[LN] Saijou no Osewa Jilid 5 Bab 4 Bagian 3 Bahasa Indonesia

Bab 4 — Demi Perubahan yang Lebih Baik

Bagian 3

 

“Hinako!”

Sesampainya di rumah dan menutup pintu, aku segera memanggil nama Hinako.

Kemudian, aku langsung menyadari. Kalau dipikir-pikir, Hinako sedang mengalami demam.

“Ak-Aku minta maaf. Aku malah berteriak terlalu keras.

... Aku sudah bangun, jadi tidak apa-apa.

Hinako yang berada di bawah selimut, bergerak dan menoleh ke arahku.

Eh, di mana Shizune-san?

Dia sedang berbelanja... Dia bilang dia akan membelikan barang yang baik untuk tubuhku karena aku demam.

Sekarang setelah dia menyebutkannya, sepertinya aku tidak melihat sepatu Shizune-san di dekat pintu. Mungkin dia pergi berbelanja setelah merawat Hinako dengan penuh perhatian, dan ketika kondisinya sedikit lebih baik, dia mulai pergi berbelanja. Ada handuk di dekat tempat tidur yang mungkin digunakan untuk mengelap tubuh.

Sepertinya dia sudah cukup istirahat, dan raut wajahnya sudah membaik dibandingkan ketika aku pergi. Sepertinya Hinako sudah terbiasa jatuh sakit seperti ini, dan Shizune-san juga sudah terbiasa merawatnya.

Apa kamu sudah menemukan jawabannya?

Ya...

Tampaknya Hinako sudah menebak alasan kenapa aku tampak terburu-buru.

Agar tidak menambah beban Hinako, aku berbicara dengan tenang dan pelan.

Hari ini, aku bertemu dengan mantan teman-teman sekelasku setelah sekian lama di reuni.

Apa yang kulihat dan dengar selama seharian ini?

Aku mengingat dan dengan hati-hati menceritakannya satu per satu.

Aku bisa mendengar segala macam cerita. Hal-hal seperti pergi ke bioskop atau makan bersama...meski itu merupakan hal yang wajar, tapi semua orang sepertinya bersenang-senang sepanjang waktu di tempat yang tidak kuketahui. Jika kami pergi ke karaoke, semua orang bisa menyanyikan lagu-lagu populer kecuali diriku, dan jika kami pergi ke pusat permainan, semua orang jauh lebih baik dalam permainan daripada aku. ...... mungkin mereka sudah sering ke sana.

Hinako menunjukkan ekspresi muram di wajahnya.

Kurasa karena dia mengira kalau dia sudah merenggut kehidupan sehari-hariku.

Faktanya, ketika aku melihat mereka, aku berpikir bahwa mungkin ada cara hidup seperti ini. Dan kupikir itu pasti cara hidup yang membahagiakan juga.

—Tapi aku tidak merasa iri kepada mereka.

Hinako membelalak kaget.

“Karena aku menikmati hidupku yang sekarang.”

……Menikmati?

Iya.”

Saat Hinako bertanya balik padaku, aku menjawabnya sambil mengangguk penuh semangat.

“Aku merasa puas dengan cara hidupku yang sekarang. Aku bisa melakukan apa yang ingin kulakukan, sama seperti orang lain yang melakukan apa yang ingin mereka lakukan.

Senang rasanya bisa menyadari perasaan itu.

Seandainya aku tetap berada di sisi Hinako hanya karena rasa tanggung jawab saja, aku pasti akan merasa iri pada orang lain. Namun, aku tidak mempunyai perasaan semacam itu di dalam hatiku.

——Ini bukan rasa kewajiban maupun tanggung jawab.

Bukan tugasku untuk berada di sini berbicara dengan Hinako saat ini.

Menjadi seorang pengasuh, bersekolah di Akademi Kekaisaran, belajar dengan giat setiap hari, bekerja keras untuk tetap hidup, semua ini... Itu bukanlah sebuah kewajiban.

Aku melakukannya karena aku menyukainya.

Aku merasa terharu saat bertemu denganmu, Hinako.”

Mengapa aku menikmati kehidupan sehari-hariku sekarang?

Aku akan memberitahu alasannya.

“Ketika aku bersekolah di Akademi Kekaisaran dan bertemu dengan orang-orang kelas atas seperti Hinako, aku sangat terkesan dengan cara hidup mereka. Mereka memikul tanggung jawab yang sangat besar dan berusaha keras untuk memenuhinya. Aku suka dengan semua orang yang menjalani kehidupan yang begitu megah dan agung.”

Aku membayangkan berbagai orang di kepalaku.

Asahi-san dan Taisho juga demikian. Mereka berdua mudah diajak bicara sejak awal kami bertemu, tapi sama seperti murid Akademi Kekaisaran lainnya, mereka serius memikirkan prospek masa depan mereka.

Ada banyak orang yang luar biasa di sekelilingku.

“Itulah sebabnya aku ingin menjadi seperti itu suatu hari nanti.”

Kupikir itu merupakan hal yang sangat wajar. Karena di sekelilingku ada banyak orang yang berusaha keras. Tidak mengherankan jika aku merasa terinspirasi oleh mereka.

Pada awalnya, aku berusaha yang terbaik untuk Hinako. Tapi sekarang bukan hanya tentang itu. ...Sekarang, aku hanya ingin tumbuh menjadi setara dengan orang lain, murni berdasarkan perasaanku sendiri.

Upayaku bersifat aktif dan inisiatif sendiri. Itu bukan sesuatu yang dipaksakan karena orang lain maupun lingkungan.

Itulah sebabnya ini menyenangkan. Karena aku melakukan apa yang ingin kulakukan.

“Aku masih belum menemukan apa yang ingin aku lakukan di masa depan.... Tapi, ada satu hal yang sudah kuputuskan dengan pasti.”

Itu adalah sesuatu yang secara tidak sadar telah kuputuskan sejak lama, mungkin tidak sekarang.

Satu tujuan yang secara tidak sadar sudah aku tetapkan——

Aku ingin menjadi orang yang bisa memikul tanggung jawab besar. Seperti Hinako, Tennouji-san, atau Narika...

Atau mungkin seperti Kagen-san.

Aku merasakan hal yang sama dari Yuri. Aku mengagumi ambisinya untuk menjadi koki suatu hari nanti dan tidak hanya mengambil alih bisni restoran keluarganya, tetapi juga mengubahnya menjadi restoran ritel yang tersebar di penjuru negri.

Itu bukanlah sekedar mimpinya, melainkan itulah tujuannya.

Aku ingin hidup seperti orang lain.

“Demi mewujudkan tujuan itu, aku tidak harus hidup seperti teman-teman yang bermain denganku hari ini. ...Aku ingin terus hidup di dunia tempat Hinako dan yang lainnya tinggal.

Bukannya aku terikat pada Hinako. Aku hidup di dunia ini sesuai dengan kehendakku sendiri.

Aku memberitahu Hinako dengan pemikiran sepert itu.

……Syukurlah.”

Hinako, yang mendengarkanku, berkata sambil berlinangan air mata.

Aku senang Itsuki tidak menghilang...

Hinako tertawa, merasa lega dari lubuk hatinya.

Aku dengan lembut mengelus kepala Hinako saat dia menitikkan air matanya.

 

◇◇◇◇

(Sudut Pandang Hinako)

Sambil ditepuk-tepuk di kepala, Hinako mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.

Apakah dia membuat Itsuki menderita? ...... Kecemasan itu semakin kuat seiring dengan kehadiran Itsuki yang semakin kuat dalam pikirannya.

Dia takut untuk memastikannya, tetapi sulit untuk menekan kecemasan yang membengkak di dalam hatinya, jadi Hinako mengumpulkan keberaniannya dan memutuskan untuk bertanya.

Dia bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin Itsuki lakukan.

(Aku benar-benar.... bersyukur.)

Hinako merasa lega dari lubuk hatinya sewaktu Itsuki mengelus-elus kepalanya.

Kepalanya sudah pernah dielus beberapa kali sebelumnya. Dia juga pernah digendong, makan Bersama dengannya, mandi bersamanya… dan ada banyak hal lainnya.

Itu semua adalah sesuatu yang Itsuki lakukan karena dia menyukainya.

Dia tidak membuat Itsuki tidak senang.

(Aku...ternyata boleh menyukai Itsuki...)

Hinako merasa sangat senang memiliki kepercayaan diri tersebut.

(Kalau begitu aku tidak akan ragu-ragu lagi...mulai sekarang, aku akan bertingkah lebih berani...)

Hinako tidak tahu harus berbuat apa, tapi dia merasa kalau dirinya harus terus memikirkannya.

Kepalanya dielus dengan lembut. Setiap kali Itsuki melakukan itu, Hinako merasa kalau dirinya menjadi lebih nyaman. Mungkin rasanya agak rumit karena Itsuki melakukan hal semacam ini tanpa perasaan romantis, tetapi.... mungkin dirinya perlu terlebih dahulu berusaha membuat Itsuki mengubah pola pikirnya di bidang itu.

Dia juga harus menanggapi dengan baik pernyataan saingan cinta yang dia terima dari Yuri. Tidak ada lagi alasan untuk menyerah pada pernyataan itu. Pertempuran mereka telah dimulai.

Kepalanya kembali dielus-elus. Semangat juang yang tadinya membara terang benderang pun perlaham padam.

Untuk hari ini... Hinako merasa kalau dirinya bisa bersantai saja.

Akhirnya, Hinako bisa tidur nyenyak untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

 

◆◆◆◆

(Sudut Pandang Itsuki)

Hinako tertidur, dan setelah beberapa saat kemudiam, Shizune-san kembali ke rumayh.

Hinako tertidur lelap, tapi masih terlalu dini bagi kami untuk tertidur. Aku belajar dengan tenang agar tidak membangunkan Hinako, dan Shizune-san juga mulai bekerja.

Pada saat itu, ada bunyi ketukan di pintu rumah.

(Ketukan...? padahal ada interkom)

Aku mencoba mengintip keluar melalui lubang intip di pintu.

“Takuma-san?”

Ada sosok yang tidak asing lagi berdiri di sana.

“Orang yang ada di luar adalah Takuma-sama?

Ya. Aku akan keluar dulu sebentar.

Aku memakai sepatuku dan pergi keluar rumah.

Tapi entah kenapa...Aku merasa sepertinya akulah, bukan Hinako atau Shizune-san, yang mempunyai urusan dengannya.

“Yaa, Itsuki-kun. Aku minta maaf karena sudah mengganggumu larut malam begini.

Ia menundukkan kepalanya sedikit, tidak tahu untuk apa alasan ia melakukannya.

Takuma-san menatap wajahku dan tersenyum.

Dari ekspresi wajahmu, kelihatannya kamu sudah menjadi tempat di mana Hinako tinggal, ya?

... Kamu benar-benar mengerti semuanya, bukan?"

Hahaha, itulah mengapa aku sering membuat orang merasa tidak nyaman.

Hanya dengan melihat wajahku, sepertinya ia bisa memahami situasinya dengan cukup baik.

Sejujurnya, wajar-wajar saja kalau kemampuannya ini mampu membuat orang merasa tidak nyaman.

Ayo kita mengobrol dulu sebentar.

Setelah mengatakan itu, Takuma-san mulai berjalan.

Ketika berjalan berdampingan dengan Takuma-san, aku mulai bertanya kepadanya.

Tadi, apa Takuma-san sengaja tidak menekan bel intercom karena demi Hinako?

Yah, bisa dibilang begitu. Aku kasihan membangunkan Hinako yang sedang tidur.

Kamu mengkhawatirkan Hinako, bukan?

“Begini-begini aku adalah kakaknya. Bukannya itu wajar?

Aku merasa lega mendengar Takuma-san mengatakan hal seperti itu.

Dari apa yang aku dengar dari Hinako dan Shizune-san, aku mendapat kesan bahwa Takuma-san adalah orang yang menakutkan dalam banyak hal, tapi kurasa dia lebih masuk akal dan lembut daripada yang kubayangkan. Itulah yang kupikirkan.

Jadi, apa yang kamu katakan untuk meyakinkan Hinako?

Yah, itu sih...

Kurasa sejak wal memang itu topik utama yang ingin ia bicarakan.

Aku menjelaskan kepada Takuma-san apa yang telah kukatakan kepada Hinako sebelumnya.

“Hmmm... Kamu ingin menjadi seseorang yang bisa mengemban tanggung jawab besar, ya?

Takuma-san menganggukkan kepalanya sedikit saat mendengarkan jawabanku.

Aku menyadari bahwa itu masih visi yang samar. Tapi bagiku, itu sudah cukup untuk memutuskan di masyarakat mana aku ingin hidup.

Tidak, itu saja sudah cukup. Malah akan mencurigakan jika kamu bisa langsung memutuskan jalur karier secara spesifik hanya karena ditunjuk oleh seseorang. Rasanya tidak mudah untuk menentukan prospek masa depan, iya ‘kan?

Padahal ia sendiri yang memicunya...

Aku mengabaikan kegelisahan yang muncul di dalam dadaku.

Tapi, dalam kasusmu, sepertinya bukan hanya itu saja.

Takuma-san berkata dengan gembira.

Bukannya kamu sudah menemukan sedikit prospek yang lebih spesifik?

Ia masih sebaik biasanya dalam menyelidiki seseorang.

Dengan orang ini sebagai lawan bicaraku, kurasa aku tidak akan bisa membodohinya.

...Aku hanya menganggapnya sebagai pedoman saja.

Aku memberitahu tekadku yang bahkan belum kuberitahukan pada Hinako.

“Jika memungkinkan, aku ingin menjadi bagian eksekutif dalam Grup Konohana.”

Itu adalah harapan yang tiba-tiba kutemukan ketika aku sedang mencari jawaban.

Aku ingin menjadi orang seperti apa? Saat aku menanyakan pertanyaan itu, hal pertama yang terlintas di benakku adalah semua orang seperti Hinako dan yang lainnya yang menjalani kehidupan bangsawan di Akademi Kekaisaran.

Dengan mengingat hal tersebut, apa yang ingin kulakukan di masa depan? Saat aku merenungkan pertanyaan itu, hal yang terlintas dipikiranku ialah.... orang dewasa seperti Kagen-san. Sama seperti orang tua Tennouji-san dan Narika, merekalah yang memikul tanggung jawab besar dan menjalakannya.

Ketika aku memikirkan hal itu, aku membayangkan posisi mana yang harus aku tuju.

Puhahahahahahahah! Rupanya kamu cukup ambisius, ya!

Takuma-san tertawa terbahak-bahak.

Suara tawanya bergema di kota malam yang sunyi.

...Tolong jangan tertawa keras begitu. Itu sebabnya aku ingin tetap merahasiakannya.

“Alasan aku menertawakanmu adalah karena kamu masih belum cukup baik.”

Perkataannya memang benar.

Sudah jelas bahwa aku hanya akan menggali rasa maluku sendiri jika membuat pernyataan seperti itu sekarang.

Suatu hari nanti—— Aku harus menjadi tipe orang yang dapat membuat pernyataan yang kubuat sekarang dan membuat orang lain mengangguk setuju.

Untuk saat ini, aku mengakui keberanianmu karena sudah mengatakan hal itu di depanku. Sebagai hadiahnya, aku akan memberitahumu lebih banyak tentang apa yang terjadi.

“Mengenai apa yang terjadi?

“Aku membicarakan tentang skandal di Grup Konohana. Jika kamu ingin menjadi seorang eksekutif.... kamu perlu mendengarkannya dengan baik.

Takuma-san menatapku dengan ekspresi serius.

Alasan aku dipanggil ke rumah adalah karena aku dan ayahku memiliki pendirian yang berbeda mengenai skandal ini.

Takuma-san mulai berbicara.

Karena akulah yang melaporkan penyalahgunaan kekuasaan di perusahaan grup.”

Aku sama sekali tidak mengetahuinya.

Jadi, Takuma-san sendiri yang memulai semuanya?

Konoha Link Co., Ltd. adalah perusahaan yang kami akuisisi enam bulan lalu. Namun kenyataannya, perusahaan tersebut telah mengalami masalah penyelewengan kekuasaan di kalangan karyawannya selama beberapa waktu. Tampaknya pihak perusahaan berusaha menutup-nutupinya ketika diakuisisi, tetapi begitu aku melihat raut wajah para karyawan, aku tahu bahwa masalahnya masih ada.

Wawasan alami. Ia memiliki kejeniusan EQ yang langka bahkan di dunia.

Bagi Takuma-san, ia dengan mudah mengukur kondisi perusahaan dari ekspresi wajah para karyawannya.

“Jadi, aku memutuskan untuk mengungkapkannya kepada pers dan mempublikasikannya secara besar-besaran. Hal ini tidak hanya akan menyelesaikan masalah dengan Konoha Link, tetapi juga menjadi contoh bagi karyawan lain tentang penyelewengan kekuasaan yang merajalela di dalam grup. Tapi ayahku menghentikannya di menit-menit terakhir. Ia mengatakan kalau melakukan hal seperti itu bisa merusak merek Grup Konohana.

Perkataan Takuma-san ada benarnya.

Namun menurutku, penilaian Kagen-san kelihatan lebih tepat.

Pendekatan Takuma-san sangat ekstrem. Kurasa Kagen-san pasti sudah memutuskan bahwa akan ada terlalu banyak kerugian.

“Aku menghabiskan beberapa hari terakhir untuk berdebat dengan ayahku di mansion tempat kalian menghilang, tapi pada akhirnya aku kalah karena kalah jumlah. Padahal kupikir itu adalah pilihan terbaik.

Terbaik...

Saat aku keceplosan membalasnya, Takuma-san menatap lurus ke arahku.

Ditatap serius begitu, aku merasa ragu karena apa tidak apa-apa jika orang sepertiku boleh ikut campur. Tapi, karena ia sudah menjelaskannya seperti ini, kurasa aku memiliki hak untuk mengutarakan pendapatku.

...Jika nama baik Grup Konohana rusak, bukannya hal itu akan membahayakan posisi karyawan juga?”

Jika itu terjadi, bukannya itu akan menjadi akhir dari segalanya?

“Itu adalah pengorbanan yang diperlukan.

Takuma-san mengatakannya tanpa ragu-ragu.

Memangnya ada masalah dengan itu? Seolah-olah ia ingin mengatakan itu.

“Menurutku tidak ada salahnya jika Grup Konohana runtuh setidaknya sekali.”

Aku tidak dapat memahami maksud dari pernyataan tersebut untuk sementara waktu.

Memangnya Grup Konohana boleh diruntuhkan begitu saja...?

Apa sih yang dikatakan orang ini?

“Karena grup kami memiliki sejarah yang panjang, jadi ada banyak nanah yang mengintai di sana-sini. Itu sebabnya, kupikir kami perlu membongkar dan membangun kembali.... Jika kami tidak memiliki tekad untuk membereskan kekacauan ini, kami tidak akan bisa melakukan reformasi besar-besaran. Itu sebabnya aku berselisih dengan ayahku.

Aku mengerti maksud perkataannya.

Namun, gagasan tersebut masih terkesan sangat ekstrim.

Karena aku hanyalah orang biasa... Mungkin karena aku tidak tahu banyak tentang menjalankan perusahaan, jadi aku tidak bisa membayangkannya dengan baik.

Mungkin ia bisa merasakan perasaanku, Takuma-san melanjutkan.

Kamu juga merasa aneh, iya ‘kan? Kenapa Hinako harus melalui semua masalah itu?

Itu adalah cerita yang bisa kupahami juga.

Aku sudah memikirkannya sejak awal. Kenapa Hinako harus mengalami hal ini?

“Sejak awal, garis keturunan Konohana selalu memiliki kebiasaan yang kuat. Hinako pemalas dan aku egois. Bagi kami yang memiliki keanehan semacam itu, untuk mengendalikan kelompok sebesar ini, kami harus memangkas hal-hal yang tidak perlu. Tapi ayah tidak mau melakukannya. Itulah sebabnya beban Hinako juga semakin berat. Ayah tidak pandai memotong-memangkas hal-hal tersebut.

Namun, meskipun ada skandal kali ini, bukannya Kagen-san sudah mengelola kelompok saat ini dengan baik?

Ayah juga sedang memaksakan dirinya tahu. Sejak ibu meninggal.

Takuma-san sedikit menundukkan pandangannya.

Apa Takuma benar-benar khawatir tentang keluarganya?

Namun, ada perasaan aneh dan mengganjal yang mengganggu perasaanku.

... Apa itu yang diinginkan Hinako?

Aku tahu Hinako tidak menyukai Takuma-san, tapi aku bertanya-tanya apa dia merasakan hal yang sama terhadap cara berpikir Takuma-san. Aku merasa penasaran dan menanyakan hal tersebut.

Takuma-san menjawab sambil memikirkannya.

“Entahlah, aku tidak yakin. Sejujurnya, kamu adalah orang yang pertama kali mendengar pandanganku secara mendetail seperti ini, Itsuki-kun.

Eh... benarkah?

Yeah. Jadi aku tidak tahu apakah aku bisa mendapatkan persetujuan dari Hinako.

Takuma-san mengatakan itu dengan santai.

Tunggu sebentar.

AAku sama sekali tidak bisa memahami ketenangannya itu.

Apa kamu berencana melakukan reformasi yang akan memengaruhi kehidupan Hinako tanpa berbicara dengannya?”

Aku bertanya dengan hati-hati, takut mendengar jawabannya.

Namun, Takuma-san menjawab seolah-olah itumerupakan hal yang wajar.

“Ya. Karena aku yakin itu pasti akan membuat Hinako merasa lebih baik.

Ketika aku mendengar jawabannya, aku akhirnya mengerti.

……Begitu rupanya.

Aku akhirnya mengerti.

Aku akhirnya memahami sifat sebenarnya dari ketidaknyamanan yang selalu kurasakan dari orang ini.

Ketika aku mengetahui bahwa dia tidak membunyikan interkom karena khawatir kepada Hinako, aku berpikir bahwa orang ini juga menghargai dan peduli dengan keluarganya.

Namun kenyataannya berbeda.

Seperti yang dikatakan Hinako di mansion, orang ini hanya memikirkan dirinya sendiri.

 

Orang ini—— ia hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa mengkhawatirkan keluarganya.

 

Takuma-san tidak terlalu menghargai keluarganya.

Mungkin hal yang sama juga berlaku untuk Grup Konohana. Yang penting bagi Takuma-san adalah keputusannya sendiri untuk memperlakukan Grup dengan baik, sedangkan perasaan orang-orang yang tinggal di dalam grup menjadi urusan kedua baginya. ... Mungkin karyawan yang menjadi korban penyelewengan kekuasaan pun sebenarnya tidak menginginkan solusi yang begitu mencolok seperti ini. Meski demikian, sepertinya Takuma-san tidak begitu peduli dengan perasaan orang tersebut.

Itulah sebabnya, ia dengan tenang mengatakan 'membongkar dan membangun kembali'. Aku bisa menebak mengapa dia memiliki nilai-nilai seperti itu. Orang ini memiliki keyakinan mutlak bahwa keputusannya merupakan hal yang benar. Kemampuannya untuk membaca pikiran orang lainintuisi yang memungkinkannya melihat hal-hal yang tidak terlihat oleh orang lain membuatnya menjadi seperti itu.

Itu memang kenyataan. Entah kenapa, aku merasa sepertinya dengan cara Takuma-san, reformasi yang diinginkan bisa tercapai.

Tapi, dengan cara seperti itu, aku...

Dan Hinako....

Kamu memiliki raut muka yang sama dengan ayahku.”

Takuma-san berkata sambil menatap wajahku.

Tidak ada harapan maupun kekecewaan di matanya. Takuma-san hanya menunjukkan ekspresi yang datar.

“Yah, tidak masalah. Jika kamu bisa menemukan cara yang berbeda dariku, itu sudah cukup bagus.

... Apa maksudmu?

Aku hanya mencoba membuat pilihan yang menurutku paling benar saat ini. Tapi, jika kamu berhasil berjuang dan mengubah situasi, mungkin akan ada pilihan lain di masa depan.

Pada saat ini, Takuma-san secara tidak langsung mengatakan bahwa pilihannya jauh lebih benar daripada Kagen-san.

Takuma-san bersikap objektif. Meskipun sikapnya terlihat sombong, tapi perkataannya sangat masuk akal. Ia memiliki keyakinan yang didasarkan pada perhitungan yang cermat, bukan karena kesombongan.

Satu-satunya hal yang tidak dapat diperhitungkan adalah emosi kami sendiri.

Jika kamu tidak menyukai pilihanku... maka kamu tidak punya pilihan lain selain harus membuat pilihan lain.”

Takuma-san berkata sambil tersenyum menantang.

Aku merasakan angin yang tidak enak seperti menyapu dari depan, membuat bulu kudukku merinding. Aku menyadari bahwa aku adalah sosok yang kecil dan tak berarti. Perasaan ini hanya bisa dijelaskan dengan kata 'wibawa'.

Aku merasa tertekan oleh wibawa yang luar biasa milik Takuma-san.

Namun, jika kamu benar-benar serius ingin menjadi bagian dari anggota eksekutif kami, sebaiknya kamu membangun prestasi sebagai pelajar sedikit lebih dulu. Dengan kondisimu yang sekarang, kamu bahkan tidak bisa naik ke atas panggung.”

Takuma-san melanjutkan sambil merenungkan sesuatu sambil menopang dagunya dengan jari.

Tekanan yang kurasakan sebelumnya sudah tidak terasa lagi. Keringat dingin mengalir dari pipiku dan jatuh ke tanah.

Mungkin yang paling ideal adalah bergabung dengan OSIS. Tapi karena di situ lebih memperhatikan latar belakang keluarga, jadi dalam kasusmu, ada risiko kalau identitasmu akan terbongkar sebelum kamu bisa unjuk gigi... selain itu, kamu juga harus menang dalam 'permainan manajemen'.”

Permainan manajemen...?

Ada pelajaran yang agak unik. Aku tidak akan menjelaskan detailnya sih....”

Ucap Takuma-san sambil tersenyum ketika aku mengernyitkan dahi karena tidak mengenal kata-kata yang dia ucapkan.

Kamu mungkin tidak mengetahuinya. Di Akademi Kekaisaran, mulai dari semester kedua di kelas 2, pelajaran yang sebenarnya baru dimulai.”.

Beberapa hari kemudian, aku mulai menyadari maksud dari perkataan Takuma-san.

Semester kedua di kelas 2, titik balik dalam kehidupan SMA.

Akademi Kekaisaran sedang bersiap-siap menyambut acara besar.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama