Bulan Juni sudah hampir
mencapai titik pertengahan. Wilayah Kanto telah memasuki musim hujan, sehingga
awan kelabu terus menghiasi langit. Pakaian sulit kering, barang-barang kulit
rentan terhadap jamur karena kelembaban, dan sudah saatnya mulai belajar untuk
ujian, namun suasana hatiku tidak kunjung membaik.
Meskipun aku sudah menyebutkan
alasan-alasannya, pada akhirnya alasan utama dari suasana hatiku yang murung
adalah karena tidak bisa menyajikan makanan untuk Yuzuki. Yuzuki tampaknya
semakin sibuk dengan pekerjaannya menjelang musim panas, sehingga lama-kelamaan
dia pulang larut malam. Belakangan ini perubahan suhu juga cukup ekstrem,
membuatku khawatir apakah kondisi kesehatannya baik-baik saja.
Namun, setidaknya untuk hari
ini, aku harus lebih mengkhawatirkan diriku sendiri daripada Yuzuki.
Hari ini, aku akan mengadakan
pertemuan antar wali murid dan guru di rumah.
Biasanya pertemuan semacam itu
selesai pada bulan Mei, tetapi karena orang tua di keluarga Mamori sama-sama
bekerja, jadi pertemuan kami terjadi tertunda hingga bulan Juni.
Orang tuaku mengabdikan
sebagian besar waktu mereka untuk restoran izakaya yang mereka kelola, [Aien Kien]. Meskipun belum genap tiga
bulan sejak kami pindah, hari-hari mereka kembali ke apartemen bisa dihitung
dengan jari. Mereka sibuk mengembangkan menu baru di restoran, minum-minum
bersama pelanggan setia hingga larut malam. Jika sudah merasa ngantuk, mereka
akan langsung menuju ke tempat tidur yang terletak di ruang staf belakang.
Oleh karena itu, aku menjalani
kehidupan yang hampir seperti tinggal sendiri.
Sampai saat ini, aku tidak
merasa kesepian. Kami sering bertukar pesan dan telepon, dan kadang-kadang aku
pergi ke restoran untuk membantu membersihkan. Aku merasa komunikasi antara
orang tua dan anak cukup baik.
Meski demikian, pertemuan di
rumah dengan ibu tetap membuatku tegang.
Hanya tersisa dua puluh menit lagi
sebelum jadwal pertemuan. Mereka seharusnya sudah berangkat dari restoran. Saat
aku memikirkan hal itu, ponselku bergetar di saku. Ternyata itu pesan dari ibu.
“Kami
terlalu asyik dalam rapat pengembangan menu musim panas dan lupa tentang
pertemuan! Aku akan terlambat sedikit, jadi apa kamu bisa memberi tahu guru bahwa
aku akan datang terlambat?”
Itu adalah pembelaan yang
jujur. Yah, sejujurnya aku sudah memperkirakan hal semacam ini akan terjadi.
“Mudah-mudahan Ibu bisa datang dengan aman dan mengemudi dengan baik.”
Setelah mengirim pesan
tersebut, aku meletakkan ponselku di atas meja. Aku merasa bersalah karena wali
kelasku sampai repot-repot datang ke rumahku.
Pertemuan antar wali murid dan
guru di Sekolah SMA Orikita biasanya dilakukan di ruang bimbingan siswa
sekolah. Dalam pertemuan tersebut, orang tua, siswa, dan wali kelas berdiskusi
berdasarkan hasil ujian terakhir dan rencana masa depan siswa.
Namun kali ini, wali kelas
kelas 2-A tempatku berada, Mikami Momose, menawarkan untuk mengadakan pertemuan
di rumah kami. Alasannya, “Bukannya yang
begitu bisa lebih nyaman bagi kedua orang tua kalian?”
Sejujurnya, itu adalah usulan
yang sangat menguntungkan. Orang tua tidak perlu berganti baju ke setelan yang
tidak biasa untuk pergi ke sekolah, dan aku pun bisa menghadapi pertemuan
dengan lebih santai.
Mikami-sensei pada dasarnya
adalah guru yang baik. Penampilannya sangat menarik, dia juba mengajar dengan
jelas, dan mendapat reputasi baik dari para orang tua. Sebagai sosok idola di
sekolah, katanya dia sering mendapat pengakuan cinta dari banyak siswa setiap
tahun. Dia benar-benar guru yang ideal.
Namun, itupun jika hanya
dinilai dari segi objektif.
Sekitar dua bulan yang lalu,
aku menyaksikan sisi Mikami-sensei yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Dia sebenarnya seorang penggemar
berat idol Arisu Yuzuki.
Menganggap wajar untuk memotong
pengeluaran hidup sekecil mungkin dan menghabiskan sebagian besar pendapatannya
untuk mendukung idola favoritnya. Pernyataan kontroversial seperti, “Aku akan langsung memotong telingaku dan
merendamnya dalam formalin setelah mendengar suara asli Yuzuki,” bukanlah
hal yang jarang terjadi. Dengan kekuasaannya sebagai wali kelas, dia seringkali
memanggilku ke ruang bimbingan siswa, memproyeksikan gambar dan video Yuzuki di
layar, serta memberikan ceramah tentang betapa hebatnya idol Arisu Yuzuki.
Setelah itu, tanpa kecuali, aku diwajibkan untuk mengumpulkan laporan sebanyak
dua ribu kata.
Kemungkinan besar tidak seorang
pun di sekolah yang mengetahui sisi asli dari dirinya.
Aku mendengar suara bel
terdengar dari monitor ruang tamu. Sepertinya Mikami-sensei telah tiba di pintu
masuk.
“Aku datang dari Sekolah SMA
Orikita, aku adalah Mikami Momose, wali kelas kelas 2A, aku datang untuk
pertemuan dengan Mamori Suzufumi.”
“Selamat datang, Sensei. Saya
akan segera membuka pintunya.”
Meskipun dia terlalu
bersemangat terhadap Yuzuki, aku memiliki kesan baik secara umum terhadap
Mikami-sensei. Karena beliau datang untuk pertemuan khusus ini, aku harus
melayaninya dengan baik.
Bel interkom pun berbunyi.
Ketika aku membuka pintu, Mikami-sensei dengan senyum lembut berdiri di sana.
“Halo selamat siang,
Mamori-kun.”
Dengan setelan jas berwarna
abu-abu, Mikami-sensei tersenyum lembut seperti kelopak bunga yang sedang
mekar.
Matanya yang bulat, hidung
mungil, dan bibir yang berkilauan menunjukkan keanggunan dan ketegasan. Wajahnya
memiliki pesona seorang idola dengan keanggunan yang tak tertandingi. Ternyata,
dia dulunya bercita-cita menjadi seorang idola. Meskipun usianya mungkin
pertengahan dua puluhan, dia memiliki spesifikasi yang memungkinkannya untuk
beralih karier dengan mudah kapan saja..
Jujur saja, dari segi
penampilan, dia sesempurna Yuzuki.
Benar, secara penampilan, dia
sama-sama sempurna seperti Yuzuki.
“Saya minta maaf karena sudah
membuat anda datang jauh-jauh.”
“Tidak masalah sama sekali.
Karena ini adalah bagian dari pekerjaan seorang guru.”
Maaf
mengganggu, kata Mikami-sensei sambil melepas sepatu hak tingginya.
Mungkin dia sudah berganti
pakaian, karena pakaiannya berbeda dengan yang dikenakan saat berpisah di
kelas. Di bawah jaket abu-abu, dia mengenakan kaus putih berkerah bulat.
Penampilannya elegan namun memberikan kesan yang lembut. Roknya sedikit di
bawah lutut, mengungkapkan keindahan tubuhnya yang langsing.
Saat Mikami-sensei melangkahkan
kakinya ke dalam rumah, dia mengendus dengan lembut. Hehe, aku sudah mengganti
isi pewangi ruangan di depan pintu, jadi seharusnya harum, iya ‘kan?
Aku membawanya ke ruang tamu di
bagian belakang dan memintanya untuk duduk di atas bantal. Setelah melihat sekilas
ke sekeliling ruangan, Mikami-sensei bergumam kaget.
“Tak disangka interiornya cukup
sederhana saja. Kupikir itu akan diisi dengan lebih banyak peralatan rumah tangga
dan barang-barang berguna.”
“Amu malah merasa tidak nyaman
ketika memiliki terlalu banyak benda. Selain itu, aku menyukai waktu yang
dihabiskan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga itu sendiri, jadi aku tidak
terlalu mencari cara untuk menghemat waktu."
Jika aku membantu di toko, aku
pasti akan mengutamakan efisiensi, tetapi jika di rumah, aku tidak perlu
terburu-buru. Setelah pindah ke apartemen ini, meskipun ruangannya lebih luas,
orang tuaku hampir tidak pernah ada di rumah, jadi ruangannya terasa kosong.
“Sebenarnya ibuku sedikit
terlambat, jadi saya ingin Sensei menunggu sebentar. Minuman yang tersedia
adalah kopi dan teh, mana yang Anda suka?”
“Terima kasih. Kalau begitu,
aku akan minum teh. Apa ada gula dan susu?”
“Tentu. Berapa batang gula yang
akan Anda pakai?”
“Empat... tidak, bisa minta
lima batang?”
Jumlahnya cukup banyak.
Memangnya Mikami-sensei suka makanan manis, ya?
Aku menuangkan teh ke dalam
cangkir, menambahkan gula dan susu, lalu meletakkannya di meja rendah bersama
teko. Mikami-sensei duduk bersila di atas bantal, dan mengeluarkan laptop dari
tasnya.
“Oh iya, silakan ambil ini
juga. Cemilan ini mungkin pas untuk menutupi minuman yang manis.”
Saat aku meletakkan kue yang
dibungkus satu per satu di samping teh, mata Mikami-sensei membelalak.
“Apa ini jangan-jangan...
buatan sendiri?”
“Iya, aku selalu membuat kue sendiri.
Meskipun yang dibeli juga enak, tapi kalau buatan sendiri bisa disesuaikan
dengan selera, baik dari segi jumlah mentega maupun manisnya.”
“Kamu tetap memiliki daya tarik
wanita yang tinggi...! Aku akan dengan senang hati memakannya.”
Seperti gadis SMA yang senang
menerima cokelat teman di Hari Valentine, suara Mikami-sensei terdengar ceria
dan eksrpesinya terlihat berseri-seri. Terkadang, reaksi yang sesuai dengan
usianya seperti ini juga membuatnya populer di kalangan murid.
“Dengan ini, aku bisa bertahan hidup
selama dua hari.”
Pernyataan sebelumnya kutarik
kembali. Itu bukanlah kata-kata dari seseorang di pertengahan usia dua puluhan.
Pada saat itulah aku mulai
mengerti.
“Ehm, alasan Sensei menambah banyak
gula ke dalam teh itu...”
“Karena air dan gula adalah
dasar energi. Berkat itu, aku mungkin bisa bertahan sampai sepanjang malam.”
Aku merasa kalau dia sengaja
mengusulkan melakukan pertemuan wawancara antar wali murid dan guru di luar
sekolah untuk mengisi ulang nutrisinya. Mungkin lebih baik menyiapkan camilan
selain kue juga.
“Namun, apartemen ini benar-benar
bersih sekali ya. Kalau tidak salah Mamori-kun pindah ke apartemen ini setelah
liburan musim semi, ‘kan?”
“Iya, pada hari setelah upacara
penutupan tahun ajaran.”
“Memang itu dalah waktu yang
tepat untuk mengubah suasana lingkungan. Bagaimana hubunganmu dengan tetangga
di lantai yang sama?”
“Eh? Yah, lumayanlah.”
“Bagaimana dengan tetangga
sebelahmu? Apa kamu sering berbicara dengannya?”
“...Ehm, Sensei?”
Ada aura intimidasi kuat yang
keluar dari dirinya. Ini sih rasanya lebih seperti interogasi daripada
wawancara.
“Apa kamu membawa oleh-oleh
dengan baik? Kamu harus memperhatikan hal itu, tidak boleh sembarangan. Tidak,
terlalu akrab pun tidak baik... atau bahkan sebaiknya dihentikan. Meskipun kalian
bertetangga, masih harus paham dengan batasan.”
Jangan-jangan
orang ini.
“Ngomong-ngomong, jam berapa
biasanya penghuni ruang 810 pulang? Sepertinya dia tidak membawa tas kerja hari
ini, tapi apakah dia langsung pergi ke lokasi dari sekolah? Jika iya, aku
khawatir seragam sekolahnya akan terlihat mencurigakan. Atau mungkin dia akan
segera pulang, jadi kurasa mungkin lebih baik kalau aku mengawasinya dari
pintu.”
Semakin dia berbicara, semakin
meninggi pula emosinya. Mikami-sensei tiba-tiba semakin antusias, bahkan
mencondongkan tubuhnya dari meja.
“Jangan salah sangka dulu.
Sebagai guru, aku hanya ingin memastikan apakah siswa dapat menjalani kehidupan
baru dengan baik. Bukan karena aku ingin melihat Yuzuki-chan di luar sekolah!
Aku tidak sedang merencanakan untuk mendapatkan rekaman kamera pengawas dan
memesan poster dari percetakan! Aku tidak berencana masuk ke dalam lift saat
dia turun dari lift dan menghirup aroma wangi yang baru saja keluar dari
tubuhnya!”
Dihadapan guru wali kelasku
yang sedang bersemangat, aku sangat mengharapkan kedatangan ibuku.
“Enggak boleh begitu, Momose.
Hari ini adalah pertemuan antara guru dan wali murid untuk Mamori-kun...
Ingatlah kebanggaan nomor anggota 000005. Yang harus kulakukan hanyalah
mendukung Yuzuki-chan yang berdiri di atas panggung dan bersinar cemerlang di
balik layar. Begitu keluar dari sekolah, hubungan antara aku dan Yuzuki-chan
bukan lagi guru dan murid. Kamu hebat, Momose. Luar biasa, Momose...”
Sembari memejamkan matanya,
Mikami-sensei berdialog dengan dirinya sendiri dalam batinnya, memancarkan aura
seperti seorang pengkhotbah agama baru. Kemudian, dia tiba-tiba membuka mata
dengan tajam dan dengan gemetar, dia meneguk teh manis di depannya seolah-olah
sedang menikmati espresso.
“Fiuh... akhirnya aku bisa mengatasi
nafsu pribadiku...”
Akhirnya aku mengerti. Tujuan
sebenarnya Mikami-sensei memilih rumahku sebagai tempat wawancara wali murid
dan guru bukanlah karena perhatian kepada orang tuaku, melainkan untuk
melakukan riset terhadap idol favorit yang dia sukai yang tinggal di sebelah
rumah kami.
Saat aku merasa dia sudah
kembali tenang, tiba-tiba matanya mulai gelisah dan pandangannya berkelana ke
sana kemari.
“....”
Layaknya seorang detektif yang
menganalisis situasi tempat kejadian pembunuhan, Mikami-sensei meletakkan
tangannya di dagunya.
“Sudah kuduga, aku merasa ada
yang janggal saat masuk melalui pintu depan... tetapi...”
Dia bangkit tegak dan mulai
berjalan-jalan di ruang tamu. Akhirnya, dia berlutut di depan sebuah bantal di
pojok ruangan.
“Maaf, permisi...”
Pada saat berikutnya, Mikami-sensei
meletakkan wajahnya di atas bantal. Mulai dari dahi hingga dagu, hampir seluruh
mukanya menekan erat pada bantal.
“Uhmm, Mikami-sensei...?”
Setelah sekitar satu menit
berlalu, akhirnya Mikami-sensei mengangkat wajahnya.
Ekspresinya dipenuhi dengan
kegelapan.
“Mamori-kun, aku punya
pertanyaan.”
“Ap-Apa?”
“Aku penasaran mengapa aroma
Yuzuki-chan bisa tercium dari bantal ini, ya?”
Sensasi merinding menjalar di
tulang punggungku. Tubuhku terasa semakin dingin dari dalam.
“Eh, itu sih...”
Di rumah kami, kami menggunakan
bantal secara bergantian. Selain mencuci sarungnya secara berkala, aku juga
menyemprotkan disinfektan dan menggantungkannya di bawah sinar matahari.
Tapi aku kembali teringat. Kejadian
yang menjadi awal aku bisa mengetahui bahwa orang ini adalah penggemar berat
Yuzuki.
Di ruang kelas kelas 1-B, dia
pernah bersandar di kursi Sasaki Yuzuki.
Tidak mungkin dia masih
mengingat aroma Yuzuki pada saat itu, ‘kan? Dan kali ini, apakah dia
mencocokkan sisa bau yang tertinggal di bantal untuk mengungkap identitas
penggunanya?
“…Aku adalah seorang guru di
Sekolah SMA Orikita, jadi aku berada dalam posisi yang memungkinkanku secara
resmi untuk mengakses informasi pribadi siswa. Tentu saja, aku juga tahu siapa
yang tinggal di apartemen sebelah di kamar 810.”
“Haa.”
“Tapi asal kamu tahu, aku belum
pernah sekali pun menyelinap ke dalam apartemen tanpa izin, atau mengintip dari
jauh dengan teropong. Keterlibatan dalam kehidupan pribadi seorang idola
merupakan hal yang terlarang.”
“Haa, iya.”
“Tapi, sepertinya ada seorang
anak laki-laki lain yang tidak begitu. Meskipun ia mendukung Yuzuki-chan, tapi
ia justru melanggar batas antara aktor dan penonton dengan membawanya ke dalam
ruangan. Kira-kira yang ia lakukan dengan gadis itu ya?”
Seluruh tubuh Mikami-sensei
bergetar dengan cepat. Di belakangnya, ada aura yang mirip seperti api hitam
bergoyang-goyang dengan panas.
“Sebagai anggota lama dengan
nomor keanggotaan 000005, aku harus mengajari pemula bagaimana seharusnya
seorang penggemar. Tidak peduli seberapa imut murid-muridku, batas-batas harus
dijaga. Kesalahan harus dihukum, palu penghakiman harus turun...”
Yang dia keluarkan dari tasnya
adalah kotak berbentuk persegi panjang. Di bagian nama produk tertulis “Tapistry Mini Arisu Yuzuki”. Mikami-sensei
meraihnya, mengayunkannya di udara, mendekat ke arahku. Mengapa dia membawa
sesuatu seperti itu?
Aku segera terpojok di dekat
jendela dan tidak bisa bergerak.
Pada saat-saat aku merasa sudah
pasrah dengan segala kemungkinan.
Klik, aku
mendengar suara kunci pintu depan terbuka.
“Akhirnya dia datang...!”
Sepertinya Ibuku baru saja tiba
tepat pada waktunya.
Gerakan Mikami-sensei terhenti.
Aku berlari keluar seperti kelinci dan membuka pintu depan.
“Ibu! Ibu datang di waktu yang
tepat—”
“Hai~ Rika-oneesan yang kamu
cintai datang berkunjung, loh~”
Babak kedua kekacauan pun dimulai.