Chapter 10 — Hak
Di dalam kafe Sandora keesokan harinya.
Karena
Miura-san tidak ada di sini, jadi aku juga bekerja cukup keras
sebagai staf di ruang makan.
Tugasku
dalam membantu Satonaka-san dan Rachel-san di belakang
juga berkurang, jadi bisa dibilang ini cukup sulit, tetapi pada dasarnya kafe
ini tidak terlalu sibuk.
Aku
mendengar bahwa Satonaka-san menjalankan kafe ini demi menghindari pajak.
Jika
tidak, mungkin kafe ini sudah tutup… karena Satonaka-san sering mengubah menu
masakan sesuai dengan hobi dan suasananya.
Nah, ngomong-ngomong tentang Satonaka-san.
“Hah…
menyebalkan.”
Dia
terbaring telentang di area belakang.
Ketika melihat
itu, Rachel-san yang sedang mencicipi kue dengan tangan kosong menatapku dengan
ekspresi malas.
“Kenapa
Toru terlihat begitu menyebalkan dan menjijikan?”
“Kenapa
kamu hanya mengingat kata-kata kasar seperti itu?”
Seseorang, tolong ajari
dia cara belajar bahasa Jepang yang benar
padanya.
Yah
mengesampingkan itu, tetapi alasan mengapa Satonaka-san merasa
putus asa ialah.
“Itu
karena salahku.”
Saat aku
berkata begitu, Satonaka-san yang terbaring tetap berbaring dan berkata.
“Semuanya karena Miura.”
“Yah,
ketika aku membicarakan
Miura-san, Satonaka-san jadi seperti ini.”
“Oh.
Apa kalian akhirnya
bertunangan?”
“Terlalu
cepat, terlalu cepat, terlalu cepat, terlalu cepat.”
Kenapa
kesimpulan itu bisa muncul???
“Karena
jika Toru terlihat begitu putus asa, itu pasti
saat Kensei dan Mirai mulai dekat.”
“Oh,
jadi itu pemahaman bersama, ya.”
Seandainya
itu benar, tetapi kenyataannya tidak.
“Kensei
sangat menginginkan Miura, katanya.”
“Oh!”
Kenapa
Rachel-san bisa begitu bersemangat?
“Oh,
jadi kamu menginginkannya. Huh, Mirai juga
lumayan luar biasa. Akhirnya dia sampai ke titik itu.”
“Kenapa
kamu berbicara seolah-olah pihak Miura-san
yang berusaha keras?"
“Bukankah
karena Mirai sudah berusaha sangat
keras sehingga kamu menginginkannya???”
Rachel-san memiringkan kepalanya seolah dia
benar-benar tidak mengerti.
Bukan
berarti dia berusaha keras… yah, bisa dibilang tidak jauh dari kebenaran.
Aku
terpesona oleh kepribadian Miura-san, jadi bisa dibilang begitu, ‘kan?
“Jika
ada yang bisa aku lakukan, mungkin aku akan berusaha.”
“Uang,
cuma itu yang dibutuhkan. Semua gadis Jiraikei cuma membutuhkan uang.”
“Satonaka-san, bisa diam dulu sebentar?”
“Benar,
Toru. Jika tidak, seharusnya saat ini di sekitarmu adalah gadis Jiraikei semua.”
“Aku
bisa menangani Jiraikei
dengan baik.”
Sungguh.
Pada dasarnya, tipe Jiraikei
dan Miura-san adalah dua hal yang
berbeda.
…Atau lebih tepatnya.
Aku
sudah lama memikirkan tentang tipe Jiraikei,
dan inilah yang kupikirkan.
Pertama-tama,
apa yang disebut orang-orang
sebagai jiraikei di dunia berbeda-beda jika Anda
melihat setiap orang secara individu.
Satu-satunya
orang yang punya hubungan denganku adalah Miura-san, jadi hanya sebatas itu saja.
“Meskipun
begitu, jika dia memang
membutuhkan uang, aku
berencana untuk pergi memancing
kepiting yang pernah disebutkan Satonaka-san
sebelumnya.”
“Aku
tidak akan mengizinkannya.”
“Ugh…”
“Lagipula,
Miura bukan soal uang.”
“Lalu
kenapa kamu mengatakannya!”
Satonaka-san
yang berdiri dengan susah payah seperti melakukan salto, melanjutkan sambil
mencuci tangan. Tolong jaga kebersihan dengan baik. Ini juga soal situasi saat
ini.
“Jika
kamu ingin mendapatkan seorang wanita, berikanlah dia apa yang paling dia
inginkan.”
“Meskipun
cara bicara Toru menyebalkan, memberikan apa yang diinginkan itu memang benar.”
…Meskipun
sulit untuk diterima, apa yang dikatakan oleh Satonaka-san dan Rachel-san
adalah dari banyaknya pengalaman
hidup mereka. Pasti ada kebenarannya.
“Apa
yang paling diinginkan, ya.”
“Begitulah,
Kensei. Oh, itu adalah apa yang paling dia inginkan pada saat itu.”
“Apa
maksudnya?”
“Ada
kalanya seseorang lebih menginginkan kasih sayang daripada uang, dan
ada kalanya ingin cinta. Tentu saja, apa yang diinginkan bisa berbeda setiap
hari, ‘kan?”
“Wanita
tuh benar-benar merepotkan, ya.”
“Tolong
pilih kata-kata dengan baik.”
“Selain
itu, apa yang diinginkan juga berbeda tergantung pada orangnya.”
“…Memang
merepotkan, itu sudah pasti.”
Astaga.
“Dari
sudut pandangku, kalian yang lebih sulit dipahami. Apa yang membuatmu bahagia
bisa berubah tergantung pada perasaan saat itu.”
“Oh,
begitu…”
Meskipun
begitu, rasanya Miura-san tidak akan sering mengubah apa yang paling dia
inginkan.
“Lalu,
apa yang paling diinginkan Miura?”
“…Sepertinya, hak.”
“Hah?
Apa dia berencana untuk mendapatkan sertifikasi
atau gimana?”
“Tidak…
itu…”
Aku merasa ragu apa aku boleh menceritakan hal ini, tetapi
kedua orang ini memang orang yang bisa kuandalkan. Mereka tidak akan menyebarkannya
dengan aneh.
“Katanya hak untuk berdiri di sampingku.”
Aku tidak
tahu apakah itu bisa dipahami, tetapi setidaknya aku mengatakannya.
Kemudian
mereka sberdua aling memandang.
“Sudah
kuduga, dia memang merepotkan, ya.”
“Mirai
memang gadis
yang imut.”
Mereka
adalah orang-orang dengan penilaian yang berbeda.
Namun,
sepertinya mereka segera menunjukkan pemahaman, mungkin itu yang membuat mereka
luar biasa. Aku tidak begitu mengerti.
“Apa
yang harus kulakukan?”
“Padahal aku
ingin sekali bilang kalau kamu seharusnya
tinggalkan saja gadis
seperti itu.”
“Itu
hampir seperti yang kamu katakan.”
Satonaka-san
menghela napas panjang sebelum melanjutkan.
“Intinya,
Miura mengatakan bahwa dia tidak sebanding denganmu. Aku ingin
memperingatkanmu, Miura di bawah dan Kensei di atas, oke?”
“Itu
konyol sekali.”
“Kalau
begitu, ada cara untuk
mengatasinya… pada
akhirnya, semuanya tergantung pada mengubah pola
pikir dan sudut pandangmu. Tentang rasa percaya diri,
semacam itu.”
“Rasa
percaya diri, ya?”
Bagaimana
cara meningkatkan itu, dan bagaimana cara menurunkannya?
“Padahal aku
tidak ingin mengatakannya…”
“Toru
terlalu melindungi Kensei.”
“Meski kamu
bilang begitu, tetapi bagiku, kakak-beradik ini sudah
seperti satu-satunya keluarga yang kumiliki.”
“Tapi masih
ada Arisa, kan?”
“Keduanya
tidak boleh. Kensei harus tumbuh dengan baik seperti ini, dan Arisa tidak akan
pernah dinikahkan.”
“Apa
yang kamu katakan?”
Apa dia
benar-benar berpikir seperti itu tentang Arisa? Menakutkan.
“Yah,
pada akhirnya.”
Fyuh,
Satonaka-san menghela napas dan berkata.
“Biarkan
dia merasa bahwa dia boleh berada di sini.”
“Boleh
berada di sini…”
Bagaimana jika
dia sendiri yang merasa kalau dirinya tidak memiliki hak seperti itu?
Mungkin itulah yang dia rasakan saat dia
datang ke rumahku.
“Sungguh
menyentuh sekali.
Meskipun dia merasa tidak memiliki hak
itu, dia tetap merasa berhutang budi kepada Kensei dan berusaha untuk melayani.
…Yah, mungkin itu memang begitu.”
Rachel-san
menatapku dengan matanya yang biru cerah dan berkata.
“Apa
yang paling dia inginkan pada saat itu──kamu memberikannya pada hari kamu
bertemu dengan Mirai, ‘kan?”
“…”
Hari di mana aku bertemu dengan Miura-san.
Pada akhirnya,
aku hanya memberikan cokelat panas kepadanya yang basah kuyup.
“Jika
dia tetap bersamamu, sesuatu yang buruk akan menimpamu. Bukannya itu yang dia pikirkan?? Apakah
kamu tidak ingat?”
“Itu…”
Jika
dipikir-pikir, ada beberapa hal yang terlintas di pikiranku.
Bersama
denganku, dan juga bersama Arisa.
Saat-saat
seperti itu, kami merasa ragu tentang bagaimana orang lain memandang kami.
Jika itu
disebut “hak”.
“Apa
itu berarti, jika aku tidak peduli tentang hal itu, maka itu tidak masalah?”
““Tidak
boleh.””
Benarkah?
“Kensei
tidak mengerti apa-apa tentang isi
hati wanita. Wajar saja jika ia mengatakan hal seperti
itu.”
“Mengesampingkan kesombongan wanita yang bilang
itu wajar, pada akhirnya, terlepas dari
apa yang kamu katakan, jika situasinya tidak berubah, kamu akan terus menyesal di dalam hatimu. Yang penting adalah menunjukkan
bahwa kamu dapat mengubah dunianya. Hal-hal seperti ini.”
“…Terima
kasih.”
Aku tidak
bisa melakukan apa-apa selain menundukkan kepala dengan dalam atas nasihat yang
tepat itu.
“Oh,
jadi kamu benar-benar memberikan nasihat yang baik, Toru.”
“Ini
adalah hasil dari mempertimbangkan ingin
melihatmu tumbuh menjadi pria yang keren dan tidak terjebak dengan wanita aneh.”
“Dia
bukan wanita aneh!”
Ya ampun,
orang ini.
†
† †
Pada hari
itu, entah kenapa namaku
dipanggil dari ruang bimbingan siswa.
“Ke-Kensei~”
“Jangan
mengeluarkan suara menyedihkan seperti itu.”
Aku
menenangkan si gadis karakter
lucu yang tampak ingin menangis ketika dia membawakan
berita itu padaku.
“Jangan
khawatir. Aku tidak melakukan apa-apa.”
Aku tidak
berniat untuk mengalihkan perhatian atau mengabaikan Agena lagi.
Menyampaikan
apa adanya dengan jujur tidak akan merugikan apa pun, dan yang terpenting, aku
merasa kalau aku bisa sedikit lebih jujur kepadanya.
“Baiklah,
kira-kira apa yang sebenarnya
terjadi?"
Baru
pertama kalinya aku dipanggil ke ruang bimbingan siswa, dan aku tidak punya
petunjuk apa pun.
“Apa
aku harus ikut?”
“Itu sih terlalu berlebihan."
Memangnya
kamu ini orang tuaku?
Dan apa
yang akan berubah jika si gadis karakter
lucu ini ikutan?
Sembari
memunggungi Agena
yang melambai dengan wajah seolah mengantar seseorang berlayar, aku memutuskan
untuk pergi ke ruang bimbingan siswa.
Yang
menunggu di sana tentu saja adalah guru wali kelasku, Kaneko-sensei.
Baiklah,
apa yang sebenarnya akan terjadi?
Karena sekarang sudah memasuki waktu
istirahat makan siang, jadi aku berjalan melewati lorong
yang ramai.
Di
sekitar ruang bimbingan siswa, tidak ada tempat istirahat bagi siswa, dan
suasananya semakin tenang.
Aku
benar-benar belum pernah datang ke tempat ini sebelumnya.
Meskipun aku sudah lebih dari setahun
bersekolah di sini, tapi masih ada tempat yang belum pernah aku
kunjungi. Jika aku
sedikit lebih tertarik untuk menjelajahi sekolah, mungkin ceritanya akan
berbeda.
Sayangnya,
aku menjalani hari-hari yang cukup sibuk, jadi aku
tidak mempunyai waktu luang untuk melakukan itu.
Aku
berharap ada tempat yang bagus untuk makan siang bersama Miura-san. Mungkin aku sudah memiliki
sedikit ruang dalam hatiku untuk
memikirkan hal itu.
Itulah
sebabnya aku tiba-tiba berhenti.
“Itu
bukan urusanmu! Tinggalkan aku sendiri!!”
Jeritan
itu. Aku tahu siapa pemilik suara itu.
Suara itu
berasal dari dalam ruang
bimbingan siswa.
Saat aku
berlari ke sana dan mencoba membuka pintu, pintu itu terbuka dengan sendirinya.
Dan itu
terbuka dengan cukup kuat.
“Whoa.”
“Ah.”
Sudah
kuduga, ternyata itu Miura-san.
Dia
terlihat seperti ingin menangis.
“Hiks.”
“Ah,
Miura-san!”
Ketika
aku berusaha mengejar Miura-san yang berlari, tanganku ditangkap dengan kuat.
“Whoa,
sekarang giliranmu.”
“Kaneko-sensei.
Apa yang kamu katakan kepada Miura-san?”
“Jangan
menatapku seperti itu. Kami juga sedang dalam situasi sulit. Masuklah.”
“……”
Meskipun
aku ingin mengejar Miura-san, aku juga perlu memahami situasi di sini.
Aku tak
pernah menyangka kalau kepalaku lebih dingin dari yang
aku kira, dan untuk sementara, aku memilih untuk mengikuti kata-kata
Kaneko-sensei.
“Baiklah,
duduklah.”
Setelah
duduk di sofa yang ditunjukkan, Kaneko-sensei juga duduk dengan santai di meja
rendah di depanku.
Dilihat
dari sini, dia memang besar. Kebanggaannya bahwa dia bisa melakukan dunk jika
dia berusaha bukanlah omong kosong, dan dengan tinggi sekitar 190 cm dan tubuh
yang kekar, aku pikir dia adalah guru yang dapat diandalkan ketika pertama kali
melihatnya.
Tapi, ternyata aku sangat salah.
“……Jadi.”
Ketika
aku berusaha bertanya kepadanya untuk
mendengar situasinya, ia malah
menghentikanku dengan tangan.
“Sama
seperti tentang Miura, tapi yang
jelas saat ini aku akan membahas
tentangmu. Ada alasan mengapa aku memanggilmu.”
“Apa
yang ingin kamu katakan?”
Setelah aku mengatakan itu dan mengatur
posisiku, Kaneko-sensei
tersenyum.
“Kamu
terlihat agresif. Sebaiknya kamu membedakan antara sikap yang sopan dan yang
tidak. Ada orang yang boleh kamu buat kesal dan ada yang tidak──ada saat-saat
di mana kamu bisa melakukannya dan ada saat-saat di mana kamu tidak bisa.”
“Apa iya
begitu?”
“Iya.
Itu adalah kunci untuk berhubungan dengan orang lain dengan jarak yang baik.
Orang yang disebut 'komunikasi terhambat' biasanya tidak mengerti hal
itu.”
“……Apa
itu alasan kamu memanggilku?”
“Oi, oi.”
Kaneko-sensei
menggebrak meja dengan tangan besarnya dan berkata.
“Sekarang
aku sedang memberi nasihat padamu. Aku tidak mengharapkan kata-kata lain selain
'baik, aku mengerti'.”
“……”
Ketika
aku diam, ia menghela
napas besar.
“Entah
kenapa… kamu memang tenang. Di sini, kamu berbeda dari orang-orang yang
tiba-tiba menjadi sombong. Aku menghargai itu.”
Yah, itu
karena Satonaka-san yang
mengajarkanku.
Ia
mengatakan bahwa hal terburuk yang bisa dilakukan ialah merasa takut ketika
berada di dekat orang yang hampir menjadi musuh.
Pelajaran
untuk bertahan hidup telah aku pelajari.
Satonaka-san adalah sosok kakak sekaligus
ayah, dan dia juga guru yang baik. Meskipun
ia kadang-kadang sangat
menyebalkan, sih.
“Baiklah.
Alasan aku memanggilmu adalah tentang rekomendasi.”
“Oh,
baik.”
“Kamu
mempunyai nilai yang bagus dan perilakumu juga tidak ada masalah.
Kami sedang mempertimbangkan untuk memberikan satu slot dari sekolah kami
untukmu. …Saat ini, oke?”
“Terima
kasih banyak.”
“Karena
ini adalah salah satu dari sedikit rekomendasi
nasional. Kamu juga tidak akan merepotkan orangtuamu.”
“Iya.”
Meskipun
Satonaka-san mengatakan bahwa kuliah di kampus swasta
juga tidak masalah, secara pribadi, aku ingin menghargai slot rekomendasi untuk
universitas negeri.
Aku tidak
bisa terus bergantung pada Satonaka-san.
“Akan
tetapi...”
“Iya.”
“Itu
karena tidak ada masalah dengan perilakumu.”
Jadi begitu.
“Aku
ingin kamu terus berusaha.”
“Ya,
dengan cara yang baik.”
“Kalau
dengan cara yang keras?”
Aku
merasa ada sesuatu yang ingin ia katakan. Kaneko-sensei
sengaja memanggilku dengan tujuan tertentu.
Pada
tahap ini di angkatan kelas dua SMA, pembicaraan tentang slot
rekomendasi hanyalah pembicaraan sementara.
Saat aku
melihat Kaneko-sensei lagi, dia berbicara dengan serius.
“Kamu
sebaiknya menjauh dari Miura.”
“……Jadi, ini tentang Miura-san?”
“Seperti
yang sudah pernah kubilang
sebelumnya. Tidak ada hal yang baik terjadi jika
kamu terpikat dengan orang
seperti dirinya. Ngomong-ngomong, apa kamu pernah punya
pacar?”
“Belum
pernah.”
“Aku
tidak akan mengatakan sesuatu yang
buruk, jadi sebaiknya kamu berhenti. Jika kamu bermimpi tentang wanita tanpa
pengalaman cinta yang benar, dan terjebak pada wanita yang hanya tampak baik,
kamu… akan kehilangan segalanya.”
…Apa iya?
“Apa
itu berdasarkan pengalamanmu?”
“Jangan
terbawa suasana. Apa kamu berani
menantangku di saat-saat seperti ini?”
“Tidak.”
“Tapi,
yah, setengahnya tidak salah. Pengalaman teman-temanku juga terlibat di sini.”
......
“Mengapa
kamu peduli padaku sampai sejauh itu?”
“Aku
tidak ingin menambah dua orang yang merepotkan dari kelasku.”
Dengan
menggaruk-garuk kepalanya, Kaneko-sensei
melanjutkan dengan tampak kesal.
“Sepertinya
kamu masih belum sepenuhnya paham, jadi aku
akan menjelaskannya. Kamu menghabiskan uang dengan boros, dan yang kamu biayai
adalah para pria di toko. Kamu akan menjadi sumber daya mereka, dan jika mereka
meminta sesuatu, kamu akan dengan mudah mengiyakan dan menjadi bangkrut. Kamu
tidak bisa menghasilkan uang dengan tubuhmu, dan semua waktu yang seharusnya
kamu gunakan untuk hidup demi masa depanmu akan habis untuknya, sehingga kamu
akan hancur. Ini adalah pola yang umum terlihat pada orang-orang lemah.”
“……Jadi,
kamu bilang aku akan menjadi seperti itu, dan sebaiknya aku berhenti?”
“Apa akhirnya kamu mengerti?”
Yah, aku
mengerti. Apa yang ingin dia sampaikan dan logikanya.
“Jadi,
maksudmu Miura-san adalah tipe Jiraikei,
ya? Karena dia berpenampilan seperti
itu.”
“Iya.
Sepertinya dia bekerja di tempat yang tidak baik. Untuk menjawab pertanyaanmu
sebelumnya, aku memberi tahu Miura tentang hal ini sebagai peringatan.”
“………”
Hal ini
berbeda dengan kekhawatiran Agena
padaku.
Miura-san
sepertinya dicemooh karena dianggap bekerja di tempat yang tidak baik.
“Miura-san
bukan orang seperti itu. Dia──”
“Ah,
sudah, sudah.”
Dengan
melambaikan tangan, ia memotong
penjelasanku.
“Tidak
ada gunanya mendengarkan orang yang keras kepala.”
“Jadi,
apapun yang aku katakan, semuanya
sia-sia, ya.”
“Iya.
Tapi, kamu akan segera mengerti. Kamu akan berterima kasih padaku, jadi jangan
khawatir.”
“Begitu
ya.”
…Jadi begitu
rupanya, ya. Ia
tidak mau mendengarkan penjelasan pihak lain dulu.
“Jadi,
kamu ingin aku menjauh dari Miura-san?”
“Begitulah.”
Kaneko-sensei
mengangguk besar. Sepertinya dia puas karena aku mengerti.
Oleh
karena itu, aku perlu bertanya sesuatu.
“Ngomong-ngomong,
apa yang terjadi jika aku tidak mematuhi itu?”
Saat aku
bertanya, alis Kaneko-sensei berkedut
sedikit.
Mungkin ia
mulai merasa kesal, jadi ia
menghela napas besar.
Lalu ia
menggelengkan kepalanya, seolah sedang berpikir dua kali.
“Kupikir
aku sudah menjelaskan dengan baik kepadamu tadi.”
Ia tersenyum
tipis dan melanjutkan.
“Pembicaraan
tentang rekomendasi itu ada di tanganku.”
“……Apa ini ancaman?”
“Oi, oi, ini
hanya kekhawatiran seorang guru, oke?”
Begitu
rupanya, aku memahami dengan lebih jelas.
Ini benar-benar
cerita klasik yang menarik. Keterampilan untuk
tidak menimbulkan masalah dari kelas.
Tampaknya
guru populer yang sangat dihormati di sekolah itu akan melakukan apa pun.
Dan
dengan menggunakan kekuatan itu untuk menekan hal-hal yang menyusahkan, ia
mungkin bisa menjaga agar masalah tersebut tidak menjadi masalah sampai
sekarang.
Hal tersebut
mungkin seharusnya patut dipuji,
asalkan bukan oleh orang yang terlibat.
“Baik, aku mengerti.”
“Hmm.
Jika kamu sudah mengerti, pembicaraan ini sudah selesai.”
Aku pun
berdiri setelah Kaneko-sensei melambaikan tangannya seolah mengisyaratkanku untuk pergi.
Saat aku
menoleh, terlihat sosok yang melambai di luar jendela. Karena ada tangan yang terlihat, jadi itu bukan Agena.
Ketika
aku membuka pintu, seorang siswi masuk lebih cepat daripada aku keluar.
“Sensei,
aku datang untuk bermain~!”
Dia
adalah teman sekelasku. Gadis yang selalu berada di sekitar
Kaneko-sensei.
“Oh.
Jadi, Maizono, cepatlah kembali.
Dan jangan mengejar Miura.”
Tanpa
menjawab suara Kaneko-sensei, aku keluar dari ruang bimbingan siswa.
Setelah menutup
pintu, aku menghela napas.
Akhirnya,
aku mengerti satu hal.
“Oh,
jadi ini yang disebut 'hak', ya.”
Hal
yang dikatakan Miura-san. Dia tampak kesepian.
Serta “gangguan” yang menimpaku.
Harga
yang harus dibayar agar dia bisa hidup lebih mudah setelah sebelumnya memiliki kehidupan yang sulit.
“……”
Rasanya
mulai membuatku kesal, ya?
“Jika
Miura-san harus mengalami kesulitan lagi, dan aku tidak diizinkan untuk
terlibat dalam hal itu… maka aku juga punya rencanaku sendiri.”
Jika aku
diremehkan, aku akan membalasnya.
Meskipun lawanku adalah guru, ia masih sama-sama
manusia.