[LN] Reset Seishun Jilid 2 Bab 3 Bahasa Indonesia

Chapter 3 — Toudo Tsuyoshi Dan Kelas Khusus

 

Kelas khusus, itulah ruang kelas yang mulai kuhadiri hari ini.

Kelas ini terletak beberapa menit berjalan kaki dari gedung sekolah reguler dan diikuti oleh siswa dengan kemampuan khusus.

Sejujurnya, suasananya agak mirip dengan sekolah dasar itu.. Namun, tempat ini tidak terlalu terpisah dari kenyataan. Ini adalah tempat yang bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari.

Bangunan kelasnya sama seperti ruang kelas biasa, dibagi menjadi berbagai kelas untuk setiap tahun. Meskipun begitu, jumlahnya jauh berbeda dengan kelas biasa. Mereka adalah para siswa yang terpilih dengan cermat.

“Jadi di sinilah kelas baruku, ya?

Hehe, selamat datang! Karena jumlah muridnya tidak banyak, mari kita bersenang-senang! Oh, kursimu ada di sini, Toudo.

Tempat dudukku berada di sebelah Tanaka. Tanaka menarik meja dan menyambungnya dengan mejaku. Sudah kuduga, jarak di antara kami memang dekat.

Tanaka mengetuk mejaku dengan keras.

“Ayo, ayo, duduk dulu, hehe, rasanya aneh banget ya bisa sekelas denganmu, Toudo? Rasanya menyenangkan, kan?

"Hmm, apa iya seperti itu? Karena biasanya kita bertemu di halaman, jadi aku tidak terlalu merasakannya.

Hmm... wanita memang begitu, tau.”

Aku tidak merasakan ada perasaan aneh. Semuanya baik-baik saja. Namun, rasanya sangat menyakitkan saat aku merasa menyembunyikan sesuatu dari teman-temanku. Setelah hari itu, aku, Hanazono, dan Tanaka sering makan siang bersama di halaman. Jadi, aku mulai terbiasa memalsukan kenangan.

Aku duduk di tempatku dan melihat sekeliling.

Ada beberapa siswa yang sedang berbicara dalam kekompok. Beberapa siswa yang membuka laptop di tempat duduknya. Ada yang sedang berlatih fisik, ada yang sedang tidur. Semuanya bebas, tapi tidak terlalu berbeda dari kelas biasa.

Oh ya, apa yang membuat Tanaka bisa masuk ke kelas khusus?

Aku? Ehm, itu, rasanya agak memalukan sih...

Oke, aku tidak akan bertanya lebih lanjut. Kalau kamu ingin cerita, katakan saja.

“...Ya, sudah kuduga, Toudo, kamu......Tidak apa-apa. Ak-Aku akan berusaha keras!

Tanaka menjawab dengan semangat, meskipun terlihat sedikit dipaksakan. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tidak, aku tidak boleh menggunakan kata tidak tahu lagi. Itu hanya akan menjadi alasan.

Aku harus berusaha untuk mengerti. Jangan pikirkan dengan logika. Pikirkan dengan naluri...

Reaksiku sekarang berbeda dengan dulu. Aku... Aku tidak ingin melihat wajah sedih gadis ini.

“Umm... Aku akan senang jika kamu menceritakannya kepadaku suatu saat nanti.

Ah... Ya, ehehe, lain kali ya.

Bagaimana ekspresi wajahku saat ini? Apa Tanaka merasa ketakutan? Melihat senyumnya, hatiku jadi tenang... Apa dulu juga seperti ini? Apa aku selalu bersama gadis semanis ini? Hanazono juga gadis yang sangat manis.

Omong-omong, Tanaka, ada sesuatu yang ingin aku minta tolong.

Eh, apa? Kenapa tiba-tiba wajahmu tegang begitu, kaget tahu!

Bisakah kamu memberitahuku kontak adik laki-lakimu? Aku ingin menyimpan nomornya untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu.

Hah? Rasanya terlalu mendadak banget, aku jadi enggak ngerti...

Tidak apa-apa, ini hanya demi kepuasanku sendiri.

Adik laki-lakinya adalah orang yang paling mengenal Tanaka. Dia pasti orang yang tepat untuk konsultasi soal Tanaka. Informasi yang tercatat di buku catatanku tidak cukup untuk mengetahui semuanya tentangnya.

Kalau begitu, lain kali ayo kita karaoke bareng yuk! Ia juga pasti akan menyukaimu loh, Toudo.... Ia tuh senang bisa ketemu orang yang belum mengenalnya.

Kalau tidak salah, adik laki-laki Tanaka bersekolah di kelas khusus setingkat di bawah kita. Dan ia sangat mempedulikan Tanaka. Sebaiknya aku juga konsultasi dengannya jika terjadi apa-apa. Dan aku juga merasakan ada sesuatu yang berbeda darinya. Ia pasti pernah satu sekolah dengan Tanaka sejak SD, jadi mana mungkin ia bisa satu SD denganku. Tapi... baunya mirip alumni SDku.

Tapi...

Orang yang belum mengenalnya? Apa adikmu itu semacam selebriti?

"Haha, kalau kamu enggak mengenalnya, berarti enggak masalah, kan?

Mengobrol ringan dengan Tanaka adalah waktu yang sangat berharga. Melalui itu, aku bisa melihat apa yang perlu diperbaiki dalam hubunganku dengannya. ...Aku bisa memahami kenapa aku menyukai Tanaka. Dia gadis yang sangat baik hati, wangi, dan memiliki hati yang indah.

“Begitu ya, aku yakin kalau Hanazono pasti mengenalnya, ‘kan?

I-iya...

Saat aku menyebut nama Hanazono, raut wajah Tanaka berubah. ...Kenapa? Aku tidak tahu hubungan Tanaka dan Hanazono di masa lalu. Tapi catatan di buku dan di otakku menunjukkan kalau hubungan mereka adalah teman dekat.

Selama dua minggu terakhir, Tanaka jarang datang ke halaman belakang saat jam makan siang. Hanazono juga bertingkah aneh.

Hari ini aku membawa roti yakisoba, katanya enak lho.

Akhir-akhir ini kamu enggak bawa bekal ya. Pasti merepotkan, ya.

...Bukan, bukan itu alasannya.

Begitu ya, aku memang biasa membuat bekal untuknya. Aneh, aku memang kehilangan ingatan tentang Tanaka. Tapi aku tidak menyadari perubahan dalam sikapku sendiri. Membuat bekal adalah rutinitas milikku sebelum kehilangan ingatan, tapi pilihan itu sudah hilang. ...Ini perlu diperbaiki.

Ingatan membentuk kepribadian. Menghapus ingatanku tentang Tanaka mungkin telah merubah sesuatu di dalam diriku.

“Ya sudahlah! Hehe, kamu selalu menantikan makan siang, kan?

Ya.

Tanaka menjawab dengan riang. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja. Dia memiliki senyuman yang sangat menawan. Senyuman itu mungkin ditujukan pada Toudo Tsuyoshi di masa lalu.

Dadaku terasa sakit. Rasanya begitu menyakitkan. Rasa sakitnya tak tertahankan, tapi aku harus menahannya.

“Oke, semua sudah berkumpul, ya? Ah, Toudo-kun juga datang. Kalau begitu, mari kita mulai jam wali kelas pagi.

Wali kelas kami, Tokita-sensei, masuk ke kelas, jadi kami berhenti mengobrol dan tenang.

 

Pelajaran pagi berlalu dengan tenang.

Pelajaran di kelas khusus semuanya diajar oleh Tokita-sensei, wali kelas kami. Beliau adalah guru muda perempuan. Dengan tubuh kecil, dia menggoreskan kapur di papan tulis dengan lincah. Meski itu sudah materi yang kami pahami, entah kenapa belajar langsung dari orang lain membuat lebih paham. Meski penampilannya seperti anak-anak, sepertinya dia adalah guru yang hebat.

Sebentar lagi pelajaran pagi juga akan selesai. Sebelum pelajaran ini dimulai, Tanaka berkata Maaf, aku ada urusan sebentar... lalu pergi entah ke mana.

...Walaupun aku mencoba untuk tidak memikirkannya, aku tetap khawatir. Hatiku jadi gelisah saat Tanaka tidak ada di sampingku... Apa jangan-jangan dia diculik seseorang?

Saat aku sedang gelisah, tiba-tiba Ryuugasaki, yang duduk di depanku, mengajakku bicara di tengah pelajaran.

Ryugasaki memakai seragam laki-laki meskipun dia perempuan. Gaya bicaranya juga maskulin. Tapi aku tahu, gantungan tasnya ada karakter kucing yang lucu. Aku yakin kalau dia pasti menyukai hal-hal yang imut. Saat aku menunjuk itu, dia langsung marah dengan wajah yang merah padam.

Saat pertama kali mengunjungi kelas khusus ini, aku terlibat pembicaraan dengannya. Sepertinya dia mengira aku adalah atlet karena tubuhku. Kami bahkan pernah berlari bersama di lapangan.

 

“Toudo, satu bulan lagi. Tunggu saja, kali ini aku yang akan menang! Aku tidak bisa terus-terusan kalah dari pemula sepertimu!

Ryuugasaki. Waktu itu menyenangkan. Ayo kita berlari lagi bersama. Aku belum pernah balapan dengan siapa pun sebelumnya, jadi aku sangat senang.”

...Hah? Kamu bohong, ‘kan?Kamu enggak pernah balapan lari bersama orang lain sejak SMP?

Kalau aku berlari cepat, orang-orang menyebalkan suka menghampiriku. Jadi aku sering bolos pelajaran olahraga. Aku juga pernah jadi kuda tunggang di festival olahraga.

Tapi waktu kecil kamu pasti suka lari-larian, kan?

...Soal masa kecil, aku tidak terlalu mengingatnya.

Aku pernah bercerita tentang masa SD-ku ketika aku di SMP.

Aku melakukan pelatihan dengan berjalan menelusuri gunung dengan membawa beban berat, latihan bela diri dengan orang dewasa, dan tes tulis berjam-jam samnil dipasangi alat aneh di kepalkua.

Saat itu aku dibilang pembohong, jadi aku tidak pernah cerita lagi soal itu.

Begitu... Pantas saja semua orang tidak peka. Yah, sama kayak masa kecilku juga. Oke, aku tunggu pertandingan selanjutnya! Kali ini aku enggak akan kalah!

Entah kenapa, Ryuugasaki terlihat senang.

Teknik larimu sudah sempurna, tapi daya tahan paru-parumu masih kurang. Coba lakukan latihan di ketinggian atau berlari sambil memakai masker, itu akan efektif.

...Padahal kamu cuma amatiran, tapi udah sombong banget. Sialan, padahal lari bukan keahlianku tau.

Murid-murid di jalur olah raga maupun seni, mereka semua menikmati kehidupan sekolah dengan mengikuti pelajaran reguler. Mereka sendiri yang mengatur jadwal dan menyerahkannya ke sekolah. Ada saat mereka membutuhkan gelar murid di sekolah ini untuk aktivitas mereka.

Bahkan murid di jalur akademik, mereka punya pengetahuan melebihi pelajaran SMA, tapi kadang ikut kelas biasa hanya karena merasa penassaran. Semuanya menikmati kehidupan sekolah seperti murid SMA pada umumnya. Meskipun kelas ini adalah bagian khusus dari kelas khusus.

Biasanya, kelas khusus terbagi menjadi kelas-kelas seperti Seni Tari A, Olahraga B, Akademik C, dan Seni D.

Namun, kelas ini adalah tempat berkumpulnya murid-murid dengan bakat yang sangat menonjol. Ini adalah Kelas Khusus E, yang berada di dalam Kelas Khusus.

Sebelum masuk, aku mendengar suara murid-murid berbicara:

Katanya, lagi-lagi kelas E bikin masalah, tuh.

“Walaupun mereka masuk ke dalam kelas khusus, tapi mereka adalah kelas buangan.

Isinya anak-anak aneh semua. Tapi, aku dengar ada anak laki-laki ganteng yang baru masuk, lho.

Beneran? Nanti kita lihat-lihat, yuk!

Murid-murid di kelas ini mempunyai berbakat luar biasa, tapi ada 'sesuatu' yang hilang dalam diri mereka sehingga sulit beradaptasi dengan masyarakat. ...Mirip dengan SD tempatku dulu.

Di sini sepertinya ada orang lain selain aku yang bisa menggunakan 'Reset'. Tingkat keakuratannya berbeda-beda, tergantung kemampuan individu.

Selain 'Reset', ada juga 'Ingatan Instan', 'Persepsi Ruang', 'Pemikiran Cepat', dan 'Hapus' yang bisa menghapus semua emosi seseorang.

...Ah, sudahlah, itu sudah tidak penting sekarang. Masalah di luar kehidupan normal tidak ada hubungannya dengan sekolah.

Pokoknya, sepertinya pihak sekolah membuat kelas ini menjadi tempat yang nyaman bagi mereka yang memiliki bakat luar biasa ini. Pihak sekolah ingin membuat mereka bisa merasakan kehidupan sekolah normal. Melindungi mereka dari pandangan penuh rasa ingin tahu orang-orang biasa. Itulah tujuan dari pembentukan kelas khusus ini menurut Kepala Sekolah.

Tapi, ada sesuatu yang tidak kumengerti.

Kemampuan murid di kelas khusus lain memang lebih tinggi dari siswa normal, tapi itu masih dalam batas kewajaran. Tapi murid-murid bermasalah di kelas khusus ini... memiliki bakat yang mengerikan. Pihak sekolah mengerti akan hal itu, makanya memasukkan mereka ke dalam kelas ini. Tapi orang-orang biasa tidak bisa memahami kemampuan yang terlalu tinggi ini. Mereka menganggap murid-murid ini sebagai 'benda asing'.

Ryuugasaki bisa bersaing denganku dalam lari. Dia tidak mengeluarkan kemampuan penuh, tapi juga tidak benar-benar menahan diri. Padahal lari bukanlah bidang keahliannya. Itu sangat tidak normal.

Sebelum masuk ke kelas ini, aku sudah melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Aku berpikir itu akan menjadi masalah jika ada yang berhubungan dengan SD-ku dulu. Untungnya, tidak ada yang terkait dengan itu. Tapi tetap saja, aku merasa heran dengan kemampuan mereka.

Malah ada beberapa yang latar belakangnya terlalu mulus, sampai-sampai terasa janggal.

Hinata-san, si gadis mungil yang sibuk dengan laptopnya, mungkin kemampuan intelektualnya melebihi diriku.

Togou-kun, yang selalu bermain-main dengan adik perempuan tirinya, jelas-jelas memancarkan aura yang berbeda. Aku bisa melihat ciri khas aura dari orang yang sudah melalui medan perang. Meskipun menutupi wajahnya dengan poni, aku bisa melihatnya. Aku bisa langsung percaya jika dia disebut orang dari sisi lain”.

Meski punya kemampuan tinggi, di sekolah, hal yang menonjol pasti akan ditekan. Begitulah manusia. Pasti mereka berusaha menyembunyikan kemampuan mereka yang luar biasa.

Ryuugasaki bergumam,

Oh iya, kamu bisa ngobrol biasa sama Tanaka, ya, Toudo? Hebat banget. Dia kan biasanya selalu cemberut, enggak mau ngomong sama siapa-siapa. Yah, di kelas ini banyak yang lebih mementingkan diri sendiri sih, jadi nggak masalah juga kalau nggak ngobrol.

Tanaka terlihat cemberut? Aku tidak bisa membayangkannya.

Waktu kamu diputuskan masuk ke kelas khusus ini, Tanaka malah bilang 'Asyik!! ...Tapi jangan lihat-lihat aku, ya!' Dia selalu kelihatan gelisah setiap hari. Tapi kalian berdua kelihatannya enggak pacaran, sih... Entahlah, itu bukan urusanku juga. Oh, baru pertama kalinya aku melihatmu tersenyum, Toudo. Ternyata kamu lumayan ganteng juga, ya?

Kenapa ya? Setelah mendengar cerita Ryuugasaki, ritme nafasku jadi melambat.

Ah begitu rupanya, karena aku merasa senang. Aku merasa bahagia karena ternyata Tanaka senang aku pindah ke kelas khusus ini.

Terima kasih atas informasinya.

Sama-sama, hehe. Kalau ada apa-apa, biar aku kasih tahu lagi, ya!

Kalau Ryuugasaki tidak memberitahu, aku tidak akan bisa mengetahui kondisi Tanaka. Aku menganggukkan kepala.

Tapi Tanaka belum kembali juga. Pelajaran sudah hampir selesai.

Tolong tenang semuanya~ Sebentar lagi pelajaran akan segera berakhir.

Suara lembut Tokita-sensei bisa terdengar.

Dia memang terlihat sebagai guru yang sangat kompeten untuk mengajar kelas ini.

Wajahnya memang sudah agak berkerut, tapi penampilannya masih terlihat muda. Pakaiannya juga modis, terbaru. Dengan tubuh kecilnya, mungkin dia sering dikira sebagai anak-anak.

Tapi, dari wajahnya, jelas terlihat kelelahan khas orang dewasa di akhir 20-an. Ada perbedaan jauh dengan kulit halus Hanazono dan Tanaka. Mungkin karena dia sering minum??

Apa dia sedang kesulitan? Ah, aku menemukan uban di rambutnya. Aku harus melaporkan kepadanya nanti.

Haaaah... Togou-kun, kamu juga, jangan meledek adik tirimu terus dan diamlah!

Iya, maaf, maaf, Tokita-sensei. Soalnya Reika bodoh, jadi aku harus mengajarinya materi pelajaran.

Aku sama sekali nggak ngerti! Reika kan memang bodoh!

Hmm, Tokita-sensei menegur dengan suara lembut. Murid-murid yang lain juga tidak terlihat tegang.

Aku mengangkat tangan. Sebagai murid baru, aku harus berhati-hati saat berbicara.

Permisi, Sensei. Tanaka belum kembali, jadi apa aku boleh mencarinya?

“Ti-Tiga menit lagi jam pelajaran akan selesai, loh!? Toudo-kun, kamu belum minta izin sebelumnya, kan? Dan bicara yang formal dong! Aku dengar kamu lebih waras dari murid-murid bermasalah lainnya, kok.

Aku juga tidak memahami perasaan ini. Sejak hari itu, aku jadi aneh. Memang, aku bersumpah tidak akan membiarkan diriku menyesal lagi. Namun terlepas dari itu, ketika aku bersama Tanaka dan Hanazono, hatiku berdebar-debar dan merasa gembira. Menurut informasi yang kudapatkan, sepertinya aku memang menyukai Hanazono dan Tanaka.

Tapi ini berbeda. Aku sangat khawatir pada Tanaka.

...Baiklah, kita memang sedang dalam pelajaran. -Koreksi, mohon selesaikan pelajaran tanpa memperpanjang waktu.

Huuuh... Iya, deh, dengerin aja... Tapi bicara yang formal...

Sensei melanjutkan pelajaran dengan lemas. Itu pasti salahku, maafkan aku... Tapi Sensei tetap bisa menyelesaikan materi tepat waktu. Kurasa dia memang guru yang kompeten.

Begitu bel berbunyi, aku membungkuk, lalu berdiri dari tempat dudukku.

Tidak ada yang mengejekku. ...Hanya Ryuugasaki yang melambai dengan gembira.

Begitu ya, kurasa Kelas Khusus E juga tidak terlalu buruk.

Aku mengambil ponselku, lalu keluar dari kelas.

 

Tanaka masih belum membalas pesanku.

... Perasaan yang terlihat di permukaan diriku tetap tenang. Namun, di dalam hati yang terdalam, tumbuh emosi yang gelap. Apa yang sebenarnya aku khawatirkan? Di sini adalah sekolah, jadi tidak ada hal yang perlu kucemaskan. Dan Tanaka juga mengatakan kalau dia akan kembali. Menunggu dengan tenang di dalam kelas mungkin adalah pilihan yang tepat.

Tidak perlu teori. Naluri dasar diriku ingin mencari Tanaka. Kakiku bergerak dengan sendirinya. Aku memikirkan Tanaka sambil menghitung ubin di lantai lorong.

Orang seperti apa diriku sebelum aku kehilangan ingatan tentang Tanaka? Tanaka masih bersikap akrab padaku. Aku hanya merasa bingung. Yang Tanaka lihat adalah diriku sebelum kehilangan ingatan.

 

——Bukan diriku yang sekarang.

 

Ini adalah masalah yang sangat sulit. Menghapus emosi, mereset ingatan. Boleh dikatakan aku telah terlahir kembali menjadi diri yang berbeda dari sebelumnya. Menghilangkan ingatan dan emosi yang telah terakumulasi. Apa bisa dikatakan bahwa aku masih orang yang sama? Individu yang sama dengan jiwa yang berbeda. Kalau begitu, apa diriku yang sekarang adalah... palsu? Tapi, aku sudah melakukan hal ini berkali-kali. Apa setiap kali itu terjadi... aku berubah menjadi palsu?

Tidak, tidak begitu–

Setelah mereset Hanazono, bukannya kami berdua berhasil membangun kembali hubungan kami? ... Dengan menyerahkan semuanya pada Hanazono...

Aku menggertakkan gigi. Seolah-olah menggigit penyesalan

Aku sudah terbiasa dengan rasa darah. Tapi, aku masih tidak menyukainya.

Tapi, aku sudah memutuskan untuk terus maju.

Menganalisis emosiku sendiri tidak akan menemukan jawaban. Bahkan jika aku tidak tidur untuk memikirkannya, jawabannya masih tidak bisa kutemukan. Oleh karena itu, aku menyerahkan semuanya pada naluriku -

Tapi entah mengapa, tiba-tiba ada kenangan yang begitu nostalgia, muncul di kepalaku.

 

◇◇◇◇

 

Saat liburan musim panas pada masa kelas 3 SMP. Aku telah menyelesaikan pekerjaan yang diminta Eri dan kembali ke Jepang.

Aku menghabiskan hampir seluruh liburan musim panasku di Perancis selatan. Pekerjaanku adalah menyelamatkan seorang gadis yang diculik dari lembaga laboratorium Eri... Lagi-lagi aku melakukan reset. Aku tidak ingin kembali ke Perancis selatan lagi. Namanya masih tersimpan di catatan ingatanku, tapi aku tidak ingin mengingatnya. Aku tidak bisa menyelamatkan seorang gadis bernama Lydia. ...... Aku membiarkan ingatanku tenggelam jauh ke dalam relung pikiranku.

Liburan musim panasku tinggal beberapa hari lagi. Tapi, aku sudah berjanji dengan Hanazono untuk pergi ke festival bersamanya. Karena janji itulah aku memutuskan untuk kembali ke Jepang.

Segera setelah pulang, aku pergi ke rumah Hanazono.

... *uhuk* *uhuk* Kamu akhirnya kembali? Uhuk”

Hanazono? Ka-Kamu baik-baik saja?

Berisik... Ini hanya flu ringan. *uhuk* Jadi, tentang festival besok... Kamu pasti akan datang, kan?

Tidak, dalam kondisi seperti itu...

Orang tua Hanazono melarangnya pergi ke festival setelah terkena flu musim panas. Aku sangat bersemangat karena ini kali pertama aku akan pergi ke festival.

Jadi aku pergi sendirian ke festival.

Aku pernah melihat festival di dalam video sejak zaman SD. Ada banyak orang yang berkumpul dengan penuh semangat, menari, membeli makanan di warung... Semua orang tampaktersenyum. Meskipun itu pertemuan yang tidak efisien, tapi aku merasa penasaran alasan dibalik senyum mereka.

Aku sudah mempersiapkan dengan baik untuk festival ini, membaca banyak buku tentang festival di Jepang, dan menyiapkan banyak uang receh serta memakai geta untuk pergi ke kota. Aku tidak bisa tidur karena terlalu bersemangat.

Semua orang di festival itu tampak bersenang-senang. Seperti yang kulihat di dalam video. Keluarga, teman, kekasih - mereka semua tertawa bahagia. Memakan permen apel, bermain penembakan, bermain menangkap ikan mas, menari bon odori.

Hanya aku yang berdiri kaku.

Aku tidak bisa masuk ke dalam suasana itu. Berkali-kali aku berjalan mondar-mandir di depan warung, mencoba untuk membeli sesuatu, tapi hanya bisa menggenggam uangku tanpa bisa membeli apa-apa.

Aku merasa bersalah karena bersenang-senang sendiri tanpa Hanazono. Walaupun ini festival yang kutunggu-tunggu, aku sama sekali tidak merasa terhibur. Aku merasa kesepian, sedih, dan sendirian. Berbagai emosi bercampur aduk, dan aku tidak mengerti alasannya.

“Mas-mas yang di sana, dari tadi kamu sendirian terus ya. Ayo beli ini.

Ti-Tidak, aku...

Ayolah, ini enak banget lho. Nih.

Pria penjaga warung memberiku permen. Aku dengan ragu-ragu membayarnya, dan tanpa disadari, kakiku sudah membawaku pulang.

Ketika aku berjalan gontai kembali ke apartemen, dan di depan apartemenku, ada Hanazono.

Wajahnya terlihat merah padam karena demam dan dia terlihat menderita.

Dia berpakaian berbeda dari biasanya. Dia mengenakan yukata.

Aku, meskipun itu tidak sopan, berpikir bahwa dia terlihat sangat cantik.

Ak-Aku hanya mengira kalau kamu akan kesepian jika sendirian!! Itu bukan karena untukmu! Aku hanya ingin memakai ini...*uhuk* *uhuk* Lho, kamu menangis?! Bodoh, kamu akan menjatuhkan permen apelnya, tau!

Pada saat itu, aku tidak memahami perasaanku sendiri.

Saat aku mendengar perkataan Hanazono, tiba-tiba keringat mulai mengalir di wajahku. Keringat itu tidak bisa berhenti. Karena ini baru pertama kali aku merasakannya, jadi aku tidak tahu harus berbuat apa. Tapi, aku hanya berpikir agar kondisi Hanazono tidak memburuk. Aku memberikan permen apel karamel yang aku pegang kepada Hanazono.

Kamu ingin memberikan itu padaku... H-Hmph! Lumayan juga untuk Tsuyoshi! ... Hehe.

Kemudian, tanganku ditarik.... dan orang tua Hanazono dengan wajah khawatir, membentangkan futon di dekat teras. Hanazono berbaring dengan masih mengenakan yukata.

Aku bisa merdengar bunyi festival dari kejauhan. Bunyi gaduh itu terdengar seperti suasana yang hangat hari ini.

Sambil mendengar bunyi tersebut, aku terus memandangi Hanazono yang mengenakan yukata. Pada saat itu, ada sesuatu yang mulai tumbuh di dalam hatiku. Aku tidak tahu apa itu, tapi suatu hari nanti, aku pasti akan mengerti.

Apa sih, dari tadi kamu terus-terusan memandangi wajahku. Jangan-jangan, kamu menyukaiku ya?

Jadi, ini yang dinamakan perasaan suka... Selama ini aku tidak tahu."

Uhuk, uhuk! Ap-apa yang kamu katakan! Ba-Baka!

“Ha-Hanazono, jangan memaksakan diri. Jangan bersembunyi di dalam futon...

Hanazono yang terlihat dari celah futon terlihat bahagia dan wajahnya memerah.

Bu-bukan apa-apa, lain kali kita pergi festival berdua ya.

...Ah, tentu saja.

Hanya dengan percakapan singkat itu, aku bisa merasakan bahwa festival menjadi sesuatu yang spesial bagiku.

 

◇◇◇◇

 

Kesadaranku kembali ke realitas.

Kakiku berhenti berjalan menyusuri lorong...

Kenangan yang tiba-tiba muncul di luar kesadaran mengganggu hatiku.

Ah, begitu ya. Hanazono memang gadis yang luar biasa...

Bukan hanya Hanazono. Tanaka juga demikian. Aku yang bodoh telah mereset semuanya, kini berusaha membangun hubungan kembali dari awal.

Itu adalah tindakan yang sangat menyakitkan, dan begitu menyedihkan.

Perasaan cinta yang telah kureset. Perasaat tersebut takkan pernah kembali. Hubungan baru yang kujalin dengan Hanazono, yang kupikir sebagai hal biasa.

 

Bunyi gedebuk BRAK menggema di koridor. ...Tanpa sadar, aku telah memukul dinding dengan tinjuku. Aku merasa marah pada diriku sendiri. Emosiku tidak stabil.

Rasanya menyakitkan, aku benar-benar benci perasaan ini. Aku telah mengulang penderitaan seperti ini berkali-kali.

Rasanya akan jauh lebih mudah jika aku meresetnya

Tiba-tiba, aku menyadari ada suplemen di dalam saku. Suplemen yang biasa kuminum setelah makan. Dari mana aku mendapatkannya?

Suplemen untuk menjaga kesehatan... Tidak, ini adalah—

Jika aku meminum ini, semuanya akan terasa lebih mudah. Aku tahu itu. Ini adalah obat 'reset'-ku.

Bayangan Hanazono dalam yukata tidak bisa lepas dari pikiranku. Setiap kali aku mengingarnya, aku diliputi perasaan bersalah yang menyayat hati.

Aku mengambil obat itu, lalu

Aku melemparkannya dengan sekuat tenaga keluar jendela di koridor.

Penderitaan seperti ini jauh lebih ringan dibanding rasa sakit yang dialami Hanazono dan Tanaka.

 

Aku bisa memahami sedikit perasaanku saat festival waktu itu.

Aku ingin pergi ke festival bersama Hanazono.

Aku ingin menjaga kenangan itu dengan baik. Aku menyadari betapa berharganya menghabiskan waktu bersama orang yang kusukai.

...Masa lalu tidak bisa kembali, meskipun aku menggunakan kemampuanku. Waktu adalah konsep yang tak dapat direset.

Itulag sebabnya, aku hanya ingin menghargai setiap detik yang kuhabiskan bersama Tanaka dan Hanazono. Itulah sebabnya aku mencari Tanaka. Tindakan dan perasaanku berjalan beriringan. Meski perasaanku telah hilang, meski ingatanku telah terhapus, Tanaka tetap gadis yang berharga bagiku.

Aku mulai melangkah kembali.

Setiap langkah kuisi dengan tekad. Rasa sakit tersebut tak kunjung mereda. Begitulah realita manusia normal.

Tiba-tiba, bulu kudukku berdiri.

Aku mendengar suara, suara tersebut terdengar begitu kecil. Itu suara Tanaka yang sedang bernyanyi.

Dari ruangan yang tertutup rapat, ada seseorang yang sedang bernyanyi. Pendengaranku sangat tajam, jadi hanya aku yang menyadarinya.

Aku memutuskan untuk mengikuti arah suara itu.

 

Suara nyanyian keluar dari ruang audio visual yang kosong. Aku sedang mendengarkan lagu Tanaka dari luar pintu. Suara nyanyiannya yang dipenuhi emosi menggetarkan hatiku. Rasa sakit yang kurasakan sebelumnya mendadak menghilang bagai kebohongan.

Aku ingin membuka pintu dan mendengarkannya secara langsung, tapi Tanaka pasti akan terkejut.

Jadi aku memutuskan untuk tetap menunggu sampai dia selesai bernyanyi.

Aku lalu membuka pintu lebar-lebar, dan hendak memanggil Tanaka

Namun, aku terpaku di ambang pintu yang terbuka.

 

...Ta-Tanaka?

Air mata mengalir dari mata Tanaka setelah dia selesai bernyanyi.

Pemandangan itu tak asing bagiku. Penampilannya sama persis seperti saat aku mereset perasaanku pada Tanaka, dua minggu yang lalu.

Eh?! Ke-Kenapa kau ada di sini... I-Ini memalukan, tau? Hiks...ja-jangan lihat aku...”

Ah, maaf...

Ketika aku membalikkan badan, aku mendengar suara Tanaka yang sedang menyeka wajahnya dengan sapu tangan.

Yah, sekarang sudah tidak apa-apa! Eh, sudah jam makan siang? Ahahaha, aku selalu melupakannya...

Jantungku berdebar kencang. Saat aku melihat air mata Tanaka, hatiku terasa sesak.

Hmm, kurasa hari ini aku tidak makan siang dulu deh. Toudo, kamu bisa makan berduaan dulu dengan Hana-chan....”

“Tidak mau.

Aku langsung menjawabnya.

Aku yang seharusnya bertindak berdasarkan rasionalitas, malah mengikuti naluriku.

He? To-Toudo?

Ak-Aku... tidak ingin Hanazono dan Tanaka bertengkar. ...Maaf, itu hanya keegoisanku sendiri. Tapi... aku ingin Hanazono dan Tanaka tetap akrab.

Sejak hari aku mereset Tanaka, aku merasa ada yang salah. Bukan hanya masalahku sendiri. Aku merasakan ada atmosfer aneh di antara Tanaka dan Hanazono.

Tanaka tersenyum sedikit dan menghela napas.

Haah... Aku memang akrab dengan Hana-chan, ‘kan? Aku juga ingin makan siang denganmu kok? tapi hari ini aku tidak mood saja.... Eh? Toudo?

Aku mendekati Tanaka yang matanya agak sembab.

Tanaka entah kenapa tampak terkejut saat melihat wajahku.

Aku memahami kalau apa yang kamu katakan itu jujur, Tanaka. Tidak ada kebohongan darimu. ...Tapi, ada yang berbeda dengan nada suaramu. Aku tidak menyukai itu. Oleh karena itu, dengan Hanazono...

Meski ingatanku terhapus, tapi aku tahu hubungan kalau hubungan pertemanan mereka menjadi aneh. Perubahan suara, kehangatan tubuh, dan ekspresi wajahnya. Akumulasi itu menciptakan rasa janggal.

Aku ingin menyampaikan pemikiranku kepada Tanaka. Mungkin itu hanya keegoisanku. Tapi - aku tidak tahu sampai kapan kehidupan tenteram ini akan berlangsung. Karena itu, aku ingin Tanaka dan Hanazono bisa akrab.

Aku kesulitan mengungkapkannya dengan kata-kata.

Tanaka—

Jadi, aku memanggil nama Tanaka dengan sepenuh hati.

Tanaka memejamkan matannya sejenak.

Lalu dia membukanya....

...Iya, aku mengerti. Kamu benar... Aku akan berbicara dengan Hana-chan. Terima kasih, Toudo! Kamu memang hebat, ya! Eh, tapi kamu benar-benar melakukan reset? Tadi wajahmu persis seperti dulu, jadi aku merasa senang sekali...

Pikiranku tidak bekerja dengan lancar. Kata-kata Tanaka terdengar kabur. Tapi melihat ekspresinya, sepertinya semuanya berjalan lancar.

Melihat Tanaka di depanku, jantungku berdebar kencang. Perasaan ini bukan sekadar rasa suka biasa. Aku paham itu. Waktu yang kami lalui, telah kuhancurkan. Tapi, ada sesuatu di dalam diriku yang memberontak. Tidak perlu dipikirkan terlalu mendalam. Jangan gunakan nalar.

Tubuhku bergerak dengan sendirinya.

Kalau begitu, ayo pergi, Tanaka.

Aku dengan lembut menggenggam tangan Tanaka. ...Aku sadar suhu wajahku memanas. Rupanya hanya dengan bergandengan tangan saja, aku sudah merasa malu.

Eh... Ah... Iya! Ayo! Ah iya, sepulang sekolah nanti, aku pinjam Hana-chan dulu ya! Sehari saja tidak apa-apa, kan?

Baiklah. Kalian berdua bisa minum jus yang enak.”

Kami berjalan di koridor sambil bergandengan tangan.

Aku sadar suhu tubuh Tanaka yang kurasakan di telapak tanganku. Tanaka sudah tidak menangis lagi. Hanya itu saja sudah membuat hatiku tenang. Dan entah sejak kapan, rasa sakit di dadaku pun mereda.

Hei, menurutku Toudo yang sedang tersenyum itu yang paling keren, lho.

“Ap-Apa aku sedang tersenyum sekarang?

“Wajahmu kelihatan jadi lembut!

Begitu... Itu adalah hal yang bagus sekali.

Aku menyentuh wajahku sendiri dengan tanganku. Memang benar ekspresiku telah berubah. ...Hanya saja, aku merasa frustrasi pada diriku karena aku hanya bisa melakukan hal ini, dan aku sangat malu hingga aku tidak bisa melihat wajah Tanaka, yang begitu bahagia hanya karena itu.

Dan aku merasa seakan-akan ada [saklar] yang telah dihidupkan di hatiku.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama