BAGIAN 2
Identitas
asli pengunjung itu ternyata bukan ibuku, melainkan seorang gadis gyaru
berambut cokelat. Di atas blus putih bersih, dasi bergaris merah besar
membentuk lengkungan yang mencolok.
“Hmm,
kamu kenapa? Sampai memegangi kepalamu segala. Apa kamu begitu senang karena
aku datang?”
Rika
berkata demikian sambil mengintip dari bawah ketika aku sedang menunduk. Rambut
bergelombang terjuntai dari bahunya, dan anting-anting warna zamrudnya terlihat
jelas.
Di tangan
kanannya, dia membawa kantong plastik yang penuh dengan peralatan kebersihan
dan makanan seperti biasa. Sepertinya dia datang untuk membantu hari ini juga.
Kishibe
Rika. Dia adalah teman masa kecilku yang pernah tinggal bersebelahan sebelum
aku pindah ke [Perumahan Orikita].
Karena usia kami berdua yang sebaya, kami sudah akrab sejak kecil dan tetap
berhubungan hingga sekarang. Oh ya, aku memberinya kunci cadangan beberapa
waktu lalu.
Matanya
yang tegas dengan tahi lalat di sebelah kanan matanya, bulu mata palsu yang melengkung
indah, hidung yang mancung, dan bibir merah muda yang mencolok. Meskipun
terlihat seperti gadis gyaru yang sempurna dari luar, tapi sebenarnya dia
adalah gadis ceria dan ceroboh. Selain itu, dia juga menjadi maskot di restoran
milik pasangan Mamori, “Izakaya Aien Kien”, dan bertugas sebagai pelayan di sana.
Rika
sering memperhatikan segala hal sebagai “Onee-san nya Suzu” yang dia klaim,
meskipun dia sangat canggung meskipun berusaha keras.
“…Tidak, kurasa kedatangan Rika juga sudah
cukup membantu. Ayo, silakan masuk.”
“Eh~~
Suzu, bukannya hari ini kamu terlihat agak agresif?” kata Rika sambil melepas
sepatunya dan menggaruk bagian belakang kepalanya.
“Maaf,
tapi sebenarnya aku akan memiliki wawancara antara wali murid dan guru sebentar
lagi. Jadi, bisakah kamu duduk tenang di sofa belakang?”
“Jangan
perlakukan aku seperti anak kecil. Aku sebenarnya lebih tua dari Suzu, tau!”
Rika nerkata
demikian sambil mengerutkan bibirnya dengan kesal dan menepuk-nepuk bahuku.
Ketika
aku kembali ke ruang tamu, Mikami-sensei sedang menikmati teh dengan anggun di
atas bantal.
“Ara,
kalau tidak salah, kamu…. Kishibe-san dari kelas tiga, ‘kan?”
Mikami-sensei
tersenyum seperti seorang putri yang sedang beristirahat di vila tepi danau.
Amarahnya yang sebelumnya sudah hilang sekarang telah pulih, seolah-olah dia
telah mengenakan sepuluh topeng kucing.
“Eh,
mengapa Mikami-sensei bisa ada di sini...?”
“Aku sudah
bilang kan, kalau aku akan melakukan wawancara antara wali murid dan guru.”
Ekspresi
Rika seketika kaku seolah-olah sedang dibekukan.
“Selamat
siang, Kishibe-san.”
“Ah...
uh...”
Semangat
cerianya yang tadi mendadak hilang entah kemana, Rika tiba-tiba kehilangan
keberanian ketika berhadapan dengan Mikami-sensei, dan dia langsung bersembunyi
di belakang punggungku.
Saat Rika
masih kecil, ada suatu masa dimana dia tidak bersekolah. Karena itu, meskipun
penampilannya mencolok, dia sebenarnya agak pemalu. Bahkan setelah menginjak
sekolah SMA, sepertinya dia jarang berbicara dengan siapa pun selain teman
dekatnya.
“Ayo,
sapa sensei dengan baik.”
“Ugh...
Namaku Kishibe Rika dari kelas 3-E...”
Saat Rika
memperkenalkan diri dengan gemetar melalui pundakku, Mikami-sensei membalasnya
sambil tersenyum.
“Aku
adalah Mikami Momose, wali kelasnya Mamori-kun. Senang bertemu denganmu,
Kishibe-san.”
“Hmph...”
Dengan
kedatangan siswa dari SMA Orikita, tampaknya mode mengamuk Mikami-sensei mulai
sedikit mereda. Bisa dibilang dia kembali mengenakan topeng guru. Setidaknya
situasi sulit telah teratasi.
Setelah
merasa sedikit berterima kasih kepada Rika, Mikami-sensei melihat bergantian ke
arahku dan Rika sebelum bertanya.
“Jangan-jangan...
kalian berdua berpacaran?”
“Ah,
bukan, kami hanya teman sejak kecil—”
“Memangnya
kami terlihat seperti itu?”
Suara
Rika yang tadinya gemetar kini terdengar mantap.
“Iya. Menilai
dari kepercayaan mendalam yang kamu miliki pada Mamori-kun, sepertinya hubungan
kalian cukup dalam.”
“Benar
juga ya, ‘kan~! Apa kelihatan banget, ya~?”
Rika yang
memegang kedua pipinya sambil bergoyang-goyang seperti bunga tari yang dijual
di toko pernak-pernik.
“Yahh~
kami sudah bersama hampir sekitar sepuluh tahun, jadi hubungan kami bukan
sekadar berpacaran saja, tapi lebih mirip saudara atau bahkan lebih dari itu, malah
lebih seperti pasutri~!”
“Sepuluh
tahun... kamu memendam perasaan cinta sejati ya.”
Aku
merasa kalau percakapan kami agak tidak sejalan sejak tadi. Mulai dari sebelah
mana aku harus memperbaikinya?
“...
Kalau gitu, kurasa, membawa wanita lain masuk merupakan perbuatan yang tidak
pantas, bukan?”
Tatapan
mata Mikami-sensei kembali tajam. Kelihatannya mode mengamuknya masih belum
sepenuhnya lenyap.
Ah, aku
juga setuju tentang itu!”
Jangan
ikut campur. Situasinya malah semakin rumit.
“Ayo,
Rika, kamu tunggu dengan tenang di sofa saja dulu. Aku dan Mikami-sensei akan
memiliki pertemuan sebentar lagi.”
Aku bertindak
sebagai penengah dan mencoba dengan paksa untuk mengubah jalannya pembicaraan.
Namun,
tika justru tidak duduk di sofa belakang, melainkan langsung di hadapan Mikami-sensei.
Tidak,
mengapa dia duduk di sana?
“Aku akan
menggantikan Mama-san untuk ikut dalam wawancara guru dan wali murid~♪”
Rika
dengan penuh semangat mengangkat tangannya seperti murid yang menjawab
pertanyaan.
“Karena
aku adalah Onee-san nya Suzu, iya ‘kan? Jelas dong aku harus hadir dalam konsultasi
masa depan adik laki-lakiku, kan?”
Duduk
dengan posisi duduk wanita di atas bantal, Rika mulai makan kerupuk bulat yang
dia ambil dari kantong plastik. Serpihan makanan jatuh berjatuhan di atas
stoking hitamnya. Aku tidak tahu harus mulai darimana aku memberikan komentar.
Untuk
sementara, aku duduk di sebelah kanan Rika, membungkukkan tubuhku dan
membersihkan serpihan makanan yang jatuh di stokingnya dengan tisu.
“Yah,
tentu saja kamu akan mengkhawatirkan masa depan pacarmu. Bagiku sih tidak
masalah kok.”
“Betul
banget~! Jadi ayo silakan saja!”
Berhenti
bercakap-cakap sambil mengunyah dengan suara keras. Aku jadi kesulitan untuk
membersihkannya jika jatuh di karpet.
“Selain
itu, tadi aku baru saja mengirim pesan ke Mama-san. Katanya mobilnya terjebak
macet. Aku rasa dia tidak akan datang untuk sementara waktu, loh?”
Ketika
aku melihat ke arah jam dinding, aku menyadari bahwa lebih dari sepuluh menit
telah berlalu sejak waktu mulai wawancara yang dijadwalkan.
Aku tidak
tahu kapan Mikami-sensei akan memasuki mode mengamuk algi, dan Rika sudah mulai
tidak terkendali. Suasana pertemuan ini sendiri semakin kacau. Keduanya
sepertinya lebih tertarik pada cerita masa laluku daripada wawancara yang
seharusnya mereka lakukan.
“...
Jadi, ketika aku bertengkar dengan anak di kelas dan menangis di rumah, Suzu
mengelus kepala ku sambil bilang, ‘Tidak
peduli apa pun yang terjadi, aku akan selalu mendukung Rika (Klik!)’, dan itu
sangat keren sekali~!”
“Ara ara,
jadi Mamori-kun mempunyai sisi jantan di depan Kishibe-san, ya?”
“Ya,
betul banget~! Aku merasa deg-degan dengan sisi maskulin Suzu yang tiba-tiba
muncul~! Bahkan anting ini, ia memberikannya sebagai hadiah kejutan di ulang
tahunku, lho? Kalau Suzu sedang menyembunyikan sesuatu, pipi kanannya pasti
berkedut, jadi aku bisa langsung tahu hadiah kejutannya, tapi ia sendiri sama
sekali tidak sadar akan hal itu, itu sungguh menggemaskan~!”
Meskipun
Rika semakin akrab dengan Mikami-sensei, tapi aku harus segera menghentikan situasi
di mana episode memalukan mengenai diriku terungkap.
Sampai
ibu datang, mari kita siapkan camilan dan menghabiskan waktu dengan itu.
Aku
dengan santai bergerak ke dapur dan mulai menyiapkan segalanya.
Sekarang
sejarah kelamku dipublikasikan satu demi satu, aku tidak ingin membuang banyak
waktu. Aku membuka pintu kulkas, mencari-cari di lemari dapur, membuka kotak
karton, dan memeriksa satu per satu bahan makanan yang ada di rumah. Dari
daging hingga ikan, sayuran hingga keju, semuanya sudah tersedia, tapi hidangan
apa yang cocok untuk situasi saat ini?
Akhirnya
aku memutuskan untuk menyajikan menu yang kukira tepat. Selain itu, hidangan
ini tidak memerlukan banyak waktu atau tenaga.
Proses
memasak selesai dengan cepat. Aku memanggil Rika yang terus menerus makan biskuit.
“Bisakah
aku mengambil ini?”
“Oh tentu.”
Di atas
nampan yang kubawa, terdapat tiga jenis olesan yang berbeda dalam mangkuk dan
beberapa topping. Jika ditambahkan dengan biskuit, menu yang cocok hanya satu.
“Bagaimana
dengan canape sebagai camilan?”
Canape
adalah hidangan ala pesta teh yang terdiri dari irisan tipis roti Prancis atau
kraker yang diberi topping, merupakan hidangan praktis yang populer di Prancis.
Biasanya disajikan sebagai hidangan pembuka dalam hidangan Prancis atau sebagai
pendamping anggur.
“Wahh, hidangannya
berwarna-warni dan sangat elegan…!”
Dengan
mata berbinar, Rika sudah mulai terkesan.
Sebagai
pengganti alkohol, aku menyiapkan minuman khusus yaitu air soda dengan es dan
buah stroberi serta blueberry yang beku dalam gelas champagne.
“Ayo,
silakan dinikmati.”
“Terima
kasih!”
Pilihan
pertama Rika adalah bawang alpukat. Alpukat yang sudah dihaluskan dicampur
dengan garang bawang putih, perasan lemon, mayones, dan bawang merah yang
dihaluskan dengan food processor.
Jika ditambahkan dengan ham, itu akan menjadi hidangan yang lezat.
“Lezatnya~!
Kombinasi kerenyahan biskuit, alpukat lengket, dan ham prosciutto memang paling
enak~!”
Rika
mampu memasukkannya dalam dua gigitan. Selanjutnya adalah kentang salad &
tuna. Aku menggabungkan salad kentang yang dibeli dari minimarket dengan kaleng
tuna tanpa minyak, lalu disempurnakan dengan sedikit lada hitam. Dia mengoleskannya
pada kerupuk dan dimakan dengan lahap.
“Yang ini
juga enak! Meskipun bahan-bahannya sederhana, hanya dengan meletakkannya di
atas biskuit, langsung bisa dinikmati!"
“Jika diselingi dengan air soda, mulutmu akan terasa
segar.”
“Mmm,
benar! Wangi buah berinya yang lembut terasa banget~!”
Pesta
dadakan ini sepertinya dimulai dengan lancar.
Namun,
satu tamu lainnya sama sekali tidak bergerak sedikit pun.
“Sensei
juga, silakan dinikmati. Ada banyak jadi silakan, jangan sungkan.”
Meski
sudah jelas dari pernyataan sebelumnya bahwa dia lapar, dia menolak untuk
menyentuh minuman, apalagi cemilan kecil.
“...Sebenarnya,
aku merenungkan kejadian sebelumnya.”
“Hah?”
Apakah yang
dia maksud 'sebelumnya' itu mengacu
pada adegan di ruang bimbingan siswa pertengahan Mei?
Pada hari
itu, aku menawarkan sandwich kepada Mikami-sensei. Awalnya dia tersenyum sambil
mengunyah, tapi setelah meminum dari botol minumnya sendiri, wajahnya langsung memerah
dan dia menjadi banyak mengoceh. Sepertinya minumannya adalah sake junmai
daiginjo.
“Aku selalu
berusaha menjadi contoh yang baik di depan murid. Tapi, aku justru menunjukkan
adegan memalukan seperti itu...”
Mikami-senseni
menutupi wajahnya dengan kedua tangan, cara menyesalnya itu mirip seperti
seorang pendosa yang bertobat atas dosa-dosanya di gereja.
Tapi
izinkan aku memberitahumu satu hal, aku sudah terlalu sering menyaksikan adegan
memalukan dirimu. Sepertinya manusia sebagai makhluk tidak bisa melihat dirinya
sendiri secara obyektif.
“Aku
yakin aku tidak akan bisa mengendalikan diriku jika aku menyantap hidangan yang
begitu menggoda. Ibumu akan segera datang, jadi aku tidak boleh lengah!”
Mikami-kami-sensei
berbicara dengan nada tegas.
Segera
setelah itu, smartphone-ku yang diletakkan di atas meja berkedip-kedip.
Sepertinya aku menerima pesan dari ibuku lagi.
“Waduh.”
“Ada
apa?”
“Aku akan
membacakan pesannya. 'Sepertinya ada
kecelakaan besar di dekat sini, jadi jalan menuju apartemen ditutup. Aku merasa
tidak enak membuat Sensei menunggu lebih lama, jadi bisakah kamu memintanya
untuk menjadwalkan ulang ke tanggal lain?'... Itulah isinya.”
“Ya
sudah, kalau begitu apa boleh buat!”
Mikami-sensei
dengan cepat menyetujui dengan senyum lebar.
“Aku sama
sekali tidak keberatan! Sebenarnya aku bersyukur atas perhatiannya. Mengubah
jadwal dua atau tiga kali itu hal yang biasa, jadi bisakah kamu menyampaikan
salamku kepada ibumu, Mamori-kun!?”
Perubahannya
begitu cepat. Hampir seolah-olah dia mengharapkan kalau wawancara tersebut dibatalkan.
“…Baiklah,
aku sudah membalas pesannya. Jadi maafkan aku, pertemuan wawancara hari ini
akan dibubarkan...”
“Selamat
makan!”
Tangan
putih Mikami-sensei dengan cepat meraih canape. Kecepatannya tangannya setara
dengan predator di padang savana.
“Aaaaaaah...
makanan yang layak setelah lima hari...”
Pilihan
yang dia pilih adalah canape dengan teri dan minyak zaitun. Disajikan dengan jeruk
yuzu, lada hitam, dan lada merah muda, dihiasi dengan zaitun.
Pemandangan
Mikami-sensei saat dia meletakkan canape di telapak kedua tangannya seperti
seorang pengembara yang diberkati dengan segelas air di oasis. Kemudian dia
mengambilnya dengan jari telunjuk dan ibu jari, lalu membawanya perlahan ke
mulut.
Canape
yang renyah langsung menghilang di mulutnya.
“...Anggur
merah.”
Yup
muncul juga, inilah sesi alkohol yang cocok dengan masakan khas Mikami-sensei.
“Jika
dipadukan dengan anggur manis yang fruity,
tanpa diragukan laggi manisnya anggur akan cocok dengan kenikmatan canape.”
Mikami-sensei
menuangkan isi gelas dan memberikan penjelasan dengan anggun.
"Tentu
saja, air soda yang disiapkan oleh Mamori-kun juga pas, tapi rasanya ada yang
kurang dengan alkohol.”
Setelah
meminum habis air soda, Mikami-sensei memutar sisa buah-buahan di dalam gelas
dengan gerakan melingkar.
“Yah, aku
minta maaf karena kurang perhatian.”
“Oleh
karena itu, kebetulan aku membawa botol minuman.”
“Kenapa?”
Dengan
gerakan yang elegan layaknya seorang bartender, dia membuka penutup dan
menuangkan dari botol. Cairan kental muncul dari dalam, mengisi gelas buah
berwarna merah muda cerah. Sementara itu, Rika begitu asyik dengan makanannya
dan tampaknya tidak memperhatikan perubahan drastis Mikami-sensei.
“Fufu,
rasanya seperti sangria karena ada buah di dalamnya. Aromanya sejuk dan menyatu
dengan wine dan langsung masuk ke dalam hidung.”
Dengan
gaya bercerita seperti sommelier yang ikut dalam sesi perjamuan anggur,
Mikami-sensei menyentuhkan bibirnya ke gelas. Kemudian dia melanjutkan dengan
mengunyah canape.
“Fyuuuuuuuuuuhhh...”
Apa dia sedang
melakukan latihan Qigong sendirian?
“Anggur
merah yang memadukan rasa sepat dari anggur merah dengan kesejukan anggur
putih, adalah minuman yang sempurna untuk makanan kecil dengan berbagai bahan
makanan Jepang dan Barat. Minuman ini juga sangat cocok jika dipadukan dengan
daging dan ikan.... Menyelipkannya di tas untuk keadaan darurat ternyata
pilihan yang tepat...”
Pada
titik ini, sudah tidak diragukan lagi bahwa dia sudah kecanduan alcohol karena
mempertimbangkan situasi darurat. Bisa-bisanya dia mampu mempertahankan
perilaku baiknya di hadapan siswa lain tanpa ketahuan.
Bagaimanapun,
baik Rika dan Mikami-sensei sepertinya menyukai canape.
Melihat
kedua orang tersebut yang menikmati camilan, aku mulai bersemangat.
Aku
membalikkan badanku untuk kembali ke dapur. Aku memiliki beberapa krim keju yang
tersisa di kulkas, dan kupikir aku akan membuat hidangan penutup dengan
mencampurkannya dengan buah kalengan.
Mungkin
tidak hanya membuat canape, tapi aku juga ingin membuat bruschetta. Cukup
menggosok roti panggang dengan bawang putih dan meneteskan sedikit minyak
zaitun, tidak terlalu sulit dan bahan-bahannya hampir sama.
Mungkin
sebaiknya aku memasak pasta sebagai makan malam lebih awal. Selain itu, aku
ingin mencoba membuat terrine juga karena
ini kesempatan bagus. Tapi, nampaknya aku kekurangan bahan dan perlu pergi
berbelanja lagi...
“Hyaah!”
Tiba-tiba,
aku mendengar teriakan Rika dari ruang tamu.
“Suzu,
to-tolong aku!”
“Apa yang
terjadi!”
Ketika
aku kembali ke ruang tamu dengan panik, aku melihat dua tentakel melilit bagian
atas tubuh Rika.
“Kishibe-san
juga cukup imut, bukan... Yah, meskipun tidak seimut aku sih...”
Seperti
ular yang mengukur ukuran mangsanya, jari-jari yang merayap itu adalah milik
Mikami-sensei dengan wajah yang memerah. Di samping bantal, ada botol minuman
yang terbuka, tapi apakah dia benar-benar menghabiskan satu botol dalam waktu
singkat?
“Gaya
tubuhmu kelihatan bagus, terutama dua bukit lembut ini membuatku ingin
mendakinya... Tapi tentu saja, bukit kembar Yuzuki-chan yang paling menarik...
Ah, jika suatu hari aku bisa melihat pemandangan dari puncak sana, aku tak akan
ragu melakukan dosa besar...”
Dasi Rika
terlepas, dan lebih banyak kancing seragamnya terbuka dari biasanya. Apa itu
hanya kebetulan atau sengaja?
Aku
menyela di antara mereka berdua dan menjauhkan Mikami-sensei yang mabuk. Dia
suka minum tapi sebenarnya tidak tahan terhadap alkohol. Matanya bergerak
cepat, tampaknya dia akan segera tertidur.
“Saya
minta maaf telah memanggil Anda ke sini, tapi bagaimana kalau kita sudahi dulu
sekarang. Atau lebih tepatnya, saya harap Anda segera pergi dari sini.”
Aku tidak
keberatan membiarkannya beristirahat, tapi jika ada gosip yang beredar bahwa
“Dia tidur di rumah murid didiknya”, itu akan merepotkan.
Aku
merangkul bahu Mikami-sensei yang sudah kehilangan tenaganya dan berubah menjadi
agar-agar, membantunya berdiri. Mungkin sedikit angin segar di luar sambil
menunggu taksi akan membantu meredakan rasa mabuknya. Sebagai tindakan niat
baik, aku sudah menyiapkan air mineral dan minuman berbahan kunyit di dalam tasnya.
“Oh, aku
juga akan membantu.”
“Terima
kasih. Bisakah kamu membawa tas sensei, Rika?”
Saat aku
membuka pintu depan dengan langkah yang tidak mantap,
“….Ah.”
Tatapan
mataku bertemu dengan sepasang gadis yang berada tepat di luar pintu.
Mereka
adalah Yuzuki dan Emoto-san.
“Mamori-san...
apa maksudnya ini...?”
Pandangan
Emoto-san bergantian melihat antara diriku, Mikami-sensei, dan Rika.
Kemudian,
seolah-olah dia menyadari sesuatu, tubuhnya mendadak gemetar.
“Mamori-san,
ka-ka-ka-kamu ini benar-benar orang yang kurang ajar! Mencoba merayu lebih dari
satu wanita karena merasa tidak puas hanya dengan Yuzuki!”
Tidak
butuh waktu lama bagi kecurigaan untuk berubah menjadi kemarahan. Pandangan
mata Emoto-san dipenuhi dengan pengecaman.
“Ini...
ini hanya kesalahpahaman! Aku hanya sedang melakukan wawancara wali murid dan
guru!”
“Siapa
juga yang akan mempercayai itu! Mana ada orang yang datang ke wawancara dengan
pakaian tak tahu malu seperti itu!!”
Emoto-san
menunjuk ke arah Riho yang pakaiannya acak-acakan. Dadanya terbuka lebar dan
bahkan pakaian dalamnya hampir terlihat. Hmm, satu out.
Rika yang
disorot langsung menutup kancing bajunya dengan tenang seperti tidak terjadi
apa-apa.
Mikami-sensei
yang aku gendong dalam keadaan mabuk tidak menyadari keberadaan gadis di
depannya. Bahkan, sejak tadi dia menekan simbol kewanitaannya ke arahku.
“Munyaa... Itu pesta terbaik...”
“Pesta!?”
Komentar
Mikami-sensei membuat Emoto-san merapatkan kedua lengannya sambil mundur
perlahan. Di dalam pikirannya, dia pasti membayangkan pesta yang lebih kacau pasti.
Dua out.
“Yuzuki,
tolong!”
Meskipun
aku berusaha meminta bantuan, tapi tatapan Yuzuki terlihat sangat dingin.
Ekspresi wajahnya mirip seperti istri baru yang menyaksikan adegan
perselingkuhan.
“...Suzufumi
no ba~ka.”
Yuzuki
dengan cepat berbalik dan memasuki kamar 810.
Tiga out. Ganti pemain.
“Kamu
memang tidak tahu malu! Sepertinya aku memang tidak bisa menyerahkan urusan
Yuzuki kepadamu!”
Aku
menghela napas dan bersumpah bahwa aku akan melakukan apa saja untuk membuat
wawancara antar wali murid dan guru harus dilakukan di sekolah.