Selingan —
Bagian Nene 1
SMA Negeri Amagamine.
Sebuah sekolah lanjutan yang
mempunyai salah satu nilai standar teratas di Jepang, dan meskipun sekolah
negeri, sekolah ini populer dengan suasana sekolah yang bebas dan menghargai
kemandirian muridnya.
Selama jam istirahat siang, suasana
sekolah dipenuhi dengan kegiatan siswa.
Ada yang duduk di bangku sambil
berbincang-bincang dengan teman-teman sekelasnya, ada yang bermain sepak bola
di lapangan, dan berbagai kegiatan lainnya.
Namun, ketika seorang siswi
melewati gerbang, tiba-tiba suasananya langsung berubah dan sorot mata semua
tertuju padanya.
“Wah, itu Fujisaki-senpai. Hari
ini juga dia terlihat sangat cantik, iya ‘kan?”
“Tidak peduli berapa kali aku
melihatnya, aku masih tidak mempercayai wajahnya yang terlalu kecil.”
“Sebagai sesama perempuan,
rasanya aku jadi kehilangan kepercayaan diri. Rambutnya selalu berkilau dan
membuat iri, mungkin ada rahasia tertentu kali ya?”
“Kalau itu sih sudah pasti
bawaan dari lahir. Dari jauh terlihat sangat sopan tapi warna innerwear
merahnya sungguh menarik.”
“Itu paham banget. Gadis yang
terlihat sopan tapi memiliki gaya gyaru yang kuat? Kesempurnaan wajahnya yang
anggun dengan anting-anting besar sangat menginspirasi. Rasanya seakan-akan
jadi membangkitkan sesuatu.”
Dengan rambut hitam dan
innerwear merah yang menonjol setiap langkahnya, tinggi badan yang agak tinggi
untuk seorang wanita, wajah kecil dan tubuh ramping, gadis yang tampak seperti
perwujudan impian para gadis berjalan dengan langkah ringan. Sosok yang
tiba-tiba mencuri perhatian tersebut adalah Fujisaki Nene, selebriti di
sekolah.
Para pemain sepak bola yang
sedang bermain, terpesona oleh Nene sehingga salah satu dari mereka tersandung
dan jatuh, tetapi Nene sendiri tidak menyadari hal itu. Bagi Nene, menjadi
pusat perhatian adalah hal yang biasa sehingga dia tidak terlalu
memperhatikannya.
Ketika Nene tiba di ruang
kelas, semua mata siswa di dalam ruangan tertuju padanya. Di antara mereka,
seorang siswi membuka mulutnya.
“Nene, selamat pagi!”
“Selamat pagi, Himari.”
Orang yang menyambutnya dengan
suara keras dan cerah yang menggema di seluruh kelas adalah gadis dengan rambut
pirang indah yang terjalin rapi, wajah yang cantik dan mencolok sesuai dengan
rambutnya, rok pendek yang dengan berani memperlihatkan pahanya, dan lekuk
dadanya yang terbuka dari tiga kancing terbuka di atas, sehingga pakaian
dalamnya hampir bisa terlihat. Seorang gadis yang sesuai dengan istilah ‘gyaru’ tersebut ialah Nakamura Himari.
Meskipun Nene yang berbalik
dengan tekanan darah rendah, terlihat dekat dengan teman baiknya dari gerakan
tangannya yang kecil.
“Duhh, Miu sangat khawatir tau!
Kamu hampir terlambat!!”
Kemudian ada gadis yang berlari
ke arah Nene dan memeluknya, dia mempunyai rambut pink yang dikepang dua dan
wajah yang sangat imut hingga membuat matanya hampir meloncat keluar, pahanya
yang mempesona mengintip dari sela-sela kaus kaki hitam setinggi lutut dan roknya,
kuku yang dicap warna hitam, dan gaya berdasarkan sepatu tebal. Dia adalah
gadis dengan gaya khas gadis ‘ranjau
darat’, Yokoyama Miu.
“Maaf sudah membuatmu khawatir,
Miu. Tapi aku merasa panas jadi lepaskan aku.”
Nene mendorong kepala Miu dan
melepaskannya.
“Aduh, Nenechi benar-benar cuek
bebek ih!!”
Miu terlihat bersenang-senang
saat mengatakan itu. Ini adalah interaksi biasa dari mereka bertiga.
Ketiga gadis ini adalah grup ‘gyaru’ yang dikenal sebagai tiga ratu
cantik di kelas tiga SMA.
“Rasanya memang terlihat
mengesankan ketika ketiganya berkumpul.”
“Aku juga ingin dipeluk oleh
Miu-chan. Sepertinya dia terlihat sangat lembut.”
“Aku sih ingin diperlakukan
dingin oleh Fujisaki-san, tatapan tajamnya itu membuatku tak tahan.”
“Tidak, aku memilih
Nakamura-san. Kabarnya dia suka anime dengan penampilan seperti itu.”
“Aku hanya ingin terus memperhatikan
ketiga orang ini.”
Di antara para siswa SMA
laki-laki yang sehat selalu ada pembicaraan tentang mereka. Mereka begitu
populer sehingga memiliki klub penggemar masing-masing dan persaingan antar
faksi. Meskipun ada juga pihak netral di antara mereka.
“Sebenarnya, bukannya ini pertama
kalinya Nene terlambat?”
Ketika ditanya oleh Himari,
Nene memiringkan kepalanya sambil berkata, “Apa iya?”
“Ya iyalah!! Nenechi, apa yang
terjadi?”
Miu membelalakkan matanya dan
mengeluarkan suara kaget.
“Aku sudah mengirim pesan Line
ke kalian, ‘kan?”
“Yang bilang kalau kamu sedang tidak
enak badan? Apa iya? Tidak mungkin, itu pasti bohong! Karena kamu selalu
memasak sendiri dan selalu menjaga pola makan dengan baik, jadi sudah pasti
kamu selalu memperhatikan kesehatan!”
“Ada hari-hari seperti itu.”
“Eh, padahal selama ini kamu selalu
hadir tepat waktu dan tidak pernah absen!”
“Sudah, sudah, yang penting
sekarang dia datang ke sekolah dengan semangat!”
Meskipun Miu sudah menyerah,
tapi Himari masih menyelanya.
Dengan demikian, bisikan Nene
bahwa sebenarnya bukan dirinya yang tidak sehat, hilang dalam kebisingan.
“Lah waktunya istirahat makan siang
sudah hampir berakhir, ‘kan? Ahh~, hari ini aku tidak bisa makan lauk dari
bekalnya Nene, suasana hatiku jadi turun deh.”
“Benar juga ya.”
Himari dan Miu saling berbicara
dengan menggerutu.
“Padahal kalian selalu
mengambil satu suapan setiap kali memintanya.”
“Habis rasanya enak sih, jadi
apa boleh buat, ‘kan?”
“Kelezatannya berada di tingkat
dewa.”
“Fufu, terima kasih.”
Nene tersenyum lembut. Senyuman
itu adalah senyuman yang dia tunjukkan hanya kepada orang-orang dekatnya yang
jarang melihat ekspresi wajahnya yang biasanya datar.
Senyuman itu membuat para siswa
laki-laki terpesona, meskipun Nene sendiri tidak menyadari hal itu.
Setelah pulang sekolah.
“Baiklah, kalau begitu,
hati-hati ketika pulang ya semua!”
“Sensei juga hati-hati ya!”
“Kohinata-sensei, Anda juga
harus hati-hati!”
“Sen-Sensei akan baik-baik
saja!”
Setelah guru wali kelas
bertubuh mungil selesai memberikan pengumuman akhir, dia sedikit diejek oleh
para siswa laki-laki, sambil tertawa terbahak-bahak.
Di dalam kelas yang ramai
dengan siswa yang telah dibebaskan dari pelajaran, tiga orang sedang berbicara.
“Nene, Miu, setelah sekolah mau
ngapain? Karaokean yuk?”
“Maaf ya, hari ini aku punya
kerja paruh waktu.”
“Maafin ya Himarichi, Miu ada
kencan dengan pacar Miu!”
Himari tampak kaget ketika
ditolak oleh Nene dan Miu.
“Ehh, kalian berdua sudah punya
rencana! Padahal aku sangat ingin bernyanyi! Hmm, mungkin aku akan mengajak
Otaku-kun ke karaoke dengan tema lagu anime aja deh.”
Mereka bertiga kemudian saling berpamitan
dan pergi ke arah rumah masing-masing.
◆◆◆◆
“Selamat datang di rumah, Nene.”
“Aku pulang.”
Ibu Nene, Tomoko, dengan ramah
menyambutnya saat dia pulang dari pekerjaan paruh waktunya.
“Nene-sama.”
“Tidak usah, tidak apa-apa, kok”
Pembantu rumah hendak mengambil tas Nene, tapi Nene
menahannya dengan tangan.
Alhasil, pembantu rumah segera
mundur.
“Terima kasih sudah bekerja
sampai larut malam. Tapi meski kamu tidak bekerja paruh waktu,, aku bisa
memberimu uang saku, tau.”
“Seperti yang pernah aku bilang
sebelumnya, aku ingin mencari sendiri uang untuk keperluan pribadi.”
“Kamu memang berpikiran mandiri.
Tapi jika butuh bantuan, kamu bisa bilang kapan saja, ya?”
“....... Terima kasih.”
Keluarga Fujisaki mengelola
salah satu perusahaan besar di Jepang, Grup Fujisaki.
Meskipun memiliki kekayaan yang
melimpah, Nene merasa tidak pantas untuk menggunakan uang itu seenaknya.
“Tapi hari ini kamu berangkat sekolah
lebih awal dari biasanya ya. Memangnya ada apa?”
“Aku harus segera berangkat
karena ada urusan di sekolah yang harus kujalani.”
“Oh, Nene ditugaskan untuk
suatu pekerjaan ya. Pekerjaan apa itu?”
“.......... Bertanggung jawab
atas merawat makhluk hidup?”
Nene menjawab sambil
memiringkan kepalanya.
“Ara, makhluk hidup apa itu?
Ayo ceritakan pada ibu!”
Mata Tomoko berbinar saat
mendengar tentang makhluk hidup. Tomoko sangat menyukai hewan.
“Ehm, pada pandangan pertama ia
terlihat besar dan menakutkan, tapi sebenarnya sangat sensitif dan lucu. Seperti
anjing besar berwarna hitam?”
Nene memikirkan seorang pria
yang sedang meminta maaf sambil mengecilkan tubuhnya.
“Kalau anjing besar berwarna
hitam, itu berarti anjing Belgian Shepherd Groenendael, ya! Bagus ya, ibu juga
ingin jadi pengurusnya.”
“Ibu ‘kan alergi terhadap
anjing, jadi tidak mungkin.”
Tomoko sangat menyukai hewan
tetapi memiliki alergi terhadap banyak hewan sehingga dia tidak bisa memelihara
hewan di rumah.
“Memang betul sih. Oh ya,
ambilkan fotonya dan tunjukkan padaku.”
“Hmm, kapan-kapan.”
Dasar Nene pelit!”
Cara dia menggembungkan pipinya
sebagai protes sangatlah lucu sehingga dia tidak terlihat seperti ibu paruh
baya.
Nene merespon dengan santai, “Baiklah,
baiklah.”
“Kalau begitu, besok kamu harus
berangkat pagi juga?”
“Ya, besok aku akan berangkat
sekitar waktu yang sama. Bagaimana dengan Ayah?”
“Seiji-san sedang sibuk
menangani beberapa hal karena kejadian kemarin, katanya ia akan pulang larut
malam hari ini.”
“Oh begitu.”
“Ibu tidak tahu keberadaan Himeno
ada di mana, tapi kemungkinan besar dia dibawa pergi ke rumah anak laki-laki
itu.”
“Tolong jangan membicarakan
tentang orang itu."
Nene dengan tegas memotong
ucapan Tomoko dengan ekspresi penolakan yang kuat.
“Aku tidak akan pernah
memaafkan orang yang tega melakukan hal buruk pada kakak ipar.”
Setelah dengan tegas menyatakan
itu, Nene berjalan pergi.
Orang
itu tidak bermaksud jahat, tapi dia cenderung melukai orang lain tanpa
disadari.
Dia
sering merasa tidak puas jika tidak memiliki barang yang dimiliki orang lain.
Di
masa lalu, ada kasus di mana boneka kesayanganku tiba-tiba hilang dan kemudian
dikembalikan dalam keadaan rusak.
“Aku
sudah bosan, aku tidak butuh ini lagi” katanya sambil mengembalikan boneka
tersebut, padahal aku tidak pernah meminjamkannya.
Dia
bahkan bermain dengan mainan lain tanpa rasa bersalah.
Aku
benar-benar tidak suka pada orang yang labil dan mudah bosan seperti dia.
◆◆◆◆
Setelah menyelesaikan persiapan
tidur di tempat tidur king-size
berkanopi, Nene menggeliat dengan kegirangan sambil menggerak-gerakkan kakinya
saat membenamkan wajahnya ke dalam pakaian yang lupa dikembalikan kepada Arata.
Ah,
rasanya sungguh sulit menahan diri untuk tidak langsung membenamkan wajah ke
dalam pakaian saat aku menerimanya.
Sejujurnya,
aku ingin sekali melakukannya pada saat itu juga.
Oh
ya, apa dia menyadari bahwa aku memberikan bantal pangkuan dan mengelus-elus
kepalanya sambil tidur?
Sepertinya
dia tidak menyadarinya sampai aku hampir jatuh... Semoga masih aman ‘kan, ya?
Nene mengangkat wajahnya dan
dengan lembut menyentuh pipinya yang memerah karena malu.
Aku
sangat gugup ketika dia memeluk pipiku saat aku masih setengah sadar.
Ini
pertama kalinya aku tahu bahwa tangan seorang pria bisa begitu besar dan kokoh.
Meskipun
postur tubuhnya tinggi dan wajahnya tampan, dia sering disalahpahami sebagai
orang yang dingin, padahal sebenarnya dia sangat perhatian dan pemalu.
Ia
memperlakukanku dengan setara meskipun aku lebih muda, dan saat ia meminta maaf
dengan ekspresi cemas, rasanya seperti anjing besar yang sedih, yang mana membuatku
ingin memeluknya.
Meski
begitu, memangnya kamar seorang pria biasanya memiliki sedikit barang?
Meskipun
kedengarannya baik dengan kesederhanaan yang minimalis, tapi ruangannya terasa
sangat sepi.
Seolah-olah
ia bisa menghilang kapan saja tanpa masalah...
Nene menggelengkan kepalanya
untuk mengusir pemikiran buruk yang muncul.
Lalu, Nene memeluk erat kaos
yang dipinjam dari Arata, dan berbisik dengan lembut.
“Arata-san, Arata-san, Arata-san. Sekarang
giliran Nene. Aku akan menghiburmu lagi besok, oke?”
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya