Houkago, Famires de Volume 2 Epilog 1 Bahasa Indonesia

Epilog 1 — Kenangan Musim Panas

 

Ada banyak orang yang berlalu-lalang di hadapan mataku. Sesekali ada warna cerah menyapu pandanganku, itu karena banyak orang yang mengenakan yukata.

Dengan menggunakan stasiun sebagai tempat berkumpul, suasana di sini terdengar lebih riang dibandingkan keramaian di dalam restoran keluarga. Selain perbedaan tempat, adanya acara festival musim panas di sekitar sini juga turut mempengaruhinya.

Narumi.”

Bahkan di tengah keramaian tersebut, suara Kazemiya bisa terdengar jelas.

Ketika aku melihat sosoknya, aku sampai lupa untuk bernapas sejenak.

Yukata yang didominasi warna putih dengan corak biru pucat.

Rambutnya ditata ke samping dengan aksesoris bunga.

Tiba-tiba saja, aku tidak bisa mendengar segala keributan di sekitar kami, seolah-olah dunia ini kehilangan suaranya.

Setidaknya hatiku dipenuhi oleh Kazemiya Kohaku yang ada di hadapanku.

Narumi? Kamu kenapa?

Mungkin karena aku tidak mengatakan apa-apa, dia jadi merasa khawatir.

Kazemiya mulai memperhatikan kembali yukatanya dan merapikan rambutnya.

Aku terpesona saat melihatmu

Eh?

Aku dengan jujur mengungkapkan pendapatku. Bahkan, aku merasa sedikit malu karena terlalu terpesona padanya, jadi menurutku menyebutnya sebagai pengakuan adalah ungkapan yang tepat.

Kamu terlalu cantik. Maaf, aku terlambat mengatakannya.”

...Begitu, ya... Aku senang sekali. Terima kasih.”

Kazemiya yang tersipu malu terlihat begitu cantik dan bersinar dari apapun di dunia ini.

Perasaan seperti itu muncul begitu saja di dalam hatiku.

Kalau begitu, ayo pergi ke festival musim panas.”

Iya.”

Tanpa sadar, kami sudah saling bergandengan tangan. Jari-jemari kami saling bertautan dengan natural.

Hal itu demi menghindari bertubrukan dengan orang lain. Tapi lebih dari itu, karena kami berdua ingin bersama.

Kemudian kami mulai berjalan, dan untuk sementara waktu kami tidak berbicara satu sama lain.

Aku ingin merasakan kehangatan tangannya, kehadiran orang yang berharga di sampingku.

Narumi, bagaimana kalau aku yang traktir?

Tapi itu seharusnya ucapanku.”

“Tapi kamu sudah mengeluarkan banyak uang sewaktu aku kabur dari rumah.”

 

Itu bukan uangku sendiri, sih... Tapi, Kazemiya, apa kamu masih punya uang? Bukannya kamu pernah bilang kalau kamu akan menggunakan gaji kerjamu untuk memberi hadiah pada Kuon-san?

Aku masih punya cukup uang untuk bersenang-senang di festival musim panas. Dan gajiku juga bertambah, jadi tenang saja.”

Meskipun dia bilang jangan khawatir.

Ini bukan hanya soal Kazemiya, tapi juga jika dari yang lain, seperti Natsuki, aku juga akan merasa tidak enak menerima traktiran.

“Hmmm....bagaimana kalau kita saling mentraktir satu sama lain?

“Bukannya itu menjadi tidak ada artinya?

Aku juga ingin memberikan sesuatu kepadamu, Kazemiya.”

Kamu memang terus-terusan memanjakan aku. Kalau aku tidak mengatakan ini, kau pasti akan terus mentraktirku, kan?

Tidak peduli seberapa banyak aku memanjakan Kazemiya, itu tidak akan pernah cukup.

Kami pun berjalan menyusuri kios-kios festival musim panas, dan membeli satu permen apel untuk masing-masing.

“Pada akhirnya, kita malah membeli hal yang sama ya

Karena kurasa di semua kios pasti ramai, jadi kupikir rasanya jauh lebih efisien kalau kita beli di tempat yang sama.”

Tumben-tumbennya kamu memedulikan efisiensi begitu, Narumi.”

Biasanya aku memang tidak terlalu peduli, tapi kali ini berbeda. Karena ini waktu yang berharga bersamamu di festival musim panas.”

Setiap detik yang kuhabiskan bersama Kazemiya sangat berharga bagiku.

Aku ingin menghargai waktu ini dengan baik.”

Hmm... Begitu ya.”

Bila dilihat dari luar, reaksi Kazemiya mungkin terlihat dingin.

Tapi telinga Kazemiya yang memalingkan wajahnya dariku terlihat sedikit memerah.

“────kugh.”

Tingkahnya yang manis begitu mendadak membuatku berdebar.

Hari ini Kazemiya menata rambutnya ke samping, jadi dari sudut pandangku, tengkuk leher putihnya yang biasanya tertutup mulai terlihat jelas.

Bahkan bisa dibilang, itu sangat memabukkan bagiku.

Aku ingin segera memakaikannya jaket, agar tidak ada yang bisa melihatnya.

Narumi? Wajahmu kelihatan memerah, apa kamu kena demam?

“Ya enggaklah, aku baik-baik saja. Ini hanya sementara saja.

Aku tidak ingin dia menundukkan kepala dengan wajah polos seperti itu. Hal itu membuatku ingin memeluknya tanpa mempedulikan orang lain.

Sambil mencoba meredakan panas di wajahku, Kazemiya mulai berbicara.

...Festival musim panas, ya, aku jadi teringat masa lalu.

Apa kamu pernah datang ke sini sebelumnya?"

Iya, bersama Mamah dan Onee-chan, kami bertiga pernah mengunjungi festival ini.

Kazemiya teringat dengan hari-hari di masa lalunya ketika dia melihat ke arah kios-kios yang berjejer, saat keluarga mereka bertiga menikmati festival musim panas.

“Pada waktu itu aku juga memakai yukata. Ibu meminjamnya dari rekan kerjanya. Hari ini Onee-chan yang membantuku memakaikannya, tapi sewaktu aku masih kecil, Mamahku lah yang memakaikan dan mendandaniku.

...Berarti kamu sangat disayangi, ya.

Iya... Aku pasti disayangi.

Di hari Ibunya pergi meninggalkan rumah.

Kazemiya menangis dalam pelukanku.

Dia pasti merasa sedih karena Ibunya pergi meninggalkannya. Dia merasa dirinya ditolak dan tidak dibutuhkan dalam dunia Ibunya. Dan yang paling membuatnya sedih adalah, dia merasa telah memaksa Ibunya pergi.

Saat itu... saat aku berbicara dengan Mamah di rumah. Mamah selalu menyalahkan dirinya sendiri. Dia berpikir kalau aku masih membencinya, dan bahkan ketika aku mengatakan kalau aku tidak menyimpan dendam lagi, dia justru tidak mempercayaiku.

Jika dia benar-benar membencimu, dia tidak akan menyalahkan dirinya sendiri seperti itu."

Perasaan yang dimiliki Ibu Kazemiya adalah rasa bersalah.

Rasa bersalah itu muncul karena ada rasa bersalah dalam dirinya.

Ibunya mungkin tipe orang yang perfeksionis dan sedikit OCD, tapi bukan berarti dia menganggap Kazemiya sebagai noda hitam dalam hidupnya.

Dia hanya takut. Takut untuk menghadapi dirinya sendiri.

Takut untuk berhadapan dengan putrinya dan keluarganya.

Kurasa itu karena dia sangat memahami seberapa berharganya sebuah kehidupan, makanya dia takut untuk menghadapinya.

Aku juga berpikir begitu... Aku ingin percaya begitu.

Itulah sebabnya dia melarikan diri. Dia menghindari dari sesuatu yang tidak ingin dilihatnya.

Kurasa aku mungkin bisa memahami perasaannya karena aku juga sama.

...Ibumu belum kembali ke rumah?

Iya, belum kembali. Tapi dia masih bekerja, jadi kadang-kadang aku tahu kabarnya dari Onee-chan.

Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian itu, tapi tampaknya ibu Kazemiya masih belum juga kembali ke rumahnya.

“Apa kamu tidak ingin menemuinya?

Aku ingin bertemu dengannya. Tapi jika aku menemuinya sekarang, itu pasti hanya akan membuatnya terluka.

Dalam nada suara Kazemiya, tersirat kesedihan dan kehilangan ketika dia mengatakan itu.

Tapi dia tetap berusaha untuk maju dengan harapan di dalam hatinya.

Kekuatannya itu sangat memukau sekaligus sangat berharga.

Sama seperti aku yang berubah setelah bertemu dengan Narumi di tempat pelarianku. Mungkin Ibu juga akan berubah di tempat pelariannya. Jadi aku akan terus menunggu.

Kalau begitu, kurasa kamu harus cepat kembali ke rumah. Supaya kamu bisa menunggu Ibumu.

Benar. Sebentar lagi festival kembang api akan dimulai. Ya. Dengan ini tujuan, 'berkeliling kios festival musim panas sambil memakai yukata' sudah tercapai.

Meskipun sebagian besar daftar hadiah liburan musim panas kami sudah terpenuhi, ada satu yang belum, yaitu 'berkeliling kios festival musim panas sambil memakai yukata'. Hari ini, harapan kami berdua akhirnya terwujud.

Hari ini, selain festival musim panas, juga ada acara kembang api. Dan kebetulan apartemen Kazemiya punya balkon yang bagus untuk melihat kembang api, jadi setelah menikmati festival, aku akan ikut ke rumahnya.

Kami tidak perlu repot-repot mencari tempat terbaik, daripada harus berdesak-desakan di tempat yang sempit, lebih baik melihatnya dari sana.

Kamu bilang kalau kamu meminta bantuan Kuon-san untuk memakaikan yukata, itu berarti dia ada di rumah, ya?

Iya, katanya dia libur sore ini. Sebenarnya dia, mempunyai beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, tapi tempatnya batal. Saat dia membawa pulang sekitar 20 yukata baru, dia bercerita begitu.

Ah... Aku bisa membayangkan wajah kegirangannya. Faktanya, aku merasa heran karena tumben-tumbennya dia tidak mengikutimu.

Aku juga khawatir soal itu, tapi Onee-chan malah memberi perhatian kepadaku sembari menitikkan air mata darah.

...Benar-benar tipikal dia, bahkan ungkapan itu pun bukan sekedar kiasan belaka saja sudah terasa menakutkan.

Tapi dia bilang kita akan menonton kembang api bersama-sama. Maaf ya sudah merepotkan.

“Kamu tidak perlu meminta maaf segala. Justru bagus kalau kamu bisa akur dengan kakakmu.

Hubungannya yang itu sangat berbeda denganku.

 

☆☆☆

 

Sementara kami mengobrol seperti itu, kami akhirnya tiba di apartemen Kazemiya.

Kami kemudian naik ke lantai teratas menggunakan lift, menuju rumah yang sekarang dihuni oleh Kazemiya dan Kuon-san. Pemandangan pertunjukkan kembang apinya pasti akan terlihat bagus dari sini.

Aku pulang, Onee-chan.”

Permisi

Kami berdua melangkah masuk ke rumah Kazemiya dengan mengucapkan salam, Aku pulang, dan “Permisi, kami berdua berada dalam posisi berbeda, satu sebagai pemilik dan yang lainnya sebagai tamu.

“Onee-chan? Lho... Tidak ada orang?

...Tapi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Kuon-san di dalam rumah.

“Apa jangan-jangan dia sedang pergi belanja?

Kalau begitu, mungkin sebentar lagi dia akan kembali.

Hmm... Mungkin saja dia pergi beli minuman atau semacamnya.

Ketika kami berdua sedang kebingungan saat melihat keadaan rumah yang kosong, tiba-tiba...

Ah...

Terdengar suara yang seperti menembakkan sesuatu, disusul dengan suara ledakan.

Kazemiya dan aku segera keluar ke balkon, dan di langit malam, kembang api bermekaran dengan indah.

Kembang apinya sudah dimulai.

Kazemiya bergumam pada dirinya sendiri sambil mendongak melihat langit yang memukau. Pada saat yang sama, ponselnya bergetar.

Mungkin dari Kuon-san?

Sepertinya begitu. Hmm...

Kazemiya membaca pesan dari Kuon-san.

....................................

Apa kata Kuon-san? Dia akan datang terlambat?

...Katanya ada masalah di lokasi kerja, makanya jadwalnya jadi berantakan... Dia harus melakukan beberapa pekerjaan mendadak.

Nada suara Kazemiya terdengar agak kaku.

Mungkin dia sangat menantikan untuk bisa melihat kembang api bersama Kuon-san.

“Pekerjaan mendadakh? Sayang sekali, ya.

.............................

Kazemiya mematikan ponselnya tanpa bicara sepatah kata pun.

...Narumi.

Hm?

“Onee-chan... Katanya dia tidak bisa pulang sampai besok malam.

“? Begitu ya.

Suara ledakan kembang api semakin jelas terdengar.

Suaranya lebih keras dan lebih nyata tanpa terhalangi apapun.

Jadi... Hari ini................... tidak ada orang di rumah.

Cahaya kembang api menerangi wajah Kazemiya Kohaku.

Matanya terlihat cemas, tapi dia mencoba mengeluarkan keberaniannya.

Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari tatapannya yang mengarah padaku.

..........

Aku ingin menyentuhnya. Tapi aku tidak bisa.

Kehadiran Kazemiya Kohaku terlalu menyilaukan bagiku saat ini.

Gadis yang berhenti melarikan diri dari keluarganya dan berdiri di hadapanku sekarang tampak lebih mempesona dari siapapun.

Sementara aku masih terus melarikan diri dari keluargaku, Kazemiya sudah begitu jauh di depanku.

Sebefitu jauhnya sampai tanganku tidak bisa menjangkaunya lagi.

...Aku masih melarikan diri dari keluargaku.

Walaupun aku bisa menjangkaunya, tapi aku merasa ragu untuk menyentuhnya.

Jika aku yang hanya bisa melarikan diri, menyentuhnya, apakah cahayanya akan padam?

Pemikiran semacam itu terus berputar-putar di kepalaku.

“Aku berbeda denganmu yang sudah berhadapan dengan keluargamu.

Selama ini, kami berdua sama-sama melarikan diri.

Kami sama-sama pelarian.

Tapi sekarang berbeda. Aku dan Kazemiya sudah menjadi orang yang berbeda.

...Tapi, apa itu tidak apa-apa?

Gadis yang dulu pernah melarikan diri bersamaku sudah tidak ada lagi.

Berbeda denganku yang baru saja terjatuh dalam kegelapan yang gelap gulita. Kazemiya menjadi cahaya yang menyilaukan.

Aku dan Kazemiya bukanlah pasangan yang serasi.

Aku sangat mengerti itu. Tapi, meskipun begitu...

Aku ingin meraih cahaya itu. Aku ingin menyentuhnya.

Aku tidak ingin melepaskannya. Aku tidak ingin membaginya dengan siapapun.

Aku ingin memilikinya sendiri.

Hanya Narumi.

Seolah-olah dia bisa membaca pikiranku, Kazemiya berkata.

Aku tak bisa membayangkannya selain dengan Narumi.

Setelah itu, kami berdua tidak lagi melihat kembang api bersama.

Aku hanya ingin Kazemiya Kohaku melihatku, Narumi Kouta.

Dan aku hanya ingin melihat Kazemiya Kohaku saja.

Oleh karena itu.

Aku menarik Kazemiya ke dalam pelukanku, dan dari sana, kami berdua saling menatap mata satu sama lain, dan saling mengunci bibir kami.

Sejak saat itu ────kami berdua hanya saling memandang.

Aku sudah tidak melihat kembang api yang indah kecuali yang bagian awal.

Aku bahkan mengacak-acak yukatanya yang cantik.

Bahkan aku melepaskan gaya rambutnya yang rapi.

Aku tidak melihat apapun selain Kazemiya Kohaku. Aku tidak ingin melihat siapapun selain dirinya.

Hal ini terus berlanjut bahkan setelah pertunjukkan kembang api selesai, setelah festival musim panas berakhir, dan bahkan ketika keramaian orang-orang juga telah menghilang.

Aku menorehkan banyak kembang api merah di kulit putihnya.

Kami saling menggenggam tangan dan tidak ingin melepaskannya.

Mungkin aku masih merasa cemas. Mungkin aku tidak ingin dia pergi.

Kohaku.

Aku menyebut namanya. Hanya di saat ini, aku ingin memonopoli cahaya Kazemiya Kohaku seorang diri.

...Kouta.

Dia membalasnya dengan menyebut namaku.

Tidak apa-apa... Aku ada di sini.

Suaranya yang manis terdengar seperti kicauan burung.

Setelah mendengarnya, aku merasa tenang dan lega. Dan oleh karena itu, aku justru merasa jijik pada diriku sendiri yang merasa lega.

Aku hanyut dalam pelukannya, sentuhannya, kulitnya, bibirnya ──── Aku hanyut dalam Kazemiya Kohaku.

 

Setelah beberapa saat berlalu, kesunyian malam kembali berlanjut ────

Kami berdua saling bersandar, terbungkus dalam kehangatan yang sama.

Maaf, karena sudah terlalu memaksamu.

Tidak apa-apa. Aku justru merasa bahagia daripada rasa sakitnya, dan aku bahkan merasa sangat senang ketimbang perasaan bahagiaku.

Senang?

Aku selalu dimanja oleh kamu, Kouta. Jadi aku merasa senang saat kamu bermanja padaku.

“Biasanya aku memang selalu berusaha memanjakanmu, tapi aku juga sudah sering memperlihatkan sisi jelekku.

Tapi, kamu selalu menunjukkan sisi kerenanmu dan terlihat tenang. Aku jadi merasa kesal karena itu. Aku selalu ingin kamu terus bermanja padaku dan bersandar padaku. Itulah sebabnya.... aku benar-benar senang. Sejujurnya, aku terpesona melihatmu yang tidak lagi tenang, yang hanya focus dan tergila-gila padaku.

Kalau diingatkan lagi, aku jadi sangat malu.

Setelah membuat banyak tanda di tubuhku, kamu masih bicara begitu?

“Bukannya kamu juga sama? Kamu juga sudah membuat banyak dan terlihat panik pula.

“...Itu tidak benar. Aku yang masih punya kendali.

Kamu yang merangkul erat-erat dan terusan meminta-minta 'kan kamu sendiri, Kohaku.”

Aku tidak tahu, aku tidak tahu. Aku sama sekali tidak tahu tentang itu.”

Pemandangan Kohaku yang mendekatkan wajahnya dan bersembunyi di dadaku terlihat begitu menggemasskan.

“...Ah. Jadi kamu memasang gantungan ponsel itu di sini.

Kohaku melihat ke arah ponselku yang ada di dekat ranjang.

Gantungan itu merupajan tanda kenangan saat kami kabur dari rumah.

Gantungan merah yang kami tukar dengan stemple yang kami berdua kumpulkan.

Iya, kurasa di situ tempat terbaiknya. Bagaimana denganmu, Kohaku?

Aku juga memasangnya di ponselku. Menurutku juga ini tempat terbaik.

Kohaku juga mengambil ponselnya yang diletakkan dekat ranjang. Casing ponselnya memiliki tali bunga berwarna putih yang bergoyang.

...Kouta. Bagaimana kalau kita tukar gantungan ponsel kita?

“Menukarnya? Boleh-boleh saja sih...

“Mari kita masing-masing menjaga warna yang lain. Jika kita melakukan itu, hal tersebut bisa sedikit mengurangi kecemasanmu, 'kan?

“Entah kenapa, rasanya aku jadi mengerti perasaan Kohaku yang merasa kesal...

Setelah kabur dari rumah di musim panas ini, dunia Kohaku mulai melebar. Dia sudah tumbuh dan berada di tempat yang jauh lebih maju dariku.

Itu membuatku sangat kesal. Situasi di mana aku hanya bisa dimanjakan seperti ini.

Akhirnya kamu mengerti juga.

Kami saling menukar gantungan pada casing ponsel kami.

Sepertinya Kohaku sudah benar-benar memahami perasaanku.

Sebenarnya, akulah yang tertinggal. ...Pasti juga di masa depan. Jika aku ingin tetap Bersama dengannya, jika aku ingin berjalan sejajar, aku juga harus mengejar jalan ini.

...Kamu tahu, Kouta. Menurutku, kamu masih punya kesempatan.

Kohaku berkata demikian sambil berbaring di ranjang yang sama dengan jarak yang lebih dekat dari biasanya.

Keluargaku sudah tak bisa diselamatkan lagi. Kami semua pergi ke arah yang berbeda, semuanya melarikan diri... Sudah terlambat untuk saling berhadapan. Jadi pada akhirnya, semuanya hancur.”

Ibu Kohaku pergi meninggalkan rumah. Keluarga yang beranggotakan tiga orang itu berkurang menjadi hanya dua.

Tapi keluargamu masih ada kesempatan. Kamu tahu itu, 'kan?

...Aku tahu.

Kami saling menggenggam tangan dan menautkan jari-jemari kami. Kami menyatukan panas tubuh kami.

“Menurutku, tidak ada salahnya jika kamu ingin tetap melarikan diri. Tapi... Suatu hari nanti, jika keluargamu hancur... Kamu pasti akan menyalahkan dirimu sendiri, Kouta.

...Aku tidak bisa membantah itu.

Jika seandainya, suatu hari nanti, keluargaku hancur.

Itu pasti akan menjadi salahku. Karena aku terus-menerus melarikan.

Aku tidak ingin kamu menyalahkan dirimu sendiri seperti aku. Aku tidak ingin Kouta merasakan perasaan seperti itu.

Kohaku masih menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja dia berani menghadapi keluarganya lebih awal, mungkin hasilnya akan berbeda.

Tapi dia tetap mendorongku untuk melangkah maju ke depan.

...Pacarku tuh benar-benar keren, ya.”

Bukan imut?

“Kamu yang sekarang terlihat keren.

“Memangnya kamu tidak merasa tidak nyaman?

Kohaku tertawa puas. Saat aku mengelus kepalanya, dia memejamkan matanya dengan senang.

...Aku selalu melarikan diri dari masalah rumah dan keluargaku. Aku pikir itu hal yang baik-baik saja. Setelah bertemu Kohaku, melarikan diri terasa menyenangkan. Selamanya, selamanya, untuk selamanya. Aku ingin terus bisa melarikan diri Bersama denganmu, Kohaku.

Pelan-pelan, aku mengungkapkan kata-kata dari dalam hatiku.

Tapi... sebelum aku menyadarinya, segalanya telah berubah. Waktu yang kuhabiskan bersamamu menjadi lebih penting daripada melarikan diri bersamamu, Kohaku."

Apa yang kurasakan saat melarikan diri dari rumah di musim panas ini. Aku akan mengungkapkan perubahan dalam diriku dengan kata-kata.

Rumah yang tidak nyaman, keluarga, dan ayah kandungku di masa lalu... semuanya menyakitkan dan sulit untuk dihadapi. Jika aku lari, aku tidak akan terluka. Tapi... aku ingin tetap bersama Kohaku, meskipun itu menyakitkan.

Sekarang Kohaku sudah pergi jauh.

Padahal dia sangat dekat, bahkan berada di dalam pelukanku.

Akan tetapi, ada jarak yang terasa jauh antara aku dan Kohaku.

Tidak bisa berada di samping Kohaku justru lebih menyakitkan dan menyiksa.

Aku ingin mengejarnya.

Mengejar gadis yang sudah meninggalkanku jauh. Aku ingin berjalan di sampingnya.

Mulai dari sekarang. Selalu. Seumur hidup. Selamanya.

Aku juga akan mencoba menghadapi hal-hal yang selama ini kuhindari. Karena aku ingin bersama Kohaku... meskipun mungkin aku akan dimarahi.

Kenapa?

Karena aku ingin bersama pacar cantikku, jadi aku akan menghadapinya."

Ah... memang benar. Lebih baik kamu bersikap terang-terangan saja.

Itulah niatku.

“Ya, karena itu keahlianmu sih.”

“Begitulah.”

Memang alasan yang sangat ptaktis. Tapi tidak apa-apa. Karena tanpa alasan ini, aku mungkin tidak akan berani menghadapinya.

Hmm... kalau begitu, sepertinya kamu tidak bisa menginap malam ini, ya.

Iya. Tapi aku akan pulang. Ke rumah. Mulai dari sana.

“Anak hebat, anak hebat.

Sebenarnya aku ingin tetap bersamanya sampai pagi.

“Meski kamu tidak bisa menemaniku sampai pagi, tapi... apa kamu mau mandi bersama?

Pertanyaannya terdengar ragu, tapi tatapan matanya tampak memohon.

“Mau sih. Tapi... bersiaplah.

“...Baiklah. Aku sudah siap.

Setelah itu, kami berciuman lagi, entah sudah yang keberapa kalinya.

Kami berdua berkeringat dan menyegarkan diri.

Aku meninggalkan rumah Kohaku saat waktu sudah jauh lebih larut dari yang direncanakan. (TN: Oke, fix sih ini mah, sudah jelas banget habis ngapain :v)

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama