Chapter 3 — Orang yang Percaya Bagian 2
Bagiku, Kazemiya
Kohaku, restoran keluarga hanyalah sekadar tempat
pelarian.
Tapi
setelah bertemu dengan Narumi, tempat tersebut
menjadi tempat yang spesial bagi kami berdua.
Tempat
kami bisa bebas dari ikatan keluarga dan rumah...
...Atau
setidaknya begitu seharusnya.
“Kenapa...
Onee-chan bisa ada di sini...?”
“Karena
aku mencarimu. Wajar saja, ‘kan? Karena kamu kabur dari rumah, sih? Adik yang paling berharga
bagiku sudah kabur dari rumah... Aku benar-benar sangat
khawatir...”
Sambil
mengatakan itu, Onee-chan
mulai mengguncang tubuh dan suaranya menunjukkan bahwa dia sudah tak kuasa menahan
perasaannya.
“Ko-ha-ku-chaaan!”
Dengan
napas perut yang terlatih sebagai penyanyi, dia
melompat untuk memelukku.
“Ahh~~~~~~! Kohaku-chan!
Kohaku-chan! Syukurlah! Aku benar-benar bersyukur~~! Aku lega
kamu baik-baik saja!”
“Tunggu dulu,
Onee-chan! Jangan berteriak tiba-tiba
begitu...!”
Aku
merasa cemas dengan pandangan orang-orang di
sekitar. Meskipun wajahnya tidak
terlihat karena dia sedang memelukku, tapi suaranya bisa saja membocorkan identitasnya sebagai 'Kuon'.
Untungnya, kursi yang kami duduki berada di sudut ruangan, dan tidak ada orang
di sekitar kami, jadi sepertinya belum ada yang menyadarinya.
“Aku
sangat khawatir sewaktu si nenek peyot itu mengatakan kalau dia
mengusirmu dari rumah! Bukannya itu sangaty
berbahaya kalau harus keluar sendirian di malam hari! Aku bingung kamu pergi ke mana... Kalau sampai
terlibat masalah bagaimana...”
“...Maafkan
aku. Aku tidak memikirkannya.”
“Iya,
harusnya kamu
memikirkannya sedikit. Hah... Aku sampai merasa kalau
jantungku hampir copot,
tahu! Aku paham kenapa Kohaku-chan
ingin melakukannya, tapi tetap saja— maksudku,
jelas-jelas yang paling salah itu si nenek peyot itu, jadi aku tidak mau terlalu
menyalahkanmu. Tapi tetap saja, aku merasa
cemas kalau ada sesuatu yang
terjadi!”
Suara Onee-chan bergetar seolah-olah berusaha menahan
tangisannya, menunjukkan kalau dia benar-benar mengkhawatirkanku.
...Sekarang
rasa bersalah mulai menyelimuti diriku.
“Hiks...
Kohaku-chan...”
“Onee-chan...
Sekali lagi, maafkan aku...”
“...Hiks,
hiks, hah, hah.”
“Onee-chan.
Hentikan.”
“Aah~
Akhirnya aku bisa bernafas lega... Saat lelah, Kohaku-chan...
Saat semangat pun, Kohaku-chan...
Sepanjang waktu, Kohaku-chan...”
“Onee-chan!”
Benar
juga. Akhir-akhir ini dia jarang
pulang ke rumah, jadi aku lupa kalau Onee-chan memang punya sifat seperti ini.
“Duhh,
sudahlah, lepaskan aku!”
“Aahn,
padahal ini reuni yang menyentuh hati...”
Aku akhirnya bisa melepaskan diri dari
pelukan Onee-chan. Rasanya
memalukan kalau sampai Narumi melihat ini...
“Tolong
hentikan sih. Rasanya
bikin malu kalau kamu melakukan itu di depan temanku, tau...”
“Teman?”
Akhirnya Onee-chan mengalihkan pandangan ke arah
Narumi.
Dalam
momen itu, Narumi memberi salam dengan santai.
“Senang
bertemu denganmu, namaku ────”
“Narumi
Kouta-kun, ‘kan?”
Sebelum
Narumi sempat memperkenalkan dirinya,
Onee-chan sudah lebih dulu menyebut
namanya.
“...Apa Onee-chan tahu tentang Narumi?”
“Iya,
aku tahu.”
Onee-chan
dan Narumi harusnya baru bertemu hari ini.
Jangan-jangan...
“Onee-chan
mengetahuinya dari Mamah?”
“Mana
mungkin. Memangnya orang itu mau membicarakan begitu?”
Onee-chan
menjawab sambil menatap tajam, seolah mengejek seseorang
yang tidak ada di sini.
Saat
menyebut 'orang itu',
tiba-tiba suara Onee-chan
kehilangan kehangatan.
“Aku
mencari tahu sendiri. Ada banyak
hal..... Oh, aku Kazemiya Kuon, kakaknya Kohaku-chan.
Salam kenal.”
“...Salam
kenal juga. Senang berkenalan denganmu.”
“Iya,
salam kenal. Malahan, terima
kasih ya. Karena kamu sudah
menjaga Kohaku-chan.”
“Aku
tidak menjaganya. Aku hanya ingin membela temanku.”
“Iya,
iya. Bagus sekali. Aku
jadi merasa lega, kok. Ternyata Kohaku-chan mempunyai teman sepertimu. Kamu mempunyai nuansa yang berbeda dari Shiori-chan.”
Onee-chan
mengangguk dengan puas
sambil memandang Narumi.
Senyumnya
yang ceria itu terlihat menawan dan
bersinar bagaikan bintang di langit malam yang gelap.
Lalu,
dengan senyum yang tak luntur, Onee-chan
bertepuk tangan dengan gembira, seolah telah selesai membaca buku yang
menyenangkan.
“Nah,
kalau begitu, petualangan kabur dari rumah ini sudah
selesai! Ayo kita pulang sekarang!”
Dengan
suara yang cerah, riang, dan ringan, namun entah kenapa terasa ada kesungguhan
di dalamnya, rasanya seperti ada air dingin yang disiramkan langsung ke hatiku.
“...Aku
tidak mau.”
Aku dengan susah payah mengeluarkan
kata-kata itu. Mungkin di tempat lain aku takkan bisa melakukannya. Jika Narumi tidak ada di
sampingku, mungkin aku juga tidak akan bisa. Tapi di sini, di tempat yang tak
ingin diganggu siapapun, dengan Narumi di sisiku, aku akhirnya bisa
mengucapkannya.
“Aku
tidak mau. Aku sama sekali tidak mau pulang. Kalau mau pulang, Onee-chan saja yang pulang sendiri.”
“Kenapa?
Kamu sudah cukup bersenang-senang
selama liburan musim panas, ‘kan?”
Liburan
musim panas. Kata-kata itu memicu amarah yang membakar hatiku yang membeku.
“Bukan
liburan. Ini kabur dari rumah. Aku tidak mau kembali ke rumah itu lagi. Aku
tidak mau pulang.”
“Kabur
dari rumah?”
“Iya.
Aku sudah kabur dari
rumah. Jadi—”
“Kamu benar-benar serius
mengatakannya?”
Jika balasannya
diucapkan dengan nada mengejek atau meremehkan, mungkin aku masih bisa
membalasnya.
Tapi
tidak. Kalimat itu diucapkan dengan tenang, seolah-olah dia sedang menasihati anak kecil
dengan kekejaman realita.
“Iya,
aku serius...! Aku benar-benar serius...!”
“...Begitu
ya. Kelihatannya Kohaku-chan
benar-benar terluka sampai meyakini ini. Maaf ya, Onee-chan tidak bisa melakukan apa-apa
untukmu.”
“Bukan
omong kosong...!”
"Bukan?
Kalau begitu, boleh aku menanyakan sesuatu?”
Aku tidak
ingin dia bertanya. Aku tidak mau dia menanyakannya. Meski begitu, suaraku
gemetar dan aku tidak bisa menyusun kata-kata dengan baik.
“Apa kamu
benar-benar berpikir kalau kabur dari rumah ini akan terus berlangsung?”
Pertanyaan
Onee-chan perlahan-lahan mematikan api
yang tadi menyala di dalam diriku.
“Kamu pasti sudah menyadarinya, ‘kan? Kabur dari rumah tidak
mungkin bisa berlangsung selamanya. Itu tidak realistis. Lagipula, kamu bahkan tidak punya tempat untuk
menginap, ‘kan?”
“...Uhh...”
Aku tahu.
Aku sudah mengetahuinya. Aku sudah
tahu kalau pelarian ini tidak
akan berlangsung selamanya.
Aku
sendiri berpikir demikian di dalam hatiku, dan aku yakin Narumi juga berpikir
demikian.
Kami berdua melarikan diri dari realitas, bersama-sama seperti biasa.
“Kamu
memang selalu suka melarikan diri ya,
Kohaku-chan. Tapi apa ada yang berhasil
kamu selesaikan dengan melakukan itu?”
Onee-chan berkata demikian seolah-olah dia bisa melihat menembus waktu kami
berdua.
“Tidak
ada sama sekali, 'kan? Melarikan diri tidak akan
mengubah apa-apa. Tidak bisa mengubah apa-apa.”
Tubuhku
terasa membeku dari dalam ketika mendengar
fakta yang diungkapkan dengan datar.
Amarah,
kekecewaan, kesedihan, semuanya menguap.
“Masalah
kabur dari rumah sekarang juga sama saja. Si nenek peyot itu takkan peduli sama sekali meskipun kamu kabur dari rumah, Kohaku-chan.
Dia hanya akan menganggapnya sebagai kenakalan anak kecil. Lagipula, kamu tidak punya kekuatan untuk
mengubah orang itu, 'kan?
Kamu sendiri yang paling mengetahui itu.”
“Apa
maksudnya...?”
“Karena
kamu itu lemah, Kohaku-chan.”
Onee-chan
tidak menunjukkan senyuman
palsu, dia justru berbicara
padaku dengan senyuman yang
penuh kasih sayang.
“Kamu
selalu berlari mengejar punggungku, tapi tersandung dan jatuh, menyerah dan
putus asa, lalu kabur lagi ke dunia mimpi yang manis. Sampai sekarang pun,
dasarnya tidak berubah. Kalau ada masalah, kamu langsung lari dan mengalihkan
pandangan dari realitas, hanya melayang-layang di dunia khayalan. Kamu lemah... sungguh lemah dan rapuh...
bidadariku yang manis.”
Dia dengan lembut mengusap kepalaku
dan memelukku.
“Kali ini
juga sama saja. Kohaku-chan
yang lemah tak bisa melakukan apa-apa. Akting kabur dari rumah ini hanya
sandiwara belaka. Sudah saatnya kamu kembali pulang. Kamu pasti tak akan kuat
menghadapi rasa sakit di dunia nyata.”
Aku tak
bisa bergerak.
“Kalau
kamu tidak suka ibu menyakitimu, biar aku
yang menghilangkan ibu dari rumah itu. Ah, tapi rumah itu pasti sudah tempat
yang tak menyenangkan bagimu. Bagaimana kalau kita membangun rumah baru
untukmu? Tempat tinggal khusus untukmu, tanpa gangguan keluarga. Jangan
khawatir soal kehidupan, aku akan menghidupimu selamanya. Untuk itulah gunanya 'kuon', untuk nyanyianku. Aku akan
dengan senang hati menyerahkan semua bakat dan eksistensiku kepadamu, Kohaku-chan. Karena itulah kebahagiaanku.”
Rasanya
seakan-akan aku seperti terkurung dalam sangkar yang manis.
“Selebihnya...
aku sudah memahaminya.
Penghalang terbesar... adalah aku sendiri, iya 'kan?”
“Eh...?”
“Karena keberadaanku lah yang sudah membuatmu tersiksa, 'kan?”
────Aku
tidak bisa menjawabnya.
Aku tak
bisa membalas apapun perkataan
Onee-chan.
Keinginan
gelap yang samar-samar terkubur di dalam hatiku telah terkuak.
“Ah,
tidak apa-apa. Tidak apa-apa, kok. Jangan pasang wajah terluka begitu. Jika
keberadaanku yang menyakiti dan menyiksamu, Kohaku-chan,
aku akan menghilang dari hadapanmu. Aku tetap merasa
bahagia dengan itu.”
Aku
merasa larut.
“Dengan
begini, kamu tak
punya alasan lagi untuk terus kabur
dari rumah, 'kan?”
Aku merasa
jatuh.
“Ayo
pulang ke rumah, Kohaku-chan.”
Aku
merasa tercurah warna.
“Kohaku-chan.
Bidadari yang lemah tak berdaya. Tenang
saja, aku akan membahagiakan dirimu.”
Pandanganku.
Duniaku. Hatiku. Menjadi gelap gulita ────.
“Apa
kamu benar-benar berpikir klaau Kazemiya akan merasa bahagia dengan begitu?"
────...Narumi.
“...Hmm?
Kamu siapa ya?”
“Aku
adalah sekutu dari Kazemiya Kohaku.”
“Itu
niat yang bagus. Pasti sulit bagimu karena terlibat
dalam acara kabur dari rumah Kohaku-chan, ya? Selanjutnya biar aku,
sebagai kakaknya, yang mengurusnya. Jadi
orang luar bisa segera menyingkir.”
...Benar.
Akulah yang menyeret Narumi ke dalam kekacauan ini.
Seharusnya
ia tak perlu terlibat denganku.
“Akulah
yang membujuk Kazemiya
untuk kabur.”
“Hah?”
Narumi
menatap lurus ke mata Onee-chan tanpa mengalihkan
pandangannya.
“Pada
awalnya Kazemiya ingin pulang. Tapi aku yang menghentikannya,
merayu dengan kata-kata manis, menggodanya, dan
mengajaknya untuk kabur dari rumah.”
Aku tak
bisa memahami apa yang dikatakan Narumi. Tidak, tidak, tidak. Itu bukan Narumi
yang melakukannya. Akulah yang
menyeretnya ke dalam maslah ini.
“Apa
yang..... kamu
katakan? Tidak, Onee-chan, itu
salah. Narumi hanya ingin membantuku—”
“Itu
tidak salah.”
Narumi
menyela ucapanku sambil
tetap memandang lurus ke arah Onee-chan.
“Kuon-san. Apa kamu tahu...”
“Apa?”
“Bagaimana
raut wajah Kazemiya saat
meninggalkan rumahnya di
hari itu?”
Sikap
Onee-chan yang tadinya
meluap-luap, kini terdiam.
“Pada hari
itu, wajah Kazemiya terlihat seperti hampir menangis.”
“.....”
“Meskipun raut wajahnya tidak
menangis dan berusaha mati-matian untuk menahannya,
tapi kurasa hatinya menangis dalam diam.”
“......”
“Aku
ingin Kazemiya bisa tersenyum seperti biasa.
Jadi aku membujuknya. Kalau dia cuma kembali diam-diam ke rumah, dia pasti tak
akan bisa tersenyum lagi.”
Onee-chan
tidak membalasnya sama sekali, dia hanya mendengarkan perkataan
Narumi dalam diam.
“Yah...
Meski sebenarnya aku mempunyai alasan lain untuk membujuknya.”
“Alasan
lain?”
“Aku
ingin memonopoli Kazemiya untuk diriku sendiri.”
“Hweh?!”
Memonopoli untuk dirinya sendiri!?
Ditambah lagi, aku tak
sengaja mengeluarkan suara yang aneh dari mulutku...!
“Na-Narumi!? Apa yang sedang kamu katakan!? Di saat seperti
ini, kamu jangan bercanda seperti itu...!”
“Mana
mungkin aku bercanda di saat seperti ini. Inilah
perasaanku yang sebenarnya. Aku ingin menolongmu dan membuatmu tersenyum, Kazemiya. Tapi alasan terbesarnya ialah, aku ingin memiliki waktu Kazemiya untuk diriku sendiri. Maafkan
aku, karena telah merepotkanmu dengan kemauanku.”
Dia
berbicara dengan wajah datar! Itu sama sekali
tidak benar!? Akulah
yang tiba-tiba menerobos masuk!
Kenapa
Narumi... melakukan hal seperti ini...! Ia melakukan
sesuatu seolah-olah ia sendiri yang memulai
kekacauan ini...!
“Hee...
Sepertinya kamu menarik juga. Ayo lanjutkan
saja.”
“Kalau
kamu mau mengajak Kazemiya pulang, kamu harus berbicara denganku dulu.”
“Memangnya
kamu pikir aku tidak mempunyai cara lain untuk membawa pulang anak yang kabur dari rumah ini? Atau kamu mau melibatkan polisi?”
“Tadi
kamu sendiri
yang bilang 'liburan musim panas',
'kan? Ya, benar, kami sedang pergi
liburan. Aku sudah pamit ke keluarga dan pergi dari rumah.”
Ah...
Surat yang ia tinggalkan
saat berangkat...
“Bukannya
kamu sendiri yang akan kerepotan karena terlalu melebih-lebihkan masalah
jalan-jalan liburan ini dengan melibatkan polisi? Si penulis-penyanyi terkenal,
Kuon-san.”
Keheningan
yang singkat menyelimuti seisi
ruangan.
Hanya
suara riuh rendah di dalam toko yang memenuhi suasana. Onee-chan dan Narumi saling menatap tajam
tanpa bergerak.
“...Hmm.
Menarik juga, kamu. Baru kali ini ada yang berani menentangku secara frontal
seperti ini. Aku suka alasanmu
yang mau melakukan ini demi Kohaku-chan.”
Setelah mengamati
Narumi sejenak, Onee-chan diam-diam bangkit
dari tempat duduk.
“Yah,
selain orang itu, aku sama sekali tidak merasa kerepotan
meski ada keributan. Bagaimanapun juga, bagi diriku, Kohaku-chan lebih penting dari apa pun.
Selain itu, apa yang terjadi selanjutnya aku tak peduli. Aku juga tak akan
terpengaruh oleh kekacauan ini.”
Tapi,...Onee-chan lanjut berbicara sambil
memandang Narumi dari atas.
“Aku akan
membiarkannya untuk kali ini. Narumi Kouta-kun.”
“...Kalau itu makasih banyak.”
Saat dia mengalihkan tatapannya dari Narumi, Onee-chan mengeluarkan headphone putih dan
perak dari dalam tasnya.
Itu
adalah headphone kesukaanku, dengan motif telinga kucing.
“Itu, 'kan... Punyaku...”
“Kamu
membutuhkan ini, 'kan? Kohaku-chan.”
“.....”
Headphone
ini merupakan alat yang kugunakan untuk menghalangi suara-suara di dunia.
Alat
untuk menolak dan melarikan diri dari hal-hal yang tidak kusuka agar aku tidak mendengarnya.
Onee-chan
meletakkan headphone itu di atas meja,
lalu mengambil nota dengan cara menggantikannya.
“Aku
membiarkanmu pergi kali ini karena Narumi-kun, tapi kamu paham, 'kan? Permainan kabur-kaburan
ini tidak bisa terus berlanjut, dan juga, Kohaku-chan
sedang merepotkan Narumi-kun.”
“......”
“Aku
akan datang lagi besok, jadi persiapkan dirimu.”
Tidak ada
gunanya kamu melarikan diri. Aku
merasa dia menyiratkan hal seperti itu. Tapi
mungkin memang begitu adanya.
Entah
dengan cara apa, tapi Onee-chan
berhasil menemukan kami.
“Kuon-san”
Narumi
berdiri, lalu berkata pada punggung Onee-chan.
“Apa?”
“Kamu bilang kalau Kazemiya
itu lemah, 'kan?”
“Ya.
Kohaku-chan itu lemah. Dia adalah bidadari yang rapuh, jadi aku akan
melindunginya.”
Aku tidak
bisa menyangkal perkataan Onee-chan.
Selalu menutup telinga,
membuang muka, menolak, dan lari dari hal-hal yang tidak kusukai... Aku memang
lemah.
“Kazemiya Kohaku sebenarnya gadis yang kuat. Dia tidak membutuhkanmu untuk melindunginya.”
Lagi-lagi
pandangan mereka saling beradu. Lalu, setelah
melirik sekilas ke aragku, Onee-chan tanpa berkata apa-apa langsung
menghilang dari hadapan kami.
“............”
Bahkan
setelah Onee-chan pergi, aku hanya bisa menunduk
diam.
Di
kepalaku, aku masih mengingat jelas perkataannya.
—Aku
membiarkanmu pergi kali ini karena Narumi-kun, tapi kamu paham, 'kan? Permainan kabur-kaburan
ini tidak bisa terus berlanjut, dan juga, Kohaku-chan
sedang merepotkan Narumi-kun.
“Kazemiya”
“────”
Selama
aku menunduk, rupanya Narumi pergi ke counter dan kembali dengan segelas melon
soda bening dan secangkir teh yang dituangkan ke
dalam cangkir putih.
Aroma
hangat teh tercium, sepertinya teh itu dibuat dengan cara diseduh.
“...Tapi ini 'kan musim panas?”
“Tidak
apa-apa. AC di sini berfungsi dengan baik. Dan kurasa ini lebih cocok untukmu
sekarang.”
“...Terima
kasih.”
Setelah
meletakkan cangkir di atas meja, Narumi tidak duduk di kursi di hadapanku,
melainkan duduk di
sampingku.
“Kenapa...
kamu duduk di sampingku?"
“Cuma lagi
ingin saja. Kalau kamu tidak
suka, aku bisa pindah.”
“...Mana mungkin aku tidak menyukainya.”
Licik.
Cara bertanya seperti itu. Mana mungkin aku akan bilang
kalau aku tidak menyukainya.
“..................”
“..................”
Narumi tidak
mengatakan apa-apa sejak duduk di sampingku. Dirinya hanya diam dan terus menemaniku.
Meskipun
tadi aku tidak mempunyai selera
makan apa pun, tapi anehnya tanganku meraih secangkir teh hitam hangat yang
tidak sesuai musim.
“...Hangat.”
Rasanya
seperti tubuhku yang membeku perlahan-lahan mencair.
“Bagaimana?
Minum teh panas di musim panas juga tidak buruk, 'kan?”
“Kamu
sendiri malah minum es melon
soda.”
“Habisnya,
ini 'kan musim panas.”
“Kayaknya
kamu juga akan meminum itu
di musim dingin deh.”
“Tentu saja
lah. Aku akan terus meminumnya.”
“Sudah
kuduga.”
Kami berdua saling bertukar pandang dan kemudian tertawa
bersama.
Karena ia duduk di sampingku, wajah Narumi jadi sangat dekat. Aku bisa melihat dengan jelas wajahnya yang sedang
tersenyum.
...Aku sangat suka melihat wajah Narumi saat ia tersenyum.
“Hm?
Ada apa?”
“...Tidak
ada apa-apa.”
Apa yang sedang kupikirkan sih. Sekang bukan saatnya untuk memikirkan hal semacam itu.
“Ngomong-ngomong,
kamu bilang kalau kita mau
nonton film hari ini, ‘kan? Ayo kita
cari daftar pilihannya.”
Narumi
mengambil ponselnya dan mulai mencari-cari film, seolah tak terjadi apa-apa.
Percakapannya
dengan Onee-chan, dan percakapan mereka berdua, seolah-olah hal semacam itu tidak pernah ada.
...Tapi.
“Narumi.
Maaf. Sudah cukup, aku sudah baik-baik saja.”
Aku tidak bisa terus merepotkan Narumi.
“Apa yang
dikatakan Onee-chan itu benar. Aku
tidak bisa kabur dari rumah seperti ini selamanya. Narumi,
kamu bahkan memaksakan dirimu untuk ikut kabur untuk menyelamatkanku
dan sampai tidak tidur untuk menemaniku.”
Itu semua terasa seperti mimpi.
“Semua
yang dikatakan Onee-chan
itu benar. Akulah yang sudah menyeretmu.”
Kenyataannya,
yang bisa kulakukan hanyalah keluar rumah dan kembali seperti biasa. Kelakuan semacam itu hanyalah kenakalan dan keegoisan dari anak kecil.
“Maaf.
Terima kasih. Aku sudah baik-baik saja.”
Narumi menemaniku
kabur. Dia mengeluarkanku dari kegelapan.
“Jadi,
ayo kita pulang. Aku akan meminta
maaf sendiri pada keluargamu.”
Aku sudah mendapatkan lebih dari cukup mimpi
manis yang sangat indah ini.
Baik-baik
saja. Aku baik-baik saja. Aku tidak mau merepotkan Narumi lebih
dari ini.
“Aku
tidak mau pulang.”
“Tapi
aku sudah bilang, aku baik-baik saja sekarang...”
“Aku
tidak peduli dengan keadaanmu, Kazemiya.”
“Eh...?”
“Aku
tidak mau pulang ke rumah yang membuatku tak nyaman. Aku mau terus kabur saja. Hanya itu saja. Itu semua tidak ada hubungannya sama sekali dengan
keadaan Kazemiya.”
Itu
bohong. Meskipun mungkin benar ia tak mau pulang, tapi bukan hanya itu saja alasannya. Narumi
pembohong. Dia benar-benar pembohong...yang
sangat baik.
“...Baiklah, tidak masalah. Kalau begitu, biar aku saja yang pulang.”
Jika aku memaksakan diri untuk pulang, aku yakin kalau Narumi juga pasti...
“Tidak
boleh.”
Narumi
memegang tanganku yang mencoba berdiri.
“...Bukannya kamu tadi bilang kalau aku tak
ada hubungannya?”
“Memang tidak
ada. Tapi kita adalah 'Aliansi Restoran Keluarga'.
Kalau begitu, tolong bekerja sama denganku.”
“...Licik sekali. Cara bicaramu yang begitu.”
Licik. Licik, licik, licik sekali.
Kalau dikatakan begitu, aku tak bisa menolaknya.
“Aku tidak
peduli jika aku dibilang licik. Aku akan melakukan
apa pun, bahkan yang curang sekalipun, agar bisa membuat kamu tersenyum, Kazemiya.”
“...Kenapa?”
“Karena
aku menyukai wajahmu yang sedang
tersenyum.”
...Itu sama sepertiku.
“Aku
juga sama... Aku juga menyukai wajah
Narumi yang tersenyum.”
“Kita
berdua memang serasi ya.”
“Iya,
serasi.”
Saat aku pertama kali berbicara dengan Narumi di restoran keluarga itu,
percakapan kami juga seperti ini.
Kali ini justru kebalikannya, tapi mungkin Narumi
juga memikirkan hal yang sama.
“...Kebalikannya
ya, dari waktu itu.”
“...Iya.”
Ia
mengingatnya. Narumi juga mengingatnya. Aku merasa senang sekali.
“Hei,
Kazemiya. Apa
kamu benar-benar ingin
pulang?”
“...Aku
tidak mau pulang.”
Perasaan
yang selama ini kutahan meluap keluar.
Karena
Narumi dengan lembut membuka pintu yang kututup rapat-rapat.
“Aku
tidak mau pulang. Aku ingin kabur bersama Narumi. Itulah yang sebenarnya kuinginkan.”
Aku ingin
kabur bersama Narumi. Itulah
keinginan hatiku yang tulus. Tidak diragukan
lagi kalau itulah perasaanku yang sebenarnya.
“....Tapi,
aku juga berpikir bahwa apa yang dikatakan Onee-chan
itu ada benarnya juga,”
kataku dengan nada mengejek diri sendiri.
“Aku
memang lemah. Aku mengejar punggung Onee-chan sekuat tenaga,
lalu menyerah dan putus asa. Pada akhirnya, aku hanya bisa melarikan diri dari Onee-chan, selamanya menjadi anak kecil
yang merepotkan Mama... Dan juga merepotkan Narumi. Aku benci kelemahanku itu. Aku sangat membencinya sampai-sampai aku muak dengan diriku sendiri.”
Setiap
kali aku mengakui kelemahanku, rasanya seperti ada pisau yang menghujam hatiku, dan kata-kata
terus mengalir keluar.
“Onee-chan
hanya mengatakan hal yang benar. Aku memang
anak yang lemah...”
“Tapi
Kazemiya adalah gadis yang kuat.”
Kenapa
Narumi sekeras ini membantah kelemahanku yang kuakui sendiri?
“...Sebelah mananya? Lagipula, kamu juga sudah bilang begitu pada Onee-chan...? Tapi aku masih belum
mengerti.”
“Kazemiya. Kamu selalu mendengarkan lagu-lagu
kakakmu dengan baik, ‘kan?
Setiap kali ada lagu single
baru, kamu pasti memeriksanya dan pergi
berlatih di karaoke.”
“...Habisnya,
aku menyukai lagu-lagu Onee-chan. Lagu-lagunya bagus semua...”
“Nah,
begitulah maksudku. Aku
pasti tidak bisa melakukan itu.”
“Karena
kamu tidak suka karaoke?”
“Bukan
begitu.”
Ternyata
perkataanku benar-benar meleset.
Narumi
tersenyum lembut dan melanjutkan.
“Kalau
aku yang jadi Kazemiya,
mungkin aku tidak akan bisa mendengarkan lagunya. Aku tidak akan repot-repot memeriksa
lagu single terbarunya. Itu hanya akan
membuatku terluka. Aku akan
menutupinya dan berpura-pura tidak menontonnya. Nyatanya, aku juga tidak pernah
menyentuh uang yang dikirim si ayah brengsek itu.”
“Itu...
Bukan hal besar. Aku hanya mendengarkan lagunya saja.”
“Tapi
menurutku itu hal yang besar.
Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan,
tapi bagiku itu hal yang besar. Tidak peduli seberapa banyak upaya yang kamu lakukan
untuk
melarikan diri atau terluka, kamu tetap tidak melarikan diri dari
kakakmu sendiri.”
Aku
hampir menyerahkan diri pada kata-kata yang manis dan lembut itu. Tapi, masih
ada yang mengganjal di hatiku.
“Aku...
Tidak bisa membantah apa yang dikatakan Onee-chan.”
────Sisanya...
Aku paham. Aku sangat paham. Penghalang terbesar adalah diriku sendiri, kan?
────Kazemiya Kuon, keberadaanku sendirilah yang
menyiksamu bukan, Kohaku-chan?
“Di
dalam hatiku, aku berharap kalau Onee-chan lebih
baik
menghilang saja,”
Ternyata
itu terbaca. Aku penasaran bagaimana perasaannya yang
sudah mengetahui hal itu.
“Seandainya
Onee-chan menghilang, semuanya akan jadi
lebih mudah... Seandainya Onee-chan
tidak ada, aku tidak akan merasakan penderitaan ini... Aku selalu, selalu
berpikir begitu. Itu memang ucapan hatiku yang terdalam. Padahal Onee-chan tidak salah apa-apa.”
“Tapi
bukan berarti itu salah Kazemiya semua.”
“Onee-chan tidak
salah apa-apa. Tapi aku malah berharap
dia menghilang, itu... itu hal yang buruk. Itu sangat jahat.”
“Kazemiya.”
Tangan
Narumi menyentuh pipiku. Kehangatan yang disalurkan
dan sentuhannya yang lembut seperti menangani barang pecah belah membuat
kesadaranku yang tenggelam kembali muncul.
“Jangan
menyalahkan dirimu sendiri. Jangan menganggap hanya kamu yang salah.”
“...Kenapa?
Kenapa Narumi mengatakan hal itu padaku?”
“Karena
aku tahu itu bukan satu-satunya isi hatimu.”
Jari-jari
Narumi membelai pipiku, menghapus air mata yang mengalir, padahal aku tidak
menangis. Sepertinya Narumi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa aku lihat.
“Bukan
hanya itu saja?...Padahal tidak ada yang lain lagi.”
“Ada.”
Entah
kenapa, Narumi menyatakan itu
dengan tegas.
“Aku
baru saja mengetahuinya kemarin.”
“Kemarin...”
Ketika mendengar
itu, aku berusaha mengingat kembali apa yang terjadi kemarin.
“...Ah.”
Akhirnya
aku mengerti apa yang dimaksud Narumi.
“Jadi
begitu ya... Aku...”
“Ya,
itu juga merupakan isi hati yang sebenarnya darimu,
Kazemiya.”
“........iya......”
Aku
mengangguk, menahan diri untuk tidak mengeluarkan air mata, hanya dengan
kata-kata seperlunya.
Narumi menyadarkanku.
Ternyata
memang ada satu lagi isi hati yang sebenarnya tentang Onee-chan di dalam diriku.
“...Besok,
ayo temui kakakmu.”
“Untuk
apa aku menemuinya?”
“Kamu hanya
perlu mengatakan semua
yang ingin kamu katakan.”
“Eh...?”
Aku
terkejut dengan usulan yang tiba-tiba itu, mulutku menganga lebar karena tercengang.
“Tadi,
kamu hanya terus mendengarkan apa
yang dikatakan kakak perempuanmu, ‘kan?
Jujur saja, aku tidak suka melihatnya. Bahkan aku berpikir, kenapa kamu tiba-tiba tidak membalas apa-apa
lagi.”
“Itu...
karena aku pikir apa yang dikatakan Onee-chan
itu benar...”
“Sejak
awal, kita memang tidak melakukan hal yang benar, ‘kan? Apa yang kita lakukan
hanyalah pelarian. Kita penuh dengan kesalahan.”
“Kalau
dikatakan begitu, memang benar sih. Tapi kenapa kamu bisa berkata dengan sangat
percaya diri seperti itu?”
“Bukan
percaya diri. Aku hanya membuka diri saja.”
“Apa-apaan maksudnya itu?”
Aku
tertawa melihat keyakinan Narumi, dan senyumku kembali muncul dengan sendirinya.
“Aku
sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan.
Sekarang giliranmu, Kazemiya.
Besok, katakan semua yang ingin kamu
katakan. Apa yang kamu
pikirkan sejak dulu. Apa yang kamu
rasakan sekarang. Keluhan sekecil apapun, katakan saja. Tumpahkan saja semua.”
“Baik.
Aku akan melakukannya. Tapi entah apakah Onee-chan
akan menerimanya atau tidak.”
“Kamu tidak
perlu membuatnya mengerti. Cukup katakan apa yang ingin kamu katakan, lalu kita berdua bisa kabur lagi.”
“Berarti
menghindar?”
“Ya,
begitulah.”
“Haha.
Ide yang bagus."
Sampai
beberapa waktu yang lalu, aku serasa seperti tenggelam di dalam jurang hitam,
tapi sekarang sudah berbeda.
Hatiku
terasa sangat ringan. Tidak hanya ringan, tapi juga hangat.
Entah
kenapa alasannya. Mungkin Narumi bisa menggunakan
sihir.
“Oleh karena
itu, hari ini adalah hari untuk memulihkan semangat. Pertama, nonton film. Lalu
ayo pergi ke karaoke.”
“Aku
harus hati-hati supaya tidak serak.”
“Aku
ingin melihat Kazemiya yang
berbicara dengan suara serak.”
“Tidak
mau. Aku tidak mau Narumi mendengarnya suaraku yang jelek.”
“Tapi
aku ingin mendengarnya, setidaknya sekali.”
“Tidak,
aku benar-benar tidak mau!”
Waktu di
restoran keluarga itu berlalu begitu cepat.
Dengan
tekad untuk menyongsong esok hari dan waktu yang
menyenangkan di dalam hati, kami mendapatkan cap stempel kedua kami.