[LN] Reset Seishun Jilid 2 Bab 7 Bahasa Indonesia

Chapter 7 — Harga Diri Rokka

 

 

He-hei, cepat kembalikan! Ak-Aku harus pergi karena sudah berjanji!!

Aku gagal. Aku merasa sangat senang sampai senyam-snyum sendiri ketika melihat pesan dari Toudo sehingga aku lengah, jadi Rin-chan mengambil ponselku.

Bukan hanya ponselku, bahkan ada siswa laki-laki yang mengambil semua isi tasku dan memainkannya.

Semua teman-teman di dalam grup menghadangku. Aku mencoba mengambil kembali ponselku dari Rin-chan, tapi mereka terus-menerus menghalangiku.

Heee~, jadi kamu diam-diam mau pergi minum teh dengan Toudo, ya? Enak sekali. Ah, kami juga mau pergi karaoke nanti lho, tentu saja Rokka-chan juga akan ikutan, 'kan?

Wah, karaoke bagus juga tuh.

Aku akan memesannya.

Lagipula, kamu bisa mengingkari janjimu lagi dengan Toudo, 'kan?

Entah sudah berapa lama kami terus-menerus bertukar kata-kata seperti ini? Aku harus segera naik kereta atau aku takkan bisa datang tepat waktu untuk bertemu dengan Toudo. Aku tidak mau merepotkannya. Hatiku terasa diikat sesuatu yang berat.

Mereka semua senang melihatku terdesak. Itu menjijikkan. Rasanya seola-olah aku sedang melihat diriku sendiri.

Kenapa? Kenapa mereka senang dengan hal yang tidak disukai orang lain? Ah, aku tahu. Mereka berada di sana karena tidak ingin menjadi seperti itu.

...Tapi Toudo dan yang lain sedang menungguku... Aku tidak ingin membuatnya mengalami pengalaman tidak menyenangkan lagi.

Kekesalanku yang tak terkendalikan akhirnya keluar dalam kata-kata.

Rin! Sudah cukup! Kamu 'kan dulunya anak yang baik-baik!

Ekspresi penuh kejengkelan jelas-jelas terlihat di wajah Rin, tapi di saat yang sama juga dia terlihat ketakutan.

Hah? Rokka-chan, memangnya kamu enggak paham dengfan posisimu? Kamu itu berada di peringkat yang paling bawah di kelas. Kamu seharusnya berterima kasih pada kami yang mempermainkanmu ini. Ahh kamu kan gadis bego, jadi kamu tidak bisa memahaminya”

Haha! Dia memang bodoh, jadi tidak mengerti."

Sudah, ayo cepat pergi."

Pemesanannya sudah beres, termasuk ruangan latihan juga.

Bu-Bukannya kamu melakukannya terlalu berlebihan, kami cuma mau pergi karaoke dan latihan saja kok.

Aku menggigit bibirku. Kenapa perkataanku tidak tersampaikan? Aku menahan agar tidak meledak marah. Jika aku mengamuk di sini, besok aku pasti akan dibully lebih parah. Aku sangat tidak menyukai hal itu.

Aku menunduk menyesal, lalu mendongakkan wajahku dan melihat ke atas langit.

...Tidak, bukan itu.

 

—— Aku lebih benci mengingkari janjiku dengan Toudo.

 

Aku sudah tidak peduli dengan ponselku.

Aku masih ingat nama kafe itu. Aku memang jarang ke Shinjuku, tapi itu sama sekali tidak masalah tanpa ponsel. Dompet juga tidak perlu. Aku tidak akan minum teh. Bagaimanapun, aku masih tidak boleh dekat-dekat dengan Toudo.

Mungkin semuanya sudah ada di kafe duluan. Jadi aku hanya perlu sampai ke kafe, lalu memberitahu mereka kalau aku ada urusan dan tidak bisa minum teh bersama.

Tujuan ini menguatkan hatiku. Hati yang kuat memberi kekuatan padaku.

Hei, kamu mau ke mana? Kami sudah memesan karaoke untukmu lho~ Kamu mau mengingkari janjimu?

Janji? Aku tidak ingat membuat janji seperti itu.

“Hee~~, kamu boleh saja pergi tapi... Awas saja besok ya, Rokka-chan.

Di sekolah, pembullyan sudah jadi hal biasa. Pelaku hanya merasa senang, sedangkan korban hanya bisa menunggu sampai selesai.

Itu melukai hatiku.

Meski begitu, aku menepis tangan Rin.

Raut wajah Rin semakin ketakutan.

“Tu-Tunggu, kamu kenapa ish... Kita berdua itu 'teman', ‘kan? Toh kamu juga sudah pernah mengkhianati Toudo, jadi kamu tidak usah merasa bersalah segala, 'kan?

Rin seperti cermin yang memantulkan diriku sendiri.

Itu tidak mungkin! Aku tidak ingin mengingkari janji lagi! Apa itu benar-benar bisa disebut 'teman'? Aku... tidak akan—

Hah? Kenapa kamu sampai segitunya sih! Ak-Aku cuma bercanda, kok. Ak-Aku bukan nge-bully kok.

Aku menerobos Rin dan mulai berlari sekuat tenaga.

Aku sama sekali tidak peduli jika aku besok dibully kagi. Yang penting sekarang adalah momen saat ini.

 

◇◇◇◇

 

Hah, hah...haa, haa, Toudo, maafkan aku...

Kakiku sama sekali tidak mau bergerak maju. Aku terus berlari menembus gedung-gedung di kawasan Yotsuya. Nafasku terasa sesak. Tenggorokanku sakit.

Sekujur tubuhku seolah-olah sedang berteriak, tapi aku tidak mau menangis. Meski tidak ada yang melihatnya, aku masih tidak mau menangis—

Aku mengusap wajahku dengan lengan seragamku.

Aku tidak boleh menangis sekarang. Aku harus segera menuju kafe secepat mungkkn.

“Ah

Saat aku melihat rambu lalu lintas Shinjuku, aku tersandung karena ada perbedaan tinggi jalan dan terjatuh. Tubuhku menghantam aspal.

Seluruh tubuhku terasa sakit. Aku berusaha mengabaikan rasa sakitnya, tapi kakiku gemetaran.

Lututku lecet dan berdarah. Tangan yang kucoba untuk melindungi diriku juga berdarah.

Aku mendengar suara panik dari belakangku.

“Ap-Apa kamu tidak apa-apa? Kelihatannya lukanya tidak terlalu dalam. Apa kamu bisa berdiri? Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi yang semangat, ya.”

Y-Ya, terima kasih. Aku sedang buru-buru...

Seorang pria berambut panjang yang tidak kukenal mencoba membantuku. Aku hanya mengucapkan terima kasih lalu kembali berlari. Tidak sakit. Rasanya tidak sakit. Yang lebih sakit adalah hatiku. Aku benci diriku yang melanggar janji.

Hah... hah... Tidak sakit... aku baik-baik saja, sebentar lagi aku sampai Shinjuku... Ke arah pintu selatan...

Setiap langkah membuat tubuhku berteriak kesakitan. Rasa sakit di tubuh menggerogoti hatiku.

Meskipun begitu, meskipun begitu--

Aku sangat lambat. ...Yang jago lari itu Sasami, ‘kan? Apa Sasami baik-baik saja? Apa dia berlatih keras? Jika aku bilang ada janji ke kafe dengan Toudo, apa dia akan marah? Mungkin sebaiknya aku perlu mengajak Sasami juga.

Rasa sakit ini membuatku sulit berpikir.

Kecepatanku tidak lebih dari orang berjalan. Tapi setidaknya kakiku masih bisa melangkah. Jadi aku tidak boleh menyerah. Aku harus minta maaf pada mereka. Apa yang harus kukatakan? Bagaimana cara meminta maaf? Apa aneh jika aku tidak membawa ponselku?

Kepalaku terasa kekurangan oksigen. Orang-orang yang berlalu-lalang memandangiku dengan tatapan aneh.

Di saat seperti itu, hal yang terlintas di benakku adalah hari-hari yang kuhabiskan di perpustakaan bersama Toudo. Menggoda Toudo yang kaku itu menyenangkan. Aku mengandalkannya untuk mengajariku belajar. Aku suka melihat tingkah lakunya yang tidak masuk akal. Wajah Toudo yang hanya aku ketahui. Aku selalu merasa unggul——

Hiks, hiks...

Jangan menangis. Aku sudah berjanji untuk tidak akan menangis lagi—

Meski demikian, rasa bersalah dan penyesalan karena mengingkari janji lagi-lagi memenuhi dadaku....

Meskipun seharusnya masih sore, tapi aku merasa bahwa sekelilingku sudah gelap.

 

Aku berusaha keras menggerakkan tubuhku yang nyaris menyerah. Tiba-tiba kakiku berhenti bergerak. Kakiku yang terganggu saling berdempetan dan ambruk ke tanah. Namun, aku tidak bergerak secepat itu. Aku berkali-kali memukul kakiku yang tidak mau bergerak.

Kenapa aku tidak bisa bergerak... Aku harus berdiri. Aku harus meminta maaf...

Saat aku mencoba berdiri, tiba-tiba aku merasa pusing dan isi kepalaku menjadi kosong.

Aku merasakan tubuhku condong ke depan, tapi tubuhku tidak mau menuruti keinginanku.

Jangan menyerah. Aku harus menemui Toudo dan—

 

Aku seharusnya terjatuh di atas beton yang keras, tapi aku tertahan oleh sentuhan hangat. Ternyata ada seseorang yang menangkapku.

Dengan sisa-sisa kekuatanku, aku berpegangan erat pada tubuhnya.

Te-Terima kasih... Aku harus pergi... Semua orang...

“Kamu tidak perlu melakukannya. Hmm, seperti yang kuduga. Tapi, luka ini tidak terduga. Memar, lecet, dan juga anemia...

Ke-Kenapa... kamu ada di sini?

Kepalaku bingung. Kafe yang menjadi tempat pertemuan masih jauh dari sini. Jadi mana mungkin Toudo ada di sini.

Tapi Hanazono dan Tanaka juga datang dari belakang Toudo.

“Hahaha, syukurlah kita bisa bertemu! Kami sangat khawatir, tau!

Fyuuh, sekarang bisa tenang. Hebat juga kamu bisa mengetahui di mana keberadaan Michiba, Tsuyoshi. Tapi sekarang bukan saatnya membicarakan itu, apa sebaiknya kita membawanya ke rumah sakit?

 

Emosi yang susah payah kupendam nyaris meluap. Aku ingin memeluk tubuh Toudo, tapi aku berusaha menahannya.

Ti-Tidak apa-apa. Hanazono, kamu memang suka terlalu berlebihan. Aku hanya sedikit lecet saja kok. Lihat, aku sudah bisa berdiri.

Aku tidak boleh menangis. Aku menggunakan seluruh tenagaku untuk berdiri dan menghadap Toudo. ...Aku sangat takut. Memikirkan apa yang kulakukan pada Toudou...

Tapi aku harus benar-benar berhadapan dengannya.

Kata-kata yang ingin kukatakan keluar begitu saja.

Maaf, aku terlambat lagi. Karena aku gadis bodoh, jadi aku kehilangan ponsel dan tasku. Aku ingin bilang kalau aku tidak bisa pergi ke kafe karena itu... Aku ingin mengatakannya...

Kalau ada ponselku, aku bisa langsung menghubungi mereka. Kalau ada tasku, aku bisa naik kereta. Seandainya Rin-chan tidak mengambil ponselku. Seandainya aku tidak jahat pada Toudo. Semua ini karena pilihanku sendiri.

Jadi, ini semua karena kesalahanku dan kebodohanku.

Aku ingin mengatakan Lebih baik kamu jangan terlibat denganku lagi”, tapi aku berhasil menelannya kembali. Toudo pernah bilang, Tidak terlibat itu kesepian. Aku tahu tidak akan ada jawaban dingin. Aku hanya memperlihatkan kelemahanku supaya orang lain mengkhawatirkan aku, untuk mendapat kata-kata yang kubutuhkan. Itu hanya kepuasan diri semata.

Aku menyiapkan diriku. Aku memberikan senyuman terbaikku pada Toudo.

Aku tidak akan merepotkan Sensei lagi. Pergilah bersenang-senang dengan yang lain. Aku berharap kalau kamu mau mengajakku lagi lain kali.

Tatapan mata Toudo sedikit membesar. Ia benar-benar mempunyai mata yang sungguh indah ya.

Aku sudah merepotkannya, tapi ia tidak perlu mengkhawatirkanku lagi. Toudo pasti akan berkata Begitu ya? Kalau begitu tidak apa-apa.

Hehe, senyum pura-puraku jadi senyum tulus.

Tidak mau, aku tidak bisa meninggalkan Michiba yang hatinya terluka begini. Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan baik, tapi kamu terlihat menahan diri. Entah itu karena kebencian masa lalu padaku, rasa bersalah karena sudah merepotkan, atau kejahilan teman sekelas, aku tidak bisa memastikannya. Tapi, itu sama sekali tidak penting. Ayo duduk dulu untuk mengobati lukamu, lalu kita pergi ke kafe di Shinjuku 3-Chome yang kukenal.

Ucapannya membuatku terkejut sampai-sampai aku tak mempercayai pendengaranku sendiri.

Eh? Ke-Kenapa...?

Jika kita bisa memulai lagi hubungan ini dari awal, itu lebih baik.

Uhh...

Aku melanggar sumpahku sendiri.

Dari dalam dadaku, sesuatu yang meluap keluar menjadi air mata. Aku menangis dalam diam.

Aku terlalu naif. Aku hanya ingin berubah. Tapi orang memang tidak bisa berubah dengan paksa. Hanya saat bersama Toudo di perpustakaan, aku bisa menjadi diriku yang sebenarnya.

Aku tidak butuh akting. Aku tidak membutuhkan penampulan sok kuat. ...Seharusnya aku kembali ke diriku yang dulu, yang senang melihat orang tersenyum.

Uhh, ya. Aku memang tidak sebanding dengan Sensei. ...Hiks, bisakah aku meminta sedikit waktu?

Aku tidak bisa menghentikan air mataku. Tapi aku memang harus menangis sekarang. Haha, kamu memang benar-benar guruku...

Air mata yang mengalir telah meresetkan hatiku.


 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama