannya. Padahal masakan yang dibuat Nene-chan benar-benar lezat.

“Kalau kamu sudah kepikiran hidangan apa yang ingin dimakan, beri tahu aku ya. Aku akan membuatnya besok.”

“Yeah, aku akan memberitahumu saat itu tiba.”

Hari itu kami bertukar nomor kontak untuk pertama kalinya.

Meskipun kami sudah lama bersama, tapi rasanya agak canggung bagi kami berdua karena baru saling bertukar nomor telepon.

“Sudah waktunya aku berangkat sekolah, Arata-san, tolong minta satu tegukan.”

“Silakan.”

Aku memberikan secangkir kopi yang masih tersisa satu tegukan kepada Nene-chan.

“Fyuh, rasanya bikin mata melek. Apa ini menggunakan biji dari kafe Nene?”

“Yeah, benar. Memangnya ada yang berbeda, ya?”

“Entah mengapa rasanya lebih enak daripada saat minum di kafe.”

“Hmm, sebenarnya aku tidak melakukan apa pun yang khusus, sih.”

Mungkin cara menyeduhnya yang berbeda. Aku tidak yakin apakah aku bisa menyeduh lebih enak daripada di kafe.

“Baiklah, kalau begitu Nene pergi berangkat dulu, ya.”

Aku mengantar Nene-chan yang berdiri dengan membawa tas sekolahnya hingga ke pintu depan.

Saat aku hendak mengucapkan “Selamat jalan” kepada Nene-chan yang memakai sepatu pantofel, tiba-tiba pipi Nene-chan menyentuh dadaku, lalu tangannya melingkari pinggangku dan dia memelukku erat-erat.

 

“Aku memang menyukai boneka, tapi aku lebih menyukaimu, Arata-san.”

Kemudian, setelah melepaskan pelukannya, Nene-chan berkata, “Aku pergi berangkat dulu” sambil melompat keluar dari pintu dengan semangat.

Aku terdiam sejenak, tapi aku berhasil mengucapkan “Selamat jalan” kepadanya.

 

Memang benar bahwa Nene-chan telah berubah sejak pertama kali kami bertemu, dan aku merasa dia juga kembali berubah sejak hari itu.

Seperti Nene-chan yang tumbuh, aku juga harus tumbuh. Aku harus melakukan yang terbaik agar bisa berdiri di depan Nene-chan sebagai orang dewasa yang keren.

Sebagai langkah pertama, aku punya ide.

Ya, besok aku akan membuatkan sarapan untuk Nene-chan.

Aku segera menghubungi Nene-chan dan ponselku langsung bergetar. Aku memicingkan mata saat melihat layar ponsel.

Saat aku memeriksa ponselku, ada pesan balasan dari Nene-chan yang menampilkan, “Benarkah? Kalau begitu, aku ingin makan tamagoyaki!”.

Meskipun aku terkejut dengan kecepatan balasannya, aku membayangkan bagaimana Nene-chan memakan tamagoyaki dengan lahap, dan tanpa sadar merasakan kalau wajahku tersenyum secara alami saat memikirkan keimutannya.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama