[LN] Saijou no Osewa Jilid 5 Bab 4 Bagian 2 Bahasa Indonesia

Bab 4 — Demi Perubahan yang Lebih Baik

Bagian 2

(Sudut Pandang Itsuki)

Keesokan harinya.

Setelah makan siang, suasana santai pun mengalir di dalam rumah.

Saat Shizune menjemur cucian, aku membersihkan dan menjalankan penyedot debu.

Ketika aku mematikan penyedot debu untuk mengubah lokasi stopkontak, aku mendengar seorang selebriti tertawa di TV. Aku teringat kalau Hinako sedang menonton TV. Aku melihat ke arah Hinako, bertanya-tanya apa suara penyedot debunya terlalu bising atau tidak.

Hinako tampak melamun. Pandangannya tertuju pada kekosongan, dan aku tidak tahu apa yang dia pikirkan.

Hinako, apa kamu sedang tidak enak badan?

Hmm...bukan itu masalahnya.

Hinako membalas sambil menggelengkan kepalanya.

“Ada banyak hal yang aku khawatirkan.”

Mungkin dia sendiri sadar kalau perilakunya berbeda dari biasanya, jadi dia tidak berusaha untuk menutupinya.

Kalau kamu mau curhat, aku bisa mendengarkannya sebanyak yang kamu mau.”

Terima kasih. Tapi mungkin ini sesuatu yang perlu aku pikirkan sendiri...

Sepertinya itu adalah masalah yang tidak bisa dia ceritakan padaku.

Hinako mulai melamun sekali lagi.

Aku menyimpan penyedot debu dan menuju balkon.

Shizune-san, aku akan membantumu.

Terima kasih. Sekarang, tolong jemur kasurnya di sana.”

Tidak ada cukup ruang untuk menjemur futon tiga orang sekaligus, jadi pada hari ini hanya tempat tidur Hinako yang dicuci. Seprai-seprai yang kusut dan direntangkan, diikat dengan jepitan agar tidak lepas karena tertiup angin.

“Kamu kenapa, Itsuki-san?

Entah karena dia menyadari kalau aku bekerja sambil memikirkan sesuatu yang lain, Shizune-san tiba-tiba bertanya padaku.

“Tidak, hanya saja.... sepertinya Hinako mengkhawatirkan sesuatu hari ini juga.”

Ojou-sama juga seorang manusia, jadi ada kalanya saat-saat seperti itu.”

Itu memang benar sih, tapi...

Bagaimana caranya supaya aku bisa menyampaikan perasaan ini?

Sambil memandang langit yang cerah, aku berusaha mengucapkan beberapa kata-kata.

“Bagaimana bilangnya ya..... Aku merasa frustrasi karena tidak bisa membantunya...

Ini mungkin cara berpikir yang arogan.

Namun, itulah yang kupikirkan setiap kali aku melihat Hinako menderita sendirian.

“Kamu tidak perlu khawatir.”

Shizune-san tersenyum padaku yang merasa cemas.

“Kamu tetap jadi dirimu sendiri seperti biasanya, Itsuki-san.

Shizune-san sudah mengenal Hinako lebih lama dariku. Jika Shizune-san bisa memberitahuku bahwa itu tidak apa-apa, aku bisa merasa sedikit lega.

Tapi di saat yang sama, mau tak mau aku jadi mengingatnya.

--Dengan keadaanmu yang sekarang, kamu tidak bisa menjadi tempat Hinako.

Kata-kata yang diucapkan Takuma-san kepadaku masih terngiang-ngiang di dalam kepalaku.

Alasan kenapa aku tidak bisa membantu Hinako sekarang... Alasan kenapa Hinako mengkhawatirkan sesuatu sendiri saat ini, mungkin karena aku tidak bisa menjadi tempat bagi Hinako.

Kecemasan itu terus-menerus menghantuiku.

Setelah selesai membantu untuk menjemu pakaian, aku kembali ke dalam rumah.

Hm?

Ponselku bergetar di dalam saku.

Aplikasi pemberitahuan memberitahuku bahwa aku menerima pesan dari teman sekelas.

Reuni kelas...?

Rupanya salah satu dari mantan teman sekelas yang aku temui di depan sekolah baru-baru ini tampaknya merencanakan sesuatu. Acaranya besok. Meskipun itu terlalu mendadak, tapi karena liburan musim panas sudah hampir berakhir, jadi mau bagaimana lagi.

Ketika aku membuka halaman survei untuk mengumpulkan kehadiran, ada kalimat tidak bertanggung jawab yang mengatakan Mungkin kalian bisa bertemu dengan Itsuki! Terpasang di sana. Tampaknya salah satu alasan acara reuni ini diadakan adalah karena aku kembali ke kota ini. Namun dari pertukaran pesan selanjutnya, sebagian besar terlihat seperti ide spontan. ... Sebenarnya, mantan teman sekelas yang jarang berinteraksi denganku sudah menunjukkan niat untuk hadir.

Meskipun aku merasa malu karena diperlakukan sebagai tokoh utama acara, dan tidak terbiasa dengan hal tersebut, jika tidak begitu, aku juga bisa ikut serta. Baru-baru ini, aku berbicara ringan dengan mereka di depan sekolah dan itu menyenangkan karena terasa nostalgia sekali. Aku merasa bersyukur karena sudah diundang ke acara semacam itu.

(Tapi, Hinako bertingkah aneh saat ini...)

Meskipun batas waktu survei adalah hari ini, tapi aku akan menunda jawabannya sampai detik-detik terakhir.

Aku lalu menyimpan kembali ponselku ke dalam saku.

 

◇◇◇◇

(Sudut Pandang Hinako)

Pada saat makan malam selesai.

Hinako perlahan-lahan mendapatkan kembali ketenangannya.

Begitu dia menerima perubahan dalam dirinya, cara berpikirnya tentang kehidupan sehari-harinya menjadi berubah total. Sekarang kalau dipikir-pikir lagi, dia bertingkah cukup lengket.... misalnya saja seperti tidur di bantal pangkuan atau digendong.

Apa dia harus menahan diri dengan itu mulai sekarang?

Memikirkan hal seperti itu membuatnya merasa berat.

Hinako. Apa kamu mau mandi sendirian lagi hari ini?

“....”

Itsuki yang sedang membersihkan kamar mandi bertanya demikian.

Hinako agak terkejut karena itulah yang sedang dia pikirkan saat ini.

Apa yang harus kulakukan, aku harus menolaknya.

Aku harus memberitahunya bahwa mulai sekarang aku akan mandi sendirian...

Aku harus memberitahunya...

.............

“To-Tolong... cuci rambutku.

“!!! Oh, serahkan saja padaku!"

Ekspresi Itsuki tiba-tiba menjadi cerah.

Entah ia merasa senang karena Hinako telah menolaknya baru-baru ini atau mungkin karena alasan lain.

Namun, berlawanan dengan suasana hati Itsuki yang ceria, perasaan batin Hinako menjadi sangat rumit.

(A-Aku mengatakannya...)

Padahal dia seharusnya menolaknya...

Hinako berganti pakaian renang dan berendam di bak mandi dengan perasaan gelisah. Ketika dia sampai pada tahap mencuci rambutnya, dia memanggil Itsuki, yang juga tiba dengan suasana hati yang baik.

“Apa ada bagian yang gatal?”

Tidak, tidak ada sama sekali...

Kesehatan mentalnya sedang dalam masalah besar.

(...Mungkin aku adalah gdis yang terlalu nakal)

Dia pura-pura tidak tahu apa-apa.

Padahal dia sudah menyadari perasaannya sendiri.

Meskipun mengenakan baju renang, dia menyadari kalau tindakan mandi bersama antara pria dan wanita itu terlihat mencurigakan.

Dia pura-pura bertingkah polos dan membuat Itsuki patuh mengikutinya.

(Tapi...aku ingin mandi bersamanya...)

Nafsunya mengalahkan rasa bersalahnya.

Dada Hinako dipenuhi dengan kegembiraan dan rasa bersalah terhadap Itsuki.

Dia secara naluriah menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan.

Maaf, apa shamponya masuk ke matamu?

Hinako menggelengkan kepalanya tanpa berkata apa-apa.

Setelah selesai merawat rambutnya, Itsuki segera pergi meninggalkan kamar mandi.

Ketika Hinako keluar dari bak mandi, dia melihat pantulan wajahnya di cermin dan menyadari kalau wajahnya terlihat merah padam. Mungkin Itsuki salah mengira kalau dia kepanasan. Namun kemerahan ini bukan karena tubuhnya yang kepanan.

Setelah keluar dari bak mandi, Itsuki yang sedang belajar menoleh ke arahnya.

Kalau begitu, giliran aku yang mandi ya.

Hinako diam-diam menatap punggung Itsuki yang pergi mengambil pakaian gantinya.

Hinako juga memahami arti khusus dari menghabiskan waktu bersama di bawah satu atap.

Semakin dia menyadari perasaan ini, dia justru semakin bingung. Namun dia tidak menyesalinya karena sudah menyadarinya. Daripada bingung, dia belajar untuk menikmati kebahagiaan.

Aku ingin tahu lebih banyak.

Aku ingin belajar lebih banyak tentang cinta.

Dengan pemikiran seperti itu, Hinako memutuskan untuk melanjutkan membaca manga yang dipinjam dari Yuri.

(Aku harus membacanya saat Itsuki sedang mandi)

Manga shoujo sudah terlalu membuatnya ketagihan, sehingga sulit untuk fokus saat Itsuki berada di dekatnya. Shizune juga fokus pada pekerjaan administrasinya. Sekarang mungkin dia bisa membaca manga tanpa terlalu diperhatikan meskipun bereaksi agak keras.

Hinako mulai membalik halaman.

Itu adalah adegan di mana dua gadis yang saling berebut seorang anak laki-laki.

——Hmph, dia sudah menjadi milikku. Jangan sekali-kali terlibat lagi dengannya.

Kata gadis dengan riasan tebal. Dia bukan karakter utama, melainkan karakter saingan cinta.

Gadis ini sangat posesif. Apa pun yang dia inginkan, mulai dari barang merek hingga manusia, dia akan mencoba untuk mendapatkannya. Mungkin karena keluarganya yang kaya, kebiasaan buruk untuk mengandalkan uang juga membuatnya kadang-kadang menggunakan cara paksa untuk mendapatkan yang diinginkannya.

(Karakter ini... sangat menjengkelkan!)

Gadis dengan riasan tebal jelas-jelas digambarkan sebagai karakter antagonis, sehingga Hinako benar-benar membenci karakter ini.

Dia adalah gadis egois yang tidak pernah memperdulikan perasaan orang lain, dan selalu berusaha mempermainkan orang lain tanpa menyadarinya.

Akhirnya, sang protagonis memutuskan untuk menghadapi gadis tersebut secara langsung.

——Mengapa kamu tidak pernah menyadarinya!?

Sang protagonis berteriak.

——Kamu hanya ingin menjadikannya milikmu dengan membatasinya!

Gadis dengan riasan tebal tersentak ketika kata-kata itu sangat tepat sasaran.

Tapi, kata-kata itu...

—Ah”

Ah.

Ahhhh.

Kata-kata itu tidak hanya menusuk batin karakter dalam manga, tetapi juga perasaan Hinako.

—Jangan mencuri apapun darinya lagi!

Teriakan putus asa sang protagonis memberikan pukulan telak bagi perasaan bingung Hinako.

Mengapa... dia hampir melupakannya.

Apa dia terlalu terbawa emosi dan lupa memahami perasaannya sendiri?

Bodoh sekali.

Ada satu fakta lagi yang harus dihadapinya.

 

Aku... mungkin telah merampas hidup Itsuki.

 

Sejak mendengar kisah lama Itsuki selama kursus musim panas, Hinako selalu merasa seperti itu.

Sebelum menjadi pengasuhnya, Itsuki memiliki kehidupan yang sangat berbeda dari sekarang. Dan dia telah merampas semuanya darinya. Itsuki seharusnya hanya menjadi orang biasa, tidak akan pernah masuk ke Akademi Kekaisaran, tetapi dia memaksanya untuk berjuang melewati usaha yang luar biasa dan membawanya ke dalam masyarakat kelas atas yang tidak pernah ia impikan.

Jika Hinako tidak mengajaknya bicara, apa Itsuki akan mati tersesat sekarang? ...Memang Itsuki ditinggalkan oleh orang tuanya, namun dari cerita Yuri, sepertinya Itsuki tidak akan hancur begitu saja. Itsuki sudah memiliki relasi hubungan yang bisa diandalkan. Itsuki pasti bisa memulai kembali dengan bantuan teman-teman sekelas yang berpusat di sekitar Yuri, bahkan tanpa bantuannya.

Jika memang begitu... Bukannya aku sudah melakukan hal yang tidak perlu?

Bukannya kehidupan Itsuki menjadi kacau karena keegoisanku sendiri?

Untuk menghadapi kekhawatiran itu, Hinako memutuskan untuk menghabiskan waktu di rumah Itsuki untuk sementara waktu.

Semuanya demi mengetahui lebih banyak tentang masa lalu Itsuki.

Untuk menyadari seberapa jauh dia telah merusak kehidupan Itsuki――.

Aku...

Di dalam manga tersebut, gadis dengan riasan tebal terlihat kesal tanpa bisa menjawab.

Sampai sekarang, Hinako selalu merasa terhubung secara emosional dengan protagonis dalam manga. Sama seperti di manga, dia berharap bisa memiliki hubungan manis dan asam dengan lawan jenis yang dikenalnya.

Namun, sepertinya dia salah paham.

Aku... bukanlah karakter utama...

Dia bukanlah karakter utama. Dia adalah gadis berdandan tebal ini.

Dia bukanlah orang yang membuat pria yang dia sukai bahagia, melainkan orang yang menyakitinya.

Kepalanya sakit.

Dadanya terasa sesak.

Hinako perlahan-lahan merebahkan tubuhnya di lantai.

Ojou-sama?

Shizune yang sedang bekerja, memanggil Hinako yang berbaring di lantai.

Awalnya dia pikir Hinako hanya tertidur, tapi ketika melihat Hinako yang jelas-jelas kesakitan, raut wajah Shizune seketika langsung berubah.

―Ojou-sama!?

 

◆◆◆◆

(Sudut Pandang Itsuki)

Saat aku baru saja keluar dari kamar mandi, aku mendengar teriakan Shizune-san.

Aku segera mengganti pakaianku dan keluar dari kamar mandi.

Shizune-san! Apa ada yang terjadi dengan Hinako!?

Hinako sedang berbaring di tengah ruangan. Namun ekspresi wajahnya penuh dengan penderitaan, jadi sangat jelas terlihat bahwa dia sedang sakit. Keringat yang terus bercucuran tampak menetes di dahinya.

...Sepertinya dia demam. Sudah lama sekali ini terjadi setelah dia datang kemari.

Tetesan air menetes dari rambutku yang belum sepenuhnya kering.

Demam psikogenik. Hinako, yang dipaksa berperan sebagai seorang Ojou-sama yang sempurna setiap hari, kadang-kadang mengalami demam secara berkala akibat stres yang dia alami.

Namun belakangan ini, mungkin karena stresnya telah berkurang, dia sama sekali tidak mengalami demam, sehingga mungkin dia sedikit lengah di suatu tempat dalam hatinya.

Ketika melihat Hinako tergeletak tak berdaya karena demam, aku sangat terguncang.

“Ke-Kenapa...

Jika kita mempertimbangkan kasus sebelumnya, sepertinya penyebabnya memang karena stres, ujar Shizune-san dengan wajah serius.

Ada banyak kemungkinan penyebabnya. Dia tinggal di lingkungan yang tidak biasa, dia juga berinteraksi dengan orang-orang yang tidak biasa baginya, dan juga...

Shizune-san menatapku dalam diam tanpa berkata apa-apa.

Namun kemudian, dia kembali memeriksa kondisi Hinako.

“Ap-Apa kamu sudah memanggil dokter?

Iya. Dokter pribadi yang biasa bersiaga di rumah seharusnya akan segera tiba.”

Shizune-san menjawab sambil meletakkan handuk basah yang telah didinginkan di dahi Hinako. Di atas meja terdapat kantong obat penurun panas yang sudah dibuka dan gelas air yang mungkin akan diberikan untuk diminum.

Meskipun baru beberapa menit sejak teriakan terdengar, semua tindakan sudah dilakukan.

Aku akan menunggu dokter di luar!

Dengan harapan agar dokter bisa datang sesegera mungkin, aku keluar dari rumah.

Jalanan di sekitar sini sedikit rumit dan berbelit-belit. Jadi mereka mungkin kelewatan dengan tempat ini.

Namun sejujurnya, kekhawatiran semacam itu sama sekali tidak relevam.

Aku ingin melakukan sesuatu...apa pun itu asal demi Hinako.

Setelah menunggu beberapa saat, sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan rumah.

Dari dalam, ada seorang dokter yang mengenakan jas putih dan—

Hai

Untuk beberapa alasan, Takuma-san ikut muncul.

“Terima kasih telah menunggu di luar. Daerah sekitar ini cukup gelap dan aku hampir tersesat.

“....Takuma-san, mengapa kamu berada di sini?

Aku sedang bersantai di rumah ketika para dokter membuat keributan. Setelah bertanya kepada mereka mengenai apa yang terjadi, mereka memberitahu bahwa Shizune memanggil dokter, jadi aku ikut dengan mereka untuk melihat keadaan.”

Dokter masuk ke dalam rumah.

Takuma-san melihat ke arah Hinako melalui celah pintu yang terbuka.

Kupikir sudah waktunya hal ini terjadi.”

Apa maksudnya dengan perkataan itu...

Aku merasa penasaran, tapi saat ini aku mengkhawatirkan Hinako dan bukan waktunya untuk memikirkan hal itu sekarang.

Aku mencoba masuk ke dalam rumah bersama dokter.

“Ah, tunggu dulu. Itsuki-kun, bagaimana kalau kamu berbicara denganku sebentar?

“Berbicara…

“Kamu bisa mempercayai keterampilan mereka. Kamu hanya akan menghalangi tugas mereka jika masuk ke sana.”

Mungkin memang demikian.

Pintu depan pun ditutup.

Angin dingin berhembus dengan hening di antara aku dan Takuma-san.

Menurutmu apa yang menyebabkan Hinako bisa menjadi seperti ini?

Takuma-san menatapku dan bertanya demikian.

Shizune-san menduga kalau penyebabnya karena stres. Karena dia tidak terbiasa dengan lingkungan yang asing dan hubungan yang tidak biasa... dan mungkin saja kejadian-kejadian yang terjadi akhir-akhir ini terlalu menstimulasi Hinako.

Tapi aku merasa kalau alasannya berbeda dari itu.

Karena Hinako sudah bersikap positif sejak awal. Hinako sendiri tertarik untuk tinggal di rumah ini untuk sementara waktu dan berjalan-jalan di kota ini.

Hinako benar-benar terlihat menikmati saat dia makan di restoran gyudon. Sulit dipercaya kalau hal itu cukup menyebabkan stres hingga menyebabkan demam. Pasti ada banyak pengalaman yang tidak diketahuinya, tapi menurutku stresnya berkurang karena Hinako sendiri yang menginginkannya.

Tapi kalau begitu, kenapa Hinako bisa menderita———

Itu karena kamu, Itsuki-kun.

Ucap Takuma-san.

Ia menatap lurus ke arahku dengan tatapan yang seolah-olah ia bisa melihat semuanya.

Sudah kubilang, ‘kan? Saat ini, kamu tidak bisa menjadi tempat untuk Hinako.... Kamu sama sekali tidak baik. Kamu ‘kan bertugas untuk menjaga Hinako, jadi kamu harus memastikan bahwa kamu adalah tempat untuknya.

Bahkan jika kamu mengatakan itu...

Lantas, apa yang harus kulakukan?

Apa yang sudah aku lewatkan?

Ada banyak pertanyaan yang muncul.

Hinako khawatir. Karena dia tidak tahu kamu akan tinggal di masyarakat mana.

Takuma-san mulai menjelaskan.

Kamu terbagi antara masyarakat biasa yang kamu tinggali selama ini, dan masyarakat kelas atas, tempat di mana aku dan Hinako tinggal. Kamu bisa beradaptasi dengan keduanya, dan kamu bisa memilih di antara keduanya. Itulah sebabnya Hinako berpikir kalau kamu harus hidup dalam masyarakat rakyat biasa.”

Itu adalah sudut pandang yang tidak terduga bagiku.

Aku terbelah di antara dua masyarakat kelas sosial........?

“Hal semacam itu......

“Kamu bergaul akur dengan mantan teman sekelasmu di depan Hinako, ‘kan? Siapa pun yang menyaksikan adegan seperti itu akan berpikir, ‘apa jangan-jangan aku adalah pengganggu’?”

“.....”

Aku tidak bisa membantahnya.

“Karena kamu sudah menghabiskan beberapa waktu di Akademi Kekaisaran, kamu harusnya mengerti, kan? Kami orang-orang dari masyarakat kelas atas, entah itu baik atau buruknya, menjalani hidup kami dengan pandangan ke masa depan. Kami semua memiliki visi masing-masing: mengambil alih keluarga, memulai bisnis, menjadi pejabat pemerintah, menjadi menantu atau pengantin. ....... Tapi kamu tidak memilikinya. Kamu hanya memiliki visi masa depan yang samar-samar, sehingga orang-orang di sekitarmu tidak tahu seberapa besar mereka bisa mempercayaimu. Kamu mungkin akan menghilang begitu saja dari kehidupan kamu secara tiba-tiba. Aku tidak tahu seberapa jauh kehidupanmu dan Hinako benar-benar tumpang tindih. .......

Sedikit demi sedikit, aku memahami maksud Takuma-san.

Pembicaraan ini bukan tentang masa kini. Ini adalah percakapan dengan pandangan ke masa depan.

Kalau begitu... aku tidak bisa menyangkalnya. Kalau dipikir-pikir kembali, aku memang tidak memikirkan masa depanku secara detail sehingga aku bahkan tidak bisa menyangkalnya. Aku sudah menerima tawaran pekerjaan di perusahaan IT tertentu melalui pengaturan Shizune-san, tetapi aku belum memutuskan untuk pergi ke perusahaan itu. Aku sendiri mulai tertarik dengan industri IT, tapi aku belum memutuskan secara pasti ingin menempati posisi apa.

Apakah hanya itu saja masih kurang bagus?

“Dari sudut pandang kami, cara hidupmu itu ambigu.”

Takuma-san berkata demikian.

Aku tidak mengatakan bahwa kamu harus memilih satu masyarakat dan memutuskan hubungan dengan masyarakat yang lain. Akan tetapi, aku tidak mendapatkan kesan darimu bahwa kamu bertekad untuk tidak kembali. Menurut pengalamanku, aku merasakan tekad semacam itu dari orang-orang yang serius menatap masa depan mereka.

Saat aku tidak bisa berkata apa-apa, Takuma-san berkata dengan serius.

Apa yang ingin kamu lakukan di masa depan dan bagaimana kamu ingin hidup...kamu harus memikirkannya baik-baik sekali lagi.

Setelah mengatakan itu, Takuma-san berjalan entah kemana tanpa kembali ke dalam mobil.

Karena tidak dapat mengikutinya atau menghentikannya, aku memutuskan untuk memasuki rumah.

Dokter itu mungkin baru saja menyelesaikan prosedur pemeriksaan, dan sedang duduk di sudut ruangan sambil berbincang-bincang dengan Shizune-san.

Aku mendekati Hinako, yang terbaring di tengah ruangan.

Hinako ......

“It....suki ......?”

Ketika aku tidak mengharapkan balasan, ternyata Hinako justru membuka matanya.

Rupanya dia masih terjaga.

Melihat wajahnya yang berkeringat karena kepanasan, aku merasa frustrasi tak berdaya.

Hinako, maafkan aku. Apa aku membuatmu merasa cemas...?

...Tidak. Ini semua karena salahku sendiri.

Hinako membantah dengan suara kecil.

Karena aku sudah mengikat kehidupan Itsuki...

Seperti yang dikatakan Takuma-san, sepertinya Hinako mengkhawatirkan cara hidupku.

Sekitar waktu kursus musim panas berakhir, Hinako mulai banyak menanyakan tentang masa laluku. Alasannya sekarang sudah menjadi jelas.

Hinako sudah lama mengkhawatirkan hal ini.

Kehidupan sehari-hariku yang normal...

Jika kamu ingin kembali ke kehidupan normalmu, Itsuki...aku akan menghormatinya.

Hinako berkata dengan suara serak.

Seolah-olah dia ingin mengatakan bahwa aku bisa berhenti menjadi pengurusnya. Aku lalu secara refleks menggelengkan kepalaku.

Hinako, kamu salah. Aku tidak merasa terikat. Aku akan terus bersamamu, Hinako...

“Jangan karena...demi diriku.”

Hinako menggelengkan kepalanya sedikit. Suaranya terdengar pelan dan tubuhnya hanya bergerak sedikit. Namun, ada kemauan kuat di dalam sorot matanya.

“Kamu harus memikirkannya demi dirimu sendiri.”

Hinako memohon dengan matanya bahwa aku harus melakukan itu.

Pada saat itu juga, ponselku bergetar.

Aku tidak ada niatan untuk mengangkatnya sekarang, tapi...

Kamu bisa menjawab.... telepon, kok.

Hinako memperhatikan panggilan masuk dan berkata demikian.

Aku mungkin malah membuatnya khawatir, jadi aku menjawab panggilan itu.

“Oh, Itsuki! Tanggapan untuk kehadiran di acara reuni, cuma kamu yang tersisa, loh!”

Suara yang keluar dari speaker ternyata lebih keras dari yang kuduga.

Sialan, Hinako jadi mendengarnya. Aku tidak berusaha menyembunyikan fakta bahwa aku menunda kehadiranku dalam reuni kelas, tapi aku merasa sedikit bersalah.

...Maaf. Aku merasa sedikit sibuk saat ini.

Saat aku mencoba menolak, Hinako menggelengkan kepalanya.

“Pergilah....

Tapi……

“Itsuki juga... harus menghadapi keseharianmu sampai sekarang.

Hinak yang masih dalam keadaan demam, mengatakannya kepadaku dengan terbata-bata.

Habiskan waktu dengan orang-orang di kota ini sekali lagi, ...... dan kemudian biarkan aku mendengar jawabanmu.

 

◆◆◆◆

 

Pada sore hari keesokan harinya.

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk menuruti perkataan Hinako dan menghadiri reuni kelas.

Aku naik kereta semi ekspres dan turun di pemberhentian keenam di pusat kota. Sebagai orang yang berhemat dalam biaya transportasi dan memilih SMA terdekat, aku hanya punya sedikit pengalaman bepergian jauh. Pertama kali aku menggunakan stasiun ini ialah ketika aku harus bepergian dengan kereta api karena pekerjaan paruh waktuku di bidang acara.

Saat aku sampai di titik pertemuan di depan gerbang tiket, sudah ada hampir sepuluh orang pria dan wanita yang berkumpul sambil mengobrol dan tertawa.

Itsuki!! Sudah lama tidak bertemu!

“Ah, sudah lama tidak bertemu juga.”

Mantan teman sekelasku memperhatikanku dan melambaikan tangan mereka padaku.

Aku membalas lambaian tangan mereka dan bergabung dengan kerumunan.

(Rupanya Yuri ikutan datang juga ya?)

Yuri yang biasanya sibuk dengan pekerjaan di rumahnya pun tampak ikut berpartisipasi hari ini. Ketika tatapan mata kami bertemu, dia melambaikan tangannya.

“Baiklah! Sekarang semuanya sudah ada di sini, jadi ayo kita berangkat!

Anak laki-laki yang bertanggung jawab berkata dengan suara lantang.

“Jam berapa acara yakiniku dimulai?”

“Aku sudah memesan di jam tujuh.

Lah, bagaimana dengan Take-chan?”

Ia cuma bisa datang pada malam hari karena ia memiliki pekerjaan paruh waktu. Ia menangis karena tidak ada yang mau menggantikan shiftnya.”

Acara utama dalam reuni kelas ini adalah makan malam yakiniku yang dimulai pukul 7. Sebelum waktu tersebut, ada saran untuk bersenang-senang dengan mereka yang bisa berkumpul, jadi aku pun ikut serta. Karena Hinako menyuruhku melakukannya.

Kalau begitu, ayo kita karaokean dulu!

Kamu tidak harus menyanyi karena kamu ‘kan buta nada.

“Aku sudah menyiapkan lagu-laguku sendiri, jadi izinkan aku membalas dendam!”

Aku tidak bisa menahan tawa ketika mendengar percakapan konyol ini.

Kalau dipikir-pikir, suasananya memang selalu seperti ini.

Ada suasana yang benar-benar berbeda dibandingkan di ruang kelas di Akademi Kekaisaran. Aku juga dulu menghabiskan waktu dalam suasana yang seperti ini. Entah kenapa, sepertinya sudah lama sekali.

(Adachi-san...sepertinya dia tidak ikutan, ya?)

Adachi-san tidak termasuk di antara anggota yang berkumpul.

Hubungan kami menjadi canggung karena Takuma-san, jadi aku merasa sedikit lega. Pada akhirnya, aku tidak tahu apakah pernyataan Takuma-san itu benar atau tidak, tapi penilaian Shizune-san terhadap Takuma-san sebagai “wawasam yang luar biasa, dan perubahan yang diceritakan Yuri bahwa Adachi-san sudah berubah menjadi lebih mencolok, aku tidak dapat menyangkalnya sama sekali.

Aku pergi mengunjungi tempat karaoke bersama mantan teman sekelasmu.

“Katanya cuma ada dua ruangan yang tersedia.

“Dengan jumlah orang sebanyak ini, kurasa itu cukup. Ayo kita berpencar.”

Kami pun terbagi menjadi dua kelompok dan masuk ke kamar yang telah ditentukan.

Saat aku duduk di kursi keras, tiba-tiba aku kepikiran sesuatu.

(Kenapa Hinako mengira kalau dia mengikat kehidupanku...?)

Pertama-tama, masalah yang dia khawatirkan sendiri justru salah.Aku merasa puas dengan keadaanku saat ini.

Aku tidak berpikir sedikitpun bahwa aku berada dalam perbudakan Hinako. Aku menjadi pengasuhnya atas kehendakku sendiri. Aku sama sekali tidak berpikir bahwa aku mengorbankan kehidupan masa laluku.

Apa yang harys kulakukan supaya bisa menyampaikan perasaanku dengan baik?

Aku mulai mengingat apa yang dikatakan Takuma-san padaku.

Sudah kuduga, apa Hinako takkan merasa lega jika aku tidak memiliki visi untuk masa depan.

(Biarpun aku tiba-tiba ditanya mengenai apa yang ingin aku lakukan...kurasa aku tidak bisa membalasnya dengan jawaban kalau aku ingin terus menjadi pengurusnya Hinako, ya?)

Aku akan terus mendukung Hinako di masa depan. Hal itu juga tidak akan mengubah visi masa depanku.

Seharusnya tidak aneh untuk bertindak demi seseorang.

Namun, meski tidak ada dasarnya, aku merasa kalau hanya itu saja masih belum cukup.

Dengan pemikiranku saat ini, aku yakin Hinako tidak akan setuju denganku.

Ayo Itsuki, kamu juga harus menyanyikan sesuatu domg!”

Ah, iya. Dimengerti.

Aku harus melupakan sejenak kekhawatiran yang berputar-putar di kepalaku.

Sejujurnya, ini kedua kalinya aku berkaraoke, dan aku samar-samar ingat bagaimana cara memasukkan lagunya. Sudah lama sekali sejak masa SMP ketika aku diajak oleh teman sekelas yang suka memaksa.

Aku memilih lagu yang hampir tidak bisa kunyanyikan dan memasukkannya.

Judul lagu yang aku pesan ditampilkan di bagian atas layar.

“Jadul banget!

“Bukannya itu lagu yang populer saat kita masih SMP?”

Sejak memasuki SMA, aku bekerja paruh waktu hampir sepanjang waktu, jadi lagu yang kuketahui sebagian besar berhenti di SMP.

Kalau begitu aku akan memilih lagu ini!

Oh, aku juga bisa menyanyikannya, jadi gimana kalau kita berduet saja?

Ketika anggota gadis-gadis semakin bersemangat, mikrofon diberikan kepadaku.

Ini adalah pertama kalinya aku bernyanyi di depan umum setelah beberapa tahun, tetapi tampaknya aku memiliki kemampuan bernyanyi yang biasa-biasa saja, tidak bagus maupun jelek, dan aku tidak mendapatkan reaksi yang istimewa.

Setelah memberikan mikrofon kepada orang berikutnya, aku pun berdiri dari tempat dudukku.

Aku mau ke toilet dulu sebentar.

“Oke!

Aku meninggalkan ruangan dan menuju ke toilet.

Namun, aku sebenarnya tidak ingin pergi ke toilet.

Aku menemukan koridor yang kosong dan beristirahat sejenak.

(Gawat...aku sama sekali tidak bisa ikutan bersenang-senang)

Jika aku tinggal di sana lebih lama lagi, aku merasa kegembiraan itu akan terhenti karena diriku.

Selain mempunyai masalah tersendiri, aku juga tidak tahu banyak tentang lagu-lagu terbaru, dan meskipun tidak membosankan, aku tidak bisa bersemangat seperti orang lain.

“Um, Itsuki?”

Yuri datang dari seberang lorong.

Yuri. Apa yang sedang kamu lakukan di sini?

Aku sedang dalam perjalanan ke bar minuman. Karena aku kalah dalam suit, sih.”

Yuri akan menerima pekerjaan seperti itu dengan senang hati, bahkan jika ia tidak kalah dalam suit. Mungkin itu sesuai dengan suasana tempat itu.

“Itsuki, apa kamu sedang mengkhawatirkan sesuatu?”

Yuri bertanya.

Sudah kuduga, sepertinya aku tidak dalam keadaan normal sekarang.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Yuri adalah teman curhat yang paling kupercayai. Karena situasinya sudah seperti ini, aku memutuskan untuk meminta pendapatnya dan berbicara jujur.

“Sebenarnya, Konohana-san sedang tidak enak badan saat ini.

Eh, lalu kenapa kamu datang? Bukannya kamu bekerja sebagai pengasuh Konohana-san?

......Justru Konohana-san sendiri yang menyuruhku pergi.

Yuri memiringkan kepalanya.

“Umm, jadi... kadang-kadang dia memintali untuk meluangkan waktu untuk diriku sendiri, begitulah katanya.

Hmm. Mungkin karena kalian terlalu lengket jadi dia butuh jarak?

Ugh...

H-Hei, kamu tidak perlu terlalu sedih begitu.

Yuri menjadi sedikit panik saat aku memukul tangan dan dahiku ke dinding.

Kata-kata langsungnya tepat mengenai perasaanku saat ini.

Bukan karena aku terlalu lengket... tapi sepertinya dari sudut pandang Konohana-san, aku dianggap mengabaikan diriku sendiri.

Dari sudut pandang luar, aku mungkin terlihat lengket, tetapi jelas bahwa itu bukan masalah jarak fisik, jadi aku hanya menepisnya sebagaimana mestinya.

Permasalahannya adalah Hinako salah paham bahwa dia menahan kehidupanku.

Menurutku, sejak awal aku selalu meluangkan waktu untuk diri aku sendiri. Berpikir untuk bekerja untuk Konohana-san adalah hal yang wajar mengingat posisiku, dan aku merasa telah melakukannya dengan baik. Jadi sebenarnya dia tidak perlu merasa khawatir...

Yuri juga tahu bahwa aku bekerja sebagai pengasuh Hinako.

Jadi, kupikir dia akan setuju denganku, tapi...

...Bukankah ceritanya akan berbeda jika kita menganggap Konohana-san sebagai seorang gadis dengan usia yang sama dan bukannya seorang Ojou-sama yang menakjubkan?

Eh...

Aku yakin Konohana-san juga memiliki sisi itu. Ada hal-hal yang dia tidak ketahui...dan dia bingung dengan emosinya sendiri.

Seolah-olah dia benar-benar pernah melihat Hinako seperti itu. Yuri berbicara dengan ekspresi penuh emosi.

Jika kita berbicara dengan asumsi seperti itu, pandangan Itsuki mungkin terlalu serius.

Terlalu serius...?

“Maksudku, aku akan melakukan sesuatu untukmu! Bukannya menurutmu itu terlalu sombong? Meskipun kamu mengatakan itu demi orang lain, rasanya seperti kamu memberi tekanan pada orang tersebut, tahu.”

Perkataan Yuri membuatku tersentak kaget.

Aku perlahan-lahan menelaah kata-kata itu dan membuka mulutku.

...Begitu rupanya. Jadi aku memberinya tekanan, ya”

Persis seperti yang dikatakan Yuri.

Aku benar-benar hanya ingin membantu Hinako. Namun, Hinako pasti merasa sedikit menyesal karena aku merasa seperti itu.

(Ah... jadi begitu rupanya)

Apa yang dikatakanTakuma-san padaku, apa yang dikatakan Hinako, dan sekarang apa yang baru saja dikatakan Yuri...semua titik tersebut mulai saling terhubung.

Hinako juga memiliki sisi berbeda dari mode Ojou-sama nya. Yuri tidak perlu memberitahuku hal itu, karena itu merupakan sesuatu yang aku ketahui dengan baik.

Tapi aku, sejauh ini aku hanya berpikir bahwa itulah hal-hal yang aku lihat sendiri. ...Sebenarnya, dia malas, tidak punya kemampuan hidup, sangat suka kentang goreng, dan kadang-kadang menjadi gadis manja yang membuat orang terkejut. Aku pikir itulah sisi lain dari Hinako.

Tapi, ternyata itu berbeda.

Atau lebih tepatnya, dia mulai berubah.

Shizune-san sudah berkali-kali mengatakannya. Bahwa Hinako sedang berubah.

Itu sebabnya sisi lain dari dirinya yang tidak kuketahui muncul.

Selama beberapa hari terakhir ini, Hinako telah berjalan-jalan di kota tempatku dulu tinggal, dan berbicara dengan orang-orang yang dulu pernah aku kenal. Mungkin dia telah berubah lagi melalui pengalaman tersebut.

Jika itu adalah Hinako dari masa lalu, dia mungkin akan baik-baik saja.

Tapi, bagi Hinako yang sudah berubah sekarang - aku menjadi beban baginya.

Dan aku merasa cemas. Karena selama ini, aku selalu bertindak demi Hinako... sehingga Hinako salah paham bahwa dia membatasi hidupku.

“Apa kamu sudah puas?

...Ya.

Ya ampun, kamu memang tidak terbiasa menggunakan waktu untuk dirimu sendiri, ya?

Yuri menatapku dengan ekspresi setengah simpati.

Sejak dulu, kamu selalu kebingungan kalau sedang melakukan sesuatu apakah karena kamu menyukainya atau karena kewajiban ya....Mungkin karena itulah yang membuat Konohana-san juga merasa cemas.

Setelah mengatakan itu, Yuri menuju ke arah bar minuman.

Yuri mungkin selaluy memperhatikanku lebih daripada siapapun

Kata-kata Yuri bergema kuat di dalam hatiku.

(Apa aku melakukannya karena aku menyukainya, atau karena kewajiban...)

Tentu saja, kupikir melakukannya karena aku menyukainya. Tapi ketika ditanya tentang alasannya, aku tidak bisa menjawabnya dengan baik.

Jika dipikir-pikir lagi, aku selalu begitu.

Demi Hinako, demi Tennouji-san, demi Narika, demi Yuri... Aku merasa puas melakukan sesuatu untuk orang lain dengan cara seperti itu.

Sebagai gantinya, aku tidak memperhatikan diriku sendiri.

Apa yang sebenarnya aku inginkan?

Sebenarnya aku ingin berada di mana?

...Aku harus memikirkannya.”

Sekarang, setelah aku mempunyai pemahaman yang lebih jelas tentang apa yang dikhawatirkan Hinako, aku sudah menyerah pada gagasan dangkal seperti Aku akan melakukan yang terbaik untuk Hinako seperti yang selalu kulakukan.

Sepertinya aku harus menghadapi masalah ini dengan serius.

Visi masa depanku... Aku harus memikirkan visiku sebagai orang dewasa, tidak hanya untuk tiga tahun sampai aku lulus SMA, tetapi juga setelah lulus.

Ketika aku kembali ke ruangan karaoke, anak-anak yang menyelenggarakan pesta sedang menyanyikan lagu yang tidak kukenal. Setelah satu jam bernyanyi, kami meninggalkan karaoke tanpa kehilangan kegembiraan.

“Sudah waktunya pergi ke Yakiniku!”

“Horeeeeeeeee~~~!!”

Baik laki-laki maupun perempuan sangat bersemangat.

Kami diantar ke kursi perjamuan yang tampaknya telah dipesan, dan kami duduk satu per satu.

Hyaaah, meski begitu, aku masih tidak mempercayai akan tiba saatnya aku bisa makan yakiniku bersama Itsuki.”

“Jika itu Itsuki tahun lalu, aku yakin ia pasti akan menolaknya.”

Anak laki-laki yang duduk di depanku dan laki-laki yang duduk di sebelahnya tertawa dan berkata.

…Maaf.”

“Sudah kubilang enggak masalah! Makanlah sebanyak yang kamu bisa hari ini!

Satu demi satu, daging diletakkan di atas jalinan jala yang bebas dari kotoran dan debu.

Saat aku merasakan udara panas yang mengepul dari bara api, aku mengingat Hinako lagi. Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Apa dia sudah beristirahat dengan benar?

(...Apa yang harus kubicarakan dalam situasi seperti ini?)

Karena aku tidak bisa memikirkan topik umum, jadi aku tidak bisa memulai pembicaraan.

Jadi, aku dengan santai mendengarkan pembicaraan orang-orang di sekitarku.

Apa kamu sudah menonton film yang baru saja dirilis?

Oh, aku sudah menontonnya! Berita tentang film itu bahkan muncul di berita pagi ini!

Gadis-gadis yang di sebelah kanan sedang membicarakan film.

“Kemarin, aku berusaha menaikkan peringkat karakter game-ku dengan teman-teman online-ku, loh.”

“Kamu benar-benar menyukai game.”

Anak laki-laki di kiri depan sedang membicarakan tentang game online.

Aku belum menyentuh film atau game akhir-akhir ini. Jadi sepertinya aku tidak masuk ke dalam percakapan mereka. Atau lebih tepatnya...Aku merasa tidak bisa mengikuti percakapan manapun.

Oh iya, Itsuki, bocah ini akhirnya punya pacar, loh.”

Anak laki-laki di depanku berkata demikian sambil memakan daging yang baru dipanggang.

Laki-laki di sebelahnya jelas-jelas merasa malu ketika ditunjuk begitu.

Kamu pernah bilang kalau kamu menginginkannya sejak kelas 1 iya, ‘kan?

“Iya! Aku mengambil risiko dan mengakui perasaanku selama karyawisata kelas 2. Astaga~, aku sangat senang karena mampu memberanikan diri untuk melakukannya."

Di masa lalu, aku bisa saja ikut bersenang-senang dan bergaul dengan mereka.

Memiliki pacar adalah mimpi yang menjadi kenyataan bagiku sekarang, tetapi aku harus bekerja keras untuk memperbaiki kualitas diriku sendiri. Aku mengatakan kepadanya lagi, Selamat.

Ah iya, benar juga. Itsuki, apa kamu pernah bekerja di restoran teppanyaki di kawasan perbelanjaan?

Ah. Aku pernah bekerja paruh waktu di sana, memangnya kenapa?

“Tempo hari, kami berdua pergi makan di sana. Kemudian, pramusaji restoran melihat seragam yang kami kenakan, dan bercerita kalau ada pekerja paruh waktu yang bersekolah di SMA yang sama dengan kami dan bekerja sangat keras. Kami kemudian bertanya-tanya, ‘Apa jangan-jangan dia membicarakan tentang Itsuki?’.

“Mungkin kamu benar. Jika ada waktu, mungkin aku akan pergi ke sana untuk menyapa.”

Aku berjalan-jalan melewati kawasan perbelanjaan beberapa hari yang lalu, jadi mungkin aku harus mampir ke sana untuk memberi kabar.

Maksudku, daripada membicarakan kita, mari kita dengar tentang Itsuki juga!

Seorang anak laki-laki yang sepertinya sudah menemukan pacar beberapa hari yang lalu mencondongkan badannya ke depan dan berkata.

“Itsuki, apa sekarang kamu sudah tidak bekerja paruh waktu lagi?”

Tidak. Aku tidak tahu apakah aku bisa menyebutnya sebagai pekerjaan paruh waktu.... tapi saat ini aku bekerja sebagai pekerja yang tinggal di dalam rumah. Aku melakukan bersih-bersih, mencuci piring, dan mengurus orang...

“Hmm, jadi kamu bekerja seperti pekerja hotel?”

Yah, kurang lebih seperti itu.

Jika dipikir-pikir, pelayan dan pekerja perhotelan mungkin memiliki pekerjaan yang serupa. Namun, aku mempunyai pekerjaan yang lebih unik.

“Sama seperti biasanya, itu masih kelihatan sulit. Tapi karena kamu bersekolah di Akademi Kekaisaran, kurasa kamu tidak perlu khawatir tentang masalah keuangan seperti dulu, kan?”

...Yah, memang.

Aku masih belum bisa mengatasi kemiskinanku, jadi pada dasarnya yang kulakukan hanyalah menabung.

“Kalau begitu kamu bisa melakukan berbagai hal yang menyenangkan, bukan? Misalnya saja jalan-jalan ke luar negeri, pergi ke taman hiburan, dan sebagainya.”

“Kamu bisa pergi ke bioskop sepuasnya, kan?”

“Kamu bisa membeli pakaian sebanyak yang kamu mau!”

Anak laki-laki dan perempuan lain yang mendengarkan di sebelahku juga ikut bergabung dalam percakapan.

Tapi aku hanya bisa tertawa dengan getir,

Tidak terlalu juga.

Jawabku sambil mengingat-ingat kehidupanku sampai sekarang.

“Aku sibuk dengan pekerjaan dan belajar setiap hari. Sejak liburan musim panas, aku kadang-kadang punya waktu untuk bersenang-senang seperti ini, tapi biasanya aku tidak keluar untuk hal lain selain bekerja. ... Aku bahkan belum pernah berbelanja dalam beberapa bulan terakhir.”

Tidak hanya di hari biasa, tapi juga di hari libur, aku disibukkan dengan pekerjaan dan belajarku sebagai pengasuh. Sebenarnya, aku merasa kalau aku tidak mempunyai banyak waktu luang lebih daripada sebelumnya. Bahkan, jumlahnya justru mengalami penurunan.

Kursus musim panas dapat digambarkan sebagai jalan-jalan, tapi menurutku, ungkapan yang paling mendekatinya adalah kamp pelatihan. Di Karuizawa, aku mengambil materi pelajaran yang begitu sulit, sampai-sampai aku mengerutkan dahi hanya untuk mengingatnya.

“Be-Begitu ya...

“Ya-Yang semangat ya...

Orang-orang yang menanyakan pertanyaan itu mendadak tertawa getir.

(L-Lah……?)

Aku tidak mengerti mengapa mereka bereaksi begitu canggung. Padalah aku tidak mengalami kesulitan atau semacamnya...

Itsuki! Kami akan pergi ke pusat permainanuntuk pesta ronde kedua, apa kamu mau bergabung dengan kami!?

Seorang laki-laki yang duduk agak jauh dariku bertanya dengan suara yang familiar.

Aku masih belum punya jawaban yang bisa kuberikan pada Hinako.

Tapi—— sekarang, anehnya, aku merasa seperti memiliki sekilas gambaran tentang hal itu.

Jika aku menghabiskan lebih banyak waktu dengan semua orang, aku mungkin dapat menemukan jawabannya.

“Kalau gitu, kurasa aku akan ikutan pergi juga.”

Baiklah! Ayo kita main pukul drum!

Para laki-laki menjadi bersemangat. Berbeda denganku, mereka sepertinya bisa langsung memikirkan permainan apa yang ingin mereka mainkan.

Setelah itu, kami makan yakiniku sepuasnya dan pergi keluar, berpencar menjadi beberapa kelompok yang menghadiri pesta dan beberapa yang pulang.

Di antara mereka yang pulang adalah Yuri.

“Kamu mau langsung pulang, Yuri?

Ya, aku mulai khawatir tentang pekerjaan di rumah.

Begitu ya……

Aku merasa sedikit kesepian.

Lalu Yuri menatapku dengan ekspresi menggoda.

“Apa, kamu ingin aku terus bersamamu?”

……Ya, iya sih.”

“Eh

Mata Yuri membelalak karena terkejut.

Aku terlambat menyadari apa yang sudah kukatakan.

Ah, tidak, maafkan aku. Aku jadi mengatakan sesuatu yang aneh...

“Ka-Kamu benar-benar mengatakan sesuatu yang sangat aneh...Kupikir akan mengalami serangan jantung...

Yuri, dengan wajahnya yang merah padam, berkata sambil memegangi hatinya.

Mungkin karena kami sudah saling kenal selama bertahun-tahun, aku akhirnya mengatakan apa yang kupikirkan.

“Bagaimana bilangnya ya, aku merasa lebih nyaman secara mental sekarang jika ada Yuri di dekatku...

“Apa-apaan itu maksudnya...

Setelah mengatakan, Yuri menghela nafas kecil seolah-olah memahami apa yang kubicarakan.

Yah, karena aku mirip denganmu, Itsuki.

“Mirip?

“Ini hanya sekedar tebakanku saja, tapi sekarang kamu merasakan kesenjangan dengan semua orang, ‘kan? Aku juga kadang-kadang merasakan hal yang sama. Biasanya aku sibuk dengan pekerjaan di restoran dan tidak punya banyak waktu untuk bersenang-senang dengan orang lain.

Rupanya bukan hanya aku saja yang merasakan kesenjangan tersebut.

...Apa kamu pernah merasa tidak puas dengan cara hidupmu yang sekarang, Yuri?

Tidak juga kok. Aku ingin menjadi seorang koki yang hebat di masa depan. Meskipun aku kadang-kadang tidak bisa mengikuti pembicaraan orang lain, aku menerimanya dengan pemikiran terbuka.

Yuri dengan tegas mengungkapkan pendiriannya.

Jadi begitu ya... mungkin Yuri memiliki visi untuk masa depannya sendiri.

Mungkin Yuri mirip denganku, tapi dia sudah lebih dulu menemukan jalannya.

Aku merasa sedikit kehilangan kepercayaan diri... melihat ekspresi wajahku, Yuri pun berkata,

Kamu pernah memberitahuku beberapa hari yang lalu. Jika kamu tidak bertemu dengan Konohana-san setelah ditinggalkan oleh orangtuamu, kamu pasti akan bergantung padaku.

Oh...

Aku merasa senang mendengarnya, tahu.

Yuri mengatakan hal itu sambil sedikit malu.

Jadi, jika suatu saat kamu membutuhkan bantuan, aku akan membantumu seperti yang kamu harapkan. ...Kamu tidak sendirian. Meskipun kamu hidup seperti itu, kamu tidak akan sendirian, jadi setidaknya kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu.

Setelah mengatakan itu, Yuri berbalik dan berjalan pergi.

Sebelum punggung kecilnya menjauh dariku, aku tanpa sadar memanggilnya.

Yuri.

Apa?

“Kurasa aku tidak akan bisa bertahan hidup sampai sekarang jika bukan karena dirimu.

Jangan mendadak mengatakan kalimat memalukan seperti itu...

Yuri terlihat tersipu.

Tapi yah, itu wajar. Lagipula, aku adalah Onee-san mu!

Dengan berkata demikian, Yuri akhirnya pergi dari hadapanku.

Aku ingin mendengar kata-katanya. Aku ingin mendengar kata-kata yang bisa membuatku merasa tenang bahwa aku tidak salah dalam hidupku sekarang. Sepertinya dia memahami perasaanku.

Dia adalah kakak perempuan yang bisa diandalkan.

Di masa depan, aku ingin terus mempertahankan hubunganku dengan Yuri, tidak peduli apa pun keputusan yang akan kubuat. ...Itulah yang kupikirkan.

 

◆◆◆◆

 

Sebagian besar peserta pesta ronde kedua adalah para laki-laki. Aku mengikuti ajakan mereka dan pergi ke pusat permainan. Berbeda dengan yang ada di dekat lingkungan rumahku dulu, pusat permainan itu lumayan besar dan berlantai lima.

“Itsuki, kamu payah banget!”

“Mau bagaimana lagi, aku sudah lama tidak memainkannya.”

Kami memainkan berbagai macam permainan, mulai dari permainan musik hingga permainan balap.

Saat aku pergi ke pusat permainan bersama Hinako, Tennoji-san, dan yang lainnya, aku menang telak, tapi saat aku bermain dengan semua mantan teman sekelasku, keadaannya menjadi terbalik. Apa pun permainan yang kami mainkan, aku selalu kalah telak. Aku hanya bisa menang dengan peluang 50% dalam permainan yang berkaitan dengan elemen keberuntungan.

Berbeda denganku, kebanyakan orang sepertinya sudah terbiasa memainkan permainan semacam ini.

Pada saat yang sama ketika aku menyadari hal ini, aku merasakan keterasingan...

(...Tidak apa-apa. Aku tidak sendirian.)

Aku mengingat kata-kata yang dikatakan Yuri padaku.

Mungkin sampai beberapa saat yang lalu, aku terguncang oleh rasa keterasingan dan tidak yakkin dengan pendirianku sendiri. Tapi sekarang aku bisa dengan tenang menghadapi perkataan Hinako.

Menurutku, menjalani kehidupan yang berbeda dari orang lain bukanlah hal yang buruk.

Masalahnya adalah hal itu memerlukan tekad. Takuma-san dan Hinako telah melihat kenyataan bahwa aku tidak mempunyai tekad untuk melakukannya.

“Gawat, aku jadi berkeringat deras begini.

“Aku juga.

Ayo istirahat dulu sebentar.”

Aku dan mantan teman sekelasku duduk di bangku di depan mesin penjual otomatis.

Hoki mungkin menjadi terlalu panas. Sudah lama sekali sejak aku memainkan game dengan penuh antusiasme seperti ini.

“Nih, Itsuki. Ini traktiran dariku.

Oh terima kasih.”

Aku menerima minuman olahraga yang diberikan dan meminumnya dengan cepat.

Mantan teman sekelasku yang memberikan minuman tadi, menatapku seolah-olah sedang mengamatiku.

Kamu benar-benar sudah berubah, ya.

...Banyak yang bilang begitu. Aku sering diberitahu bahwa postur tubuhku telah membaik atau semacamnya.

“Tidak, itu bukan masalah penampilanmu. Sejujurnya, rasanya jadi lebih mudah untuk berbicara denganmu.”

Pria itu melanjutkan ketika aku memiringkan kepalaku dengan kebingungan.

Maksudku, Itsuki, kamu sering berterima kasih padaku hanya karena aku membelikanmu minuman. Aku tahu kamu tidak berniat menyinggung, tapi terkadang aku merasa sulit untuk melakukannya.

Eh...maafkan aku.

Berbeda dengan Yuri yang sudah terbiasa, ketika orang lain mentraktirku makanan atau minuman, aku selalu maengucapkan terima kasih dengan cara yang berlebihan. Kupikir hal yang sama terjadi di masa-masa aku baru mengenal Yuri.

Itsuki. Kami sudah janjian buat bermain besok juga, kalau kamu bagaimana? Mau ikutan lagi?”

...Maaf, aku punya rencana besok, atau lebih tepatnya, aku harus belajar.

“Belajar?

“Semester baru akan segera dimulai, jadi aku ingin mempersiapkan dan mengulasnya. ...Materi pelajaran Akademi Kekaisaran sangat sulit, jadi aku harus giat belajar supaya bisa mengikutinya.”

Aku berpikir ia mungkin akan bereaksi canggung lagi.

Tapi kali ini berbeda.

Kamu terlihat seperti sedang bersenang-senang.

Seorang mantan teman sekelas menatapku seolah-olah ia merasa agak lega.

Aku memiringkan kepalaku pada reaksi yang tidak terduga.

“Terlihat sedang bersenang-senang?

“Iya. Jika itu tidak menyenangkan, kamu takkan bekerja terlalu keras begitu.

...Ya, begitu. Kurasa itu memang menyenangkan."

Itu adalah pendapat yang sangat jujur.

Benar sekali. Aku menikmati keseharianku di akademi. ... Itu pasti.

... Aku mengalami kesulitan pada awalnya. Semua yang dikatakan oleh guru terdengar seperti mantra, dan tempo pelajaran sangat cepat. Aku tidak punya pilihan selain belajar sekuat tenaga setiap hari.”

Tanpa disadari, aku mulai berbicara sambil mengingat hari-hariku di Akademi Kekaisaran.

Tapi yang lebih membuatku terkejut bukanlah kesulitan pelajarannya, melainkan kenyataan bahwa semua orang di sekitarku berusaha keras seolah-olah itu hal yang biasa. Kupikir aku mengalami kesulitan karena aku tidak terlalu pintar, tapi ternyata tidak demikian. Para siswa di Akademi Kekaisaran berjuang keras setiap hari tanpa memandang kecerdasan dan latar belakang mereka.

Tentu saja, ada perbedaan dalam kecerdasan. Tapi saat melihat langkah-langkah Hinako dan yang lainnya, aku menyadari bahwa itu adalah masalah kecil.

Perbedaan di antara kami adalah kesadaran.

Para siswa di Akademi Kekaisaran semuanya memiliki tekad yang teguh untuk masa depan.

“Itulah sebabnya aku juga, sama seperti mereka――

Aku terhenti setelah mengatakan itu.

(............Ah)

Ada kata-kata yang hampir saja keluar dari mulutku.

Aku memutar kata-kata itu dalam pikiranku berulang kali.

Ah, begitu rupanya.

Aku tidak perlu memikirkan sesuatu yang rumit.

Ini adalah―― jawabanku.

Itsuki?

... Tidak, bukan apa-apa.

Aku menggelengkan kepala dengan berkata, Jangan khawatir.

Maaf banget ya. Meskipun obrolan kita sudah menjadi lebih santai, hubungan kita masih agak aneh.

Benar juga. Tapi ya, mari kita lakukan yang terbaik tanpa penyesalan.”

Mungkin temanku menyadari bahwa aku merasa terasing di reuni hari ini. Aku merasa bersyukur atas orang-orang di sekitarku... Itulah yang kurasakan lagi.

Baiklah, mari kita coba lagi.

Oh, kelihatannya kamu bersemangat sekali ya, Itsuki. Ayo siapa takut.

Istirahat sudah berakhir, dan kami kembali asyik bermain game.

Aku telah menemukan jawabannya. Jadi sebenarnya aku sudah bisa pulang, tapi aku ingin bermain sebanyak mungkin hari ini.

Mungkin aku tidak akan bisa bermain dengan mereka lagi dalam waktu dekat. Mereka semua adalah orang-orang yang baik. Aku merasa hubungan ini penting. Tapi mungkin kami takkan terlalu sering bertemu.

Aku sudah menemukan tempat di mana seharusnya aku tinggal.


 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama