Ronde ke-2 — Unuguu...
Jumat malam merupakan waktu di mana baik
pelajar maupun pekerja menghabiskan malam mereka
sesuka hati dengan cara masing-masing, saat puncak kesenangan
dalam seminggu.
Misalnya saja teman sekelas dan temanku,
Hozumi, tadi siang bersemangat bercerita, “Malam
ini aku kencan ke akuarium dengan pacarku! Makan malamnya di restoran sushi yang enak!”
Hubungannya memang lancar, tapi urutan
kencannya agak dipertanyakan.
Identitas
asli dari pacar Hozumi ternyata adalah guru sejarah Jepang di
sekolah kami. Hubungan cinta
Hozumi yang berlari ke cinta terlarang ini ternyata cukup polos, dan sejak
mulai berpacaran sekitar dua bulan lalu di liburan musim semi, hari ini dia
begitu bersemangat karena katanya hari ini
mereka akan berciuman. Sambil mengirimkan dukungan
untuknya dalam hati, aku memencet bel di kamar 810.
Beberapa
saat kemudian, pintunya terbuka.
Yang muncul adalah Sasaki Yuzuki, seorang idol aktif yang juga tetanggaku.
“...Suzufumi, sudah lama tidak bertemu.”
Wajah
Yuzuki terlihat agak canggung.
“Lagi-lagi....hari ini juga ya.”
“Ya...
Kamu mau masuk dulu?”
“Kalau
begitu, permisi...”
Ada
semacam atmosfer aneh yang mengambang
di antara kami saat berjalan menuju ruang tamu.
Bukannya karena kami bertengkar atau semacamnya. Malahan tidak ada masalah sama sekali. Tapi entah kenapa terasa
tidak nyaman.
Di meja
rendah sudah tersedia berbagai macam hidangan:
Roti
gandum, salad mi, brokoli rebus, sup jamur dan telur, serta sedikit kacang campur.
Bagaimana
bilangnya ya, ini benar-benar menu yang sangat anggun. Tatanan hidangan ini tampak seperti
akan diunggah di media sosial oleh seorang
model. Aku sudah bisa menebak dengan mudah siapa yang sudah
menyiapkan hal ini.
Emoto Ruru.
Pemimpin
grup idola [Spotlight], dan juga sosok ‘Kakak perempuan’ bagi
Yuzuki di Tokyo.
──Mulai
sekarang, aku yang akan mengurus Yuzuki!
Tampaknya
pernyataan itu bukan sekedar isapan jempol belaka. Selama tiga hari ini, Emoto-san tanpa absen menyiapkan makan
untuk Yuzuki. Jika masakanku yang penuh kalori adalah “Makanan Tak Bermoral”,
maka masakan sehat Emoto-san bisa
disebut “Makanan
Moral”.
Aku duduk
di bantal di depan meja. Di dalam bento yang kubawa ada segelas teh oolong,
racikan khusus dari toko teh spesialis. Meskipun datang tanpa membawa apa-apa terasa seperti
mengakui kekalahan, tapi setidaknya
aku membawa minuman.
Saat aku
menyodorkannya dengan ragu-ragu,
Yuzuki menerimanya dengan tulus sambil berkata,
“Terima kasih.”
Kemudian
dia menyatukan kedua tangannya dan berkata “Selamat makan” dengan tenang, dan mulai
menyantap lauk-pauk di meja.
“Apa
Emoto-san selalu seperti itu?”
Setelah
menelan brokoli, Yuzuki bergumam sambil berpikir.
“Ini
pertama kalinya aku dibuatkan makanan, tapi sejak sebelum debut, Ruru-san selalu memperhatikanku. Jika ada
masalah di kehidupan pribadipun, aku selalu meminta
pendapatnya.”
Aku bisa
merasakan ada kepercayaan yang besar pada Emoto-san dari cara bicara Yuzuki.
“Aku
tuh pindah ke Tokyo untuk menjadi idola, ‘kan? Dulu ayah tinggal bersamaku,
tapi ibu tetap di kampung halaman. Jujur saja,
awalnya aku merasa kesepian. Tapi Ruru-san
selalu mengajakku jalan-jalan ke toko atau nonton film di hari libur, dan
lama-kelamaan aku tidak merasa kesepian lagi.”
Tempat
baru, pekerjaan baru, aktivitas idola baru. Pasti percampuran antara harapan
dan kecemasan itu sangat besar bagi Yuzuki. Memiliki orang yang peduli seperti
ini pasti sangat menenangkan hatinya.
“Setelah
selesai latihan, kami selalu pergi ke
kafe dekat studio bersama. Aku meminum
teh lemon, dan Ruru-san kopi
hitam panas. Bahkan pelayan di sana sudah hafal dengan kami.”
Saat
menceritakan tentang Emoto-san,
sorot mata Yuzuki seperti bukan seperti
seorang junior, melainkan
mirip seperti seorang “adik”.
“Kali
ini juga, Ruru-san
repot-repot menyiapkan makan, jadi aku juga harus memperbaiki pola makanku! Aku
harus makan 3 kali sehari dengan rendah gula dan rendah lemak!”
Yuzuki
terus menyantap makanan dengan teratur, tanpa tanda-tanda akan berhenti.
“...Apa
itu benar-benar cukup untukmu, Yuzuki?”
Aku merasa tidak tahan dengan situasi di mana aku tidak bisa memberinya makan,
jadi akhirnya aku mengatakan
itu.
“Apa
maksudmu?”
“Makan
moral yang minim kalori dan porsi ini, apa itu benar-benar
membuatmu puas?”
Salad
mi dan sup rasanya memang
enak, tapi makanan kesukaan Yuzuki seharusnya
adalah hidangan berat seperti donburi babi dan okonomiyaki. Makanan Emoto-san ini benar-benar kekurangan
sisi “Tak bermoral”.
Setelah
mendengar ucapanku, senyum kecil muncul
di bibir Yuzuki.
“Meski kamu
bilang begitu, tapi bukankah sebenarnya kamunya saja yang merasa kesepian, Suzufumi? Karena kamu tidak bisa membuatkan makanan untukku.”
Aku
langsung terbaca. Tapi jika bisa diakui dengan jujur, maka aku tidak sesusah begini.
“...Bukan
begitu kok.”
“Tuh
'kan, tiba-tiba jadi murung. Tebakanku pasti benar, ‘kan?”
Yuzuki
memasang ekspresi bangga di wajahnya saat dia dengan sombongnya menyantap masakan Emoto-san.
“Lalu
kamu sendiri bagaimana? Sebenarnya kamu rindu masakanku 'kan?”
“Sa-Sama
sekali enggak! Aku baik-baik saja kok!”
Setelah
menghabiskan makanannya, Yuzuki minum teh oolong dengan sikap percaya diri.
Tapi lama-kelamaan ekspresinya berubah, dan dia terlihat
sedikit kesepian.
“...Tapi
rasanya sedikit membosankan kalau aku makan terpisah darimu.”
Dia
mengerucut bibirnya kecil, memegang gelas dengan erat.
“Hei,
besok...”
Ucapan
Yuzuki terpotong oleh dering ponsel. Ponsel Yuzuki yang diletakkan di sudut
meja tampak berkedip-kedip.
Di layar
terlihat nama yang sudah dikenalnya. Yuzuki melirikku sejenak lalu menekan
tombol panggil dan mendekatkan ke telinganya.
“Halo?”
“Terima
kasih banyak buat kerja kerasmu hari ini, Yuzuki. Apa kamu sudah
makan malam?”
Suara
tegas nan ceria itu terdengar sampai ke tempatku. Ternyata itu panggilan telepon dari Emoto-san.
“Iya,
aku baru saja selesai. Terima kasih
atas hidangannya!”
“Tidak
masalah, karena itu demi
adikku yang menggemaskan.
Ngomong-ngomong Yuzuki, besok kamu ada
waktu senggang sampai sore, ‘kan?”
“Eh?
Iya.”
“Syukurlah.
Aku sudah mengirimkan linknya lewat chat, apa kamu bisa memeriksanya?”
Yutsuki
menjauhkan ponselnya dari telinganya dan mengetuk bagian tengah
layar. Saat aku
mengamatinya, Yuzuki mengangkat wajahnya dan
memberi isyarat padaku untuk mendekat.
Aku
mengintip layar ponselnya dari samping. Kemudian layer tersebut
menampilkan informasi tentang kebun binatang
alami.
“Akhir-akhir
ini kamu sibuk dengan pekerjaan besar, jadi kamu
pasti merasa lelah, ‘kan? Tidur dan istirahat memang
penting, tapi jangan abaikan kesehatan mentalmu juga. Sesekali cobalah
ditenangkan oleh hewan-hewan lucu.”
Menurut
situs web kebun binatang alami,
tidak hanya binatang darat, tapi di sana juga
ada makhluk laut yang sulit ditemui
di akuarium biasa. Katanya ada pula area interaksi dengan hewan.
“Yuzuki, waktu itu kamu tidak bisa ikut ke kebun
binatang tempo hari karena waktunya
berbenturan dengan syuting drama, jadi cuma salah satu dari kita yang bisa hadir, ‘kan? Sulit untuk pergi ke sana secara biasa karena lokasinya yang
jauh dan ada banyak orang, tetapi kalau di
sini mudah dijangkau dari apartemen Yuzuki, Bagaimana menurutmu?”
“Kamu
masih mengingatnya? Padahal
itu sudah lama sekali.”
“Habisnya
kamu terlihat sangat antusias waktu itu. Mana mungkin aku melupalannya.”
“Hehe,
begitu ya.”
Wajah Yuzuki tampak berseri-seri saat berbicara di telepon. Dia dengan malu-malu menggaruk pipinya sambil mengeluarkan suara
yang melembut.
“Jadi,
kamu ada waktu? Tentu saja kalau kamu punya acara lain, kamu boleh mendahulukan
itu.”
“Aku
mau pergi! Pasti akan kuusahakan!”
Jarang
sekali melihat Yuzuki
bersemangat seperti ini. Dia terlihat lebih manja dan kekanak-kanakan dari
biasanya.
Tiba-tiba,
pandangan kami bertatapan.
“Itu,
kalau bisa... Suzufumi juga...”
Sekilas,
ada secercah harapan yang terpancar di matanya. Tapi
kemudian ekspresinya berubah
menjadi sedih.
“Ah,
tidak, bukan apa-apa.”
Aku
hanyalah cowok SMA
biasa. Aku tidak mempunyai pengetahuan seperti seorang
mentalis untuk menganalisis isi hati orang lain, atau kemampuan komunikasi
seorang idol untuk membaca psikologi penggemar. Meski begitu, aku bisa dengan
mudah membayangkan apa yang diharapkan Yuzuki
dariku.
“Emoto-san,
ini aku, Mamori!”
Aku
mendekatkan wajahku ke ponsel Yuzuki.
“...Kenapa
kamu bisa dengan santainya berada
di sana bersama Yuzuki?”
Nada
suara Emoto-san tiba-tiba menjadi lebih
rendah. Wajar saja dia merasa jengkel ketika
mengetahui kalau ‘adik
perempuannya’ yang tercinta
ada bersama laki-laki lain.
“Seperti
yang pernah kubilang sebelumnya, aku
akan bertanggung jawab atas Yuzuki.
Aku tidak akan mengizinkanmu menghabiskan waktu lebih banyak
lagi di tempat yang sama dengan Yuzuki!”
Emoto-san bahkan tidak berusaha menyembunyikan
semangat persaingannya yang bergejolak, dan dengan penuh tenaga dia
memperlihatkan taring-taringnya.
Apa yang
ingin aku katakan sekarang mungkin akan merepotkan Yuzuki. Setidaknya, Emoto-san pasti akan menolaknya. Tapi
aku tidak bisa tinggal diam
menyaksikan percakapan mereka berdua.
Aku
menarik napas dalam-dalam, lalu mengajukan usulan dengan
penuh tekad.
“Boleh
aku mengikuti kalian ke
kebun binatang?”
☆ ☆ ☆
Setelah menaik kereta selama 30 menit dari apartemen tempat aku
dan Yuzuki tinggal, terdapat [Kebun Binatang Alami Orikita] yang dikelola
oleh pemerintah kota.
Berbeda
dengan kebun binatang komersial pada umumnya, di dalam area ini juga terdapat
lapangan olahraga, taman, dan kolam pancing. Yang lebih mengejutkan, tiket
masuknya gratis. Seperti yang diharapkan dari
pemerintah kota.
Meski
gratis, tapi pengunjungnya tidak terlalu
banyak. Mungkin karena letaknya jauh dari stasiun, atau karena promosi yang
kurang memadai.
Semalam,
aku menyela telepon Yuzuki dan
memohon untuk ikut dengannya.
“Yah,
akhir-akhir ini aku juga sibuk dengan pekerjaan rumah, belajar, dan membantu restoran orang tuaku, jadi
aku masih belum bisa menghilangkan rasa lelahku. Aku sudah pergi ke rumah
sakit, pijat, chiropraktor, bahkan akupunktur, tapi tidak ada tanda-tanda
perbaikan. Kurasa masalahnya bukan di tubuh, tapi di mental. Aku jadi tidak
stabil secara emosional, dan bisa saja aku akan melakukan hal-hal aneh kalau
terus sendirian! Aku bahkan bisa-bisa selalu menghabiskan waktu di apartemen tetanggaku dari pagi hingga malam!”
Aku
menumpahkan semua secara beruntun. Yang terpenting adalah kuantitas, bukan
kualitas. Aku menyerbu dengan kata-kata tanpa memberi celah untuk bantahan.
Meskipun itu sangat jelas kalau itu hanyalah omong kosong belaka,
tapi pada akhirnya Emoto-san mengizinkanku ikut karena
dukungan Yuzuki.
“Ruru-san,
aku juga mohon! Aku selalu dibantu dan
diurus oleh Suzufumi, jadi
aku ingin membalas budinya!”
Setelah
terdiam lama, Emoto-san
akhirnya dengan enggan mengizinkanku ikut, dengan alasan “Aku tak bisa membiarkan adikku
tidak membalas budi.”
Oh ya, ngomong-ngomong, kami
akan bertemu langsung di lokasi. Kenapa kami tidak berangkat dari apartemen
bersama-sama, meskipun kami tetanggaan?
Ada dua alasan besar untuk hal tersebut.
Pertama-tama, untuk mengantisipasi media.
Jika kami berangkat bersama, lalu mengunjungi tempat yang sama, itu akan
terlihat persis seperti kencan. Meskipun sebenarnya ada tiga orang, tetap masih ada kemungkinan ada artikel
skandal dengan pemotongan gambar yang buruk. Justru karena aku punya
ketertarikan romantis pada Yuzuki, aku tidak bisa merugikan Yuzuki karena tuduhan
jahat para wartawan.
Dan
alasan kedua...
Bukannya bertemu langsung di lokasi tuh terlihat seperti kencan banget?
Yah,
alasan yang ini sebenarnya hanya bumbu tambahan saja.
Biasanya
aku suka memakai jaket dan kaos longgar, tapi kali ini aku sengaja mengenakan
jaket berkerah
karena cucian lainnya sedang dicuci.
Bukannya karena aku senang dan tidak sabar karena
bisa pergi berkencan
dengan Yuzuki untuk
pertama kalinya! Begitu kembali ke kamarku kemarin, aku langsung panik
menelepon Hozumi meminta saran untuk koordinasi pakaian, dan berlari ke toko
pakaian yang hampir tutup! Aku juga tiba di tempat janjian jauh-jauh hari
sebelumnya karena khawatir dengan keterlambatan kereta!
Karena
masih sebelum jam buka, tempat itu diselimuti kesunyian.
Kebun
binatang yang seluas tiga domes dikelilingi jalan raya,
dengan gedung-gedung kantor dan apartemen tua yang berjajar di sepanjang jalan.
Namun tidak ada lalu-lalang kendaraan maupun orang yang berjalan-jalan.
Seakan-akan area ini terhenti dari waktu.
Beberapa
menit setelah tiba. Karena merasa terlalu
membosankan hanya menunggu di sini, jadi
aku mencari sesuatu untuk menghabiskan waktu. Tapi tidak ada minimarket ataupun
kafe yang terlihat.
Saat aku masih melihat-lihat sekeliling,
tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari belakang.
“Selamat
pagi!”
Saat aku berbalik, aku melihat seorang gadis cantik dengan
senyum ceria.
Rambut hitam mengkilapnya diikat
di pangkal lehernya. Matanya
yang besar tertutupi kacamata berbingkai bulat. Dia mengenakan blus putih
dengan rok mini bermotif bunga, dan tas selempang coklat di pinggangnya. Secara
keseluruhan, dia memiliki aura menggemaskan yang seakan-akan melompat keluar dari majalah
model.
“Selamat
pagi, Yuzuki. Kamu datang sangat pagi, ya.”
Entah
kenapa, Yuzuki
membelalakkan matanya saat mendengar
responku.
“...Padahal
aku sudah mengubah penampilanku, tapi kamu
tetap mengenaliku ya.”
“Tentu
saja aku bisa menyadarinya. Kita
kan selalu bersama setiap hari.”
Meskipun
dia mengubah ciri khasnya seperti rambut dan wajah, Yuzuki tetaplah Yuzuki. Dari gerak-geriknya yang
biasa, nada suaranya, hingga senyumnya yang menggemaskan — ada banyak petunjuk untuk
mengenalinya.
“...Hmm.”
“Kenapa?”
“Bukan
apa-apa~.”
Kupikir
aku hanya mengatakan hal yang biasa, tapi entah kenapa Yuzuki malah nyengir.
“Ngomong-ngomong,
bagaimana penampilanku hari ini? Aku berusaha berpenampilan cantik, soalnya ini
kencan, iya ‘kan?”
“Ken...!”
Yuzuki menatapku dengan pandangan
memohon. Bahkan melalui kacamata, mata berpigmen terang memiliki
kilau transparan dan seindah permata.
“'Hak
kencan seharian dengan seorang idol'. Waktu
itu kita kencan di rumah, tapi sekarang kita kencan di kebun binatang! Aku
harus membuat Suzufumi terkesan hari ini dan
membuatmu menjadi penggemarku!”
“...Jangan
sampai terbawa suasana.”
Aku
berhasil mempertahankan ketenanganku
dan memberikan jawaban acuh tak acuh. Tadi itu
hampir saja. Kupikir tadinya Yuzuki juga tidak sabar menantikan pergi keluar
denganku. Jika aku lengah, aku mungkin
bisa terbawa suasana. Aku harus segera memperbaiki rendahnya kemampuan soal
percintaanku ini.
“Jadi,
bagaimana pendapatmu tentang penampilanku?
Sepertinya
Yuzuki mungkin merasa kesal dengan responku yang
terkesan dingin, lalu dia
mendekatkan wajahnya dengan ekspresi cemberut.
Dalam situasi seperti ini, sebaiknya aku memuji secara langsung tanpa
basa-basi.
“Ah,
kamu terlihat sangat cocok, kok.”
“Benarkah?
Yah, ini sih wajar bagi seorang idol seperti aku!”
“Selain
pakaian sehari-harimu yang segar, apapun yang kamu
pakai selalu terlihat bagus. Itu semua karena
kamu memiliki bentuk tubuh yang
indah.”
“A-ah,
terima kasih.”
“Dengan
kacamata, kamu jadi
terlihat lebih tegas dan intelektual. Tapi tidak terlalu kaku, malah kontras
dengan kepolosan yang jadi daya tarikmu.”
“...Hmm.”
“Tasmu
juga menambah kesan imut dan bersahabat darimu. Warna kaos kakimu juga memberi
kesan ceria. Kalung itu simpel tapi menjadi aksen yang bagus—”
“Su-Sudah cukup! Jangan memujiku lagi!”
Wajah Yuzuki langsung merah padam sambil mengarahkan
telapak tangannya ke depan. Mungkin aku sudah terlalu memperhatikan detailnya.
Setelah
berdeham, Yuzuki lalu
memandang dari atas ke bawah penampilanku.
“Suzufumi
juga, gayamu terlihat berbeda
dari biasanya tapi terlihat keren, ya.”
“...Begitukah?”
Ah,
pantas saja. Dipuji secara langsung rasanya menyenangkan tapi juga sangat memalukan. Ini pertama kalinya aku pergi
bersama lawan jenis selain teman masa kecilku.
Segera
setelah aku menyadari hal tersebut, tiba-tiba aku merasa
keringat dingin muncul di
punggungku. Jika Yuzuki menyadari keteganganku, dia pasti akan mengejekku
habis-habisan. Aku harus tetap bersikap tenang sebagai yang lebih tua.
“Kalau
kita menunggu di sini sampai Emoto-san datang, kita
akan menarik perhatian. Bagaimana kalau kita pindah ke kafe di dekat stasyun?”
Lidahku
berkelit. Mati aku.
“I-Iya, benar jugya.”
Yuzuki juga terbata-bata dan menggigit lidahnya.
Kami
berdua terlalu malu untuk melanjutkan, dan hanya bisa menundukkan kepala sambil berjalan pergi.
“Wah,
kalian berdua sudah datang ya?”
Ketika aku
mengangkat wajahku, aku melihat Emoto-san dengan topi jerami lebar
di kepalanya.
Dengan
sweater lengan pendek dan rok panjang, serta tas tote besar, penampilannya terlihat sangat anggun. Rambut hitam
panjangnya yang dikuncir longgar membuatnya terlihat seperti seorang nona muda
yang sedang berwisata. Aku sampai lupa kalau dia juga seorang idol sekarang,
sama seperti Yuzuki.
“Fufu,
sudah lama sekali aku tidak jalan-jalan bersama Yuzuki. Aku sangat menantikan hari
ini, tau?”
Emoto-san
langsung memeluk Yuzuki dan tersenyum ceria seperti anak kecil.
“...Nah,
kalau begitu.”
Tepat
ketika Emoto-san mengalihkan pandangannya
kepadaku, aura ceria di sekelilingnya langsung menghilang.
“Mamori-san, walaupun aku mengizinkanmu ikut datang kali ini, tapi tujuan hari ini adalah untuk menghilangkan stres Yuzuki. Jadi, tolong
jangan mengganggu Yuzuki, ya?”
Aku
menahan kernyitan yang muncul di
dahiku dan memaksakan senyum ramah.
“Terima
kasih atas penjagaanmu hari
ini. Biar aku yang
mengurus Yuzuki, jadi Emoto-san
bisa menikmati kebun binatang sendirian.”
Dengan
objek perawatan kami terjepit di tengah, Emoto-san dan aku saling memandang dan
percikan api beterbangan.
“Ah,
lihat! Sebentar lagi waktunya buka! Kalian
berdua, ayo cepat pergi!”
Merasakan
kalau suasananya semakin menegang, Yuzuki
dengan nada gelisah memimpin jalan. Kami pun menyimpan perselisihan dan
berjalan beriringan menuju pintu masuk.
Aura gelap kelam yang menguar dari tubuhku dan Emoto-san saling berbenturan hebat di atas kepala kami.