[LN] Saijou no Osewa Jilid 5 Bab 2 Bagian 1 Bahasa Indonesia

Bab 2 — Pria yang Bisa Membaca Pikiran (Bagian 1)

 

Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui celah-celah tirai.

Saat aku terbangun, aku merasakan ada sesuatu yang berbeda. Sensasi sentuhan di punggungku berbeda dari tempat tidurku biasanya.

“Oh, ya, benar juga.”

Di sini bukanlah rumah kediaman keluarga Konohana.

Sebelum aku menyadarinya, rutinitas harianku telah berubah dari hari-hari yang dihabiskan di rumah ini menjadi hari-hari yang dihabiskan di rumah besar itu. Di antara perasaan tidak nyaman dan kebiasaan, pikiranku perlahan-lahan mulai terjaga.

Meski sepertinya sudah ada beberapa pembersihan dan renovasi yang dilakukan, tapi pemandangan yang dilihat dari posisi berbaring hampir sama seperti sebelumnya. Langit-langit yang sudah kulihat ribuan kali sejak kecil berada tepat di depan mataku.

“Kamu sudah bangun?”

Saat aku hendak pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, ada seseorang yang memanggilku.

Saat aku berbalik, aku melihat Shizune-san dengan pakaian santainya sedang menatapku.

“Selamat pagi. Seperti biasa kamu bangun pagi-pagi ya, Shizune-san.”

“Karena itu sudah menjadi kebiasaanku. Menurutku kamu juga termasuk orang yang bangun pagi, Itsuki-san.”

 

Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Jika aku tidak mempunyai rencana apapun, aku bisa tidur lebih lama lagi. Tapi, aku juga terbiasa bangun pada jam ini sejak mulai bekerja paruh waktu sebagai pengantar koran ketika menjadi siswa SMA.

“Shizune-san, apa kamu akan bekerja hari ini juga?”

“Iya. Meski aku akan memulainya siang nanti.”

Ternyata dia bisa bersantai di pagi hari.

Syukurlah. Sepertinya hari ini Shizune-san juga bisa sedikit bersantai.

“Apa kamu berniat membangunkan Hinako?”

“...Biarkan dia tidur lebih lama hari ini. Sepertinya dia sudah bekerja keras kemarin.”

Aku pun setuju.

Aku berjalan perlahan ke kamar kecil, berusaha untuk meminimalkan bunyi deritan lantai. Setelah mencuci wajah, aku melihat Shizune-san sekali lagi dan sedikit kaku.

“Ada apa?”

“Tidak, hanya saja….rasanya terlihat begitu baru dalam artian berbagai hal.”

Pada dasarnya, Shizune-san selalu mengenakan pakaian pelayan, jadi melihatnya mengenakan pakaian lain terasa istimewa. Berbeda dengan Hinako yang menyukai pakaian rumahan yang lucu dan lembut, Shizune-san mengenakan kaus oblong sederhana.

“...Tolong jangan terlalu banyak menatapku.”

Reaksinya juga terasa segar, dan aku sedikit penasaran, tetapi aku segera mengalihkan pandanganku karena khawatir akan membuatnya marah.

Shizune-san sedikit menyesuaikan posisi sekat untuk membuat ruang tamu yang merupakan ruang bersama menjadi lebih besar.

Sambil mengikuti gerakannya, aku membawa meja yang diletakkan di dinding ke tengah ruangan.

“Baiklah, kurasa sudah waktunya untuk menyiapkan sarapan?”

“Oh, jika itu hanya sarapan yang sederhana, sebenarnya aku sudah membuatnya.”

“Benarkah?”

“Aku menyiapkannya sambil membuat kari kemarin. Meskipun sebenarnya sangat sederhana.”

Aku berkata demikian membuka pintu kulkas.

Aku mengambil piring yang sudah disiapkan sebelumnya.

“Ini sandwich yang sudah kusiapkan. Ada yang isian tuna dan telur.”

Sambil memasak kari, aku mencari resepnya di smartphone-ku.

“Terima kasih.”

Karena sudah disiapkan untuk beberapa orang, aku pun duduk di hadapan Shizune-san dan mulai makan. Meskipun ada porsi untuk Hinako, jika dia masih tidur hingga siang, aku akan memakan bagiannya juga.

Rasa sandwich-nya sebenarnya tidak buruk, meskipun hampir sepenuhnya bergantung pada bahan-bahannya. Karena aku menggunakan kaleng tuna dan roti berkualitas tinggi, jadi aku memutuskan untuk menggunakan keduanya.

“Hari ini kamu akan pergi melihat-lihat sekolah lamamu, bukan?”

“Iya, rencananya memang begitu.”

“Apa kamu sudah memikirkan bagaimana kamu akan menjelaskan situasimu saat ini jika kamu bertemu dengan teman sekelasmu?”

Aku sama sekali belum memikirkannya.

Karena aku berhenti sekolah di tengah jalan, jadi jika aku bertemu dengan teman sekelasku lagi, mereka pasti akan bertanya tentang situasiku sekarang.

Aku harus memikirkan bagaimana menjelaskannya, tetapi... jika prioritas utamaku ialah untuk tidak menimbulkan masalah pada keluarga Konohana, mungkin lebih baik aku tidak bertemu terlebih dahulu. Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menyangkal bahwa ada kemungkinan rahasiaku terbongkar, tak peduli bagaimana aku menjelaskannya.

“….Mungkin lebih baik jika aku tidak usah pergi?”

“Jika kamu ingin berhati-hati dan waspada, itu memang lebih baik. Namun, jika kamu terus konsisten dengan cara pendekatan itu, kamu harus mengucapkan selamat tinggal kepada semua orang yang pernah kamu temui sejauh ini. Itu akan sangat menyedihkan, jadi Kagen-sama telah memberikan izin.”

Meski memang benar kalau itu demi keluarga Konohana, tapi rasanya sulit untuk berpisah dengan semua teman lamaku.

“Kamu boleh menjelaskan sampai dibatas kalau kamu bersekolah di Akademi Kekaisaran. Hubunganmu dengan Ojou-sama hanya sebatas teman sekelas.”

“Bagaimana dengan alasanku yang bisa masuk akademi?”

“Kamu bisa bilang bahwa kamu diadopsi.”

Situasi dimana aku diadopsi oleh presiden sebuah perusahaan IT skala menengah tampaknya juga berlaku di sini.

“Kita berdua mulai terbiasa satu sama lain, ya.”

Aku tertawa getir saat mendengar komentar Shizune-san. Rasanya seolah-olah aku menjadi seperti seorang penipu.

Tiba-tiba aku melihat ke arah Shizune-san, dan menyadari bahwa dia sudah berhenti makan. Apa jangan-jangan makanan itu tidak enak? Aku bisa memakannya tanpa masalah, tapi tentu saja rasanya tidak sebanding dengan masakan di mansion keluarga Konohana.

“Maaf. Apa makanan itu kurang cocok dengan seleramu?”

“Tidak... Kupikir rasanya tidak burung juga memakan sarapan semacam ini sesekali,” kata Shizune-san dengan senyuman tipis di wajahnya.

Shizune-san dengan hati-hati mengunyah sandwichnya dan menelannya. Sepertinya dia tidak berbohong.

“Sebelum menjadi pelayan keluarga Konohana, kehidupan seperti apa kamu miliki, Shizune-san?”

“Aku menjalani kehidupan cukup normal,kok. Keluarga termasuk keluarga yang sedikit berada, dan aku pergi ke sekolah yang bagus sedikit, tapi standar hidupnya tidak jauh berbeda dengan keluarga biasa... jadi, aku sudah terbiasa dengan makanan seperti ini.”

Baru pertama kalinya aku mendengarnya. Kalau dipikir-pikir, aku jarang mendapat kesempatan berbicara dengan Shizune-san seperti ini.

Ada banyak hal yang tidak kuketahui tentang Shizune-san.

“Terima kasih atas hidangan yang lezatnya tadi.”

Shizune-san menyelesaikan sarapannya dengan sikap elegan yang setara dengan penampilan Hinako. Shizune-san diam-diam menarik kursi dan berdiri, menumpuk piring kosong di tanganku di atas miliknya.

“Aku akan mencucinya.”

“Aku juga akan membantu.”

“Cuma ada dua piring, jadi aku bisa melakukannya sendiri, kok.”

Dengan gerakan yang terampil, Shizune-san berdiri di dapur.

Dia lalu mengusap piring yang sudah dicuci  dengan kain bersih dan diletakkan di rak. Aku mengambil salah satu piring itu.

“...bersih sekali sampai berkilau.”

Luar biasa. Ternyata hasil mencuci piring bisa berbeda-beda tergantung siapa yang melakukannya.

“Aku masih tidak bisa kalah dari Itsuki-san.”

“...Aku tidak akan pernah menang.”

“Ya. aku tidak punya niatan untuk kalah.”

Meskipun aku mengatakannya dengan setengah bercanda, tetapi Shizune-san  secara alami mengiyakannya. Namun, ekspresinya terlihat sedikit ceria dan santai.

 

◆◆◆◆

 

Aku terus fokus belajar sampai sekitar tengah hari. Aku sesekali merasa khawatir dengan keadaan Hinako, tapi sepertinya dia masih tertidur dengan lelap. Awalnya kupikir dia kesulitan untuk tidur karena tempat tidur di sini berbeda dengan tempat tidur di rumahnya, tapi sebenarnya Hinako bisa tidur di mana saja dan kapan saja, jadi sepertinya tidak masalah.

Meskipun Shizune-san mengatakan bahwa dia akan mulai bekerja dari siang hari, tapi dia sudah keluar sejak pagi karena ada pertemuan dengan para pengawal dan belum kembali selama sekitar tiga jam.... mungkin dia sengaja memberiku waktu untuk sendirian.

Berkat mereka berdua, aku bisa belajar dengan tenang dan berhasil menyelesaikan sekitar setengah dari persiapan dan ulasan harianku. Sisanya bisa aku kerjakan malam nanti...

Pada pukul empat sore.

Aku dan Hinako pergi menuju ke sekolah SMA-ku yang dulu.

“Kita sudah sampai.”

Hanya berjalan menyusuri jalan menuju sekolah membuatku bernostalgia, tetapi ketika aku berdiri di depan sekolah, perasaan yang sulit diungkapkan mulai meluap.

“Jadi ini sekolah tempat Itsuki dulu bersekolah...?”

“Yeah.”

Gerbang sekolah yang dicat dengan warna hijau, di seberangnya terdapat halaman sekolah dan gedung sekolah. Sekolah SMA tempatku menghabiskan satu tahun berada tepat di depanku.

Meskipun aku hanya bersekolah di sini selama satu tahun, dibandingkan dengan tahun-tahun ketika aku menjalani sekolah SD dan SMP, ternyata ada banyak kenangan yang melintas di pikiranku ketika aku melihatnya secara langsung. Ujian tahunan yang aku persiapkan sambil melawan kantuk, festival olahraga yang menguras tenaga——kalau dipikir-pikir,  aku mengalami semuanya saat masih di kelas 1 sekolah SMA ini.

“Bagaimana pendapatmu setelah melihat sekolah biasa?”

Aku bertanya kepada Hinako yang berdiri di sebelahku.

Hinako menatap sekolah dengan mata kosong dan menjawab.

“…Kecil.”

“...Ukuran segini justru lebih normal.”

Akademi Kekaisarannya saja yang jauh lebih besar.

Dibandingkan dengan Akademi Kekaisaran, tentu saja sekolah ini jauh terlihat kecil dan jujur saja, sedikit kotor. Mengapa ada banyak rambu-rambu dan penyeberangan pejalan kaki di sekitar sekolah yang terlihat kusam? Cat gerbang sekolahnya juga terkelupas di beberapa bagian.

Mungkin lain ceritanya kalau sekolah swasta, tapi sekolah negeri pada umumnya seperti ini.

“Apa di sekolah SMP juga seperti ini...?”

“Hmmm. Menurutku SMP dan SD pada umumnya memiliki suasana seperti ini.”

Semua sekolah mungkin terlihat serupa jika dibandingkan dengan Akademi Kekaisaran.

Pemandangan ini benar-benar menunjukkan betapa istimewanya sekolah itu.

“Kelihatan sempit, iya ‘kan? Tapi sebenarnya cukup memadai. Sekolah ini tidak punya kafe maupun taman hias.”

Akademi Kekaisaran memiliki berbagai fasilitas yang tidak dimiliki oleh sekolah biasa. Selain itu, perpustakaan dan gedung olahraga juga memiliki skala yang besar. Hal ini disebabkan oleh beragamnya bidang belajar dan jenis olahraga yang dianggap perlu untuk dikuasai, yang jauh lebih luas dibandingkan dengan sekolah biasa. Itulah sebabnya mengapa area sekolahnya begitu luas.”

Namun, bagi kebanyakan siswa biasa, ukuran segini sudah cukup.

Selama bersekolah di sini, aku tidak pernah merasa terbatasi sebagai seorang siswa. Lingkungan belajar sudah tersedia dengan baik, dan situasi keamanan pun tidak buruk. Sebagai seorang siswa yang hidup sederhana, kupikir aku bisa menjalani hari-hari dengan cukup tenteram.

“Itsuki... jadi kamu menghabiskan waktumu di sini, ya?”

Saat aku bernostalgia dengan masa lalu, Hinako menggumamkan sesuatu dengan sedih. Dengan tangan rampingnya, Hinako dengan lembut mengelus pagar besi gerbang sekolah.

“Apa sekolahnya... sudah mulai?”

“Tidak, sekarang masih liburan musim panas. Jadi yang ada di sekolah sekarang hanyalah siswa yang sedang berlatih klub.”

Dari pemandangan lapangan, tampaknya klub atletik, klub bola tangan, dan klub bisbol sedang melakukan aktivitasnya. Jika aku mendengarkan dengan seksama, aku bisa mendengar suara alat musik tiup, jadi mungkin klub musik juga sedang berlatih di dalam gedung sekolah.

“Apa kamu juga bergabung dengan klub, Itsuki?”

“Tidak, aku sih anggota klub langsung pulang.”

“Klub langsung pulang?”

“Artinya aku tidak bergabung dengan klub manapun.”

“...Meskipun kamu masuk klub langsung pulang, tapi tidak bergabung dengan klub?”

Hinako memiringkan kepalanya dengan keheranan.

Sepertinya istilah [klub langsung pulang] tidak ada di dalam kamus Hinako.

“...Itsuki?”

Pada saat itu, ada seseorang yang memanggil namaku. Ketika aku berbalik dengan sedikit merasakan bahwa suaranya agak dikenal,

“Oh, ternyata beneran Itsuki!”

“Eh, serius? Sudah lama banget enggak ketemu!”

Tanpa kami sadari, ada empat orang di sebelah kami. Dua anak laki-laki dan dua anak perempuan. Aku langsung mengenali mereka begitu melihat wajah mereka.

Mereka adalah mantan teman sekelasku.

“Sudah lama enggak ketemu ya. Apa yang sedang kalian lakukan?”

“Kami sedang asyik bermain game dengan santai di taman dekat sini. Setelah makan, kami sebenarnya berencana pulang, tapi kami memutuskan untuk mampir ke sekolah sebentar.”

“Kalau kami sedang belajar di perpustakaan, dan kebetulan bertemu mereka di jalan pulang,”

Ternyata mereka baru saja bertemu sebentar yang lalu. Mungkin itulah sebabnya anak laki-laki mengenakan pakaian biasa dan anak perempuan mengenakan seragam.

“Ngomong-ngomong, kamu! Kamu kemana saja selama ini!”

“Bener banget! Setelah menjadi siswa kelas dua, kamu tiba-tiba menghilang, jadi aku cukup terkejut, tau!”

Aku dibombardir beberapa pertanyaan sambil didekati oleh keempat teman sekelasku.

“Haha, maaf.....”

Sepertinya topik itu akan muncul juga. aku ingin mengalihkan pembicaraan, tapi sepertinya tidak akan berhasil. Tidak apa-apa. Kalau posisinya terbalik, aku juga pasti akan bertanya.

“Ngomong-ngomong, siapa gadis itu...?”

Yang membuat keempat orang itu agak tenang adalah kehadiran Hinako. Ketika seorang gadis bertanya seperti itu, tiga orang lainnya juga menatap Hinako. Hinako yang sudah mengaktifkan mode Ojou-sama langsung tersenyum cerah.

“Senang bertemu dengan kalian semua, namaku Konohana Hinako.”

Tiba-tiba ada suara aneh yang keluar dari mulut salah seorang cowok.

Bukan hanya para cowok, bahkan para gadis juga terpesona oleh sikap anggun dan elok Hinako.

Bahkan para siswa di Akademi Kekaisaran merasa bahwa Hinako adalah sosok gadis yang tak terjangkau. Bagi kami yang berasal dari kalangan biasa, sikap dan penampilan Hinako begitu indah sehingga membuat kami terpesona.

“Tu-Tunggu, ayo ke sini sebentar, Itsuki!”

Para anak cowok yang sadar kembali langsung menarik lenganku.

“Kamu! Siapa gadis manis itu?”

“Di mana kamu mengenalnya? Beritahu aku sekarang juga!”

Mereka benar-benar tidak berubah sejak dulu...

“Anak cowok emang paling enggak tau malu.”

“...Ya, mungkin aku sedikit mengerti juga sih.”

Para gadis memandang anak-anak cowok yang terpesona oleh Hinako dengan tatapan sinis.

Namun, sepertinya para mereka juga mengakui keanggunan Hinako.

Aku merasa kalau ini saat yang tepat untuk menjelaskan keadaanku, jadi aku membuka mulutku dan memberitahu mereka.

“Sebenarnya, aku sekarang sedang bersekolah di Akademi Kekaisaran.”

“Akademi Kekaisaran? Itu adalah sekolah elit yang sangat terkenal, ‘kan?”

“Katanya hanya orang super tajir dan konglomerat saja yang bisa masuk, ‘kan?”

Aku menganggukkan kepalaku.

Sama seperti diriku, reputasi Akademi Kekaisaran dikenal oleh semua orang.

“Seperti yang mungkin sudah kalian ketahui, keluargaku mengalami banyak kesulitan. Pada awalnya, aku hampir saja putus sekolah, tetapi presiden sebuah perusahaan bertanya kepadaku apa aku ingin diadopsi, dan akhirnya aku bersekolah di Akademi Kekaisaran karena itu.”

“Adopsi... apa kejadian semacam itu benar-benar ada?”

Dalam kasusku, itu bohong, tapi ada contoh yang beneran ada seperti kasusnya Tennouji-san.

“Jadi, Konohana-san yang ada di sini adalah teman sekelasku di akademi.”

Hinako membungkuk pelan.

Langkah pertama yang harus kulakukan adalah menjawab semua pertanyaan mereka.

“Apa beneran cuma teman sekelas saja~?”

“Kami benar-benar hanya teman sekelas. Aku kebetulan bertemu dengannya tadi, jadi aku menggunakan kesempatan ini untuk mengajaknya berkeliling kampung halamanku.”

Aku tidak boleh menyebutkan bahwa sebenarnya kami tinggal bersama.

Aku sudah terbiasa dengan penipuan semacam ini sekarang, dan aku memberitahu mereka tanpa mengubah ekspresi wajahku.

Mantan teman sekelasku kemudian menatapku dan Hinako secara bergantian dengan tatapan percaya dan tidak percaya sambil berkata “Hmm~”.

“Akademi Kekaisaran, ya...yah, kurasa itu jauh lebih baik daripada kemungkinan terburuk yang kami bayangkan.”

“Terburuk?”

Saat aku memiringkan kepalaku, para anak cowok membalas dengan mengangguk.

“Ada banyak rumor yang beredar tentangmu karena kamu menghilang dengan cara yang aneh. Ada yang bilang kalau kamu berada di kapal penangkap ikan tuna, atau kamu hidup mandiri di Amazon.”

“Apa-apaan itu……”

Tidak, kalau dipikir-pikir, aku merasa hal itu telah dijelaskan kepadaku saat aku bertemu Yuri lagi di kursus musim panas. Ada juga rumor aneh kalau aku dijual di pelelangan budak atau semacamnya.

“Rasanya tidak pantas kalau kita berbicara di sini terus. Habis ini aku mau nongkrong di rumah orang ini, tapi apa kamu mau ikutan juga, Itsuki?”

“Maksudku, ayo datanglah. Sudah lama kita tidak bertemu lagi, jadi aku akan mentraktirmu sesuatu asalkan itu makanan.”

Aku menerima ajakan dari geng anak cowok.

Sementara itu, Hinako juga mendapat tekanan dari para gadis.

“Kalau tidak salah namamu Konohana-san, ya? Hei, jika kamu tidak keberatan, ayo makan-makan bersama kami?”

“Bener banget! Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu!”

“Eh, um, aku...”

Mengesampingkan diriku, sepertinya agak sulit bagi Hinako, yang sedang dalam mode Ojou-sama, untuk menolaknya.

Tidak seperti para siswa yang anggun di Akademi Kekaisaran, para pria dan wanita di sini, baik atau buruk, sama sekali tidak segan-segan mengenai hal itu. Meski itu normal bagiku, Hinako mungkin akan merasa kalau itu terlalu memaksakan.

“Hei!”

Pada saat itu, aku mendengar suara bernada tinggi dari kejauhan.

Saat aku menoleh ke arah suara itu, aku melihat bayangan seseorang yang tampak seperti kacang polong di kejauhan.

Sosok yang mendekat itu berpenampilan seperti seorang gadis yang familiar.

“Oh, rupanya Hirano toh!”

“Yuricchi! Lama enggak ketemu~!”

“Ya, ya, sudah lama tidak bertemu.”

Sebelum aku sempat berbicara, mantan teman sekelasku memanggil Yuri.

Kalau dipikir-pikir, sekarang sedang liburan musim panas. Bagi mantan teman sekelasku, ini mungkin reuni pertama mereka setelah sekian lama.

Yuri segera melangkah di antara aku dan mantan teman-teman sekelasku.

“Kalau kalian mengelilinginya seperti itu, mereka berdua akan bermasalah. Selain Itsuki, Konohana-san tidak terbiasa dengan ajakan seperti itu.”

Bukankah berlebihan kalau mengesampingkan diriku?

“Loh Yuricchi, apa kamu kenal dengan Konohana-san?”

“Kami secara kebetulan bertemu di tempat pekerjaan paruh waktuku.”

“Ah, kalau tidak salah di Karuizawa, ‘kan? Pastinya tidak mengherankan jika ada seorang Ojou-sama di sana.”

Sepertinya semua orang tahu kalau Yuri bekerja paruh waktu di sebuah resor.

“Jadi, mereka berdua berencana akan datang ke rumahku sekarang, jadi buat kalian semua kapan-kapan lagi saja, ya.”

“Eh~~! Jangan nguasain seenaknya sendirian napa~!”

“Itulah yang awalnya mereka rencanakan hari ini! baiklah, ayo bubar, bubar~!”

Yuri melambaikan tangannya untuk menekan mantan teman sekelasku, seolah-olah ingin menyuruh mereka pergi.

Mereka membaca suasananya dan berbalik seraya mengatakan hal-hal seperti, “Yah, apa boleh buat deh~.”

Di tengah perjalanan, dua anak laki-laki diam-diam mendekatiku dan membawaku pergi agak jauh.

“Itsuki. Meski dia kelihatannya begitu, tapi Hirano-san benar-benar kesepian, tau.”

“...Sepertinya begitu.”

Aku samar-samar merasakan hal tersebut saat kami bertemu lagi di kursus musim panas.

Tampaknya Yuri menghargai hari-harinya bersamaku lebih dari yang kukira.

“Jangan terlalu cuek padanya, atau aku akan mengincar Hirano-san, loh.”

“Aku sudah merenunginya, jadi jangan bercanda seperti itu.”

Aku menghela nafas, berpikir bahwa dia adalah tipe orang yang mengatakan sesuatu yang bodoh sampai akhir.

Kemudian, entah kenapa, mereka berdua memandangku dengan tatapan tercengang.

Seakan-akan mereka mengatakan kalau sikapku terlihat aneh.

“Asal kamu tahu saja, Hirano-san tuh lumayan populer, tau?”

“Eh?”

Kamu bilang apaan tadi……?

“Jangan ‘Eh?’ begitu juga kali. Dia selalu ramah pada semua orang, bertingkah baik pada siapa pun, dan sangat perhatian sama seperti yang sekarang. Jadi wajar-wajar saja kalau dia populer.”

“Betul tuh. Ditambah lagi, dia kelihatan manis sekali.”

Pria di sebelahnya juga mengangguk setuju.

“Apa iya begitu…...”

Setelah dipikir-pikir lagi, Yuri mungkin memiliki semua elemen yang membuatnya menarik bagi lawan jenis. Selain hal-hal yang mereka berdua katakan, dia adalah seorang juru masak yang baik, punya kepribadian yang tegas, dan memiliki banyak pesona feminin.

Aku tahu kalau Yuri dikagumi baik oleh pria maupun wanita, tapi aku tak pernah menyangka kalau itu juga dalam artian romantis.

“Itsuki, apa yang sedang kamu lakukan?”

“Ti-Tidak, bukan apa-apa!”

Yuri memanggilku, dan aku menuju ke arah sana sambil berusaha menutupinya.

Saat aku berjalan pergi, teman-teman nakalku itu tersenyam-senyum dengan jahil, tapi aku dengan sengaja mengabaikan mereka.

“......Fyuh, sekarang aku bisa tenang.”

Setelah kami berpisah dengan teman sekelas lama dan hanya tinggal kami bertiga, Yuri berkata.

“Yuri, terima kasih, kamu tadi sangat membantu. Tapi kenapa kamu ada di sini—”

“Bukan karena alasan apa-apa! Hari ini adalah hari pertamaku bekerja paruh waktu di rumah Konohana-san, jadi aku sedikit bersemangat! Tapi ketika aku sampai di sana, kenapa kalian tidak ada di sana!!”

Ah, benar juga...kalau dipikir-pikir, itu dimulai hari ini ya.

Hari ini adalah hari pertama Yuri bekerja di rumah Konohana yang patut dirayakan. Sebenarnya, awalnya kami sudah membicarakan untuk pergi ke rumah Yuri dalam bentuk menemaninya dalam perjalanan pulang.

“Hah? Tapi bukannya aku sudah memberitahumu mengenai perubahan lokasi pertemuan?”

“Eh, seriusan?”

Yuri buru-buru mengeluarkan smartphone-nya.

“.... Aku terlalu semangat sampai-sampai melewatinya.”

“Kamu ini...”

Untuk jaga-jaga, aku juga mengeluarkan smartphone-ku dan memeriksanya.

Jika diperhatikan baik-baik, aku menyadari kalau dia tidak membaca pesan itu. Seharusnya aku menghubunginya lagi setelah tidak mendapat balasan.

“Jadi yah, setelah selesai bekerja, aku bertanya pada Shizune-san, pelayan di sana, tentang keberadaan kalian. Dan akhirnya sampailah aku di sini. ...Katanya kamu sekarang tinggal di rumah lamamu, ‘kan?”

“Yeah. Aku berencana tinggal di kota ini untuk sementara waktu.”

“Hmm~. Aku ingin mendengar lebih banyak cerita seputar itu.”

Baik aku maupun Yuri, tinggal di tempat yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki menuju ke sekolah menengah, sehingga kami telah sangat terbiasa dengan kota ini sejak masa sekolah SD.

Dalam kasusku, aku sengaja memilih sekolah SMA terdekat untuk menghemat biaya transportasi, dan kebetulan nilai akreditasi sekolah SMA tersebut tidak terlalu buruk. Karena itulah Yuri pun memilih SMA ini.

Kami berjalan bersama sambil mengagumi pemandangan kota yang familiar.

“Kedai kopi itu sebelumnya enggak ada di sana, kan?”

“Mereka direlokasi ke sini. Dulunya sih mereka ada di dalam stasiun.”

“Oh, yang itu, ya. Jadi, tempat itu digantikan dengan apa sekarang?”

“Toko roti. Sering kali ada banyak antrian di malam hari.”

Karena letak tokonya berada di dalam stasiun, orang-orang yang berada di luar kota untuk bekerja atau sekolah mungkin membelinya dan membawanya pulang.

Meski baru beberapa bulan, tapi kota ini nampaknya terus mengalami perubahan.

Aku yakin hal itu sudah terjadi bahkan sebelum aku memasuki Akademi Kekaisaran. Aku hanya tidak menyadarinya saja ketika aku berada di dalam, tetapi jika aku  berbalik dari luar, aku bisa menyadarinya dengan mudah.

“Baiklah, sekarang kita sudah hampir sampai.”

Setelah berjalan kaki singkat dari stasiun, dan melewati jalanan perbelanjaan yang sudah kami lewati kemarin.

Ada etalase toko yang sudah tidak asing lagi.

“Selamat datang di Restoran Hiramaru !!”

Yuri menyambut kami dengan riang.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama