[LN] Otonari no Top Idol-sama Jilid 2 Bab 3 Bagian 2 Bahasa Indonesia

BAGIAN 2

 

Identitas asli pengunjung itu ternyata bukan ibuku, melainkan seorang gadis gyaru berambut cokelat. Di atas blus putih bersih, dasi bergaris merah besar membentuk lengkungan yang mencolok.

“Hmm, kamu kenapa? Sampai memegangi kepalamu segala. Apa kamu begitu senang karena aku datang?”

Rika berkata demikian sambil mengintip dari bawah ketika aku sedang menunduk. Rambut bergelombang terjuntai dari bahunya, dan anting-anting warna zamrudnya terlihat jelas.

Di tangan kanannya, dia membawa kantong plastik yang penuh dengan peralatan kebersihan dan makanan seperti biasa. Sepertinya dia datang untuk membantu hari ini juga.

Kishibe Rika. Dia adalah teman masa kecilku yang pernah tinggal bersebelahan sebelum aku pindah ke [Perumahan Orikita]. Karena usia kami berdua yang sebaya, kami sudah akrab sejak kecil dan tetap berhubungan hingga sekarang. Oh ya, aku memberinya kunci cadangan beberapa waktu lalu.

Matanya yang tegas dengan tahi lalat di sebelah kanan matanya, bulu mata palsu yang melengkung indah, hidung yang mancung, dan bibir merah muda yang mencolok. Meskipun terlihat seperti gadis gyaru yang sempurna dari luar, tapi sebenarnya dia adalah gadis ceria dan ceroboh. Selain itu, dia juga menjadi maskot di restoran milik pasangan Mamori, “Izakaya Aien Kien”, dan bertugas sebagai pelayan di sana.

Rika sering memperhatikan segala hal sebagai “Onee-san nya Suzu” yang dia klaim, meskipun dia sangat canggung meskipun berusaha keras.

 “…Tidak, kurasa kedatangan Rika juga sudah cukup membantu. Ayo, silakan masuk.”

“Eh~~ Suzu, bukannya hari ini kamu terlihat agak agresif?” kata Rika sambil melepas sepatunya dan menggaruk bagian belakang kepalanya.

“Maaf, tapi sebenarnya aku akan memiliki wawancara antara wali murid dan guru sebentar lagi. Jadi, bisakah kamu duduk tenang di sofa belakang?”

“Jangan perlakukan aku seperti anak kecil. Aku sebenarnya lebih tua dari Suzu, tau!”

Rika nerkata demikian sambil mengerutkan bibirnya dengan kesal dan menepuk-nepuk bahuku.

Ketika aku kembali ke ruang tamu, Mikami-sensei sedang menikmati teh dengan anggun di atas bantal.

“Ara, kalau tidak salah, kamu…. Kishibe-san dari kelas tiga, ‘kan?”

Mikami-sensei tersenyum seperti seorang putri yang sedang beristirahat di vila tepi danau. Amarahnya yang sebelumnya sudah hilang sekarang telah pulih, seolah-olah dia telah mengenakan sepuluh topeng kucing.

“Eh, mengapa Mikami-sensei bisa ada di sini...?”

“Aku sudah bilang kan, kalau aku akan melakukan wawancara antara wali murid dan guru.”

Ekspresi Rika seketika kaku seolah-olah sedang dibekukan.

“Selamat siang, Kishibe-san.”

“Ah... uh...”

Semangat cerianya yang tadi mendadak hilang entah kemana, Rika tiba-tiba kehilangan keberanian ketika berhadapan dengan Mikami-sensei, dan dia langsung bersembunyi di belakang punggungku.

Saat Rika masih kecil, ada suatu masa dimana dia tidak bersekolah. Karena itu, meskipun penampilannya mencolok, dia sebenarnya agak pemalu. Bahkan setelah menginjak sekolah SMA, sepertinya dia jarang berbicara dengan siapa pun selain teman dekatnya.

“Ayo, sapa sensei dengan baik.”

“Ugh... Namaku Kishibe Rika dari kelas 3-E...”

Saat Rika memperkenalkan diri dengan gemetar melalui pundakku, Mikami-sensei membalasnya sambil tersenyum.

“Aku adalah Mikami Momose, wali kelasnya Mamori-kun. Senang bertemu denganmu, Kishibe-san.”

“Hmph...”

Dengan kedatangan siswa dari SMA Orikita, tampaknya mode mengamuk Mikami-sensei mulai sedikit mereda. Bisa dibilang dia kembali mengenakan topeng guru. Setidaknya situasi sulit telah teratasi.

Setelah merasa sedikit berterima kasih kepada Rika, Mikami-sensei melihat bergantian ke arahku dan Rika sebelum bertanya.

“Jangan-jangan... kalian berdua berpacaran?”

“Ah, bukan, kami hanya teman sejak kecil—”

“Memangnya kami terlihat seperti itu?”

Suara Rika yang tadinya gemetar kini terdengar mantap.

“Iya. Menilai dari kepercayaan mendalam yang kamu miliki pada Mamori-kun, sepertinya hubungan kalian cukup dalam.”

“Benar juga ya, ‘kan~! Apa kelihatan banget, ya~?”

Rika yang memegang kedua pipinya sambil bergoyang-goyang seperti bunga tari yang dijual di toko pernak-pernik.

“Yahh~ kami sudah bersama hampir sekitar sepuluh tahun, jadi hubungan kami bukan sekadar berpacaran saja, tapi lebih mirip saudara atau bahkan lebih dari itu, malah lebih seperti pasutri~!”

“Sepuluh tahun... kamu memendam perasaan cinta sejati ya.”

Aku merasa kalau percakapan kami agak tidak sejalan sejak tadi. Mulai dari sebelah mana aku harus memperbaikinya?

“... Kalau gitu, kurasa, membawa wanita lain masuk merupakan perbuatan yang tidak pantas, bukan?”

Tatapan mata Mikami-sensei kembali tajam. Kelihatannya mode mengamuknya masih belum sepenuhnya lenyap.

Ah, aku juga setuju tentang itu!”

Jangan ikut campur. Situasinya malah semakin rumit.

“Ayo, Rika, kamu tunggu dengan tenang di sofa saja dulu. Aku dan Mikami-sensei akan memiliki pertemuan sebentar lagi.”

Aku bertindak sebagai penengah dan mencoba dengan paksa untuk mengubah jalannya pembicaraan.

Namun, tika justru tidak duduk di sofa belakang, melainkan langsung di hadapan Mikami-sensei.

Tidak, mengapa dia duduk di sana?

“Aku akan menggantikan Mama-san untuk ikut dalam wawancara guru dan wali murid~♪”

Rika dengan penuh semangat mengangkat tangannya seperti murid yang menjawab pertanyaan.

“Karena aku adalah Onee-san nya Suzu, iya ‘kan? Jelas dong aku harus hadir dalam konsultasi masa depan adik laki-lakiku, kan?”

Duduk dengan posisi duduk wanita di atas bantal, Rika mulai makan kerupuk bulat yang dia ambil dari kantong plastik. Serpihan makanan jatuh berjatuhan di atas stoking hitamnya. Aku tidak tahu harus mulai darimana aku memberikan komentar.

Untuk sementara, aku duduk di sebelah kanan Rika, membungkukkan tubuhku dan membersihkan serpihan makanan yang jatuh di stokingnya dengan tisu.

“Yah, tentu saja kamu akan mengkhawatirkan masa depan pacarmu. Bagiku sih tidak masalah kok.”

“Betul banget~! Jadi ayo silakan saja!”

Berhenti bercakap-cakap sambil mengunyah dengan suara keras. Aku jadi kesulitan untuk membersihkannya jika jatuh di karpet.

“Selain itu, tadi aku baru saja mengirim pesan ke Mama-san. Katanya mobilnya terjebak macet. Aku rasa dia tidak akan datang untuk sementara waktu, loh?”

Ketika aku melihat ke arah jam dinding, aku menyadari bahwa lebih dari sepuluh menit telah berlalu sejak waktu mulai wawancara yang dijadwalkan.

Aku tidak tahu kapan Mikami-sensei akan memasuki mode mengamuk algi, dan Rika sudah mulai tidak terkendali. Suasana pertemuan ini sendiri semakin kacau. Keduanya sepertinya lebih tertarik pada cerita masa laluku daripada wawancara yang seharusnya mereka lakukan.

“... Jadi, ketika aku bertengkar dengan anak di kelas dan menangis di rumah, Suzu mengelus kepala ku sambil bilang, ‘Tidak peduli apa pun yang terjadi, aku akan selalu mendukung Rika (Klik!)’, dan itu sangat keren sekali~!”

“Ara ara, jadi Mamori-kun mempunyai sisi jantan di depan Kishibe-san, ya?”

“Ya, betul banget~! Aku merasa deg-degan dengan sisi maskulin Suzu yang tiba-tiba muncul~! Bahkan anting ini, ia memberikannya sebagai hadiah kejutan di ulang tahunku, lho? Kalau Suzu sedang menyembunyikan sesuatu, pipi kanannya pasti berkedut, jadi aku bisa langsung tahu hadiah kejutannya, tapi ia sendiri sama sekali tidak sadar akan hal itu, itu sungguh menggemaskan~!”

Meskipun Rika semakin akrab dengan Mikami-sensei, tapi aku harus segera menghentikan situasi di mana episode memalukan mengenai diriku terungkap.

Sampai ibu datang, mari kita siapkan camilan dan menghabiskan waktu dengan itu.

Aku dengan santai bergerak ke dapur dan mulai menyiapkan segalanya.

Sekarang sejarah kelamku dipublikasikan satu demi satu, aku tidak ingin membuang banyak waktu. Aku membuka pintu kulkas, mencari-cari di lemari dapur, membuka kotak karton, dan memeriksa satu per satu bahan makanan yang ada di rumah. Dari daging hingga ikan, sayuran hingga keju, semuanya sudah tersedia, tapi hidangan apa yang cocok untuk situasi saat ini?

Akhirnya aku memutuskan untuk menyajikan menu yang kukira tepat. Selain itu, hidangan ini tidak memerlukan banyak waktu atau tenaga.

Proses memasak selesai dengan cepat. Aku memanggil Rika yang terus menerus makan biskuit.

“Bisakah aku mengambil ini?”

“Oh tentu.”

Di atas nampan yang kubawa, terdapat tiga jenis olesan yang berbeda dalam mangkuk dan beberapa topping. Jika ditambahkan dengan biskuit, menu yang cocok hanya satu.

“Bagaimana dengan canape sebagai camilan?”

Canape adalah hidangan ala pesta teh yang terdiri dari irisan tipis roti Prancis atau kraker yang diberi topping, merupakan hidangan praktis yang populer di Prancis. Biasanya disajikan sebagai hidangan pembuka dalam hidangan Prancis atau sebagai pendamping anggur.

“Wahh, hidangannya berwarna-warni dan sangat elegan…!”

Dengan mata berbinar, Rika sudah mulai terkesan.

Sebagai pengganti alkohol, aku menyiapkan minuman khusus yaitu air soda dengan es dan buah stroberi serta blueberry yang beku dalam gelas champagne.

“Ayo, silakan dinikmati.”

“Terima kasih!”

Pilihan pertama Rika adalah bawang alpukat. Alpukat yang sudah dihaluskan dicampur dengan garang bawang putih, perasan lemon, mayones, dan bawang merah yang dihaluskan dengan food processor. Jika ditambahkan dengan ham, itu akan menjadi hidangan yang lezat.

“Lezatnya~! Kombinasi kerenyahan biskuit, alpukat lengket, dan ham prosciutto memang paling enak~!”

Rika mampu memasukkannya dalam dua gigitan. Selanjutnya adalah kentang salad & tuna. Aku menggabungkan salad kentang yang dibeli dari minimarket dengan kaleng tuna tanpa minyak, lalu disempurnakan dengan sedikit lada hitam. Dia mengoleskannya pada kerupuk dan dimakan dengan lahap.

“Yang ini juga enak! Meskipun bahan-bahannya sederhana, hanya dengan meletakkannya di atas biskuit, langsung bisa dinikmati!"

“Jika  diselingi dengan air soda, mulutmu akan terasa segar.”

“Mmm, benar! Wangi buah berinya yang lembut terasa banget~!”

Pesta dadakan ini sepertinya dimulai dengan lancar.

Namun, satu tamu lainnya sama sekali tidak bergerak sedikit pun.

“Sensei juga, silakan dinikmati. Ada banyak jadi silakan, jangan sungkan.”

Meski sudah jelas dari pernyataan sebelumnya bahwa dia lapar, dia menolak untuk menyentuh minuman, apalagi cemilan kecil.

“...Sebenarnya, aku merenungkan kejadian sebelumnya.”

“Hah?”

Apakah yang dia maksud 'sebelumnya' itu mengacu pada adegan di ruang bimbingan siswa pertengahan Mei?

Pada hari itu, aku menawarkan sandwich kepada Mikami-sensei. Awalnya dia tersenyum sambil mengunyah, tapi setelah meminum dari botol minumnya sendiri, wajahnya langsung memerah dan dia menjadi banyak mengoceh. Sepertinya minumannya adalah sake junmai daiginjo.

“Aku selalu berusaha menjadi contoh yang baik di depan murid. Tapi, aku justru menunjukkan adegan memalukan seperti itu...”

Mikami-senseni menutupi wajahnya dengan kedua tangan, cara menyesalnya itu mirip seperti seorang pendosa yang bertobat atas dosa-dosanya di gereja.

Tapi izinkan aku memberitahumu satu hal, aku sudah terlalu sering menyaksikan adegan memalukan dirimu. Sepertinya manusia sebagai makhluk tidak bisa melihat dirinya sendiri secara obyektif.

“Aku yakin aku tidak akan bisa mengendalikan diriku jika aku menyantap hidangan yang begitu menggoda. Ibumu akan segera datang, jadi aku tidak boleh lengah!”

Mikami-kami-sensei berbicara dengan nada tegas.

Segera setelah itu, smartphone-ku yang diletakkan di atas meja berkedip-kedip. Sepertinya aku menerima pesan dari ibuku lagi.

“Waduh.”

“Ada apa?”

“Aku akan membacakan pesannya. 'Sepertinya ada kecelakaan besar di dekat sini, jadi jalan menuju apartemen ditutup. Aku merasa tidak enak membuat Sensei menunggu lebih lama, jadi bisakah kamu memintanya untuk menjadwalkan ulang ke tanggal lain?'... Itulah isinya.”

“Ya sudah, kalau begitu apa boleh buat!”

Mikami-sensei dengan cepat menyetujui dengan senyum lebar.

“Aku sama sekali tidak keberatan! Sebenarnya aku bersyukur atas perhatiannya. Mengubah jadwal dua atau tiga kali itu hal yang biasa, jadi bisakah kamu menyampaikan salamku kepada ibumu, Mamori-kun!?”

Perubahannya begitu cepat. Hampir seolah-olah dia mengharapkan kalau wawancara tersebut dibatalkan.

“…Baiklah, aku sudah membalas pesannya. Jadi maafkan aku, pertemuan wawancara hari ini akan dibubarkan...”

“Selamat makan!”

Tangan putih Mikami-sensei dengan cepat meraih canape. Kecepatannya tangannya setara dengan predator di padang savana.

“Aaaaaaah... makanan yang layak setelah lima hari...”

Pilihan yang dia pilih adalah canape dengan teri dan minyak zaitun. Disajikan dengan jeruk yuzu, lada hitam, dan lada merah muda, dihiasi dengan zaitun.

Pemandangan Mikami-sensei saat dia meletakkan canape di telapak kedua tangannya seperti seorang pengembara yang diberkati dengan segelas air di oasis. Kemudian dia mengambilnya dengan jari telunjuk dan ibu jari, lalu membawanya perlahan ke mulut.

Canape yang renyah langsung menghilang di mulutnya.

“...Anggur merah.”

Yup muncul juga, inilah sesi alkohol yang cocok dengan masakan khas Mikami-sensei.

“Jika dipadukan dengan anggur manis yang fruity, tanpa diragukan laggi manisnya anggur akan cocok dengan kenikmatan canape.”

Mikami-sensei menuangkan isi gelas dan memberikan penjelasan dengan anggun.

"Tentu saja, air soda yang disiapkan oleh Mamori-kun juga pas, tapi rasanya ada yang kurang dengan alkohol.”

Setelah meminum habis air soda, Mikami-sensei memutar sisa buah-buahan di dalam gelas dengan gerakan melingkar.

“Yah, aku minta maaf karena kurang perhatian.”

“Oleh karena itu, kebetulan aku membawa botol minuman.”

“Kenapa?”

Dengan gerakan yang elegan layaknya seorang bartender, dia membuka penutup dan menuangkan dari botol. Cairan kental muncul dari dalam, mengisi gelas buah berwarna merah muda cerah. Sementara itu, Rika begitu asyik dengan makanannya dan tampaknya tidak memperhatikan perubahan drastis Mikami-sensei.

“Fufu, rasanya seperti sangria karena ada buah di dalamnya. Aromanya sejuk dan menyatu dengan wine dan langsung masuk ke dalam hidung.”

Dengan gaya bercerita seperti sommelier yang ikut dalam sesi perjamuan anggur, Mikami-sensei menyentuhkan bibirnya ke gelas. Kemudian dia melanjutkan dengan mengunyah canape.

“Fyuuuuuuuuuuhhh...”

Apa dia sedang melakukan latihan Qigong sendirian?

“Anggur merah yang memadukan rasa sepat dari anggur merah dengan kesejukan anggur putih, adalah minuman yang sempurna untuk makanan kecil dengan berbagai bahan makanan Jepang dan Barat. Minuman ini juga sangat cocok jika dipadukan dengan daging dan ikan.... Menyelipkannya di tas untuk keadaan darurat ternyata pilihan yang tepat...”

Pada titik ini, sudah tidak diragukan lagi bahwa dia sudah kecanduan alcohol karena mempertimbangkan situasi darurat. Bisa-bisanya dia mampu mempertahankan perilaku baiknya di hadapan siswa lain tanpa ketahuan.

Bagaimanapun, baik Rika dan Mikami-sensei sepertinya menyukai canape.

Melihat kedua orang tersebut yang menikmati camilan, aku mulai bersemangat.

Aku membalikkan badanku untuk kembali ke dapur. Aku memiliki beberapa krim keju yang tersisa di kulkas, dan kupikir aku akan membuat hidangan penutup dengan mencampurkannya dengan buah kalengan.

Mungkin tidak hanya membuat canape, tapi aku juga ingin membuat bruschetta. Cukup menggosok roti panggang dengan bawang putih dan meneteskan sedikit minyak zaitun, tidak terlalu sulit dan bahan-bahannya hampir sama.

Mungkin sebaiknya aku memasak pasta sebagai makan malam lebih awal. Selain itu, aku ingin mencoba membuat terrine juga karena ini kesempatan bagus. Tapi, nampaknya aku kekurangan bahan dan perlu pergi berbelanja lagi...

“Hyaah!”

Tiba-tiba, aku mendengar teriakan Rika dari ruang tamu.

“Suzu, to-tolong aku!”

“Apa yang terjadi!”

Ketika aku kembali ke ruang tamu dengan panik, aku melihat dua tentakel melilit bagian atas tubuh Rika.

“Kishibe-san juga cukup imut, bukan... Yah, meskipun tidak seimut aku sih...”

Seperti ular yang mengukur ukuran mangsanya, jari-jari yang merayap itu adalah milik Mikami-sensei dengan wajah yang memerah. Di samping bantal, ada botol minuman yang terbuka, tapi apakah dia benar-benar menghabiskan satu botol dalam waktu singkat?

“Gaya tubuhmu kelihatan bagus, terutama dua bukit lembut ini membuatku ingin mendakinya... Tapi tentu saja, bukit kembar Yuzuki-chan yang paling menarik... Ah, jika suatu hari aku bisa melihat pemandangan dari puncak sana, aku tak akan ragu melakukan dosa besar...”

Dasi Rika terlepas, dan lebih banyak kancing seragamnya terbuka dari biasanya. Apa itu hanya kebetulan atau sengaja?

Aku menyela di antara mereka berdua dan menjauhkan Mikami-sensei yang mabuk. Dia suka minum tapi sebenarnya tidak tahan terhadap alkohol. Matanya bergerak cepat, tampaknya dia akan segera tertidur.

“Saya minta maaf telah memanggil Anda ke sini, tapi bagaimana kalau kita sudahi dulu sekarang. Atau lebih tepatnya, saya harap Anda segera pergi dari sini.”

Aku tidak keberatan membiarkannya beristirahat, tapi jika ada gosip yang beredar bahwa “Dia tidur di rumah murid didiknya”, itu akan merepotkan.

Aku merangkul bahu Mikami-sensei yang sudah kehilangan tenaganya dan berubah menjadi agar-agar, membantunya berdiri. Mungkin sedikit angin segar di luar sambil menunggu taksi akan membantu meredakan rasa mabuknya. Sebagai tindakan niat baik, aku sudah menyiapkan air mineral dan minuman berbahan kunyit di dalam tasnya.

“Oh, aku juga akan membantu.”

“Terima kasih. Bisakah kamu membawa tas sensei, Rika?”

Saat aku membuka pintu depan dengan langkah yang tidak mantap,

“….Ah.”

Tatapan mataku bertemu dengan sepasang gadis yang berada tepat di luar pintu.

Mereka adalah Yuzuki dan Emoto-san.

“Mamori-san... apa maksudnya ini...?”

Pandangan Emoto-san bergantian melihat antara diriku, Mikami-sensei, dan Rika.

Kemudian, seolah-olah dia menyadari sesuatu, tubuhnya mendadak gemetar.

“Mamori-san, ka-ka-ka-kamu ini benar-benar orang yang kurang ajar! Mencoba merayu lebih dari satu wanita karena merasa tidak puas hanya dengan Yuzuki!”

Tidak butuh waktu lama bagi kecurigaan untuk berubah menjadi kemarahan. Pandangan mata Emoto-san dipenuhi dengan pengecaman.

“Ini... ini hanya kesalahpahaman! Aku hanya sedang melakukan wawancara wali murid dan guru!”

“Siapa juga yang akan mempercayai itu! Mana ada orang yang datang ke wawancara dengan pakaian tak tahu malu seperti itu!!”

Emoto-san menunjuk ke arah Riho yang pakaiannya acak-acakan. Dadanya terbuka lebar dan bahkan pakaian dalamnya hampir terlihat. Hmm, satu out.

Rika yang disorot langsung menutup kancing bajunya dengan tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

Mikami-sensei yang aku gendong dalam keadaan mabuk tidak menyadari keberadaan gadis di depannya. Bahkan, sejak tadi dia menekan simbol kewanitaannya ke arahku.

Munyaa... Itu pesta terbaik...”

“Pesta!?”

Komentar Mikami-sensei membuat Emoto-san merapatkan kedua lengannya sambil mundur perlahan. Di dalam pikirannya, dia pasti membayangkan pesta yang lebih kacau pasti. Dua out.

“Yuzuki, tolong!”

Meskipun aku berusaha meminta bantuan, tapi tatapan Yuzuki terlihat sangat dingin. Ekspresi wajahnya mirip seperti istri baru yang menyaksikan adegan perselingkuhan.

“...Suzufumi no ba~ka.”

Yuzuki dengan cepat berbalik dan memasuki kamar 810.

Tiga out. Ganti pemain.

“Kamu memang tidak tahu malu! Sepertinya aku memang tidak bisa menyerahkan urusan Yuzuki kepadamu!”

Aku menghela napas dan bersumpah bahwa aku akan melakukan apa saja untuk membuat wawancara antar wali murid dan guru harus dilakukan di sekolah.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama