Houkago, Famires de Volume 2 Bab 6 Bagian 2 Bahasa Indonesia

Chapter 6 — “Suatu hari nanti” yang Diharapkan Kazemiya Kohaku

Bagian 2

 

Karena sudah waktunya untuk makan siang, jadi kami mampir ke restoran keluarga [Flowers] sebelum pergi ke rumah Kazemiya. Tapi Kuon-san masih belum pulih sepenuhnya secara mental, dan kami tidak ingin dia kembali berteriak seperti serangga sekarat, jadi kami pun berpisah dengannya.

Supir mobilnya — yang ternyata orang dari kantor Kuon-san— masih menemani Kuon-san. Di sekitar sini juga ada restoran yang punya ruang privat, jadi sepertinya Kuon-san akan makan siang di sana. ...Tapi sebenarnya, alasan utama adalah supir itu yang lebih memperhatikan kami.

Maaf ya, soal Onee-chan ku.

Tidak apa-apa. Malah aku senang bisa melihat interaksi Kazemiya dan Kuon-san yang seperti itu.

Kenapa? Justru Narumi pasti kesusahan karena ulah Onee-chan, 'kan?

“Kalian terlihat seperti kakak-adik yang akrab, dan itu menyenangkan.

Kazemiya selalu tersiksa dengan keberadaan kakaknya, dan juga tersiksa dalam kerangka keluarga.

Tapi sekarang, Kazemiya bisa berinteraksi dengan Kuon-san layaknya saudara biasa.

Aku bisa melihat adegan di mana orang yang paling kucintai berhasil mewujudkan keinginannya, jadi tentu saja itu merupakan peristiwa yang menyenangkan.

...Terima kasih.

Kazemiya, yang duduk di sebelahku, mendekat ke arahku dan bersandar kepadaku solah-olah menyerahkan segalanya.

Kami yang biasanya duduk berhadapan, kini duduk berdampingan.

Beban lembut di bahuku ini, membuatku merasakan betapa dekatnya jarak kami sebagao sepasang kekasih.

Itu semua berkatmu, Narumi. Aku bisa bertengkar dan berbaikan dengan Onee-chan, serta memiliki keberanian untuk menghadapi Mamah.

Aku tidak melakukan apa-pun. Mengenai Kuon-san kamu sendiri yang menghadapinya, Kazemiya.”

“Sudah kubilang, itu semua berkat kamu yang terus mendukungku. Kamu membuatku semangat, menerimaku dan memelukku saat aku berusaha kabur.

Itu karena kekuatanmu sendiri, Kazemiya.

“Tidak, itu semua berkat kamu, Narumi.”

Tanpa disadari, kami malah berdebat mengenai sesuatu yang aneh dan kami berdua terkekeh kecil.

Kalau gitu, kurasa kita menganggapnya kalau semua itu berkat kita berdua.

Iya, mendingan begitu saja.

Suara Kasemiya terdengar manis. Terlalu polos dan tak berdaya, membuatku khawatir.

Aku ingin memonopoli suara dan kehangatan ini, menutup telinga semua orang di dunia ini.

Tapi untuk saat ini...

...Kamu baik-baik saja?

...Soal apa?

Tentang ibumu.

Kuon-san menceritakan tentang rasa bersalah yang dimiliki ibu Kazemiya. Membayangkan bagaimana beban di hati Kazemiya yang mengetahui hal tersebut membuat keinginanku sendiri menjadi tidak lagi penting.

....Apa sebaiknya yang harus aku lakukan?

Kazemiya bergumam dengan lirih sambil bersandar kepadaku.

Aku sudah bertekad untuk menghadapi Mamah sama seperti saat aku menghadapi Onee-chan. Aku sudah memutuskan untuk tidak lari lagi, dan pulang.... Tapi ternyata hanya keberadaanku saja sudah membuat Mamah tersiksa. Lantas, apa yang harus aku lakukan?

...Kuon-san juga sedang mengkhawatirkan soal itu.

Bagi Kazemiya Kohaku, keberadaan Kazemiya Kuon adalah rasa sakit dan penderitaan.

Itulah sebabnya Kuon-san memutuskan untuk menghilangkan eksistensinya sendiri.

Dengan cara sering pergi keluar dari rumah, dia melarikan diri dari Kazemiya.

Iya, itu benar... Kurasa, Mamah mungkin menganggapku keberadaanku sama seperti aku menganggap keberadaan Onee-chan. Tapi bedanya, meski terkadang kehadiran Onee-chan membuatku tersiksa, yapi aku tetap menyayanginya.

Sejenak, rasanya ada jeda seakan-akan dia menahan sesuatu.

“Tapi Mamah... tidak menyayangiku.

Aku tidak berpikir begitu.

Aku langsung membantah ucapan Kazemiya.

Aku tidak ingin dia mengatakannya, dan aku tidak ingin dia memikirkan hal semcam itu.

Jika Ibumu benar-benar membencimu, dia tidak akan merasa bersalah. Aku yakin kalau dia pasti masih menyayangimu.

...Kenapa kamu berpikir begitu?

Kamu sendiri yang bilang kalau membesarkan dua anak seorang diri itu pasti sangat sulit. Jika tidak ada perasaan kasih sayang, mana mungkin hal itu bisa terjadi.

Ibu Kazemiya pasti mencintai dan menyayangi putrinya.

Walaupun tidak ada dasar yang kuat maupun bukti yang pasti. Tapi entah bagaimana, aku yakin akan hal itu.

Mungkin hanya sekadar harapan. Tapi, meskipun begitu ────

...Terima kasih, Narumi.... Aku sedikit merasa terbantu.

...Meski begitu, harapan ini adalah kenyataan. Aku ingin mempercayainya.

 

Setelah itu, menu pesanan makan siang kami akhirnya datang, kami makan siang untuk mengumpulkan tenaga untuk perjalanan pulang.

Mungkin terasa aneh jika harus mengumpulkan tenaga hanya demi melakukan perjalanan pulang, namun bagi kami, energi sebesar itulah yang kami perlukan, terutama bagi Kazemiya.

“Dengan begini, kita sudah mendapatkan stempel yang kelima, ya.

Benar sekali. Dan ini adalah stempel yang...terakhir.

Mendapatkan stempel kelima bertepatan dengan berakhirnya masa kabur dari rumah bukanlah akhir yang buruk.

Omong-omong, kita belum menentukan hadiah mana yang mau ditukar, ‘kan?

“Oia, itu memang belum diputuskan. Lagian kamu sendiri yang bilang bahwa mengumpulkannya bersama denganku sudah menjadi hadiahnya.

Sudah kubilang, tolong lupakan itu.

“Bukannya aku juga sudah bilang? Kalau aku akan mengingatnya sampai seumur hidupku.

Rasanya sungguh nostalgia sekali. Itu adalah percakapan kami berdua ketika kami baru saja kabur dari rumah.

Tentu saja aku masih mengingatnya.

Tenang saja, kita pasti akan dimakamkan Bersama, kok.

“Hegh~~~~~~...! Ja-Ja-Jadi, ma-maksudmu...!

Aku tahu kamu mengerti maksudnya.

Ah, dia memang sangat manis. Pacarku ini.

Wajahnya memerah dan panik seperti itu.

Aku merasa tidak enakan kepada Kuon-san, tapi aku benar-benar ingin memilikinya sendiri.

Ha-Hadiah! Ayo kita putuskan hadiahnya apa!

Dia jelas-jelas berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan. Bahkan itu pun terasa lucu bagiku. Kami pun bersama-sama melihat-lihat pilihan hadiahnya di layar ponselku.

“Rupanya hadiahnya ada banyak, ya. Ada file plastik, kotak bekal, tas jinjing...

“Rasanya akan menyenangkan jika kita memilih sesuatu yang bisa dipakai kita berdua. Kotak bekal dan tas jinijngnya cuma satu...Ah, file plastiknya ada yang sepaket berisi lima.”

“Mari kita lihat-lihat dulu kalau ada yang seperti itu lagi.”

Bukan berarti aku tidak suka file plastik, tapi mumpung ini bisa dijadikan sebagai kenangan musim panas. Jadi alangkah baiknya kami bisa memilih sesuatu yang lebih 'kental' dengan suasananya.

...Bagaimana yang ini?

Gantungan kunci... dua buah?”

Hadiah yang ditunjuk Kazemiya adalah gantungan kunci berbentuk bunga.

Ah, katanya kita bisa memilih warnanya juga."

Benar. Ada warna putih dan... merah juga.

Kami saling bertukar pandang dan tertawa. Pada saat itu juga kami sudah memutuskan hadiah yang akan dipilih tanpa perlu bertukar kata.

Setelah membayar, kami mendapatkan stempel kelima. Lalu kami memilih gantungan kunci merah dan putih dari deretan hadiah.

Kamu memilih yang putih ‘kan, Kazemiya?

Aku menyerahkan gantungan kunci putih kepada Kazemiya ketika kami keluar dari restoran.

...Terima kasih.

Kazemiya yang memegang tali berwarna putih dengan begitu berhati-hati, membuatnya terlihat sangat manis dan menggemaskan.

Dinding yang akan dihadapi oleh Kazemiya mulai sekarang sangatlah besar, dan mungkin hanya sedikit saja yang bisa aku lakukan.

Hal itu sangat menyebalkan dan menyedihkan.

... Narumi. Apa aku boleh mengajukan satu permintaan?

Boleh saja, kok.

Tapi aku belum mengatakan apa-apa.

“Jika itu permintaan Kazemiya, aku pasti akan menerimanya.

... Apa yang akan kamu lakukan jika aku meminta hal yang aneh-aneh?

Hal aneh seperti apa?

Eh?

Aku ingin tahu apa yang menurutmu 'hal aneh' itu.

"Itu, anu... ciuman, mungkin?

"Haha.

Ke-Kenapa kamu malah tertawa?!"

Aku hanya berpikir kalau kamu terlihat manis.

“....Apa kamu sedang mengolok-olokku?”

“Tidak, aku sedang memujimu.”

Kamu pasti bohong.

Mau tidak mau aku menganggapnya lucu, berpikir bahwa dia pasti tiba-tiba memikirkan 'hal aneh' itu.

Lagipula, jika dia memintaku untuk menciumnya, aku pasti tidak akan menolaknya. Tapi sepertinya Kazemiya tidak menyadari hal itu. Aspek dirinya yang begitu terlihat lucu dan begitu menggemaskan.

Jadi, katanya kamu punya permintaan, apa isi permintaanmu?

... Aku ingin kamu menemaniku saat aku menemui Mamahku.

Permintaan Kazemiya sedikit di luar ekspektasiku.

Kupikir kamu akan pergi sendirian.

“Pada awalnya aku memang berniat begitu. Tapi... setelah mendengar cerita Onee-chan tentang Mamah... kurasa aku tidak akan sanggup menghadapinya sendirian.

Kazemiya menunduk dan memeluk dirinya sendiri seraya melanjutkan perkataannya.

Tadi kamu bilang kalau Mamah menyayangiku, 'kan? Mungkin itu benar. Aku berharap begitu. Tapi... bukan cuma perasaan suka atau kasih sayang yang indah saja, aku yakin kalau pasti ada juga perasaan menyakitkan dan menyedihkan. Jika aku menghadapi Mamah, itu berarti aku harus menerima semua perasaan itu... ketika aku memikirkan hal itu, aku menjadi takut untuk melakukannya sendiri.

Pelukan Kazemiya pasti dimaksudkan untuk menahan getarannya.

Berbeda dengan saat aku menghadapi Onee-chan. Onee-chan... dia punya banyak perasaan sayang kepadaku. Tapi Mamah berbeda. Perasaan yang akan muncul bukan cuma kasih saying saja, melainkan juga perasaan sakit dan sedih yang lebih besar. Aku takut harus menghadapi perasaan itu sendirian. Maaf, ini terdengar konyol. Padahal tadi aku berbicara dengan nada yang sok berani, tapi sekarang aku malah gemetaran... Memang, aku ini...

Kamu itu benar-benar keren.

Kata-kata itu keluar begitu saja. Dengan sendirinya, aku memeluk tubuhnya.

Kazemiya, kamu benar-benar keren.

Setidaknya aku masih terus melarikan diri. Tapi Kazemiya berbeda. Walaupun dengan gemetaran seperti ini, dia masih berusaha menghadapi sesuatu yang selama ini dia hindari.

Itu sungguh keren.

Oleh karena itu, aku ingin menyampaikannya. Baik dengan kata-kata maupun tindakan, aku ingin menyampaikannya. Semoga saja itu bisa tersampaikan.

Aku akan tetap berada di sampingmu. Aku akan mendukungmu. Supaya kamu bisa menghadapi Ibumu. Jadi, kamu tidak perlu takut. Kamu hanya perlu menghadapi semuanya dengan berani.

... Tapi bagaimana jika aku ingin melarikan diri lagi?"

Kalau begitu, aku akan menahanmu dengan memelukmu seperti ini.

Sungguh aneh sekali. Padahal aku yang dulu selalu melarikan diri bersama Kazemiya.

Tapi sekarang, aku yang akan menghentikannya jika dia ingin kabur.

... Aku sudah pernah mengatakannya kepada Onee-chan, ‘kan? Mungkin aku tidak bisa menerima semuanya sendiri. Mungkin aku akan terluka. Tapi sekarang, ada orang yang akan selalu mendukungku, apapun yang terjadi... Karena kamu ada di sampingku, Narumi.

Aku ingat kamu memang pernah bilang begitu.

... Ternyata aku benar. Selama ada kamu, Narumi, aku pasti bisa menghadapi apapun.

Aku juga merasa begitu.

Jika Kazemiya Kohaku ada dalam hidupku. Aku yakin kalau aku bisa menghadapi apapun.

 

Setelah selesai makan siang, pemandangan yang terlihat dari mobil van mulai kembali berangsur berubah menjadi sesuatu yang familiar, dan tak lama kemudian kami sampai di tempat tujuan.

Pemandangan yang akrab. Tempat yang akrab.

Ini adalah rumah Kazemiya.

Nah, kurasa cuma sampai di sini saja aku bisa mengantarmu. Berjuanglah, Kohaku-chan.

... Onee-chan tidak ikutan datang?

“Sekarang, aku sudah benar-benar berada di pihakmu, Kohaku-chan. Dan Narumi-kun juga ikut bersamamu, 'kan? Dengan begini tiga lawan satu, jadi tidak perlu memojokkannya. Meskipun aku juga tidak keberatan, tapi kurasa bukan itu yang kamu inginkan bukan, Kohaku-chan?

Iya, benar. Sebisa mungkin aku ingin berbicara dengan Mamah secara baik-baik...

Sambil berkata begitu, Kazemiya menggenggam tanganku yang terjalin.

Aku ingin menyampaikan perasaanku sendiri. ... Meskipun tidak dimengerti sekalipun.

Begitu ya... Oke, semoga berhasil, Kohaku-chan.

Terima kasih banyak, Onee-chan. Aku akan berusaha semaksimal mungkin.

Dengan tangan yang saling bertautan dan merasakan kehangatan satu sama lain, kami berdua akhrinya melangkah maju.

 

☆☆☆

 

────Maafkan aku, Narumi. Aku... kabur dari rumah.

 

Pada hari itu, aku melarikan diri dari rumah.

Dan sekarang aku kembali berjalan menyusuri jalanan yang aku gunakan untuk kabur saat itu.

 

────... Apa Mamah benar-benar tidak keberatan dengan ini?

────Itu sama sekali tidak masalah selama kamu tidak menyusahkan Kuon.

────... Aku benar-benar akan pergi.

────Kalau kamu bisa pergi, silakan saja. ... Palingan kamu akan kembali menangis sambil meminta maaf nanti.

────........!

 

Kalau dipikir-pikir, percakapan itu hanyalah sikap manja dan ingin diperhatikan dari seorang anak kecil.

Hanya dengan mengingatnya saja, aku merasa malu dan menyedihkan.

Jujur saja, aku ingin segera kabur lagi.

Tapi ada seseorang yang mau menerima semua diriku yang hina dan tak pantas ini.

Itulah sebabnya, aku punya keberanian untuk memilih jalan ini.

Aku memutuskan untuk kembali ke rumah ini, tempat yang selalu aku tinggalkan berkali-kali.

Bersama dengan orang yang paling berharga bagiku.

Kalau ada apa-apa, langsung bilang saja, oke?”

'Apa-apa' seperti apa?

“Misalnya saja seperti ingin menangis di pelukan pacarmu.

“Jangan dibilang begitu sih, duh.

Aku pasti akan segera ingin menangis. Di dalam pelukan ini.

“────.....”

Aku mmenarik napas dan menghembuskannya seraya berusaha menenangkan diri. Aku lalu membuka kunci dan membuka pintu.

Aku kembali ke rumah yang aku tinggalkan.

“.........................”

Kami berdua berjalan menyusuri lorong yang remang-remang tanpa lampu.

Setiap langkah yang kulalui membuat jantungku berdebar semakin kencang.

Cahaya di ruang tamu masih menyala. Setelah menarik napas dalam-dalam sejenak, aku membuka pintu dan masuk.

Aku pulang...

Yang terdengar dari ruang tamu hanyalah suara ketikan.

Tanpa memedulikan apapun, Mamah hanya fokus pada layar tabletnya.

... Mah, aku sudah pulang.

“────.....”

Mamah tidak menjawab apa-apa. Matanya masih tetap terpaku pada tablet.

Aku tidak berkata apa-apa lagi. Aku dengan sabar menunggu sambil terus menggenggam tangan Narumi. Meski udara di ruangan sudah dingin karena AC, hanya tanganku saja yang masih terasa hangat.

... Jadi, inilah alasan kenapa Kuon memintaku untuk ada di rumah.

Sepertinya Mamah menyadari kalau aku tidak akan beranjak sama sekali sebelum dia berbicara denganku.

Mamah berbicara dengan nada suara dingin. Matanya masih terpaku pada layar. Irama ketikan di tablet itu tak kunjung berhenti. Dia bahkan tak mau menatap wajahku.

“Jadi? Untuk apa kamu kembali ke sini? Bukannya kamu sudah pergi meninggalkan rumah ini?

... Maaf.

Ternyata kamu datang memohon, seperti yang aku bilang. Setelah cukup puas bermain kabur-kaburan dari rumah, sekarang kamu tinggal terus d rumah dan diam saja di sini. Kamu cukup merepotkan, tahu.

“Aku meminta maaf bukan karena aku kabur dari rumah.

Oh ya? Lalu alasan macam apa lagi yang akan kamu berikan?

“Bahwa aku secara sembarangan punya dendam terhadap Mamah.”

“────────”

Jari-jari Mamah yang mengetik berhenti.

... Selama ini aku selalu menyimpan dendam kepada Mamah. Aku selalu menyalahkan Mamah kalau aku tak bisa berhasil, atau karena aku tidak berbakat. Padahal...itu semua karena aku lemah. Aku tidak bisa menerima kelemahanku dan selalu menyalahkan orang lain. Padahal Mamah pasti sangat susah membesarkan kami. Aku bahkan tidak tahu seberapa berat Mamah melakukannya, sendirian...

Mamah tak mengatakan apa-apa. Dia juga tidak mau menatapku. Tapi itu tak apa.

Yang bisa aku lakukan hanyalah meminta maaf.

“Setelah mencoba bekerja paruh waktu dan mendapatkan gaji... Aku baru mengerti betapa hebatnya Mamah bisa mencari uang untuk menghidupi keluarga sekaligus membesarkan anak-anak. Aku baru mengerti hal itu, berkat orang yang ada di sampingku sekarang, Narumi. Aku mempunyai Narumi yang mendukungku, tapi Mamah tidak memiliki hal itu. Mamah sendirian, tanpa memiliki orang yang bisa diandalkan... Tapi Mamah tetap membesarkan kami. Akan tetapi, aku justru selalu menyimpan dendam kepada Mamah.”

Jika tidak ada Narumi di sisiku, jika ia tidak ada di sana untuk mendukungku, mungkin aku akan segera kembali ke sini sembari menangis, dan lagi-lagi menyalahkan Mamah atas segalanya. Aku mungkin sangat beruntung dan diberkati karena hal itu tidak terjadi.

Jadi... Maafkan aku. Aku minta maaf karena menyalahkan Mamah tanpa tahu apa-apa. Mulai sekarang aku akan menghadapi kelemahanku sendiri. Dan juga menghadapi Mamah. Meskipun ada hal yang tidak kusukai, aku ingin bisa berdebat baik dengan Mamah.

Diam.

Kemarahan samar-samar terasa menyelimuti ruangan.

“Tolong jangan bicara yang bukan-bukan. Kamu pasti sudah mendengar tentang aku dari Kuon, 'kan? Tentang aku yang pernah memukulmu... Seharusnya kamu membenciku, marah padaku, dan tak bisa memaafkanku. Tapi, kamu malah meminta maaf? Munafik...!

“Memang benar kalau dulu aku membenci Mamah. Aku terluka. Tapi... sekarang, aku tak semarah dulu lagi.

“Sudah kubilang, hentikan kebohonganmu itu!

Suara kepalan tangan yang menggebrak meja terdengar dengan keras.

Tubuhku seketika menegang sehingga aku merasa kesulitan untuk mengeluarkan kata-kata.

“────...

Narumi menggenggam tanganku sedikit lebih keras, seolah ingin menghentikan getaran yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku.

Berkat itu... getarannya berhenti. Aku bisa berbicara lagi. Aku masih bisa menghadapinya.

Aku tidak mengatakan kalau aku sama sekali tidak membenci Mamah. Tapi, perasaan terima kasihku jauh lebih besar. Aku ingin minta maaf, itulah yang sekarang kurasakan.

“Kamu bohong. Bohong. Bohong bohong bohong bohong bohong! Itu pasti bohong!

Dia sama sekali tidak mempercayaiku. Mamah bahkan tidak mau menatap wajahku.

Meski begitu... tetap saja...!

“Tolong percayalah padaku. Lihatlah wajahku, Mah. Lihat mataku. Lihat aku, hanya sekali ini saja...!

Aku tidak mau.

Yang keluar dari mulut Mamah hanyalah berisi kata-kata penolakan.

Aku tidak mau... Aku benar-benar tidak mau. Kamu tahu kenapa? Karena aku membencimu.

... Aku tahu.

Tidak, kamu sama sekali tidak tahu.

Tak peduli bagaimana aku mengulanginya berkali-kali. Meski aku mengulurkan tangan, yang kudapat hanya penolakan.

Setiap kali aku melihat wajahmu, aku merasa disalahkan. Setiap kali aku melihatmu, aku jadi teringat darah yang merah. Setiap kali aku melihatmu, aku diingatkan akan kesalahanku...!”

Mamah menutup telinganya dengan tangannya. Seakan-akan menolak segala suara dan bunyi dari dunia luar.

Itu sama persis seperti diriku dulu di dalam kelas, yang menolak dunia di sekitarku.

“Aku seharusnya tidak pernah melahirkanmu! Sudah cukup dengan Kuon saja! Dengan begitu, duniaku akan sempurna!

Keheningan yang dingin memenuhi ruangan.

Satu-satunya hal yang bisa kudengar hanyalah suara Mamah, yang berulang kali bernapas dengan dangkal sambil terengah-engah.

... Ya. Kurasa aku sudah agak mengerti.

Sembari mengandalkan kehangatan tangan kami yang saling menggenggam, aku berusaha tetap sadar.

Kalau aku sendirian, sekarang aku pasti sudah tak bisa melihat apa-apa lagi.

Tapi aku masih bisa berdiri. Aku masih bisa menyampaikan kata-kataku.

Cahaya merah yang menerangi dalam kegelapan, kehangatan ini, mendukungku.

“Meski begitu, aku tidak ingin mengakuinya. Karena kalau aku mengakuinya, itu berarti aku benar-benar tak punya tempat lagi... Tapi, aku takkan lari lagi. Aku akan menerima kenyataan ini.

Aku menghembuskan napas dan mengatur napasku.

Sejenak.

Kata-kata yang akan kuucapkan selanjutnya adalah sebuah ritual. Ritual bagiku untuk menerima realita.

“Mamah... tidak menyukaiku. Keberadaanku.... selalu menyakitinya...

──── Hanya sekedar menegaskan kembali kenyataan yang menyakitkan.

Ya... itu benar! Aku mengatakannya berulang kali! Hanya dengan melihatmu, melihat matamu, aku merasa seperti sedang dihakimi! Jadi, cepatlah menghilang! Cepat mengilang dari pandanganku! Dari duniaku yang sempurna!

Aku sudah tahu apa yang akan dikatakan Mamah sejak aku mendengar cerita dari Onee-chan tentang Mamah.

Itu bukan sekadar perasaan samar-samar di sudut kepalaku. Melainkan kenyataan yang benar-benar terjadi.

Jika aku berada di posisi Mamah dan Narumi tidak ada di sampingku, aku mungkin juga akan mengatakan hal yang sama.

... Aku, aku sudah mengetahuinya di dalam pikiranku, tapi sebenarnya sampai datang ke sini pun aku masih berharap. Aku masih berharap kalau Mamah, Onee-chan, dan aku bisa berkumpul Bersama-sama lagi sebagai keluarga yang benar-benar utuh.

Aku berharap. Aku masih terus mengharapkannya.

Tapi... Ternyata memang tidak mungkin, setidaknya untuk saat ini.

Jangan menangis. Aku sudah tahu ini.

Oleh karena itu hari ini aku datang untuk meminta maaf.

Setidaknya, aku ingin meminta maaf atas semua yang sudah terjadi, itulah alasanku memilih untuk kembali.

──── Ya. Aku memilih untuk kembali.

Meskipun aku mengetahui kalau aku akan menanggung luka dan tersakiti lagi.

Tapi... Apa itu tidak boleh? Apa aku tidak boleh untuk tetap tinggal di sini?

Tekad dan kesiapanku ────

Selama ini aku merasa tidak nyaman dan kabur dengan seenaknya. Aku tahu itu terlalu menguntungkan bagiku. Tapi sekarang, aku ingin kembali ke rumah ini.

──── Meski terlihat menyedihkan, aku bertekad untuk tetap berjuang.

Aku selalu menganggap kalau yang namanya keluarga itu merepotkan. Seandainya aku bisa melupakan semuanya, mungkin aku bisa lebih tenang. Tapi... Ternyata aku tidak bisa melupakannya. Keberadaan Onee-chan dan Mamah terus kupikirkan di sudut hatiku. Mereka tak bisa pergi dari ingatanku. Keluarga memang merepotkan, ya.

Kalau dipikir-pikir, apa aku pernah membicarakan ini dengan Narumi juga? Keluarga memang benar-benar merepotkan.

Bahkan saat mereka membenciku sekali pun, mereka tak bisa lepas dari hatiku.

Sebuah ikatan yang pasti ada sejak awal kehidupan.

“Tidak masalah bahwa sekarang Mamah mungkin membenciku. Tapi suatu hari nanti... Aku ingin Mamah menyayangiku.

Karena aku tidak ingat pernah dipukul oleh Mamah.

Tapi aku masih mengingat banyak hal.

Ada kalanya Mamah punya harapan padaku. Dia akan menggandeng tanganku saat berjalan agar aku tak tersesat. Kadang-kadang dia mengalah pada kemauan egoisku dan membelikanku mainan. Dia juga tidak pernah melupakan ulang tahunku.

Aku memang dilanda rasa sakit dan penderitaan. Tapi bukan hanya itu saja.

Karena Narumi ikut kabur bersamaku, jadi aku bisa menemukan berbagai macam kebahagiaan saat aku melarikan diri. Dia mengingatkanku akan kebahagiaan yang selama ini aku abaikan.

Aku menyadari bahwa rasa sakit bukanlah satu-satunya hal yang kudapatkan dari Mamah.

Itu sebabnya. Itu sebabnya. Itulah sebabnya────……!

“Terserah... Tinggallah sesukamu."

“Mamah...!

... Aku yang akan pergi.

Itulah kata-kata terakhir Mamah untukku.

Mamah langsung buru-buru mengemasi barang-barangnya ke dalam tas dan meninggalkan ruang tengah.

Dia hendak pergi dari rumah.

Ini adalah kebalikan dari hari itu...... ketika aku melarikan diri dari rumah.

“Mah, lihatlah aku... Cpba lihatlah aku. Lihat aku.

“...............

Mamah tidak menjawab apa-apa. Dia sama sekali tidak mengatakan apa-apa.

Dia meninggalkan rumah tanpa melakukan kontak mata denganku.

Dari awal sampai akhir, dia bahkan tidak melihat wajahku. Dia bahkan tidak mau melakukan kontak mata denganku.

Pintu itu tertutup.

......

Aku tak bisa mengeluarkan suara. Kakiku tak bisa bergerak. Tangan yang kuraih tak bisa menggapai apa-apa.

... Begitu ya, jadi ini sudah berakhir.

Rupanya itu semua sia-sia. Aku berharap mungkin kalau semuanya akan berakhir seperti yang terjadi dengan Onee-chan, tapi...

“Ini masih belum berakhir.

Narumi...

Narumi yang tadinya duduk di sampingku sembari menggenggam tanganku, kini sudah berdiri di depanku.

Tidak mungkin... Kamu melihatnya sendiri, 'kan? Mamah... dia melarikan diri. Dia memilih untuk kabur dari rumah ini, dariku... Jadi, sekarang sudah...

Tapi bukannya kita juga pernah kabur?

“Jadi maksudmu, apa yang selama ini kami lakukan akhirnya menuai karma?

Bukan itu. Karena kita berdua sama-sama melarikan diri, kita akhirnya bisa menjadi teman dan sepasang kekasih. Karena Kazemiya kabur, akhirnya dia mau menghadapi keluarganya 'kan? Meski kabur, masih ada sesuatu yang bisa ditemukan di sana.

Ah...

Mungkin sekarang memang tak bisa. Hari ini mungkin sudah berakhir. Ibu Kazemiya mungkin kabur darinya. Tapi, orang itu juga mungkin bisa menemukan sesuatu saat kabur, sama seperti kita.

Itu benar. Aku sendiri pernah melarikan diri.

 

──── Aku kabur dari keluarga. Tapi di tempat aku kabur, aku bisa berteman dengan Kazemiya. Sepulang sekolah begini, menonton film, bersenda gurau, mengeluh sambil makan di restoran keluarga... Aku bisa menikmati waktu yang begitu nyaman bersamamu.

──── Apa itu hal yang baik?

──── Bagiku itu hal yang baik. Meski baru beberapa hari kita bertemu, tapi aku sangat menyukai waktu yang kuhabiskan bersama Kazemiya di restoran itu.

 

Di tempat aku kabur, aku bertemu Narumi. Aku mendapatkan orang yang berharga. Dan jatuh cinta.

 

──── Aku merasa kabur adalah keputusan yang tepat. Bagaimana denganmu, Kazemiya?

────... Aku juga merasa begitu.

 

Ah, iya. Itu benar.

“Bagi kita, melarikan diri bukanlah akhir. 'Suatu hari nanti' yang kamu inginkan belum sepenuhnya hilang.

... Iya.

Jadi, berlarilah. Kazemiya. Selagi masih ada waktu, mari sampaikan apa yang ingin kamu katakan.

Iya...!

Rasanya sungguh aneh. Ada panas yang menjalar ke seluruh tubuhku.

Sehingga menimbulkan kekuatan untuk berlari.

Kekuatan merah, merah pekat, memenuhi seluruh tubuhku.

“──── Mamah!

Aku bergegas keluar bersama Narumi, dan berteriak ke arah punggung yang semakin menjauh.

Aku akan menunggu! Di rumah ini, aku akan terus menunggu.... sampai Mamah kembali!

Tidak ada jawaban.

Mamah tetap tidak mau menatap wajahku.

Tapi punggungnya tampak berhenti sejenak ──── lalu tetap melangkah pergi dan melarikan diri.

Aku terus memandangi punggung itu sampai menghilang.

... Narumi. Terima kasih.

“Orang yang berjuang itu kamu sendiri, Kazemiya, bukan aku. Aku hanya melihat saja.

Kamu memang pembohong, Narumi..."

Padahal kamu mendukungku. Meskipun kamu memberiku kekuatan untuk mengejar.

Kalau tidak ada Narumi, aku yakin kalau aku sudah menyerah dalam banyak hal.

“Dasar pembohong, tapi... Kata-kata itu tadi, bukan bohong, 'kan?

Kata-kata yang mana?

Yang bilang, kalau ada apa-apa langsung bilang...

"... Itu sama sekali tidak bohong.

Syukurlah. Aku sudah menduga kalau itu bukanlah kebohongan, tapi tetap saja itu masih membuatku lega.

Karena sekarang, aku...

Boleh aku menangis di pelukan pacarku?

Tanpa menjawab, Narumi diam-diam memelukku.

Di dalam pelukan pacarku ini, aku menumpahkan semua tangis dan isakan yang selama ini kutahan.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama