Chapter 2 — Sasami dan Michiba
(Sudut
Pandang Sasami Mimi)
Sasami Mimi kembali berlari hari ini.
Aku
berlari sendirian di pagi hari. Aku
tidak bisa mengatakan kalau aku
merasa kesepian.
Mimi
melenturkan otot-ototnya dan berlari dengan ringan sambil menyadari bentuk
tubuhnya. Secara bertahap tingkatkan kecepatan dan terus berlari, meskipun
sulit bernapas.
Penderitaan
Mimi tidak ada apa-apanya dibandingkan
rasa sakit karena sudah
menyakiti senpai...
Rasa
sakit karena penyesalan itu lebih
menyakitkan.
Setiap
kali aku merasa akan kehilangan bentuk larinya, aku selalu memikirkan wajah Senpai.
Senior
tidak menatap Mimi sama
sekali—tapi ia tetap mengucapkan kata-kata baik kepada Mimi.
Itu
sebabnya aku akan
menghargai apa yang diajarkan Senpai kepadaku.
Karena aku adalah gadis bodoh, jadi
yang bisa kulakukan
hanyalah berlari...
Aku
suka berlari karena saat berlari aku
tidak perlu memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Itulah
saat-saat dimana
aku bisa merasa lebih dekat dengan Senpai.
Aku
mampu memenangkan turnamen kecil terbaru. ...Tapi aku tidak bisa melaporkannya kepada Senpai.
Mimi merasa takut
untuk pergi menemuinya. Mimi merasa takut dengan
tatapan mata Senpai.
Oleh
karena itu, aku hanya
bisa mengungkapkan rasa terima kasihku
dari lubuk hatiku yang
paling dalam.
—Terima
kasih, Senpai....
Mimi mampu meraih kemenangan berkat Senpai.
◇◇◇◇
Ruang
klub sepulang sekolah. Karena
turnamen sudah selesai, kegiatan klub hari ini
hanya sekedar lari ringan dan pertemuan dengan guru pembimbing. Pertemuan itu berakhir dengan cepat setelah
kami membicarakan rencana masa depan dan hal-hal
lain.
Igarashi-senpai
dan Sasaki-senpai sedang asyik
mengobrol dan tertawa.... Kuharap mereka berdua bisa jadian lebih cepat. Mereka berdua berlari dengan ekspresi seperti sedang menikmatinya.
Aku sering mengolok-olok mereka berdua karena mereka lebih
lambat dariku. Namun, justru akulah yang salah.
Aku
tidak punya teman baik di klub atletik. Karena aku
tahu kalau aku digunjing di
belakang punggungku sebagai
wanita menjijikkan yang mengambil keuntungan dari Shimizu-senpai dan
menggodanya.
Aku dibenci
oleh teman-teman sekelasku dan
kakak kelasku. Meski demikian...Kupikir akan sangat
bagus jika aku bisa memenangkan turnamen. ...Sejujurnya, meskipun aku
memenangkan turnamen, aku sama sekali tidak
merasa senang. Karena aku tidak bisa
menyampaikannya kepada
orang yang paling kuinginkan.
Rasanya
benar-benar sangat menyakitkan. Igarashi-senpai memperhatikan
tatapanku dan mendekatiku. Itu sangat tumben sekali.
“Oh,
Sasami, selamat atas kemenanganmu! Haha, akhir-akhir ini kamu sangat stoik, ya?”
“Ah,
iya. Terima kasih...”
Aku
tidak tahu harus berkata apa. Lagipula, Igarashi-senpai seharusnya tahu mengenai keadaanku dengan Senpai.
“Hmm? Kamu
kok kelihatan lesu begitu? Kamu lebih cocok sebagai gadis yang suka cari perhatian.
Lagian, apa kamu sudah melaporkannya pada Toudo?”
Apa sih yang orang ini katakan? Mana mungkin aku bisa melaporkannya.
“...Masih belum.”
“Dasar
bodoh! Menurutku ia akan senang, jadi laporkan saja. Oh iya, katanya
ia dipindahkan ke kelas khusus, loh?
Luar biasa banget, ya!”
Aku sudah
mendengar rumornya. Kupikir Senpai pasti akan dipindahkan ke kelas
khusus sebagai atlet lari. Lagipula,
Senpai... kemampuannya melebihi level siswa SMA bahkan hanya dengan sepatu kulit. Itu
bahkan bisa membuatnya menjadi kandidat Olimpiade.
“Ak-Aku akan mempertimbangkannya—”
Ketika Igarashi-senpai tersenyum sambil hendak
mengatakan sesuatu, Shimizu-senpai
datang mendekat.
“Apaan, Sasami, jangan terbiasa dengan para pecundang ini, oke? Sasami bisa menang berkat
bantuanku. Igarashi, kamu
tetaplah bersama para pecundang.”
“...Hah,
Shimizu ya, aku tidak tertarik untuk
bergaul denganmu. Selamat tinggal.”
Igarashi-senpai kembali ke sisi Sasaki-senpai.
“Sasami,
bagus kau bisa menang, tapi mengapa kamu
tidak berlatih sesuai dengan yang kusarankan? Mengapa kau berlari dengan teknik
yang berbeda dari sarananku? Apa maksudnya ini?”
Latihan yang dilakukan Shimizu-senpai hanya mengandalkan nyali saja. Ia selalu mengatakan hal-hal yang
berbeda.
Jika aku
mendengarkan saran seperti itu... tubuhku akan hancur. Ketika aku tetap diam, Shimizu-senpai berteriak marah.
“Oi,
Sasami, apakah kau mendengarku? Aku mengatakan ini untuk kebaikanmu!! Astaga, apa kamu lupa dengan bantuan yang kuberikan untuk
menyelamatkanmu dari tangan iblis Toudo? Orang menjijikkan itu semakin
mendekati Hana-san... jika aku tidak menyelamatkannya...”
Sekarang ia sedang membicarakan hal itu...
Selain itu,
Senpai berteman dengan Hanazono-san. Tidak masuk akal rasanya jika ia mengatakan hal seperti
itu setelah melihat suasana itu.
...Tapi...
aku juga, memanggilnya penguntut...
Beban dosa itu begitu berat bagiku.
Aku benar-benar
terburuk. Aku adalah gadis
yang lebih buruk dari Shimizu-senpai.
Jadi...
yang kupikirkan hanyalah berlari. Itulah satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk membalas budi kepada Senpai.
Rasanya memang
mudah untuk menyanjung Shimizu-senpai dengan
sembarangan, merayu, dan menenangkan situasi itu. Tapi aku tidak memerlukan akting
malu-malu atau bertingkah genit lagi.
Aku tidak ingin melakukannya.
“Shimizu-senpai...
kakimu terluka, ‘kan? Aku tahu kamu sedang menyembunyikannya.
Itulah sebabnya kamu gagal
lolos kualifikasi di kompetisi. ...Sebaiknya kamu
harus memperbaiki postur larimu. Selain itu, Toudo-senpai tidak menjijikkan. Semua
itu adalah kebohongan dariku.
Semua ini adalah kesalahanku...
Jadi, tolong jangan mengatakan hal-hal jelek
tentang Toudo-senpai.”
Oh, ada sesuatu yang telah tertahan di dalam hatiku sekarang keluar.
Aku
tidak ingin menangis, tapi air mataku
keluar begitu saja. Karena... aku tidak tahan mendengar
Shimizu-senpai mengatakan hal buruk tentang Toudo-senpai.
Semua itu adalah salahku.
Wajah
Shimizu-senpai memerah. Kemarahannya tampak
membuncah.
Itu tidak
menakutkan sama sekali dibandingkan dengan tatapan mata
Toudo-senpai......
Shimizu-senpai
mencoba mengayunkan tinjunya
ke arahku, tapi Igarashi-senpai menghentikannya.
“Oi!
Shimizu, bukannya itu sudah keterlaluan?!
Kamu ini bodoh
atau apa?! Tenangkan pikiranmu!”
“Di-Diam! Lepaskan aku! Dia... dia sudah mengolok-mengolokku! Dia
telah merendahkanku, sang
Ace! Kamu dikeluarkan dari tim! Kamu... kamu dikeluarkan klub!”
“Bodoh,
kamu tidak memiliki wewenang seperti
itu! Sasami sudah berjuang keras, bukan? Dan dia berhasil menang karena
usahanya, ‘kan?
Bukannya kamu
yang paling senang ketika Sasami menang?! Kamu
sangat memujinya dengan
tulus, mengapa kamu tidak
jujur dengan dirimu sendiri?!”
Kupikir aku
merasa sudah cukup. Aku suka berlari.
Aku bisa terus berlari bahkan tanpa klub atletik. Aku akan menjadi lebih cepat
lagi.
“Ah,
tidak apa-apa. Aku akan
keluar dari klub,”
Kata-kata
tersebut keluar begitu saja.
Aku bisa
berlari di mana saja. Bahkan ada kompetisi warga biasa.
Keluar
dari klub atletik adalah keputusanku sendiri. Langkah pertamaku untuk melangkah maju. Ini bukan penebusan dosa,
dan rasa bersalahku tidak akan hilang, tapi ini adalah ritual yang diperlukan. Karena aku telah mengkhianati Toudo-senpai. Tidak adil rassanya jika aku tidak menerima hukuman.
“Oi,
Sasami! Jangan bilang kamu akan keluar.”
“Sa-Sasami, tadi itu hanya bercanda. Jangan keluar. Kau adalah murid didikanku, ‘kan? Kita sudah bekerja keras,
dan karena kita, klub atletik...”
Saat aku
melihat Shimizu-senpai, aku merasa jijik. Rasanya seperti aku sedang melihat
diriku sendiri. Begitu ya, Shimizu-senpai dan aku serupa. Aku sangat membenci
diriku sendiri.
Aku
ingin berubah, aku sangat
ingin berubah...
“Shimizu-senpai,
terima kasih atas bantuanmu selama ini!”
Saat aku
menahan sesuatu yang menggebu-gebu, aku menunduk
ke bawah dan mencoba meninggalkan tempat itu. Tepat pada saat itu, ada
keramaian yang terjadi
di lapangan.
Ada seseorang
sedang berlari bersama seorang gadis yang merupakan atlet olahraga kelas khusus.
Siswa
kelas khusus tidak
terlibat dalam klub olahraga. Meskipun kami—ah, aku
bukan bagian dari klub atletik lagi, tapi kami
termasuk dalam kategori yang berbeda.
Mereka
seharusnya berlatih di pusat olahraga atau berlatih bersama mahasiswa dan atlet
profesional, jarang sekali mereka
menggunakan lapangan di gedung sekolah biasa.
——Ternyata itu
adalah Toudo-senpai.
“Oi,
cowok itu murid dari
kelas khusus, kan? Bentuk lariannya
bagus.”
“Siapa
orang di sebelahnya?”
"Dia
mengenakan sepatu olahraga dengan seragam... Bentuk
larinya gila sekali untuk ukurang
orang amatir.”
“Benar
banget. Ia
benar-benar berbeda dengan kita. Ia sudah
melebihi level siswa SMA.”
“Hah?
Itu tidak masuk akal, ‘kan? Ia melebihi level yang kita capai,
bukan?”
“Dia
berlari dengan cepat...”
Senpai sedang
berlari. Hanya dengan melihatnya saja sudah
membuat hatiku... menjadi senang...
Aku hanya
bisa melihatnya dari kejauhan, tapi hatiku berdebar-debar, dan rasa bersalahku
tidak hilang.
Kenangan
hangat saat kami bersama
tidak pernah lepas dari pikiranku. Ia sudah seperti kakak laki-laki bagiku,
dan aku merasa senang saat ia memujiku. Ada rasa sayang seperti
keluarga. Aku baru menyadarinya sekarang.
Pemahaman
itu menusuk hatiku lebih dalam...
Namun,
aku tetap melihat langkah indah Senpai. Aku melihat postur tubuhnya yang indah.
Aku tidak
bisa tinggal diam.
“Siapa...
apa-apaan orang itu... Kuh,
tapi lebih penting, Sasami! Pembicaraan kita belum selesai! Tunggu! Tunggu! Akulah yang salah! Kembalilah!”
Aku mulai
berlari. Aku tidak bisa menyusahkan Senpai yang sedang di lapangan.
Aku
mengambil barang-barangku, melewati halaman dalam, dan berlari keluar dari gerbang sekolah....
“Haa... Haa... Haa...”
Aku tidak
bisa menahan emosiku. Aku tidak tahu harus melakukan apa, yang bisa kulakukan hanyalah berlari.
Jika aku berhenti dari klub atletik, ibuku akan sedih. Aku merasa bersalah
kepada ibuku yang sudah bekerja
keras untukku.
Meski
begitu, aku tidak bisa melanjutkan klub atletik lebih lama lagi.
Tidak
apa-apa, aku bisa berlari di mana saja. Lebih baik aku mencari pekerjaan paruh
waktu lebih banyak untuk meringankan beban ibuku. Aku ingin tersenyum di depan
ibuku, meskipun aku sedang merasa sedih
dan kesulitan.
“Kamu
menang! Wah, Mimi, kamu
luar biasa. Kamu
sangat berbeda denganku.
Kamu pasti akan
menjadi atlet yang hebat!”
Ibuku
senang ketika melihatku berlari. Dia juga
senang ketika aku diterima di sekolah ini. Ibuku selalu mengutamakanku.
Jadi aku
harus membuat ibuku bahagia. Aku harus membalas budi karena dia telah berjuang
keras untukku. Aku harus berjuang, jika tidak,
keberadaanku tidak ada artinya.
Hari ini
adalah hari kerja paruh waktuku,
jadi aku bisa makan bento yang sudah disiapkan. Meskipun ada banyak hal yang tidak
menyenangkan dalam melayani pelanggan, jika aku mendapat uang, itu tidak
masalah.
Bahkan
setelah pekerjaan paruh waktuku selesai, ibuku masih
belum pulang, jadi aku harus menyiapkan makan malam,
membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyiapkan bento... dan aku juga harus
belajar agar tidak ketinggalan pelajaran di
sekolah, serta persiapan untuk klub atletik...
Ah,
tapi aku sudah tidak ada kegiatan di klub
atletik lagi.
Keseimbangan
tubuhku terganggu...
Aku
hampir terjatuh dan melihat aspal mendekat. Aku tidak ingin membuat ibuku
khawatir jika aku terluka. Aku tidak ingin terluka. Aku tidak ingin kehilangan
kemampuan untuk berlari.
Namun, di
sisi lain, aku tidak ingin menunjukkan wajahku kepada Senpai jika aku terluka
dan tidak bisa bangkit lagi. Ada bagian diriku yang
berpikiran seperti itu.
“Awas, hati-hati.”
“Eh...?”
Aku tidak
jatuh. Ada seseorang yang menopangku. Umm... aku berterima kasih kepadanya, tapi... itu...
“Maaf,
aku menyentuh tubuh seorang gadis tanpa izin... Uhm, apa
kamu bisa berdiri?”
“Y-Ya, ti-tidak apa-apa. Aku bisa berdiri,
jadi bisakah kamu
melepaskanku?”
“Ba-Baiklah. Aku harus pergi ke sekolah.”
Pria itu
bicara dengan cara yang aneh. Rambut panjangnya menyembunyikan wajahnya, tapi
entah bagaimana dia agak mirip dengan Toudo-senpai.
Pria itu
tidak bergerak. Ia
seolah-olah memeriksa kondisiku. Ketika pandangan mata
kami bertemu, ia tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar.
“Su-Sungguh
wanita yang anggun...”
“Ah,
um~, terima kasih banyak sudah
membantuku. Tapi,
aku akan pergi sekarang.”
“Na-Nanti,
tunggu dulu. Namaku
Shimafuji Tooru. Ji-Jika kamu berkenan bisakah
kamu memberitahuku namamu?”
“Eh,
apa kamu sedang mencoba mendekatiku?
Maaf, aku tidak tertarik sekarang. Aku harus pergi bekerja, jadi aku mohon permisi dulu !”
“Ah.”
Aku mulai
berlari lagi... Sungguh pria
yang aneh. Tapi aku tidak merasakan
ada motif tersembunyi. Yah, mungkin aku tidak akan bertemu dengannya lagi.
◇◇◇◇
(Sudut
Pandang Michiba Rokka)
“Ugh...
A-Aku tidak bisa belajar...”
Aku tidak
pernah berpikir bahwa aku sebodoh
ini.
Kupikir
aku cukup pandai dalam belajar. Nilai ujianku semakin membaik dan aku menjadi terlalu percaya diri.
—Rupanya semua itu berkat Toudo.
Aku berjalan pulang sendirian sambil memegangi
kepalaku.
Aku
menolak ajakan teman-temanku. Lebih tepatnya,
aku tidak punya banyak teman lagi.
Yah, saat
ini tidak masalah. Aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik
dalam ujian agar suatu hari nanti aku bisa berbicara normal dengan Toudo lagi.
Itulah
yang kusumpahkan dalam hatiku. Aku merasa perlu berusaha agar bisa menghadapi Toudo lagi. ...Aku tahu itu hanya demi kepuasan diri. Tapi aku tidak
tahu cara lain. Belajar adalah satu-satunya hubungan yang kumiliki dengan Toudo. Aku iri
dengan jarak antara Hanazono dan dirinya.
...Sebagai seseorang yang pernah diintimidasi, aku hanya bisa memiliki jarak
yang terdistorsi dengan teman-teman sekelasku.
“Hah…tapi
itu sulit.”
Aku merasa
seperti hatiku akan hancur.
Aku yang sejak awal tidak pernah memiliki nilai yang bagus selalu mencoba untuk
melarikan diri. Aku tahu aku memiliki sifat yang licik.
Meskipun ada ajakan dari anak laki-laki untuk bermain, tapi.... aku tidak dalam suasana hati
untuk melakukannya.
Menangis
atau menyesal tidak akan membuat kepintaranku bertambah.
Toudo
telah berhadapan dengan diriku yang seperti ini. Jadi, aku juga harus berjuang.
— Ya,
tidak ada gunanya menangis. Pertama-tama,
aku harus mengingat kembali cara belajarku. Aku pasti bisa melakukannya. Pada saat istirahat makan siang dulu, Toudo
memberiku soal-soal yang mungkin akan keluar di ujian.
Aku hanya
menerima pelajarannya tanpa memikirkan apapun...
Aku tidak pernah diajari cara belajar.
...Tapi, Toudo menjelaskan soal dengan
sangat baik.
Toudo pernah mengatakan bahwa penting untuk
memahami arti dari soal. Lebih penting untuk memahami alur dari suatu masalah
daripada sekadar menghafalnya.
Jadi, aku
harus mulai mengingat kembali dasar-dasar. Sekolah ini memiliki standar yang
tinggi. Saat ujian masuk, aku belajar dengan tekun karena aku ingin menjauh
dari anak-anak yang suka merundung.
Karena kepintaranku yang tidak terlalu baik, aku kesulitan mengejar ketertinggalan
begitu masuk sekolah.
Aku harus
memahami bagian-bagian yang kuingat samar-samar, dan bagian yang aku lewati begitu saja.
Ya,
begitu aku pulang ke rumah, aku
akan mematikan ponselku, memutus koneksi dengan
dunia luar, dan mulai membiasakan diri dengan belajar.
Aku
mengingat kata-kata Toudo.
“Kapan-kapan,
ajak aku ke karaoke lagi ya.”
Dengan
rasa bersalah, semangatku tumbuh bersamaan.
“Baiklah!
Aku akan makan nikujaga di restoran
ayahku hari ini dan bekerja keras! —Eh?”
Ketika
aku melihat ke bangku sebelah, seorang gadis dari sekolahku duduk di sana. Dia
mengenakan jaket olahraga?
Wajahnya
terlihat familiar...
Aku
melihat wajah gadis itu. Dia berkeringat... Apa dia menangis? Wajahnya terlihat
bengkak, mungkin karena menangis?
Mungkinkah
dia tidak punya sapu tangan?
Ya, tunggu sebentar...
Aku
mendekati gadis itu.
“Hey, apa kamu butuh tisu? Oh, rupanya kamu
adlaah Kouhai yang terlalu energik itu.”
“Terima
kasih...? Kamu gadis licik
yang suka menghabiskan waktu di perpustakaan, ‘kan?”
Aku mengenal
gadis ini.
Dia adalah gadis kelas
1 dari klub atletik, dia mengatakan Toudou adalah gurunya.
Dia
adalah gadis yang merasa dirinya imut. Aku khawatir kalau Toudo ditipu olehnya, tapi....
“Silakan,
gunakan ini.”
“...Ternyata
kamu cukup baik juga, ya. Berbeda banget dengan gossip yang beredar.”
Aku juga
mendengar bahwa gadis ini
diperlakukan dingin oleh Toudo.
Kejadian di halaman sekolah sudah cukup banyak yang tahu. Kasusku juga sudah
tersebar di kalangan junior... Mau bagaimana lagi,
‘kan...
Kami
duduk di bangku yang sama dan menghela nafas bersama-sama.
““Haa...””
Kami
saling menatap satu sama lain.
“...Aku
Sasami Mimi. Kamu... adalah Michiba-senpai, ‘kan? Aku pernah mendengarmu dari Toudo-senpai.”
“Yeah,
aku juga mendengar tentangmu dari Toudo.
Hey, apa kamu juga melakukan sesuatu yang bodoh?”
“...Benar sekali... Aku sangat menyesalinya...”
“Yeah,
aku juga. Berarti kita dalam situasi yang sama ya...
hei, kalau kamu mau, bagaimana kalau kita
membicarakan tentang
kesalahan yang kita buat...?”
Kami berdua terus berbicara di bangku itu.
Ketika
mendengarkan ceritanya, kadang aku merasa marah, kadang aku merasa bersimpati,
kadang aku merasa sedih...
Satu-satunya
kesamaan yang kami miliki adalah kami berdua
memiliki penyesalan.
“Begitu ya...
ternyata Michiba-senpai juga bodoh, ya.”
“Hah?
Kamu juga sama-sama bodoh, tahu?”
Kami berdua saling memahami. Kami berdua sama-sama bodoh.
“Hey,
meski kamu sudah keluar dari klub atletik... tapi
apa kamu tetap akan berlari?”
“Iya,
karena aku bodoh, jadi aku hanya inign berlari lebih cepat dan
suatu hari menang di kompetisi besar... dan bisa bilang, 'Ini semua berkat Toudo-senpai!'
di televisi.”
“Ta-Tak
disangka itu tujuan yang cukup besar, ya... Aku juga akan
berjuang dalam belajar... ya, aku ingin menjadi peringkat satu di kelas dan bisa mengatakan, 'Ini semua berkat Toudo'.”
“Ternyata
kamu orang yang rajun, ya.”
“Ka-Kamu ini
memang agak sombong, ya... tapi sudahlah, hei, suatu
hari aku ingin bisa berbicara baik-baik dengan
Toudo.”
“...Ya,
tapi sekarang tidak mungkin. Aku hanya akan merepotkannya. Jadi... aku hanya bisa
berjuang.”
“Benar
juga. Hmm, baiklah, beri aku nomormu. Jika kamu menang di kompetisi besar, aku
akan mengajakmu makan nikujaga di restoran
keluargaku sebagai hadiah.”
“Ah,
makanan Jepang? Aku suka tempura!”
“N-Ini anak...
hahaha... mengapa ini lucu ya?”
“Hehe,
memang agak lucu ya...”
Tanpa disadari, kami berdua tertawa. Mungkin kata-kata kami
kotor, tapi sejauh ini, tidak ada
seorang pun yang bisa aku ajak
bicara tentang Toudo sampai
sekarang. Kami berdua membawa beban yang sama—
Mungkin
itu sebabnya percakapan kami terasa aneh.
Kami berdua
kemudian saling bertukar kontak.
“Michiba-senpai,
aku akan menghubungimu! Aku senang bisa berbicara denganmu, Senpai! Permisi!”
Sasami
dengan sopan melakukan salam dan pergi dengan cepat.
Ketika melihatnya
pergi, entah mengapa aku merasa termotivasi.
“Baiklah,
aku juga akan berusaha keras! Main
game dan ponsel dilarang! Aku
tidak akan kalah dari Sasami!”
Kira-kira
kenapa? Meskipun bukan teman... rasanya seperti
mendapatkan teman.
Rasanya
seolah-olah duniaku jadi sedikit terbuka...
Aku
mengatur pikiranku dan mulai berjalan sambil merencanakan jadwal belajarku.