Chapter 3 — Orang yang Percaya (Bagian 1)
“Kazemiya.”
“...Tunggu dulu sebentar. Serahkan saja
padaku. Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja.”
Kazemiya dengan keras kepala mengakui fakta yang sudah
jelas
sembari masih menatap layar ponselnya.
“Tapi
ini...”
“Jangan
bilang.”
“Jelas-jelas
kita berdua tersesat.”
“Sudah
kubilang jangan bilang apa-apa!”
Setelah mendapatkan baju ganti dan perlengkapan
untuk kabur dari rumah serta selesai
makan, waktunya sudah tepat untuk pergi ke restoran keluarga 24 jam itu. Karena
jaraknya agak jauh, jadi saat kami tiba hari sudah hampir senja. Kami yang kelelahan setelah bepergian bermaksud
mampir ke onsen sebelum mengunjungi
restoran, dan Kazemiya
sendiri yang menawarkan diri untuk memandu jalan.
“Aku
sudah sering dibantu oleh Narumi, jadi biarkan aku yang melakukan ini. Kamu
pasti lelah, 'kan?”
Jadi aku
menerima tawaran Kazemiya dan mempercayakan penunjuk jalan
padanya, tapi... ternyata kami tidak bisa menemukan tempat yang dimaksud dan
terus berputar-putar di jalan yang sama.
“...Yah,
jalan di sini memang agak membingungkan, ya.”
“Terima
kasih atas basa-basinya.”
“Aku
serius, lho. ...Bagaimana kalau aku juga ikut
mencarinya?”
“...Tunggu
sebentar lagi.”
Kazemiya kembali menggenggam
ponselnya dan menatap layarnya.
“Mumpung aku
sendiri yang menemukan tempatnya dan melakukan reservasi, aku ingin mengatasinya sendiri sampai akhir.”
(Ah iya, benar juga. Dia kan dilarang
bekerja paruh waktu.
Jadi bepergian seperti
ini pasti sulit baginya.)
Mungkin, bersenang-senang bersama teman dan
bepergian jauh begini merupakan pengalaman pertama
bagi Kazemiya, dan terasa baru serta
menyenangkan baginya. Itulah mengapa dia
ingin menyelesaikannya sendiri.
(Mungkin
ini kebiasaan burukku.)
Saat
melihat Kazemiya, aku jadi
ingin selalu membantunya dan
mendukungnya. Tapi mungkin itu tidak selalu baik baginya. Bahkan dengan kabur
dari rumah pun begitu.
Jika dilihat
dari luar,
mungkin itu tampak hal sepele. Mungkin itu sesuatu yang bodoh.
Meski
demikian, Kazemiya tetap berusaha maju, walaupun tersesat dan hanya sedikit demi
sedikit. Meski arahnya salah, dia tidak berhenti melangkah... Sosok Kazemiya Kohaku yang seperti itu terlihat
begitu mempesona dan menggemaskan.
“Baiklah,
aku akan menyerahkannya padamu.”
“...Ya, serahkan saja padaku.”
Meskipun kami mengalami kesulitan karena jalanan di sekitar itu rumit dan
terganggu oleh konstruksi di dekat sana, tapi akhirnya
kami tiba dengan selamat di onsen tujuan kami
berkat panduan Kazemiya.
“Kerja
bagus. Terima kasih.”
“...Sama-sama.”
Sepertinya
dia merasa kalau dirinya diperlakukan
seperti anak kecil. Kazemiya yang
menjawab dengan bibir cemberut,
terlihat manis dan menggemaskan... Tapi kalau aku bilang begitu
terang-terangan, dia pasti akan marah lagi.
Kami
sudah menyimpan barang besar di loker koin dekat
sini sebelumnya, jadi setelah menitipkan sisa barang, kami membayar tiket masuk
di resepsionis. Daya tarik utama tempat ini adalah pemandian onsen alami, tapi juga dilengkapi
dengan fasilitas lain seperti area makan,
relaksasi, dan area istirahat dengan kursi bersandar. Kami berencana
menghabiskan waktu di sini sampai jam tutup, lalu pindah ke restoran keluarga.
“Pertama-tama, ayo ke onsen dulu. Setelah selesai,
kita berkumpul kembali di area istirahat itu ya.”
“Hmm, oke.”
Kazemiya segera berjalan menuju area pemandian wanita, tapi dia tiba-tiba terhenti.
“Ada
apa?”
“Kira-kira,
apa di sini ada kamar pribadi enggak?”
“Sepertinya
cuma
ada kamar khusus wanita saja, tapi...Apa kamu ingin masuk ke pemandian onsen sendirian?”
“Bukan
begitu.”
Kazemiya menatap mataku sambil tersenyum
nakal.
“Kalau
ada pemandian campuran, aku
ingin masuk dengan Narumi. Selain Narumi, aku tidak
mau dengan laki-laki lain.”
“Ap——?! Dasar
bodoh, jangan ngomong sembarangan begitu!”
“Ahaha.
Ini balasanku karena
tadi kamu memperlakukanku seperti anak kecil. Sampai
nanti ya.”
Setelah
mengatakan itu, Kazemiya
menghilang menuju pemandian wanita dengan langkah ringan.
“Dasar...
Lelucon macam itu bisa membuat
jantungku hampir copot, tau.”
Aku menghela
napas, lalu berjalan ke area ganti pria dan masuk ke dalam pemandian air panas. Saat
tenggelam dalam air panas, kotoran dan rasa lelah di dalam badanku perlahan-lahan hilang.
“Haaah...”
Saat aku
berendam sampai ke bahuku di sumber air panas, secara alami aku menghela napas. Sudah berapa lama ya aku tidak ke pemandian air panas?
Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik, tapi kadang-kadang memang menyenangkan.
“......”
Saat aku
sendirian di pemandian air panas seperti ini, pikiran jadi berputar-putar di
kepalaku.
“...Aku
benar-benar nekat ya.”
Melarikan diri dari rumah bersama Kazemiya memang
tindakan yang nekad.
Aplikasi pesan pada ponselku yang notifikasi-nya kumatikan pasti memiliki setumpuk
pesan dari orang tuaku. Aku
sengaja tidak melihatnya, menghindari berhadapan dengan itu semua.
Meskipun
aku membawa kabur Kazemiya, aku
sendiri juga tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tahu itu. Meskipun aku memahaminya, tapi... Aku
tidak tega meninggalkan Kazemiya Kohaku sendirian begitu saja saat dia berdiri di tengah
hujan, pipinya sangat basah sehingga sulit untuk membedakan apa itu air hujan atau air matanya.
“Tapi aku malah bertingkah secara sembrono
begini...Aku itu benar-benar payah dan bodoh, ya.”
Tanpa adanya surat izin dari wali, menginap
di hotel bisa menyebabkan hal terburuk seperti dibawa ke kantor polisi.
Kalau
cuma aku sendiri sih tidak
masalah. Tapi jika terjadi pada Kazemiya,
dia pasti yang akan lebih kerepotan. Oleh karena itu, aku tidak bisa
melakukan cara itu, dan akhirnya kami hanya menghabiskan semalam di restoran
keluarga, suatu solusi setengah-setengah. Sebenarnya aku ingin benar-benar
membantunya. Aku ingin bisa menjadi kekuatan bagi Kazemiya. Kazemiya menganggapku dewasa, tapi
itu sama sekali tidak benar. Aku hanyalah anak kecil. Anak kecil yang
benar-benar tidak berdaya.
Aku pikir
aku sudah terbiasa dengan perasaan tidak berdaya ini. Di masa ayahku masih ada,
saat aku masih berjuang, aku merasakan itu setiap hari.
Tapi aku
benar-benar tidak terbiasa.
Rasa frustrasi dan kekecewaan karena ketidakmampuanku untuk membantu Kazemiya ini jauh melebihi yang
pernah kurasakan sebelumnya.
“Kazemiya... apa dia baik-baik saja
ya?”
Meskipun
aku tidak berdaya, aku telah membawanya pergi. Apa aku hanya menyeret-nyeretnya
dengan sia-sia, dan malah membuatnya kelelahan? Pemikiran semacam itu terlintas di benakku.
Apa yang
sedang dipikirkan Kazemiya
sekarang? Perasaan apa yang sedang dirasakannya?
Meski
mungkin hanya sementara, setidaknya aku berharap dia bisa bermimpi indah
sekarang.
☆☆☆☆
(Sudut
Pandang Kazemiya)
“Haa────...”
Berendam
di pemandian air panas terasa
menenangkan. Kapan ya terakhir kali aku pergi ke
pemandian air panas? Rasanya dulu waktu kecil aku pernah pergi
bersama Onee-chan dan Mama, tapi itu sudah lama sekali.
Berendam
sendirian di air panas begini membuat pikiranku jadi melayang-layang.
────Seandainya saja ada pemandian campuran, aku bisa
berendam bersama Narumi...
“Uwaaaaa~!!!!”
Apa yang
baru saja kukatakan?! Itu terdengar seperti pembalasan dendam, tapi aku
benar-benar mengatakannya! Aku ini apaan,
gadis mesum?! Selain itu, Narumi pasti merasa terganggu juga...
“...Narumi
pasti merasa terganggu ya.”
Tidak
mengherankan. Dibilang begitu oleh gadis sebaya pasti membuatnya tidak
nyaman.
“Tapi,
bagiku itu bukan masalah...”
Kalau
orang lain mungkin aku akan merasa jijik, tapi kalau Narumi, aku tidak
keberatan sama sekali. Itulah perasaanku yang sebenarnya.
“Kalau
Narumi juga merasa begitu, itu
pasti menyenangkan...”
Tapi dia
pasti merasa terganggu. ...Aku yang membuatnya merasa seperti itu.
“Aaah────...
Aku ini benar-benar bodoh... Kabur
dari rumah tanpa pikir panjang... Selalu merepotkan Narumi... Sampai-sampai membuatnya menghabiskan uang demi aku...dan bahkan
membuat kami tersesat...”
Tidak ada
yang benar-benar bagus. Semakin aku memikirkan, semakin jelas tidak ada sisi
positifnya.
“Aku
selalu menyusahkan Narumi... Padahal dia temanku... Aku menyusahkannya terlalu
berlebihan, sampai-sampai ia mungkin akan membenciku...”
Teman.
Kata itu tiba-tiba membuatku merasa aneh. Sosok Narumi Kouta di hatiku, sudah tidak bisa lagi
ditempatkan dalam kategori [teman] semata. Dirinya sudah menjadi sosok yang begitu
besar di mataku.
“Kalau
itu Onee-chan sih... dia pasti tidak akan merepotkan.”
Karena
itulah, aku mau tak mau aku mulai
membandingkannya. Karena
ia merupakan sosok yang begitu
berharga bagiku, bahkan keberadaan Onee-chan
tiba-tiba terlintas di benakku. Onee-chan
pasti tidak akan tersesat dan tidak akan merepotkan
Narumi soal uang. Bahkan mungkin aku tidak akan sampai kabur dari rumah...
“...Kalau
itu Onee-chan, dia pasti...”
Meskipun
tubuhku sudah merasa rileks karena berendam di air panas, awan yang menutupi hatiku tak
kunjung terangkat. Akulah yang melibatkan Narumi. Karena aku lemah. Karena aku
tidak berdaya. Tapi setidaknya, aku berharap... waktu melarikan diri ini bisa
sedikit menyenangkan bagi Narumi...
Setelah
keluar dari pemandian air panas,
aku menuju ke ruang relaksasi yang menjadi tempat berkumpulnya kami. Narumi masih belum datang. Ada pesan di
ponselku, katanya ia sedang belanja. Aku tidak bisa tenang duduk di kursi
santai, jadi aku memilih duduk di sofa dua tempat duduk. Suasana di dalam
gedung cukup sepi, sesuai dengan jamnya. Tanpa ada kegiatan yang dilakukan, aku membuka
aplikasi situs video di ponselku.
“Ah...”
Salah
satu video yang direkomendasikan adalah MV terbaru Kuon, “Sayap salju”. Hanya sehari setelah
rilis, videonya sudah mencapai 100 juta kali ditonton. Dia adalah sosok yang sangat berbeda dan tidak
bisa dibandingkan dengan orang sepertiku.
“...Menakjubkan.”
MV yang
dibuat dengan naskah Onee-chan
itu dipenuhi dengan pujian dan komentar positif dari seluruh dunia,
sampai-sampai susah menemukan komentar negatif.
Yang
paling menakjubkan adalah kemampuan vokal Onee-chan.
Hanya dengan mendengarnya, kamu
bisa merasakan getaran di hati. Tak peduli berapa kali kamu mendengarnya, rasanya selalu terdengar segar dan bisa
dinikmati. Seolah menembus armor fisik, dan langsung mencengkeram jiwamu.
“...Sudah kuduga, aku memang sangat menyukai lagu Onee-chan”
Entah sudah berapa
kali aku memutar MV ini. Hal yang sama juga berlaku dengan
MV-MV lain.
Mulai
dari single debutnya ‘Sayap malaikat’,
lalu berlanjut ‘Sugar
Sheep’, ‘Deklarasi
Absolut Marshmallow’,
‘Bone World’, ‘Sakura
Minus Red’.... dan
masih banyak lagi. Aku mendengarkan semua lagu Onee-chan. Bahkan sejak sebelum dia memulai debutnya sebagai Kuon.
(Kalau
Narumi bertemu dengan Onee-chan...)
Tiba-tiba
aku memikirkan hal itu, meski tidak ingin
memikirkannya. Tapi aku tetap
memikirkannya.
Narumi
belum pernah bertemu langsung dengan Onee-chan.
Mungkin ia masih menganggap Onee-chan
sebagai orang di dunia yang jauh. Tapi, jika
seandainya Narumi tiba-tiba berhadapan dengannya...
“Jika ia
membandingkannya denganku...”
Aku pasti
tidak bisa menang. Narumi pasti akan
lebih tertarik pada Onee-chan...
“Apa?”
“Uhyaaaaa?!”
“Jangan
terlalu terkejut begitu.”
Saat aku
menoleh, ternyata Narumi sudah keluar dari area pemandian air panas. Narumi yang baru keluar
kamar mandi. Dia tidak mengenakan pakaian dalam, hanya mengenakan kemeja
santai, ujung rambutnya masih sedikit basah, dan kulitnya sedikit memerah...
Entah kenapa ia terlihat
sangat sensual.
“Hmm?
Apa ada sesuatu di wajahku? Aneh sekali, padahal
tadi saat bercermin tidak ada apa-apa...”
“Ti-Tidak, bukan ada apa-apa kok. Aku hanya melihat saja...”
“?
Begitu ya. Kamu mau ini?”
Narumi
menawarkan kopi susu yang
sepertinya dibelinya dari toko. Di
tempat seperti wisata pemandian air panas begini, kopi susu biasanya dikemas dalam botol,
berbeda dengan di minimarket yang kebanyakan dalam kemasan kotak.
“Ya,
aku akan meminumnya. Terima kasih...”
Agar
jantungku yang berdebar-debar tidak ketahuan, aku menenggak kopi susu itu dengan cepat. Dinginnya dan
manisnya kopi susu berhasil
menenangkan jantungku.
Sementara
itu, Narumi duduk di sampingku dan juga meminum
kopi susunya.
“Dari
tadi kamu melihat apa, Kazemiya... Ah, kamu lagi lihat MV 'Sayap salju' ya.”
“Ah,
iya. Aku sedang melihat
video Onee-chan...”
Aku ketahuan.
Aku harusnya mematikan ponselku. Topik pembicaraan. Aku perlu topik lain untuk dibicarakan. Aku
tidak ingin ia mendengar lagu Onee-chan.
Aku tidak ingin ia melihat video itu. Onee-chan
jauh lebih hebat dariku. Jadi...
“Videonya
keren banget ya. Katanya sudah sampai 100
juta views dalam sehari, ‘kan?”
“Apa kamu
pernah melihatnya...?”
“Ah
iya. Soalnya dia adalah kakaknya
Kazemiya. Jadi
aku sempat melihatnya saat videonya dipublikasikan.”
Ketika
Narumi menyebutnya sebagai ‘Kakaknya Kazemiya’,
hatiku merasa sedikit lega. Biasanya aku hanya
dipanggil “adiknya
Kuon”.
Tapi Narumi memanggilnya dengan sebutan “kakaknya Kazemiya”.
“Lagu
itu benar-benar berdampak kuat ya. Baik musiknya maupun videonya, rasanya
menggema di hati.”
“Iya...
Onee-chan memang luar biasa.”
Tanpa
sadar kami berdua memandangi pemutaran
MV tersebut.
“...Padahal dulu suaranya sangat jelek sekali.”
Tanpa
sadar komentar itu meluncur dari mulutku. Hal tersebut
jadi memicu kenangan masa lalu.
“Jelek?
Maksudnya suaranya dulu...?”
“Iya.
Suaranya dulu sangat buruk. Sampai-sampai suaranya
cuma terdengar seperti kebisingan.”
Narumi
membelalakkan matanya dengan
terkejut. Wajar saja. Orang-orang yang mengenal Kuon pasti sulit
mempercayainya. Sebaliknya, rasanya bakalan wajar kalau orang-orang
mencelaku karena mereka menganggap kalau
aku hanya merasa iri pada Onee-chan.
“Iya,
benar kok. Waktu itu, kalau dibandingkan denganku, suara Onee-chan masih lebih payah. Meskipun dia bisa melakukan apa saja sejak
kecil, tapi suaranya benar-benar buruk, aku sampai kaget.”
“Jadi
sejak dulu Kakaknya Kazemiya suka
menyanyi ya.”
“Iya.
Sepertinya dia memang suka bernyanyi.....Tapi waktu itu, ibu dan orang-orang
dewasa lain selalu kompak bilang 'Jangan jadi penyanyi', karena suaranya
memang benar-benar buruk... Tapi aku suka suara Onee-chan
kok.”
“...Meskipun
suaranya buruk?”
“Ya,
meskipun suaranya buruk
sekali.”
Itu benar-benar fakta. Hanya aku,
ibu, dan sedikit orang dewasa yang tahu masa lalu itu.
“Oh
iya, jangan salah paham ya. Bukan karena aku merasa
senang bahwa Onee-chan
ada kelemahan atau apa gitu. Aku beneran suka suaranya kok.”
"Aku
ngerti kok. Tapi aku hanya penasaran
dengan alasanmu.”
“...Mungkin
karena dia kelihatan senang sih.”
Alasan
kenapa aku menyukainya langsung muncul. Tanpa perlu mengingat-ingat, hal itu
terucap dengan sendirinya.
“Meskipun
Onee-chan bisa melakukan apa saja, tapi
sepertinya dia selalu terlihat bosan. Hal-hal yang bisa membuat orang lain merasa iri
padanya, sepertinya dia tidak benar-benar menikmatinya. Tapi saat bernyanyi, Onee-chan kelihatan sangat senang.
Iramanya berantakan dan nada-nadanya meleset, tapi hatinya benar-benar terlihat
bahagia. Ketika mendengarnya,
aku jadi ikut senangan... Aku
selalu menantikan lagu-lagunya Onee-chan.”
Ini
adalah kenangan yang berharga bagiku, tapi saat berusaha mengingatnya, dadaku
terasa sesak, jadi aku berusaha untuk tidak
mengingatnya. Tapi dengan Narumi, aku bisa menceritakannya dengan ringan.
“Onee-chan
sangat hebat lho. Dia terus berlatih setiap hari,
membaca buku dan bertanya pada orang dewasa. Dia terus berusaha dan berusaha,
tapi hasilnya tidak keluar-keluar. Meskipun dia tidak
mendapat hasil yang memuaskan, atau
bahkan orang-orang menyuruhnya untuk berhenti, tapi dia terus gigih berlatih. Aku
sangat mendukungnya waktu itu. Walaupun ada
rasa iri juga, bahkan aku pernah menanyakan kenapa dia terus melakukan
sesuatu yang tidak jagi dia lakukan.
Tapi... Tetap saja aku terus mendukungnya.
Aku suka suara Onee-chan,
dan aku ingin dia melakukan apa yang disukainya. Aku ingin dia tersenyum ketimbang melihat wajah
bosannya.... Makanya, aku senang sekali saat
usahanya berhasil.”
Onee-chan
memang jenius. Hampir semua hal dia bisa melakukannya tanpa berlatih. Tapi
tidak dengan menyanyi.
“Aku
bangga bisa jadi penggemar pertama penyanyi-penulis lagu Kuon.”
Aku tahu
betapa kerasnya upaya yang dilakukan Onee-chan.
“Semakin aku
memikirkannya, aku semakin memahami kehebatan Onee-chan. Dia sangat berbeda jauh dariku.”
“Dia memang
luar biasa.”
Dadaku terasa sesak. Pandangan Narumi terpaku pada layar ponselku yang menampilkan video musik,
dan cara dia menatap video Onee-chan
membuatku tak bisa menahan rasa sakit.
“...Narumi, apa kamu... ingin bertemu dengan Onee-chan?”
Aku tak
yakin mengapa aku bertanya seperti itu. Sebenarnya aku tak ingin menanyakan hal
itu. Tapi kenapa malah menanyakannya?
“Aku tidak
terlalu ingin bertemu dengannya.”
“Kenapa?
Meski aku tidak pantas mengatakannya,
tapi dia itu orang yang luar biasa,
kan? Dia seorang selebriti, tau?”
“Yah, bohong
rasanya kalau aku tak punya minat sama sekali pada selebriti. Tapi bukan berarti aku ingin
sekali bertemu dengannya.”
“Kalau
aku yang memintanya, mungkin dia mau
bernyanyi satu lagu untukmu. Sekarang kamu tadi
bilang kalau dia luar biasa, kan? Kamu bisa mendengarkan lagunya secara langsung. Bahkan mungkin bisa
dapat tanda tangannya, atau bertukar kontak dengannya...”
“Jika
aku mempunyai waktu untuk itu, aku lebih ingin
menghabiskan waktuku bersama dengan Kazemiya.”
Narumi menjawab dengan cepat, seolah-olah itu adalah hal yang wajar.
“Memang
benar kalau kakak Kazemiya itu luar biasa. Aku bisa memahami kalau dia sudah berusaha dengan
keras.”
Video
musik yang diputar di ponselku masih terus diputar. Tapi
pandangan Narumi. Tanpa kusadari, pandangannya
kini tertuju padaku.
“Tapi
aku lebih memilih untuk bersama
Kazemiya Kohaku.”
“...Kamu yakin ingin bersamaku?”
“Aku
lebih ingin mendengar lagu Kazemiya
Kohaku daripada lagu Kazemiya Kuon. Aku lebih ingin
mendapat tanda bunga mekar
Kazemiya Kohaku daripada tanda tangan Kazemiya Kuon. Jika ada waktu untuk
bertukar kontak dengan Kazemiya
Kuon, aku lebih ingin mengobrol tentang hal-hal yang sepele dengan Kazemiya Kohaku.”
“────......”
Aku
kehabisan kata-kata. Mulutku tak bisa bergerak dengan lancar. Aku merasa senang. Rasanya senang. Senang sekali. Tapi aku juga membenci diriku sendiri.
“Maaf...
Maafkan aku. Aku
adalah gadis yang licik. Di dalam hatiku, aku mengharapkan
kamu akan mengatakan itu padaku, Narumi.”
“Apa
aku sudah memenuhi harapanmu?”
“Bodoh.
Kamu terlalu memenuhinya. Selalu... Selalu...”
Aku licik. Aku hanya merepotkan orang
saja. Padahal aku tak bisa melakukan apa-apa. Sama sekali tidak ada. Aku hanya
terus menerima. Aku membenci diriku sendiri yang seperti itu.
“Oh
iya, kalau dipikir-pikir, aku
belum pernah mendengar nyanyian Kazemiya, ya. Aku ingin
mendengarkannya.”
“Tidak
boleh! Nyanyianku pasti lebih buruk daripada
kakakku.”
“Bukannya sudah kubilang? Padahal yang ingin kudengar adalah nyanyian dari Kazemiya
Kohaku.”
“Jadi kamu
tidak menyangkal kalau nyanyianku bakalan buruk, ya.”
“Yah,
dibandingkan dengan kakakmu, mayoritas manusia tidak jago dalam bernyanyi,
termasuk aku juga.”
Aku suka
sifat Narumi yang seperti itu. Ia tak pernah berbohong dengan
mengatakan kalau aku lebih
baik dari Onee-chan atau semacamnya. Selain
itu, berada di sampingnya terasa begitu menyenangkan,
tenang, tapi terkadang... Tidak, sering membuatku berdebar-debar. Lama-kelamaan aku jadi semakin menyukai Narumi.
(...Mulai semakin menyukainya...)
Lambat laun
batas pertemanan kami terus semakin terkikis.
Perasaanku ini. Perasaan ini...
“...Narumi, kamu sering pergi karaoke?”
“Biasa
saja. Sebenarnya, aku hanya pergi karaoke dengan Natsuki, dan waktu itu
biasanya aku hanya jadi pendengarnya. Ia
sangat ahli bernyanyi, terutama lagu tema atau lagu pengiring dari tokusatsu
kesukaannya.”
“Hee,
enggak nyangka banget... tapi
juga bisa dibayangkan.”
“Kalau
kamu sendiri bagaimana, Kazemiya? Apa kamu juga
sering pergi karaoke?”
“Iya,
aku sering pergi ke sana. Meskipun aku tidak sehebat Onee-chan, tapi aku suka bernyanyi.
Aku selalu memeriksa lagu-lagu baru Onee-chan
dan berlatih menyanyikannya.”
“Aku jadi semakin
ingin mendengarnya. Ayo kita pergi karaoke lain kali.”
“Kalau
begitu, mau menyanyi bersama? Lagu tema film yang baru kita tonton itu...kalau tidak salah ada lagu duet
laki-laki dan perempuan...”
Mungkin
karena merasa lega, tiba-tiba aku jadi mengantuk...
“Iya,
bagus tuh. Ayo kita nyanyikan sepuasnya lagu duet laki-laki dan perempuan.”
“Itu
akan sangat menyenangkan... Sebenarnya... ada banyak lagu yang ingin kunyanyikan...”
Ah, gawat, aku tidak boleh ketiduran di sini...
Tapi... sedikit saja... karena sekarang...
“Jadi,
Narumi... ayo kita....lebih sering bersama...”
Aku merasa seperti
kalau aku bisa bermimpi indah sekarang.
☆☆☆☆
(Sudut
Pandang Narumi Kouta)
Kazemiya yang duduk di sampingku,
telah tidur terlelap dengan nyenyak. Hari ini dia bangun pasgi sekali, dan
selama perjalanan pasti membuatnya merasa kelelahan.
Jadi tertidur pun wajar saja. Sebenarnya aku ingin membaringkannya di tempat
yang lebih nyaman. Tapi karena aku tidak
bisa melakukannya, kurasa mungkin
ini hukuman untukku.
“Nngh...”
Kazemiya yang sedang tidur di
sampingku, mempercayakan tubuhnya kepadaku seolah-olah itu wajar. Karena
setelah ini kita akan pindah ke restoran keluarga, dia mengenakan baju yang
baru dibelinya, bukan baju sebelumnya.
Dandanannya sangat santai, membuatku bingung harus menatap ke mana. Apalagi dia baru saja keluar dari pemandian air panas, jadi aku bisa mencium sedikit
aroma sabun dan sampo, bercampur dengan wangi yang
harum.
“Narumi...
Narumi...”
Sambil
membisikkan kata-kata yang bisa membuatku salting
dalam tidurnya, dia menggerakkan
wajahnya seperti kucing jinak dan hampir
menggosokkan pipinya padaku. Rasanya begitu geli dan manis sampai-sampai aku nyaris
tidak bisa mengendalikan diri.
“...Dasar.
Setidaknya bersikaplah sedikit waspada.”
Walau aku
seorang lelaki, aku tak bisa mengungkapkannya. Pada akhirnya, aku hanya bisa
terus duduk di sofa ini hingga waktu tutup, supaya tidak
mengganggu sang bidadari yang sedang tertidur dengan lelap.
☆☆☆☆
Setelah membangunkan
Kazemiya tepat saat sebelum penutupan, kami berdua pindah ke restoran keluarga.
Karena
waktunya sudah larut malam, jadi hampir tidak ada pengunjung lain di sana. Kami berencana
bertahan sampai pagi... Jadi setelah memesan minuman, kami mulai mengadakan
pemutaran film sebagai cara untuk mengisi malam yang panjang. Kami menyelaraskan pemutaran film yang sama di
masing-masing ponsel kami dengan aba-aba “ayo
mulai!”.
Tentu saja, meskipun sudah larut malam, kami tetap memakai earphone agar tidak
mengganggu pelanggan lain. Kazemiya
ternyata lupa membawa headphone favoritnya
di rumah, jadi kami harus membeli earphone kabel di minimarket sebelum mulai
pemutaran.
Setelah
menonton satu film dan mendiskusikan kesan kami, kami mengisi waktu dengan
mencuci muka, menyikat gigi, dan istirahat ke toilet. Begitu bergantian
menonton film dan berbagi kesan, pagi pun tiba.
“Ugh...
Sepertinya aku sedikit mengantuk...”
“Bagaimana
kalau kita membuat kopi di bar minuman?”
“...Tolong
buatkan aku cafe latte.”
“Siap.”
Sepertinya
dia benar-benar kelelahan. Biasanya
pesanan pertamanya adalah
teh, tapi kali ini dia meminta
cafe latte.
Meski kami
berada di restoran keluarga yang berbeda, aku
menuangkan cafe latte ke gelas transparan yang sudah diisi es batu dari mesin minuman yang sudah kukenal.
Kazemiya biasanya menunggu hingga
gelembung di minuman bersoda hilang sebelum menuangkan lagi, tapi kali ini dia meminta minuman kafe, jadi mesin akan
mengisi takaran yang tepat.
“Ini
dia.”
“Terima
kasih...”
Mencari kafein untuk menghilangkan efek
mengantuk. Memang kafeinnya tidak
akan langsung bekerja, tapi setidaknya Kazemiya
sepertinya sedikit merasa lebih segar.
“Semalam benar-benar seru sekali, ya.”
“Iya...
Menonton bareng satu seri
film memang terasa menyenangkan.”
Kami
menonton trilogi film aksi besar-besaran dengan santai. Kami terlalu asyik
sampai terhanyut menonton seri kedua dan ketiga.
...Itu
menyenangkan.
“...Itu
menyenangkan.”
Tampaknya
Kazemiya juga memikirkan peristiwa semalam dan merasakan hal yang sama denganku.
“Meskipun
kelihatan enggan untuk meninggalkannya,
tapi bukan berarti semalam adalah
satu-satunya kesenangan kita. Masih ada banyak kesenangan yang bisa kita
alami hari ini, besok, dan seterusnya.”
“Walaupun
aku kabur dari rumah?”
“Justru
di situ bagusnya.”
“Fufu,
memang.”
Kazemiya tertawa. Senyumannya selembut sayap malaikat. Aku merasa lega saat melihatnya.
Gadis
yang tadi berdiri linglung
dalam kegelapan malam sembari diguyuri
hujan, sudah tak ada lagi.
“Nah,
Narumi, kita mau ke mana hari ini?”
“Hmm...
Pertama-tama kita perlu mencari
tempat untuk beristirahat sebentar...setelah
itu...bagaimana kalau kita menonton film lagi?”
“Setuju,
setuju. Kira-kira apa ada film
yang sedang tayang di dekat sini...”
“Aku akan
mencarinya....Oh iya, kita juga
harus mencari tempat buat tidur
sebentar...”
“Benar juga,
aku sudah mengantuk banget.....Semuanya akan sempurna jika kita bisa menemukan
tempat untuk menginap.”
“Kalau
begitu, kenapa kamu tidak
kembali ke rumah saja? Itu paling mudah, ‘kan?”
Saat kami berdua mendengar hal itu, wajah
Kazemiya langsung pucat pasi.
“Kohaku-chan.”
Ada seorang
wanita yang berhenti di depan tempat duduk
kami. Sepertinya dia sedang menyamar. Dia mengenakan topi dan kacamata
hitam. Namun, dia melepas kacamata hitamnya seolah-olah dia tidak memerlukan
penghalang untuk melihat wajah adiknya. Yang muncul dari balik kacamata itu
adalah──── wajah yang cantik dan berbentuk bagus, yang tampak sama persis seperti wajah Kazemiya.
Rambut
pirang panjangnya terlhat sama persis
seperti Kazemiya. Yang
membedakannya adalah ada
highlight biru di antara rambut pirangnya. Dan matanya juga berbeda──── mata
kanannya berwarna emas, sedangkan mata kirinya berwarna biru. Wajahnya persis
seperti orang yang muncul di TV, video, dan MV yang baru kami tonton kemarin.
Kuon────
Kazemiya Kuon.
“...Onee-chan.”
Dia adalah kakak perempuan dari Kazemiya Kohaku.