Bab 2 — Pria yang Bisa Membaca Pikiran (Bagian 1)
Sinar
matahari pagi menyelinap masuk melalui celah-celah tirai.
Saat aku
terbangun, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda. Sensasi sentuhan di
punggungku berbeda dari tempat tidurku biasanya.
“Oh, ya,
benar juga.”
Di sini
bukanlah rumah kediaman keluarga Konohana.
Sebelum
aku menyadarinya, rutinitas harianku telah berubah dari hari-hari yang
dihabiskan di rumah ini menjadi hari-hari yang dihabiskan di rumah besar itu.
Di antara perasaan tidak nyaman dan kebiasaan, pikiranku perlahan-lahan mulai
terjaga.
Meski sepertinya
sudah ada beberapa pembersihan dan renovasi yang dilakukan, tapi pemandangan
yang dilihat dari posisi berbaring hampir sama seperti sebelumnya.
Langit-langit yang sudah kulihat ribuan kali sejak kecil berada tepat di depan
mataku.
“Kamu
sudah bangun?”
Saat aku
hendak pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, ada seseorang yang memanggilku.
Saat aku
berbalik, aku melihat Shizune-san dengan pakaian santainya sedang menatapku.
“Selamat
pagi. Seperti biasa kamu bangun pagi-pagi ya, Shizune-san.”
“Karena
itu sudah menjadi kebiasaanku. Menurutku kamu juga termasuk orang yang bangun
pagi, Itsuki-san.”
Waktu
menunjukkan pukul tujuh pagi. Jika aku tidak mempunyai rencana apapun, aku bisa
tidur lebih lama lagi. Tapi, aku juga terbiasa bangun pada jam ini sejak mulai
bekerja paruh waktu sebagai pengantar koran ketika menjadi siswa SMA.
“Shizune-san,
apa kamu akan bekerja hari ini juga?”
“Iya. Meski
aku akan memulainya siang nanti.”
Ternyata
dia bisa bersantai di pagi hari.
Syukurlah.
Sepertinya hari ini Shizune-san juga bisa sedikit bersantai.
“Apa kamu
berniat membangunkan Hinako?”
“...Biarkan
dia tidur lebih lama hari ini. Sepertinya dia sudah bekerja keras kemarin.”
Aku pun
setuju.
Aku
berjalan perlahan ke kamar kecil, berusaha untuk meminimalkan bunyi deritan
lantai. Setelah mencuci wajah, aku melihat Shizune-san sekali lagi dan sedikit
kaku.
“Ada
apa?”
“Tidak,
hanya saja….rasanya terlihat begitu baru dalam artian berbagai hal.”
Pada
dasarnya, Shizune-san selalu mengenakan pakaian pelayan, jadi melihatnya
mengenakan pakaian lain terasa istimewa. Berbeda dengan Hinako yang menyukai
pakaian rumahan yang lucu dan lembut, Shizune-san mengenakan kaus oblong
sederhana.
“...Tolong
jangan terlalu banyak menatapku.”
Reaksinya
juga terasa segar, dan aku sedikit penasaran, tetapi aku segera mengalihkan
pandanganku karena khawatir akan membuatnya marah.
Shizune-san
sedikit menyesuaikan posisi sekat untuk membuat ruang tamu yang merupakan ruang
bersama menjadi lebih besar.
Sambil
mengikuti gerakannya, aku membawa meja yang diletakkan di dinding ke tengah
ruangan.
“Baiklah,
kurasa sudah waktunya untuk menyiapkan sarapan?”
“Oh, jika
itu hanya sarapan yang sederhana, sebenarnya aku sudah membuatnya.”
“Benarkah?”
“Aku
menyiapkannya sambil membuat kari kemarin. Meskipun sebenarnya sangat
sederhana.”
Aku
berkata demikian membuka pintu kulkas.
Aku
mengambil piring yang sudah disiapkan sebelumnya.
“Ini
sandwich yang sudah kusiapkan. Ada yang isian tuna dan telur.”
Sambil
memasak kari, aku mencari resepnya di smartphone-ku.
“Terima
kasih.”
Karena
sudah disiapkan untuk beberapa orang, aku pun duduk di hadapan Shizune-san dan
mulai makan. Meskipun ada porsi untuk Hinako, jika dia masih tidur hingga
siang, aku akan memakan bagiannya juga.
Rasa
sandwich-nya sebenarnya tidak buruk, meskipun hampir sepenuhnya bergantung pada
bahan-bahannya. Karena aku menggunakan kaleng tuna dan roti berkualitas tinggi,
jadi aku memutuskan untuk menggunakan keduanya.
“Hari ini
kamu akan pergi melihat-lihat sekolah lamamu, bukan?”
“Iya,
rencananya memang begitu.”
“Apa kamu
sudah memikirkan bagaimana kamu akan menjelaskan situasimu saat ini jika kamu
bertemu dengan teman sekelasmu?”
Aku sama
sekali belum memikirkannya.
Karena
aku berhenti sekolah di tengah jalan, jadi jika aku bertemu dengan teman
sekelasku lagi, mereka pasti akan bertanya tentang situasiku sekarang.
Aku harus
memikirkan bagaimana menjelaskannya, tetapi... jika prioritas utamaku ialah
untuk tidak menimbulkan masalah pada keluarga Konohana, mungkin lebih baik aku
tidak bertemu terlebih dahulu. Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menyangkal bahwa
ada kemungkinan rahasiaku terbongkar, tak peduli bagaimana aku menjelaskannya.
“….Mungkin
lebih baik jika aku tidak usah pergi?”
“Jika
kamu ingin berhati-hati dan waspada, itu memang lebih baik. Namun, jika kamu
terus konsisten dengan cara pendekatan itu, kamu harus mengucapkan selamat
tinggal kepada semua orang yang pernah kamu temui sejauh ini. Itu akan sangat
menyedihkan, jadi Kagen-sama telah memberikan izin.”
Meski
memang benar kalau itu demi keluarga Konohana, tapi rasanya sulit untuk berpisah
dengan semua teman lamaku.
“Kamu
boleh menjelaskan sampai dibatas kalau kamu bersekolah di Akademi Kekaisaran. Hubunganmu
dengan Ojou-sama hanya sebatas teman sekelas.”
“Bagaimana
dengan alasanku yang bisa masuk akademi?”
“Kamu
bisa bilang bahwa kamu diadopsi.”
Situasi
dimana aku diadopsi oleh presiden sebuah perusahaan IT skala menengah tampaknya
juga berlaku di sini.
“Kita
berdua mulai terbiasa satu sama lain, ya.”
Aku tertawa
getir saat mendengar komentar Shizune-san. Rasanya seolah-olah aku menjadi
seperti seorang penipu.
Tiba-tiba
aku melihat ke arah Shizune-san, dan menyadari bahwa dia sudah berhenti makan.
Apa jangan-jangan makanan itu tidak enak? Aku bisa memakannya tanpa masalah,
tapi tentu saja rasanya tidak sebanding dengan masakan di mansion keluarga
Konohana.
“Maaf.
Apa makanan itu kurang cocok dengan seleramu?”
“Tidak...
Kupikir rasanya tidak burung juga memakan sarapan semacam ini sesekali,” kata Shizune-san
dengan senyuman tipis di wajahnya.
Shizune-san
dengan hati-hati mengunyah sandwichnya dan menelannya. Sepertinya dia tidak
berbohong.
“Sebelum
menjadi pelayan keluarga Konohana, kehidupan seperti apa kamu miliki,
Shizune-san?”
“Aku
menjalani kehidupan cukup normal,kok. Keluarga termasuk keluarga yang sedikit
berada, dan aku pergi ke sekolah yang bagus sedikit, tapi standar hidupnya
tidak jauh berbeda dengan keluarga biasa... jadi, aku sudah terbiasa dengan
makanan seperti ini.”
Baru
pertama kalinya aku mendengarnya. Kalau dipikir-pikir, aku jarang mendapat
kesempatan berbicara dengan Shizune-san seperti ini.
Ada
banyak hal yang tidak kuketahui tentang Shizune-san.
“Terima
kasih atas hidangan yang lezatnya tadi.”
Shizune-san
menyelesaikan sarapannya dengan sikap elegan yang setara dengan penampilan
Hinako. Shizune-san diam-diam menarik kursi dan berdiri, menumpuk piring kosong
di tanganku di atas miliknya.
“Aku akan
mencucinya.”
“Aku juga
akan membantu.”
“Cuma ada
dua piring, jadi aku bisa melakukannya sendiri, kok.”
Dengan
gerakan yang terampil, Shizune-san berdiri di dapur.
Dia lalu
mengusap piring yang sudah dicuci dengan
kain bersih dan diletakkan di rak. Aku mengambil salah satu piring itu.
“...bersih
sekali sampai berkilau.”
Luar
biasa. Ternyata hasil mencuci piring bisa berbeda-beda tergantung siapa yang
melakukannya.
“Aku
masih tidak bisa kalah dari Itsuki-san.”
“...Aku
tidak akan pernah menang.”
“Ya. aku
tidak punya niatan untuk kalah.”
Meskipun aku
mengatakannya dengan setengah bercanda, tetapi Shizune-san secara alami mengiyakannya. Namun, ekspresinya
terlihat sedikit ceria dan santai.
◆◆◆◆
Aku terus
fokus belajar sampai sekitar tengah hari. Aku sesekali merasa khawatir dengan
keadaan Hinako, tapi sepertinya dia masih tertidur dengan lelap. Awalnya
kupikir dia kesulitan untuk tidur karena tempat tidur di sini berbeda dengan
tempat tidur di rumahnya, tapi sebenarnya Hinako bisa tidur di mana saja dan
kapan saja, jadi sepertinya tidak masalah.
Meskipun Shizune-san
mengatakan bahwa dia akan mulai bekerja dari siang hari, tapi dia sudah keluar
sejak pagi karena ada pertemuan dengan para pengawal dan belum kembali selama
sekitar tiga jam.... mungkin dia sengaja memberiku waktu untuk sendirian.
Berkat
mereka berdua, aku bisa belajar dengan tenang dan berhasil menyelesaikan sekitar
setengah dari persiapan dan ulasan harianku. Sisanya bisa aku kerjakan malam
nanti...
Pada
pukul empat sore.
Aku dan
Hinako pergi menuju ke sekolah SMA-ku yang dulu.
“Kita
sudah sampai.”
Hanya
berjalan menyusuri jalan menuju sekolah membuatku bernostalgia, tetapi ketika
aku berdiri di depan sekolah, perasaan yang sulit diungkapkan mulai meluap.
“Jadi ini
sekolah tempat Itsuki dulu bersekolah...?”
“Yeah.”
Gerbang
sekolah yang dicat dengan warna hijau, di seberangnya terdapat halaman sekolah
dan gedung sekolah. Sekolah SMA tempatku menghabiskan satu tahun berada tepat
di depanku.
Meskipun
aku hanya bersekolah di sini selama satu tahun, dibandingkan dengan tahun-tahun
ketika aku menjalani sekolah SD dan SMP, ternyata ada banyak kenangan yang
melintas di pikiranku ketika aku melihatnya secara langsung. Ujian tahunan yang aku
persiapkan sambil melawan kantuk, festival olahraga yang menguras tenaga——kalau
dipikir-pikir, aku mengalami semuanya
saat masih di kelas 1 sekolah SMA ini.
“Bagaimana
pendapatmu setelah melihat sekolah biasa?”
Aku
bertanya kepada Hinako yang berdiri di sebelahku.
Hinako
menatap sekolah dengan mata kosong dan menjawab.
“…Kecil.”
“...Ukuran
segini justru lebih normal.”
Akademi
Kekaisarannya saja yang jauh lebih besar.
Dibandingkan
dengan Akademi Kekaisaran, tentu saja sekolah ini jauh terlihat kecil dan jujur
saja, sedikit kotor. Mengapa ada banyak rambu-rambu dan penyeberangan pejalan
kaki di sekitar sekolah yang terlihat kusam? Cat gerbang sekolahnya juga
terkelupas di beberapa bagian.
Mungkin
lain ceritanya kalau sekolah swasta, tapi sekolah negeri pada umumnya seperti
ini.
“Apa di
sekolah SMP juga seperti ini...?”
“Hmmm.
Menurutku SMP dan SD pada umumnya memiliki suasana seperti ini.”
Semua
sekolah mungkin terlihat serupa jika dibandingkan dengan Akademi Kekaisaran.
Pemandangan
ini benar-benar menunjukkan betapa istimewanya sekolah itu.
“Kelihatan
sempit, iya ‘kan? Tapi sebenarnya cukup memadai. Sekolah ini tidak punya kafe
maupun taman hias.”
Akademi
Kekaisaran memiliki berbagai fasilitas yang tidak dimiliki oleh sekolah biasa.
Selain itu, perpustakaan dan gedung olahraga juga memiliki skala yang besar.
Hal ini disebabkan oleh beragamnya bidang belajar dan jenis olahraga yang
dianggap perlu untuk dikuasai, yang jauh lebih luas dibandingkan dengan sekolah
biasa. Itulah sebabnya mengapa area sekolahnya begitu luas.”
Namun,
bagi kebanyakan siswa biasa, ukuran segini sudah cukup.
Selama
bersekolah di sini, aku tidak pernah merasa terbatasi sebagai seorang siswa.
Lingkungan belajar sudah tersedia dengan baik, dan situasi keamanan pun tidak
buruk. Sebagai seorang siswa yang hidup sederhana, kupikir aku bisa menjalani hari-hari
dengan cukup tenteram.
“Itsuki...
jadi kamu menghabiskan waktumu di sini, ya?”
Saat aku
bernostalgia dengan masa lalu, Hinako menggumamkan sesuatu dengan sedih. Dengan
tangan rampingnya, Hinako dengan lembut mengelus pagar besi gerbang sekolah.
“Apa
sekolahnya... sudah mulai?”
“Tidak, sekarang
masih liburan musim panas. Jadi yang ada di sekolah sekarang hanyalah siswa
yang sedang berlatih klub.”
Dari pemandangan
lapangan, tampaknya klub atletik, klub bola tangan, dan klub bisbol sedang melakukan
aktivitasnya. Jika aku mendengarkan dengan seksama, aku bisa mendengar suara
alat musik tiup, jadi mungkin klub musik juga sedang berlatih di dalam gedung
sekolah.
“Apa kamu
juga bergabung dengan klub, Itsuki?”
“Tidak,
aku sih anggota klub langsung pulang.”
“Klub
langsung pulang?”
“Artinya
aku tidak bergabung dengan klub manapun.”
“...Meskipun
kamu masuk klub langsung pulang, tapi tidak bergabung dengan klub?”
Hinako
memiringkan kepalanya dengan keheranan.
Sepertinya
istilah [klub langsung pulang] tidak
ada di dalam kamus Hinako.
“...Itsuki?”
Pada saat
itu, ada seseorang yang memanggil namaku. Ketika aku berbalik dengan sedikit
merasakan bahwa suaranya agak dikenal,
“Oh,
ternyata beneran Itsuki!”
“Eh,
serius? Sudah lama banget enggak ketemu!”
Tanpa
kami sadari, ada empat orang di sebelah kami. Dua anak laki-laki dan dua anak
perempuan. Aku langsung mengenali mereka begitu melihat wajah mereka.
Mereka adalah
mantan teman sekelasku.
“Sudah
lama enggak ketemu ya. Apa yang sedang kalian lakukan?”
“Kami
sedang asyik bermain game dengan santai di taman dekat sini. Setelah makan,
kami sebenarnya berencana pulang, tapi kami memutuskan untuk mampir ke sekolah
sebentar.”
“Kalau
kami sedang belajar di perpustakaan, dan kebetulan bertemu mereka di jalan pulang,”
Ternyata
mereka baru saja bertemu sebentar yang lalu. Mungkin itulah sebabnya anak
laki-laki mengenakan pakaian biasa dan anak perempuan mengenakan seragam.
“Ngomong-ngomong,
kamu! Kamu kemana saja selama ini!”
“Bener
banget! Setelah menjadi siswa kelas dua, kamu tiba-tiba menghilang, jadi aku
cukup terkejut, tau!”
Aku
dibombardir beberapa pertanyaan sambil didekati oleh keempat teman sekelasku.
“Haha,
maaf.....”
Sepertinya
topik itu akan muncul juga. aku ingin mengalihkan pembicaraan, tapi sepertinya
tidak akan berhasil. Tidak apa-apa. Kalau posisinya terbalik, aku juga pasti
akan bertanya.
“Ngomong-ngomong,
siapa gadis itu...?”
Yang
membuat keempat orang itu agak tenang adalah kehadiran Hinako. Ketika seorang
gadis bertanya seperti itu, tiga orang lainnya juga menatap Hinako. Hinako yang
sudah mengaktifkan mode Ojou-sama langsung tersenyum cerah.
“Senang bertemu
dengan kalian semua, namaku Konohana Hinako.”
Tiba-tiba
ada suara aneh yang keluar dari mulut salah seorang cowok.
Bukan
hanya para cowok, bahkan para gadis juga terpesona oleh sikap anggun dan elok
Hinako.
Bahkan
para siswa di Akademi Kekaisaran merasa bahwa Hinako adalah sosok gadis yang
tak terjangkau. Bagi kami yang berasal dari kalangan biasa, sikap dan
penampilan Hinako begitu indah sehingga membuat kami terpesona.
“Tu-Tunggu,
ayo ke sini sebentar, Itsuki!”
Para anak
cowok yang sadar kembali langsung menarik lenganku.
“Kamu!
Siapa gadis manis itu?”
“Di mana
kamu mengenalnya? Beritahu aku sekarang juga!”
Mereka
benar-benar tidak berubah sejak dulu...
“Anak
cowok emang paling enggak tau malu.”
“...Ya,
mungkin aku sedikit mengerti juga sih.”
Para
gadis memandang anak-anak cowok yang terpesona oleh Hinako dengan tatapan
sinis.
Namun,
sepertinya para mereka juga mengakui keanggunan Hinako.
Aku
merasa kalau ini saat yang tepat untuk menjelaskan keadaanku, jadi aku membuka
mulutku dan memberitahu mereka.
“Sebenarnya,
aku sekarang sedang bersekolah di Akademi Kekaisaran.”
“Akademi
Kekaisaran? Itu adalah sekolah elit yang sangat terkenal, ‘kan?”
“Katanya
hanya orang super tajir dan konglomerat saja yang bisa masuk, ‘kan?”
Aku
menganggukkan kepalaku.
Sama
seperti diriku, reputasi Akademi Kekaisaran dikenal oleh semua orang.
“Seperti
yang mungkin sudah kalian ketahui, keluargaku mengalami banyak kesulitan. Pada
awalnya, aku hampir saja putus sekolah, tetapi presiden sebuah perusahaan
bertanya kepadaku apa aku ingin diadopsi, dan akhirnya aku bersekolah di
Akademi Kekaisaran karena itu.”
“Adopsi...
apa kejadian semacam itu benar-benar ada?”
Dalam
kasusku, itu bohong, tapi ada contoh yang beneran ada seperti kasusnya Tennouji-san.
“Jadi,
Konohana-san yang ada di sini adalah teman sekelasku di akademi.”
Hinako
membungkuk pelan.
Langkah
pertama yang harus kulakukan adalah menjawab semua pertanyaan mereka.
“Apa
beneran cuma teman sekelas saja~?”
“Kami benar-benar
hanya teman sekelas. Aku kebetulan bertemu dengannya tadi, jadi aku menggunakan
kesempatan ini untuk mengajaknya berkeliling kampung halamanku.”
Aku tidak
boleh menyebutkan bahwa sebenarnya kami tinggal bersama.
Aku sudah
terbiasa dengan penipuan semacam ini sekarang, dan aku memberitahu mereka tanpa
mengubah ekspresi wajahku.
Mantan
teman sekelasku kemudian menatapku dan Hinako secara bergantian dengan tatapan
percaya dan tidak percaya sambil berkata “Hmm~”.
“Akademi
Kekaisaran, ya...yah, kurasa itu jauh lebih baik daripada kemungkinan terburuk
yang kami bayangkan.”
“Terburuk?”
Saat aku
memiringkan kepalaku, para anak cowok membalas dengan mengangguk.
“Ada banyak
rumor yang beredar tentangmu karena kamu menghilang dengan cara yang aneh. Ada
yang bilang kalau kamu berada di kapal penangkap ikan tuna, atau kamu hidup mandiri
di Amazon.”
“Apa-apaan
itu……”
Tidak,
kalau dipikir-pikir, aku merasa hal itu telah dijelaskan kepadaku saat aku
bertemu Yuri lagi di kursus musim panas. Ada juga rumor aneh kalau aku dijual
di pelelangan budak atau semacamnya.
“Rasanya
tidak pantas kalau kita berbicara di sini terus. Habis ini aku mau nongkrong di
rumah orang ini, tapi apa kamu mau ikutan juga, Itsuki?”
“Maksudku,
ayo datanglah. Sudah lama kita tidak bertemu lagi, jadi aku akan mentraktirmu
sesuatu asalkan itu makanan.”
Aku
menerima ajakan dari geng anak cowok.
Sementara
itu, Hinako juga mendapat tekanan dari para gadis.
“Kalau
tidak salah namamu Konohana-san, ya? Hei, jika kamu tidak keberatan, ayo
makan-makan bersama kami?”
“Bener
banget! Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu!”
“Eh, um,
aku...”
Mengesampingkan
diriku, sepertinya agak sulit bagi Hinako, yang sedang dalam mode Ojou-sama,
untuk menolaknya.
Tidak
seperti para siswa yang anggun di Akademi Kekaisaran, para pria dan wanita di
sini, baik atau buruk, sama sekali tidak segan-segan mengenai hal itu. Meski
itu normal bagiku, Hinako mungkin akan merasa kalau itu terlalu memaksakan.
“Hei!”
Pada saat
itu, aku mendengar suara bernada tinggi dari kejauhan.
Saat aku
menoleh ke arah suara itu, aku melihat bayangan seseorang yang tampak seperti
kacang polong di kejauhan.
Sosok
yang mendekat itu berpenampilan seperti seorang gadis yang familiar.
“Oh,
rupanya Hirano toh!”
“Yuricchi!
Lama enggak ketemu~!”
“Ya, ya,
sudah lama tidak bertemu.”
Sebelum
aku sempat berbicara, mantan teman sekelasku memanggil Yuri.
Kalau
dipikir-pikir, sekarang sedang liburan musim panas. Bagi mantan teman sekelasku,
ini mungkin reuni pertama mereka setelah sekian lama.
Yuri
segera melangkah di antara aku dan mantan teman-teman sekelasku.
“Kalau
kalian mengelilinginya seperti itu, mereka berdua akan bermasalah. Selain Itsuki,
Konohana-san tidak terbiasa dengan ajakan seperti itu.”
Bukankah
berlebihan kalau mengesampingkan diriku?
“Loh Yuricchi,
apa kamu kenal dengan Konohana-san?”
“Kami secara
kebetulan bertemu di tempat pekerjaan paruh waktuku.”
“Ah,
kalau tidak salah di Karuizawa, ‘kan? Pastinya tidak mengherankan jika ada
seorang Ojou-sama di sana.”
Sepertinya
semua orang tahu kalau Yuri bekerja paruh waktu di sebuah resor.
“Jadi,
mereka berdua berencana akan datang ke rumahku sekarang, jadi buat kalian semua
kapan-kapan lagi saja, ya.”
“Eh~~!
Jangan nguasain seenaknya sendirian napa~!”
“Itulah
yang awalnya mereka rencanakan hari ini! baiklah, ayo bubar, bubar~!”
Yuri
melambaikan tangannya untuk menekan mantan teman sekelasku, seolah-olah ingin
menyuruh mereka pergi.
Mereka membaca
suasananya dan berbalik seraya mengatakan hal-hal seperti, “Yah, apa boleh buat deh~.”
Di tengah
perjalanan, dua anak laki-laki diam-diam mendekatiku dan membawaku pergi agak
jauh.
“Itsuki.
Meski dia kelihatannya begitu, tapi Hirano-san benar-benar kesepian, tau.”
“...Sepertinya
begitu.”
Aku
samar-samar merasakan hal tersebut saat kami bertemu lagi di kursus musim panas.
Tampaknya
Yuri menghargai hari-harinya bersamaku lebih dari yang kukira.
“Jangan
terlalu cuek padanya, atau aku akan mengincar Hirano-san, loh.”
“Aku
sudah merenunginya, jadi jangan bercanda seperti itu.”
Aku
menghela nafas, berpikir bahwa dia adalah tipe orang yang mengatakan sesuatu
yang bodoh sampai akhir.
Kemudian,
entah kenapa, mereka berdua memandangku dengan tatapan tercengang.
Seakan-akan
mereka mengatakan kalau sikapku terlihat aneh.
“Asal
kamu tahu saja, Hirano-san tuh lumayan populer, tau?”
“Eh?”
Kamu bilang apaan tadi……?
“Jangan ‘Eh?’ begitu juga kali. Dia selalu ramah
pada semua orang, bertingkah baik pada siapa pun, dan sangat perhatian sama seperti
yang sekarang. Jadi wajar-wajar saja kalau dia populer.”
“Betul
tuh. Ditambah lagi, dia kelihatan manis sekali.”
Pria di
sebelahnya juga mengangguk setuju.
“Apa iya
begitu…...”
Setelah
dipikir-pikir lagi, Yuri mungkin memiliki semua elemen yang membuatnya menarik
bagi lawan jenis. Selain hal-hal yang mereka berdua katakan, dia adalah seorang
juru masak yang baik, punya kepribadian yang tegas, dan memiliki banyak pesona
feminin.
Aku tahu
kalau Yuri dikagumi baik oleh pria maupun wanita, tapi aku tak pernah menyangka
kalau itu juga dalam artian romantis.
“Itsuki,
apa yang sedang kamu lakukan?”
“Ti-Tidak,
bukan apa-apa!”
Yuri memanggilku,
dan aku menuju ke arah sana sambil berusaha menutupinya.
Saat aku
berjalan pergi, teman-teman nakalku itu tersenyam-senyum dengan jahil, tapi aku
dengan sengaja mengabaikan mereka.
“......Fyuh,
sekarang aku bisa tenang.”
Setelah kami
berpisah dengan teman sekelas lama dan hanya tinggal kami bertiga, Yuri
berkata.
“Yuri,
terima kasih, kamu tadi sangat membantu. Tapi kenapa kamu ada di sini—”
“Bukan
karena alasan apa-apa! Hari ini adalah hari pertamaku bekerja paruh waktu di
rumah Konohana-san, jadi aku sedikit bersemangat! Tapi ketika aku sampai di
sana, kenapa kalian tidak ada di sana!!”
Ah, benar
juga...kalau dipikir-pikir, itu dimulai hari ini ya.
Hari ini
adalah hari pertama Yuri bekerja di rumah Konohana yang patut dirayakan.
Sebenarnya, awalnya kami sudah membicarakan untuk pergi ke rumah Yuri dalam
bentuk menemaninya dalam perjalanan pulang.
“Hah?
Tapi bukannya aku sudah memberitahumu mengenai perubahan lokasi pertemuan?”
“Eh,
seriusan?”
Yuri
buru-buru mengeluarkan smartphone-nya.
“.... Aku
terlalu semangat sampai-sampai melewatinya.”
“Kamu
ini...”
Untuk
jaga-jaga, aku juga mengeluarkan smartphone-ku dan memeriksanya.
Jika
diperhatikan baik-baik, aku menyadari kalau dia tidak membaca pesan itu. Seharusnya
aku menghubunginya lagi setelah tidak mendapat balasan.
“Jadi yah,
setelah selesai bekerja, aku bertanya pada Shizune-san, pelayan di sana,
tentang keberadaan kalian. Dan akhirnya sampailah aku di sini. ...Katanya kamu
sekarang tinggal di rumah lamamu, ‘kan?”
“Yeah.
Aku berencana tinggal di kota ini untuk sementara waktu.”
“Hmm~.
Aku ingin mendengar lebih banyak cerita seputar itu.”
Baik aku
maupun Yuri, tinggal di tempat yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki menuju ke
sekolah menengah, sehingga kami telah sangat terbiasa dengan kota ini sejak
masa sekolah SD.
Dalam
kasusku, aku sengaja memilih sekolah SMA terdekat untuk menghemat biaya
transportasi, dan kebetulan nilai akreditasi sekolah SMA tersebut tidak terlalu
buruk. Karena itulah Yuri pun memilih SMA ini.
Kami
berjalan bersama sambil mengagumi pemandangan kota yang familiar.
“Kedai
kopi itu sebelumnya enggak ada di sana, kan?”
“Mereka
direlokasi ke sini. Dulunya sih mereka ada di dalam stasiun.”
“Oh, yang
itu, ya. Jadi, tempat itu digantikan dengan apa sekarang?”
“Toko
roti. Sering kali ada banyak antrian di malam hari.”
Karena
letak tokonya berada di dalam stasiun, orang-orang yang berada di luar kota
untuk bekerja atau sekolah mungkin membelinya dan membawanya pulang.
Meski
baru beberapa bulan, tapi kota ini nampaknya terus mengalami perubahan.
Aku yakin
hal itu sudah terjadi bahkan sebelum aku memasuki Akademi Kekaisaran. Aku hanya
tidak menyadarinya saja ketika aku berada di dalam, tetapi jika aku berbalik dari luar, aku bisa menyadarinya
dengan mudah.
“Baiklah,
sekarang kita sudah hampir sampai.”
Setelah berjalan
kaki singkat dari stasiun, dan melewati jalanan perbelanjaan yang sudah kami
lewati kemarin.
Ada
etalase toko yang sudah tidak asing lagi.
“Selamat
datang di Restoran Hiramaru !!”
Yuri menyambut kami dengan riang.