[LN] Otonari no Top Idol-sama Jilid 2 Bab 3 Bagian 1 Bahasa Indonesia

 
Ronde 3 — Suzufumi no Ba~ka ①

BAGIAN 1 


Bulan Juni sudah hampir mencapai titik pertengahan. Wilayah Kanto telah memasuki musim hujan, sehingga awan kelabu terus menghiasi langit. Pakaian sulit kering, barang-barang kulit rentan terhadap jamur karena kelembaban, dan sudah saatnya mulai belajar untuk ujian, namun suasana hatiku tidak kunjung membaik.

Meskipun aku sudah menyebutkan alasan-alasannya, pada akhirnya alasan utama dari suasana hatiku yang murung adalah karena tidak bisa menyajikan makanan untuk Yuzuki. Yuzuki tampaknya semakin sibuk dengan pekerjaannya menjelang musim panas, sehingga lama-kelamaan dia pulang larut malam. Belakangan ini perubahan suhu juga cukup ekstrem, membuatku khawatir apakah kondisi kesehatannya baik-baik saja.

Namun, setidaknya untuk hari ini, aku harus lebih mengkhawatirkan diriku sendiri daripada Yuzuki.

Hari ini, aku akan mengadakan pertemuan antar wali murid dan guru di rumah.

Biasanya pertemuan semacam itu selesai pada bulan Mei, tetapi karena orang tua di keluarga Mamori sama-sama bekerja, jadi pertemuan kami terjadi tertunda hingga bulan Juni.

Orang tuaku mengabdikan sebagian besar waktu mereka untuk restoran izakaya yang mereka kelola, [Aien Kien]. Meskipun belum genap tiga bulan sejak kami pindah, hari-hari mereka kembali ke apartemen bisa dihitung dengan jari. Mereka sibuk mengembangkan menu baru di restoran, minum-minum bersama pelanggan setia hingga larut malam. Jika sudah merasa ngantuk, mereka akan langsung menuju ke tempat tidur yang terletak di ruang staf belakang.

Oleh karena itu, aku menjalani kehidupan yang hampir seperti tinggal sendiri.

Sampai saat ini, aku tidak merasa kesepian. Kami sering bertukar pesan dan telepon, dan kadang-kadang aku pergi ke restoran untuk membantu membersihkan. Aku merasa komunikasi antara orang tua dan anak cukup baik.

Meski demikian, pertemuan di rumah dengan ibu tetap membuatku tegang.

Hanya tersisa dua puluh menit lagi sebelum jadwal pertemuan. Mereka seharusnya sudah berangkat dari restoran. Saat aku memikirkan hal itu, ponselku bergetar di saku. Ternyata itu pesan dari ibu.

“Kami terlalu asyik dalam rapat pengembangan menu musim panas dan lupa tentang pertemuan! Aku akan terlambat sedikit, jadi apa kamu bisa memberi tahu guru bahwa aku akan datang terlambat?”

Itu adalah pembelaan yang jujur. Yah, sejujurnya aku sudah memperkirakan hal semacam ini akan terjadi.

Mudah-mudahan Ibu bisa datang dengan aman dan mengemudi dengan baik.”

Setelah mengirim pesan tersebut, aku meletakkan ponselku di atas meja. Aku merasa bersalah karena wali kelasku sampai repot-repot datang ke rumahku.

Pertemuan antar wali murid dan guru di Sekolah SMA Orikita biasanya dilakukan di ruang bimbingan siswa sekolah. Dalam pertemuan tersebut, orang tua, siswa, dan wali kelas berdiskusi berdasarkan hasil ujian terakhir dan rencana masa depan siswa.

Namun kali ini, wali kelas kelas 2-A tempatku berada, Mikami Momose, menawarkan untuk mengadakan pertemuan di rumah kami. Alasannya, “Bukannya yang begitu bisa lebih nyaman bagi kedua orang tua kalian?”

Sejujurnya, itu adalah usulan yang sangat menguntungkan. Orang tua tidak perlu berganti baju ke setelan yang tidak biasa untuk pergi ke sekolah, dan aku pun bisa menghadapi pertemuan dengan lebih santai.

Mikami-sensei pada dasarnya adalah guru yang baik. Penampilannya sangat menarik, dia juba mengajar dengan jelas, dan mendapat reputasi baik dari para orang tua. Sebagai sosok idola di sekolah, katanya dia sering mendapat pengakuan cinta dari banyak siswa setiap tahun. Dia benar-benar guru yang ideal.

Namun, itupun jika hanya dinilai dari segi objektif.

Sekitar dua bulan yang lalu, aku menyaksikan sisi Mikami-sensei yang tidak diketahui oleh banyak orang.

Dia sebenarnya seorang penggemar berat idol Arisu Yuzuki.

Menganggap wajar untuk memotong pengeluaran hidup sekecil mungkin dan menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk mendukung idola favoritnya. Pernyataan kontroversial seperti, “Aku akan langsung memotong telingaku dan merendamnya dalam formalin setelah mendengar suara asli Yuzuki,” bukanlah hal yang jarang terjadi. Dengan kekuasaannya sebagai wali kelas, dia seringkali memanggilku ke ruang bimbingan siswa, memproyeksikan gambar dan video Yuzuki di layar, serta memberikan ceramah tentang betapa hebatnya idol Arisu Yuzuki. Setelah itu, tanpa kecuali, aku diwajibkan untuk mengumpulkan laporan sebanyak dua ribu kata.

Kemungkinan besar tidak seorang pun di sekolah yang mengetahui sisi asli dari dirinya.

Aku mendengar suara bel terdengar dari monitor ruang tamu. Sepertinya Mikami-sensei telah tiba di pintu masuk.

“Aku datang dari Sekolah SMA Orikita, aku adalah Mikami Momose, wali kelas kelas 2A, aku datang untuk pertemuan dengan Mamori Suzufumi.”

“Selamat datang, Sensei. Saya akan segera membuka pintunya.”

 

Meskipun dia terlalu bersemangat terhadap Yuzuki, aku memiliki kesan baik secara umum terhadap Mikami-sensei. Karena beliau datang untuk pertemuan khusus ini, aku harus melayaninya dengan baik.

Bel interkom pun berbunyi. Ketika aku membuka pintu, Mikami-sensei dengan senyum lembut berdiri di sana.

“Halo selamat siang, Mamori-kun.”

Dengan setelan jas berwarna abu-abu, Mikami-sensei tersenyum lembut seperti kelopak bunga yang sedang mekar.

Matanya yang bulat, hidung mungil, dan bibir yang berkilauan menunjukkan keanggunan dan ketegasan. Wajahnya memiliki pesona seorang idola dengan keanggunan yang tak tertandingi. Ternyata, dia dulunya bercita-cita menjadi seorang idola. Meskipun usianya mungkin pertengahan dua puluhan, dia memiliki spesifikasi yang memungkinkannya untuk beralih karier dengan mudah kapan saja..

Jujur saja, dari segi penampilan, dia sesempurna Yuzuki.

Benar, secara penampilan, dia sama-sama sempurna seperti Yuzuki.

“Saya minta maaf karena sudah membuat anda datang jauh-jauh.”

“Tidak masalah sama sekali. Karena ini adalah bagian dari pekerjaan seorang guru.”

Maaf mengganggu, kata Mikami-sensei sambil melepas sepatu hak tingginya.

Mungkin dia sudah berganti pakaian, karena pakaiannya berbeda dengan yang dikenakan saat berpisah di kelas. Di bawah jaket abu-abu, dia mengenakan kaus putih berkerah bulat. Penampilannya elegan namun memberikan kesan yang lembut. Roknya sedikit di bawah lutut, mengungkapkan keindahan tubuhnya yang langsing.

Saat Mikami-sensei melangkahkan kakinya ke dalam rumah, dia mengendus dengan lembut. Hehe, aku sudah mengganti isi pewangi ruangan di depan pintu, jadi seharusnya harum, iya ‘kan?

Aku membawanya ke ruang tamu di bagian belakang dan memintanya untuk duduk di atas bantal. Setelah melihat sekilas ke sekeliling ruangan, Mikami-sensei bergumam kaget.

“Tak disangka interiornya cukup sederhana saja. Kupikir itu akan diisi dengan lebih banyak peralatan rumah tangga dan barang-barang berguna.”

“Amu malah merasa tidak nyaman ketika memiliki terlalu banyak benda. Selain itu, aku menyukai waktu yang dihabiskan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga itu sendiri, jadi aku tidak terlalu mencari cara untuk menghemat waktu."

Jika aku membantu di toko, aku pasti akan mengutamakan efisiensi, tetapi jika di rumah, aku tidak perlu terburu-buru. Setelah pindah ke apartemen ini, meskipun ruangannya lebih luas, orang tuaku hampir tidak pernah ada di rumah, jadi ruangannya terasa kosong.

“Sebenarnya ibuku sedikit terlambat, jadi saya ingin Sensei menunggu sebentar. Minuman yang tersedia adalah kopi dan teh, mana yang Anda suka?”

“Terima kasih. Kalau begitu, aku akan minum teh. Apa ada gula dan susu?”

“Tentu. Berapa batang gula yang akan Anda pakai?”

“Empat... tidak, bisa minta lima batang?”

Jumlahnya cukup banyak. Memangnya Mikami-sensei suka makanan manis, ya?

Aku menuangkan teh ke dalam cangkir, menambahkan gula dan susu, lalu meletakkannya di meja rendah bersama teko. Mikami-sensei duduk bersila di atas bantal, dan mengeluarkan laptop dari tasnya.

“Oh iya, silakan ambil ini juga. Cemilan ini mungkin pas untuk menutupi minuman yang manis.”

Saat aku meletakkan kue yang dibungkus satu per satu di samping teh, mata Mikami-sensei membelalak.

“Apa ini jangan-jangan... buatan sendiri?”

“Iya, aku selalu membuat kue sendiri. Meskipun yang dibeli juga enak, tapi kalau buatan sendiri bisa disesuaikan dengan selera, baik dari segi jumlah mentega maupun manisnya.”

“Kamu tetap memiliki daya tarik wanita yang tinggi...! Aku akan dengan senang hati memakannya.”

Seperti gadis SMA yang senang menerima cokelat teman di Hari Valentine, suara Mikami-sensei terdengar ceria dan eksrpesinya terlihat berseri-seri. Terkadang, reaksi yang sesuai dengan usianya seperti ini juga membuatnya populer di kalangan murid.

“Dengan ini, aku bisa bertahan hidup selama dua hari.”

Pernyataan sebelumnya kutarik kembali. Itu bukanlah kata-kata dari seseorang di pertengahan usia dua puluhan.

Pada saat itulah aku mulai mengerti.

“Ehm, alasan Sensei menambah banyak gula ke dalam teh itu...”

“Karena air dan gula adalah dasar energi. Berkat itu, aku mungkin bisa bertahan sampai sepanjang malam.”

Aku merasa kalau dia sengaja mengusulkan melakukan pertemuan wawancara antar wali murid dan guru di luar sekolah untuk mengisi ulang nutrisinya. Mungkin lebih baik menyiapkan camilan selain kue juga.

“Namun, apartemen ini benar-benar bersih sekali ya. Kalau tidak salah Mamori-kun pindah ke apartemen ini setelah liburan musim semi, ‘kan?”

“Iya, pada hari setelah upacara penutupan tahun ajaran.”

“Memang itu dalah waktu yang tepat untuk mengubah suasana lingkungan. Bagaimana hubunganmu dengan tetangga di lantai yang sama?”

“Eh? Yah, lumayanlah.”

“Bagaimana dengan tetangga sebelahmu? Apa kamu sering berbicara dengannya?”

“...Ehm, Sensei?”

Ada aura intimidasi kuat yang keluar dari dirinya. Ini sih rasanya lebih seperti interogasi daripada wawancara.

“Apa kamu membawa oleh-oleh dengan baik? Kamu harus memperhatikan hal itu, tidak boleh sembarangan. Tidak, terlalu akrab pun tidak baik... atau bahkan sebaiknya dihentikan. Meskipun kalian bertetangga, masih harus paham dengan batasan.”

Jangan-jangan orang ini.

“Ngomong-ngomong, jam berapa biasanya penghuni ruang 810 pulang? Sepertinya dia tidak membawa tas kerja hari ini, tapi apakah dia langsung pergi ke lokasi dari sekolah? Jika iya, aku khawatir seragam sekolahnya akan terlihat mencurigakan. Atau mungkin dia akan segera pulang, jadi kurasa mungkin lebih baik kalau aku mengawasinya dari pintu.”

Semakin dia berbicara, semakin meninggi pula emosinya. Mikami-sensei tiba-tiba semakin antusias, bahkan mencondongkan tubuhnya dari meja.

“Jangan salah sangka dulu. Sebagai guru, aku hanya ingin memastikan apakah siswa dapat menjalani kehidupan baru dengan baik. Bukan karena aku ingin melihat Yuzuki-chan di luar sekolah! Aku tidak sedang merencanakan untuk mendapatkan rekaman kamera pengawas dan memesan poster dari percetakan! Aku tidak berencana masuk ke dalam lift saat dia turun dari lift dan menghirup aroma wangi yang baru saja keluar dari tubuhnya!”

Dihadapan guru wali kelasku yang sedang bersemangat, aku sangat mengharapkan kedatangan ibuku.

“Enggak boleh begitu, Momose. Hari ini adalah pertemuan antara guru dan wali murid untuk Mamori-kun... Ingatlah kebanggaan nomor anggota 000005. Yang harus kulakukan hanyalah mendukung Yuzuki-chan yang berdiri di atas panggung dan bersinar cemerlang di balik layar. Begitu keluar dari sekolah, hubungan antara aku dan Yuzuki-chan bukan lagi guru dan murid. Kamu hebat, Momose. Luar biasa, Momose...”

Sembari memejamkan matanya, Mikami-sensei berdialog dengan dirinya sendiri dalam batinnya, memancarkan aura seperti seorang pengkhotbah agama baru. Kemudian, dia tiba-tiba membuka mata dengan tajam dan dengan gemetar, dia meneguk teh manis di depannya seolah-olah sedang menikmati espresso.

“Fiuh... akhirnya aku bisa mengatasi nafsu pribadiku...”

Akhirnya aku mengerti. Tujuan sebenarnya Mikami-sensei memilih rumahku sebagai tempat wawancara wali murid dan guru bukanlah karena perhatian kepada orang tuaku, melainkan untuk melakukan riset terhadap idol favorit yang dia sukai yang tinggal di sebelah rumah kami.

Saat aku merasa dia sudah kembali tenang, tiba-tiba matanya mulai gelisah dan pandangannya berkelana ke sana kemari.

“....”

Layaknya seorang detektif yang menganalisis situasi tempat kejadian pembunuhan, Mikami-sensei meletakkan tangannya di dagunya.

“Sudah kuduga, aku merasa ada yang janggal saat masuk melalui pintu depan... tetapi...”

Dia bangkit tegak dan mulai berjalan-jalan di ruang tamu. Akhirnya, dia berlutut di depan sebuah bantal di pojok ruangan.

“Maaf, permisi...”

Pada saat berikutnya, Mikami-sensei meletakkan wajahnya di atas bantal. Mulai dari dahi hingga dagu, hampir seluruh mukanya menekan erat pada bantal.

“Uhmm, Mikami-sensei...?”

Setelah sekitar satu menit berlalu, akhirnya Mikami-sensei mengangkat wajahnya.

Ekspresinya dipenuhi dengan kegelapan.

“Mamori-kun, aku punya pertanyaan.”

“Ap-Apa?”

“Aku penasaran mengapa aroma Yuzuki-chan bisa tercium dari bantal ini, ya?”

Sensasi merinding menjalar di tulang punggungku. Tubuhku terasa semakin dingin dari dalam.

“Eh, itu sih...”

Di rumah kami, kami menggunakan bantal secara bergantian. Selain mencuci sarungnya secara berkala, aku juga menyemprotkan disinfektan dan menggantungkannya di bawah sinar matahari.

Tapi aku kembali teringat. Kejadian yang menjadi awal aku bisa mengetahui bahwa orang ini adalah penggemar berat Yuzuki.

Di ruang kelas kelas 1-B, dia pernah bersandar di kursi Sasaki Yuzuki.

Tidak mungkin dia masih mengingat aroma Yuzuki pada saat itu, ‘kan? Dan kali ini, apakah dia mencocokkan sisa bau yang tertinggal di bantal untuk mengungkap identitas penggunanya?

“…Aku adalah seorang guru di Sekolah SMA Orikita, jadi aku berada dalam posisi yang memungkinkanku secara resmi untuk mengakses informasi pribadi siswa. Tentu saja, aku juga tahu siapa yang tinggal di apartemen sebelah di kamar 810.”

“Haa.”

“Tapi asal kamu tahu, aku belum pernah sekali pun menyelinap ke dalam apartemen tanpa izin, atau mengintip dari jauh dengan teropong. Keterlibatan dalam kehidupan pribadi seorang idola merupakan hal yang terlarang.”

“Haa, iya.”

“Tapi, sepertinya ada seorang anak laki-laki lain yang tidak begitu. Meskipun ia mendukung Yuzuki-chan, tapi ia justru melanggar batas antara aktor dan penonton dengan membawanya ke dalam ruangan. Kira-kira yang ia lakukan dengan gadis itu ya?”

Seluruh tubuh Mikami-sensei bergetar dengan cepat. Di belakangnya, ada aura yang mirip seperti api hitam bergoyang-goyang dengan panas.

“Sebagai anggota lama dengan nomor keanggotaan 000005, aku harus mengajari pemula bagaimana seharusnya seorang penggemar. Tidak peduli seberapa imut murid-muridku, batas-batas harus dijaga. Kesalahan harus dihukum, palu penghakiman harus turun...”

Yang dia keluarkan dari tasnya adalah kotak berbentuk persegi panjang. Di bagian nama produk tertulis “Tapistry Mini Arisu Yuzuki”. Mikami-sensei meraihnya, mengayunkannya di udara, mendekat ke arahku. Mengapa dia membawa sesuatu seperti itu?

Aku segera terpojok di dekat jendela dan tidak bisa bergerak.

Pada saat-saat aku merasa sudah pasrah dengan segala kemungkinan.

Klik, aku mendengar suara kunci pintu depan terbuka.

“Akhirnya dia datang...!”

Sepertinya Ibuku baru saja tiba tepat pada waktunya.

Gerakan Mikami-sensei terhenti. Aku berlari keluar seperti kelinci dan membuka pintu depan.

“Ibu! Ibu datang di waktu yang tepat—”

“Hai~ Rika-oneesan yang kamu cintai datang berkunjung, loh~”

Babak kedua kekacauan pun dimulai.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama