Chapter 5 — Kunjungan Industri Toudo Tsuyoshi (Bagian 2)
Setelah
mendapatkan penjelasan tentang pekerjaan di gedung pernikahan di ruangan perjamuan yang agak kecil yang disebut ruang Phoenix, kami
akan melakukan tur keliling gedung. Bukan hanya area yang terlihat oleh tamu,
tapi kami juga akan berpindah ke area belakang untuk melihat berbagai aktivitas
pekerjaan.
Aku
mendengar suara kelompokku yang
sedang
sedikit berisik.
“Rokka-chan tuh setia banget, ya~ tapi dia malah
melakukan kebodohan, haha, kalau saja dia terus mengikuti sesi belajar bersama di perpustakaan, mungkin dia bisa
berpacaran dengan Toudo-kun~”
“Lagian,
aku sudah mencegahnya untuk membuatnya menunggu
karaoke selama 2 jam, loh? Dia
benar-benar gila, ya?”
“Aku
juga merasa tidak enakan, tapi kita harus mendengarkan penjelasan Onee-san itu.”
Saat aku
diolok-olok, aku hanya diam. Aku hanya menunggu
sampai badai reda. Karena itu memang benar.
Akulah yang bodoh. Jadi... wajar-wajar saja jika mereka mengatakannya.
Setiap kali mereka mengatakannya, aku merasa bersalah pada Toudo.
Hatiku
yang terluka bisa terlupakan saat aku belajar. Dan tadi aku juga merasa lebih baik setelah melihat Toudo. Jadi
kupikir aku harus melakukan yang terbaik dalam mengikuti kunjungan perusahaan
ini.
Meski
begitu, di sudut hatiku, aku ingin pulang dan belajar.
Pegawai
kantor gedung pernikahan yang berjalan di samping guru pendamping kami menatap
kami dengan ekspresi masam.
“Murid-murid
kali ini cukup bersemangat. Apa kalian ada
pertanyaan? Karena sebentar lagi kita akan
mengunjungi bagian makanan.”
Toudo
dan Tanaka-san
mendengarkan dengan serius di barisan terdepan. Sebenarnya aku juga ingin
bertanya, tapi dalam situasi ini, itu akan membuatku kerepotan nantinya. Paku yang menonjol akan
dipukul. ... Meski aku berpikir untuk tidak peduli, aku tidak bisa memperkuat
hatiku sampai sejauh itu.
“Umu, aku
punya pertanyaan—”
“Tu-Tunggu,
Toudo, bukannya
kamu terlalu banyak bertanya! Ay-Ayo kita ke tempat selanjutnya!”
“Begitu
ya, kalau begitu aku akan menanyakan
semuanya nanti—”
Ketika
menyaksikan interaksi antara Toudo
dan Tanaka-san, entah
kenapa membuatku merasa hangat.
Tanpa
kusadari, hatiku yang aus telah menemukan ketenangan.
Teman, ya...
Orang
pertama yang muncul di dalam
pikiranku adalah... Sasami.
Dia
memang sedikit orang yang suka mencela orang lain, tapi dia berusaha serius
menghadapi Toudo. Aku
merasa diberikan semangat oleh sikapnya itu.
“Hei,
lagi-lagi dia melihat Toudo, loh?”
“Apa dia mau
pergi karaoke lagi? Kali ini mau berapa
jam ia harus menunggunya?”
“Hei,
kalian laki-laki, berhentilah~ Rokka-chan
juga sudah menyesalinya, tau~”
Suara-suara
itu sama sekali tidak terdengar serius. Jelas-jelas dia meremehkanku. ... Meskipun
begitu, aku...
“I-iya,
maaf. Ayo lanjutkan.”
“Hah?
Kamu tidak perlu mengatakan itu pada
kami."
“Kamu
mendingan diam saja, Michiba.”
“Ayo pergi, Rin-chan!”
Aku tidak
ingin melakukan hal yang merendahkan diri. Aku juga tidak ingin mengasihani diriku sendiri. Ketika aku
memikirkan apa yang telah aku lakukan, aku merasa itu adalah hal yang tidak
terelakkan.
—Tapi,
hatiku yang
bersemangat ini perlahan tenggelam... Toudo,
apa yang harus aku lakukan?
Aku
mencuri pandang ke arah Toudo
yang sedang berbicara sambil tersenyum
dengan Tanaka.
Soalnya,
jika aku memandangnya, aku akan diejek lagi....
◇◇◇◇
Untuk
makan siang, kami dijadwalkan akan
makan di kantin karyawan.
“Rokka-chan, lagi-lagi kamu memakan
makanan Jepang? Kamu memang enggak pernah
bosan ya~”
“I-iya.
Makanan Jepang membuatku lebih tenang.”
Ketika
Rin-chan duduk di depanku dan berbicara padaku, jantungku berdetak sangat kencang.
Sulit bagiku untuk tetap tenang. Aku tidak bisa kuat seperti Toudo...
“Hmm,
karena ayah Rokka-chan seorang
koki terkenal, sih. Ah, mungkin itulah sebabnya kamu jadi sangat egois, ya?”
“Ah,
haha...”
Aku hanya
bisa tersenyum kecut.
Makanan
yang seharusnya enak pun terasa hambar.
Kalau
makan bersama teman, seharusnya lebih enak. Tapi di kelas, aku makan sendiri.
Setelah selesai makan, aku langsung menuju ke perpustakaan. Meski hambar, itu
masih terasa enak.
“—Ah,
tempat ini kosong! Boleh aku duduk di sini?”
“Eh...?”
Tanaka-san duduk di kursi kosong yang ada di sampingku. Di depan Tanaka-san, Toudo
juga ikutan duduk.
Aku menunduk karena tidak berani mengangkat wajahku. Kalau aku
mengangkat wajah, aku akan bertatapan dengan Toudo.
“Ternyata
kantin karyawan ini memperhatikan nilai gizi. Ini luar biasa.”
“Benarkah?
Karena kelihatannya lezat jadi harusnya rasanya pasti enak, ‘kan!”
Aku
terdiam seperti patung batu.
Aku
merasakan suasana yang tidak
enak. Aku tahu dari pengalamanku sendiri ketika
berada di kasta atas dulu. Meskipun statusku sudah
berubah, kemampuan membaca suasanaku masih tetap sama. Teman-teman dalam
kelompok itu menyeringai dengan ekspresi yang menjengkelkan.
Seorang
siswa laki-laki berbicara pada Toudo. Kurasa itu wajar saja karena mereka dulunya adalag teman
sekelas.
“Oi, oi, Toudo, kamu
yakin mau duduk di depan Michiba
lagi? Kamu pasti disuruh nunggu lama lagi, loh?”
“Iya
nih, katanya kamu ingin
banget pergi ke karaoke, ya?”
“Kamu nanti disuruh ngajarin belajar dia lagi, loh.”
Sebagian
besar teman-teman sekelas kami tidak memiliki perasaan buruk
padanya. Toudo hanyalah cowok yang canggung. Berkat Sasaki-san, itu bisa terungkap.
...Tapi cowok-cowoko ini berbeda. Selain soal
karaoke, mereka menganggap kalau Toudo...lebih
rendah dari mereka.
Siswa
yang diasingkan dan tidak bisa pergi karaoke. Itulah penilaian mereka terhadap Toudo.
Aku ingin
mengubah suasana yang tidak enak ini, tapi aku tidak punya kekuatan untuk melakukan itu sekarang. Yang
bisa kulakukan hanya menggigit bibir dengan
frustrasi. Tapi—aku harus melakukan sesuatu.
“Sudahlah, jangan begitu~. Rokka-chan pasti merasa enggak enakkan, tau? Lagipula, Toudo-kun berada di kelas khusus, jadi kita bisa lebih akrab lagi.”
“Ah
iya, soal karaoke aku minta maaf ya, Toudo!”
“Aku
cuma disuruh begitu sama Michiba,
jadi enggak ada pilihan. Ayo kita
akrab!”
Aku bisa
mendengar detak jantungku sendiri.
Aku
menarik nafas dalam-dalam lalu mengangkat wajah. Saat aku hendak mencoba
menghentikan mereka—
“Hen—”
Toudo
memiringkan kepalanya.
Lalu ia
memandang ke arah murid-murid itu, kemudian menatapku. Aku merasa matanya
sedikit melebar. Itu gerakan yang sangat manusiawi...Apa dia marah? Kenapa?
“—Maaf.
Apa kalian temanku? Aku minta maaf,
tapi aku tidak mengenali kalian.”
Ekspresi
Tanaka benar-benar mengesankan.
Dia
percaya pada Toudo dan
mengawasinya. Luar biasa... Padahal dia sebaya
denganku tapi bisa berekspresi seperti itu... Tanpa
sadar, aku dibuat terpesona
padanya.
“Hah?
Toudo, kamu ngomong apaan sih? Mentang-mentang kamu pindah ke kelas khusus, kamu jadi berlagak sombong begitu?”
“Oi,
sudahlah hentikan. Astaga,
lagian Toudo juga pasti membenci
Michiba,
‘kan? Ayo kita...bully dia—”
Anak cowok
itu tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
Penyebabnya
karena tatapan Toudo.
Tatapan matanya bukan
tatapan seperti sedang
menatap makhluk hidup. Seluruh tubuhku membeku.
“—Kenapa
aku harus membenci Michiba?
Keributan itu tidak ada hubungannya dengan kalian. Kelihatannya aku tidak
disambut dengan baik di sini.
Tanaka, ayo kita pergi.”
“Oke,
baiklah.”
Toudo
yang sekarang berbeda dengan Toudo yang kukenal sebelumnya, tapi aku tidak bisa menjelaskan apanya yang berbeda.
Jantungku
berdebar kencang. Mungkin ini pertama kalinya aku merasakan emosi Toudo.
...Setelah
ini, mungkin mereka akan mengerjaiku karena merasa kesal.
Yah, selama Toudo tidak
merasa tidak nyaman, itu sudah cukup.
Pada saat
itu—— aku meerdengar suara yang terbata-bata.
“Mi-Michiba,
sepertinya kamu
tidak bersama teman-temanmu di sini. ...Tapi aku mendengar
dari Hanazono kalau kamu punya
teman, bukan? Ah, tak apa. Aku punya satu usulan,
apa kamu mau ikut denganku ke sana?
Aku ingin bertanya banyak hal pada pegawai di sana, mungkin aku bisa dapat petunjuk untuk hidup
normal.”
Dirinya terlihat seperti Toudo yang canggung saat pertama kali kami bertemu. Hatiku terasa tercubit.
Aku
hampir menangis dalam hati——
Aku
melihat sekelilingku.
Wajah
cemberut para murid laki-laki.
Ekspresi
tak suka di wajah murid perempuan.
Aku bisa
mendengar suara hati mereka.
——Apa kamu masih mau pergi meski
sudah berbuat buruk?
——Kamu pasti cuma mau memanfaatkannya saja, kan?
——Kalau kamu pergi, akan kubully lebih parah lagi.
——Sekarang kastaku lebih tunggu darimu.
Hatiku menjadi goyah. Karena kupikir aku bisa menghadapi Toudo setelah aku menjadi peringkat teratas di tes...jadi,
aku masih...
Tanaka-san menepuk punggungku.
“Ayo,
jangan pasang wajah suram begitu! Toudo
juga sudah mengerahkan keberaniannya lho! Ah, sampai jumpa lagi
semuanya!!”
“E-Eh,
a-aku...”
“Kami pinjam
Michiba-san dulu, ya! Jadi teman baik-baik ya!”
Semua
terpesona dengan senyum Tanaka. Semua aura buruk langsung
lenyap seketika.
Aku
menarik nafas dalam-dalam.
“Hah...
Iya. Rin-chan, aku pergi dulu ya.”
“Oke,
sampai nanti~ Rokka-chan, beruntung sekali ya. Haha, kamu sekalian tidak usah kembali lagi.”
Kata-katanya
menyayat hatiku. —Tapi aku harus lebih kuat.
“Iya,
aku akan berjuang sendiri untuk sementara waktu.
Terima kasih.”
“Loh,
Rokka-chan mau jadi penyendiri?”
“Benar
sekali, aku sudah bosan
dengan urusan kasta. Aku akan jadi murid biasa di kelas.”
“Beneran?
Rokka-chan jangan bercanda, kita 'kan teman~.”
“Maaf
selama ini merepotkanmu. Aku tidak akan mengganggu lagi.”
“...Terserah
deh.”
Aku tahu jika aku salah memilih sedikit saja bisa berujung jadi
pembullyan. Mereka masih anak-anak yang ikut-ikutan. Tapi
aku tak boleh peduli dengan suara orang lain. Aku harus jadi kuat seperti Toudo.
Toudo
dan Tanaka-san
menungguku.
Aku
mengangkat wajah dan berjalan maju dengan tegak.