Kimizero Jilid 8 Bab 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2

 

 

Aku masih perjaka saat musim panas di tahun ketiga universitasku berakhir. Aku tidak pernah menyangka situasi seperti ini akan menimpaku sejak awal liburan musim panas.

Meski perasaanku belum sepenuhnya tertata, tapi kehidupan sehari-hari terus berlalu.

Tidak lama setelah kuliah dimulai, akhirnya acara makan malam keempat orang—Kujibayashi-kun, Kurose-san, aku, dan Luna— terlaksana.

Acara makan malam tersebut dilaksanakan pada malam Minggu di akhir September, pukul 8 malam.

Mengingat Luna yang sibuk bekerja dan membantu pengasuhan adik kembarnya, menyesuaikan jadwal kami semua memakan waktu sehingga sedikit terlambat dari yang kuduga.

Tempat makan yang dipilih adalah restoran di dekat stasiun Ikebukuro. Sepertinya Kurose-san yang memesankan tempat itu secara online.

Karena Kujibayashi-kun memberitahuku kalau ia tidak ingin langsung ke restoran sendirian, jadi kami bertemu di depan Ikebukuro di basement stasiun.

Saat aku tiba 5 menit lebih awal, Luna dan Kurose-san sudah ada di sana.

Ah, Ryuuto! Katanya aku boleh langsung pulang dari kerjaanku, jadi kami sudah sampai lebih awal.

Begitu, kerja bagus.

Saat aku hendak mengecek ponsel untuk mencari kabar Kujibayashi-kun, aku merasakan kehadiran seseorang di belakangku.

Ketika aku berbalik, ternyata Kujibayashi-kun sedang berdiri tepat di belakangku, seperti bayanganku.

Woaaah, kamu bikin kaget saja!

Ah, jangan-jangan ia orang 'Waku' itu?

Luna yang  menyadarinya langsung bertanya padaku.

“Lebih tepatnya 'Daku'.

Setelah aku membenarkannya, aku memperkenalkan Kujibayashi-kun.

Ia adalah teman universitasku, Kujibayashi-kun.

Aku sudah dengar tentangmu dari Ryuuto! Namaku Luna, pacar Ryuuto. Senang berkenalan denganmu!

“Kalau Kurose-san, ini sudah pertemuan kedua kalian, ‘kan? Karena kalian satu jurusan, jadi mohon bantuannya hari ini.

Tentu, senang bertemu denganmu.

Luna dan Kurose-san tersenyum ramah, tapi Kujibayashi-kun hanya...

...

Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, hanya menundukkan kepalanya dengan malu-malu.

...

Karena suasana jadi sedikit canggung, kami pun berjalan meninggalkan stasiun untuk menuju restoran. Kurose-san yang sudah hafal lokasinya, berjalan di depan bersama Luna yang mengobrol.

Apa si kembar Shirakawa sudah jadi lebih tenang belakangan ini?

Iya, memang. Dibandingkan dengan dulu, aku merasa lega sekarang mereka tidak sembarangan menangis lagi. Yah karena mereka sudah bukan bayi lagi...

Sekarang mereka sudah berusia 2 tahun 3 bulan ya. Rasanya cepat sekali.

Iya, benar banget. Kalau diingat-ingat, memang waktu itu masih masa-masa sulit. Tapi kalau dibandingkan 1 bulan lalu, 2 bulan lalu, sekarang jauh lebih mudah.

Begitu ya, ternyata memang begitu.

“Kita berdua ‘kan dulunya adik, jadi maish tidak paham. Tapi waktu aku menceritakannya kepada Onee-chan, dia bilang 'Iya, memang begitu!' lalu mengancam, 'Tapi setelah itu akan ada masa bandel yang menyebalkan, lho!'

...Aku sendiri juga tidak bisa melakukan pembicaraan yang wajar seperti itu... Hanya mendengarkan keluhan saat dia mabuk..."

Ah iya, memang ada pasang surut. Apalagi Onee-chan cenderung manja kepada Maria sekarang. Tapi syukurlan, dia bisa kembali bekerja seperti biasanya.

Onee-san sepertinya sudah mulai kembali bekerja sejak sekitar seminggu yang lalu, jadi dia tidak lagi hidup berantakan dan semaunya seperti sebelumnya. Syukurlah.

Iya, benar. Ibu, Luna, aku, dan Bibi Tae bergantian menjaganya selama 24 jam penuh selama seminggu. Itu memang sangat berat.

Wah, beneran banget! Kita bahkan melibatkan Ryuuto juga. Terima kasih banyak ya.

Itu sangat membantu.

Saat mereka berdua menoleh ke arahku, aku tersenyum kecut mengingat kejadian itu.

Ah, aku senang bisa membantu...

Meskipun sebagian besar hanya sekedar menjaga, jika itu bisa memberi ketenangan, berarti hari-hari aneh itu tidak sia-sia.

Sementara kami mengobrol, Kujibayashi-kun berjalan sendirian di belakang kami, kepalanya tertunduk. Di trotoar stasiun saat jam makan malam, ada banyak orang berlalu-lalang, membuatnya terlihat seperti orang asing.

...Ku-Kujibayaashi-kun!

Aku sedikit menjauh dari Luna serta Kurose-san dan berjalan mendekat ke sampingnya, yang agak tertinggal dari yang lain.

Kenapa kamu berjalan jauh di belakang?

...Aku tidak pandai mengobrol dengan para gadis.

Tapi setidaknya dekat-dekat saja. Rasanya aneh, tau?

“Di mata orang-orang awam, rasanya emang aneh jika sosok perjaka sepertiku berjalan bersama para gadis yang begitu bersinar itu.

Tapi orang lain tidak akan tahu kamu perjaka atau tidak!

Bukankah Dikau juga bisa melihatnya?

Jangan ngomong yang aneh-aneh!

Selagi kami berbicara hal seperti itu, kami tiba di restoran tempat acara makan malam.

Ini adalah izakaya bergaya Jepang tradisional, letaknya berada di lantai 6 gedung dekat stasiun. Pencahayaan lembut seperti lampion salju memberi suasana hangat di ruangan yang dipenuhi bilik-bilik ala igloo di kedua sisi.

Kami diantar ke salah satu bilik tersebut.

Wah, cantiknya! Kamu memang suka tempat-tempat seperti ini ya, Maria.

Luna berseru takjub ketika melihat interior ruangan. Meski tidak ada pintu, sisi-sisi bilik memberikan suasana tersembunyi.

Aku suka melihat-lihat restoran mewah di Instagram. Aku punya banyak yang sudah aku tandai.

Sambil mengobrol, Luna dan Kurose-san duduk berdampingan, sementara aku dan Kujibayashi-kun duduk di hadapan mereka. Sepertinya ini memang posisi 'kencan buta' yang lazim di kalangan orang Jepang.

““““Bersulang!””””

Begitu minuman datang, Luna dengan riang menyambut dan acara makan malam pun dimulai.

Wah, ini enak sekali!

Iya, benar.

Luna, yang sedang bersenang-senang dengan Kurose-san sambil menikmati hidangan pembuka tahu wijen, memandang ke arah Kujibayashi-kun.

“Aku mendengar kalau Maria dan Kujiayashi-kun kuliah di tempat yang berbeda tapi jurusan kalian sama, ya?

Ah, iya benar, sastra Jepang.

Karena Kujibayashi-kun tidak menjawab, jadi akulah yang menjawabnya.

Kujibayashi-kun berencana melanjutkan sekolah pascasarjana untukg meneliti Mori Ougai, loh.

Wah~ hebat banget! Mori Ougai... rasa-rasanya seperti pernah dengar! Tapi dia itu siapa!?

Dia sastrawan ternama pada zaman Meiji, penulis 'Maihime' yang ada di buku pelajaran sewaktu kita masih SMA dulu.

“Memangnya yang begituan ada ya? Hmmm~ aku lupa soal pelajaran sewaktu SMA ketika sudah lulus.

Aku tersenyum masam melihat tingkah Luna, lalu mengalihkan pembicaraan ke Kurose-san.

Kalau kamu bagaimana, Kurose-san? Kalau tidak salah kamu pernah mengikuti seminar tentang sastra modern, ‘kan? Skripsian nanti mau menulis apa?

Aku sih memilih Natsume Soseki.

Ah, aku tahu kalau yang itu! Bukankah dia penulis yang menulis tentang cerita kucing? Karena penulis yang suka kucing pasti baik orangnya, jadi kurasa Soseki juga begitu... eh, apa aku salah?

Luna berbicara dengan wajah yang polos sehingga membuat aku dan Kurose-san tertawa.

Benar, dia penulis 'Aku Kucing'.

“Ngomong-ngomong soal kucing, Luna, apa kamu tempat seperti kafe kucing di Nanja Town?

Eh, aku tidak tahu! Aku mau pergi!

Kayaknya hari ini sudah tutup, tapi lain kali kalau aku ke Ikebukuro kita bisa ke sana bareng.

Oke, oke! Kamu memang serba tahu ya, Maria!

“Sewaktu SMA dulu, aku sering ke sana bareng Akari-chan, karena ada kerjasama dengan idola kami.

Ah begitu toh!

“Karena kamu menyukai kucing, Luna, jadi aku ingat ingin memberi tahu tentang itu, tapi aku selalu melupakannya.

Terima kasih! Oh iya, ngomong-ngomong soal kucing, di Okinawa juga ada kucing yang super lucu di tempat yang bernama Umikaji Terrace...

Luna langsung membuka ponselnya dan mulai menunjukkan beberapa foto kepada Kurose-san. Sebagai kakak-beradik kembar yang akrab, mereka selalu punya topik pembicaraan yang tidak ada habis-habisnya.

Ketika aku memperhatikan Kujibayashi-kun yang ada di sampingku, ia makan dalam diam. Minumannya teh oolong, jadi tampaknya dia tidak sedang mabuk dan menjadi ceroboh.

Sepertinya dia tidak berniat bergabung dengan obrolan Luna dan Kurose-san, ia malah duduk bungkuk seperti kucing.

Lalu, seakan-akan menyadari keadaan Kujibayashi-kun, Luna tiba-tiba ke arah kami.

...Kalau dipikir-pikir, nama Kujibayashi-kun thu nama yang sangat jarang ya. Kalau Ryuuto tidak memberitahuku, aku pasti akan membacanya 'Kujirin'!

Aku ingin memprotes, jadi kamu bisa membaca 'Kuji', tapi salah membaca 'Hayashi' yang salah!, tapi aku tidak bisa menyuarakan kritik selucu itu.

Luna memang punya selera yang unik, bahkan nama belakangku  dibacanya salah sebagai ‘Kuwashima’. Jadi, aku bisa mengerti.

“.....

Kujibayashi-kun menghentikan tangannya yang sedang makan, lalu mengalihkan pandangan ke atas dan bawah, tampak kebingungan. Sepertinya dia tidak tahu harus merespons bagaimana.

Hei, boleh aku memanggilmu dengan panggilan 'Kujirin'?

...Eh?

Ketika ditanya begitu oleh Luna, Kujibayashi-kun mulai angkat bicara untuk pertama kalinya hari ini.

Matanya yang tersembunyi di balik kacamata bingkai hitam bergerak-gerak gelisah, lalu ia membuka mulut dengan pasrah.

...Silakan panggil sesukamu...

Nada bicara Kujibayashi-kun yang tidak lagi berbentuk bahasa formal menunjukkan ia sedang sangat gugup.

“Horeee! Salam kenal, Kujirin!

...

Kujibayashi-kun tampak tersipu. Seperti yang diharapkan dari Luna... Tapi di satu sisi, aku juga merasa sedikit rumit ketika melihat pacarku mulai begitu dekat dengan laki-laki lain di depanku meskipun ia adalah temanku sendiri.

Untuk mengubah suasana hatiku, aku menenggak habis sisa bir tinggi yang kuminum, lalu memesan gelas kedua.

Acara makan malam itu pun berlanjut dengan Luna sebagai yang paling banyak bicara. Setidaknya pembicaraan tidak pernah tersendat, tapi kesempatan Kujibayashi-kun dan Kurose-san untuk saling berinteraksi masih sulit datang.

Kujibayashi-kun memang langsung menarik diri ke dalam cangkangnya begitu tidak ada yang mengajaknya bicara. Bahkan berempat pun sulit untuk membuat ia ikut dalam percakapan.

Karena aku minum terlalu cepat, tidak sampai satu jam aku sudah harus ke toilet.

“Maaf, aku mau ke toilet dulu sebentar.

Saat aku mengatakan itu dan beranjak dari kursi, entah kenapa Kujibayashi-kun juga ikut berdiri.

Eh? Kenapa?

...Daku juga, ingin... buang air kecil.

Oh, kalau begitu kau duluan saja. Mungkin hanya ada satu toilet, jadi aku akan menunggu di sini.

Saat aku hendak kembali ke kursi, tiba-tiba Kujibayashi-kun mencengkeram erat lenganku. Ia menggelengkan kepala dengan wajah sangat serius. Tampaknya ia ingin agar kami pergi bersama-sama.

Barulah aku mengerti maksudnya. Tenyata itu bukan karena ia ingin ke toilet, tapi karena dia tidak tahan berada sendirian di ruangan semi-privat itu bersama dua gadis.

Mau bagaimana lagi, kami pun akhirnya pergi ke toilet bersama. Tapi karena toiletnya hanya satu, jadi kami menggunakannya secara bergiliran. Setelah aku selesai, aku menunggu Kujibayashi-kun di dekat pintu.

Ngomong-ngomong, kesempatan seperti ini bagus lho, jadi ada baiknya kalau kamu mengobrol lebih banyak dengan Kurose-san. Kelihatannya kamu tertarik padanya, kan?

Aku bisa memahami perasaan Kujibayashi-kun, jadi aku tidak bermaksud mengatakan sesuatu yang jahat. Hanya saja, meski kami sama-sama kurang percaya diri, aku sudah cukup lama berpacaran dengan Luna sehingga secara mental aku sudah cukup 'normal' sebagai seorang pria, jadi tingkah laku Kujibayashi-kun membuatku sedikit tidak nyaman.

...Tapi bukankah keberadaan orang seperti Daku yang masih perjaka pasti sangat mengganggunya?

Kalau benar-benar mengganggu, mereka tidak akan mengajak makan bersama kan? Kurose-san sendiri yang menginginkan acara makan malam ini, loh? Aku yakin kalau dia ingin berteman denganmu, Kujibayashi-kun.

...

Saat aku mengatakan hal itu dengan tegas, kali ini Kujibayashi-kun hanya terdiam dengan wajah memerah. Seberapa polos dirinya.

Tapi, seorang gadis cantik seperti dirinya bisa menerima seseorang sepertiku...

“Sudah kubilang dia tidak bisa melihatnya!

Tapi aku bisa melihatnya...

Makanya, jangan pakai perkataan aneh begitu!

Setelah mengatakannya, aku tiba-tiba mendapat ide.

...Oh iya, bagaimana kalau kamu coba melepas kacamatamu?

Ketika mendengar usulanku, Kujibayasshi-kun mengerutkan kening dengan bingung.

...Apa yang kamu katakan?

Kujibayashi-kun, matamu lumayan rabun, ‘kan? Kalau kamu melepas kacamatamu, kurasa kamu takkan bisa melihat Kurose-san sebagai gadis cantik lagi, jadi kamu bisa lebih nyaman bicara dengannya.

...

Kujibayashi-kun tampak kebingungan, tapi sepertinya tak ada ide lain yang lebih baik, jadi ia menuruti saranku dan melepas kacamatanya, lalu menyimpannya di saku.

...Bisakah daku memegang bahumu untuk berjalan kembali ke tempat duduk? Karena penglihatan daku sangat kabur.

Eh, se-separah itu!? Kacamatamu minus berapa?

Nilai terakhir yang diukur adalah 0,02 di mata kiri...

“Separah itu!?

Sebagai orang yang belum pernah melakukan koreksi penglihatan, aku tersentak. Rupanya pemandangan di hadapan Kujibayashi-kun jauh berbeda dengan yang kulihat.

Pada akhirnya, aku membantu Kujibayashi-kun yang tidak memakai kacamata untuk kembali ke tempat duduk kami di ruang semi-privasi.

 

Kujirin!?

Luna membelalakkan matanya saat melihat kami kembali.

Kacamatamu kenapa?

Sepertinya itu terjatuh dan rusak.

“Apa kamu baik-baik saja? Lho kok, wajahmu jadi kelihatan bagus banget!?"

Dia berseru dengan bersemangat, lalu mengguncang-guncang bahu Kurose-san.

Hei, Maria!? Kamu juga setuju, ‘kan?

Luna menatap muka Kurose-san dengan tatapan yang seperti menyiratkan sesuatu, dan Kurose-san tampaknya menangkap isyarat itu, lalu tersenyum sedikit geli.

...Orang tidak hanya dinilai dari wajahnya saja, tau.

Meski begitu, ekspresi Kurose-san menunjukkan dia tidak memandang buruk Kujibayashi-kun yang tidak memakai kacamata.

Efek dari tidak memakai kacamata juga terlihat pada Kujibayashi-kun sendiri. Saat dia menjawab pertanyaan, pandangannya cenderung menunduk, namun kini dia lebih sering menatap Kurose-san secara alami.

Meski demikian, Luna masih tetapp mendominasi pembicaraan, bahkan berkali-kali memuji Kujibayashi-kun sebagai benar-benar ganteng!, membuatku kembali merasa kurang nyaman.

 

Saat aku pergi ke toilet untuk kedua kalinya, kali ini Kujibayashi-kun tidak ikut. Sepertinya dia sudah cukup nyaman dengan Luna, jadi memilih tinggal bersama mereka bertiga daripada ikut bersamaku lagi.

Setelah selesai dan keluar dari bilik, tiba-tiba Luna sudah berdiri di sana.

Ah, Ryuuto!

Luna mendekatiku di lorong sempit yang menuju toilet, seolah-olah dia sedang menungguku.

Setelah berhasil memastikan bahwa toilet masih terpisah antara laki-laki dan perempuan, aku bingung kenapa dia di sini.

Aku berpikir membiarkan mereka berdua sebentar, makanya aku juga ke sini.

Dia berbisik, lalu menatapku dengan kepala sedikit miring.

Kamu kenapa, Ryuuto? Sejak tadi kelihatannya tidak bersemangat, ada apa?

Bukan apa-apa...

Meski awalnya menjawab singkat, karena pengaruh alkohol, akhirnya aku tak bisa menahan diri untuk tidak berbicara.

...Hanya saja, kurasa Luna terlalu akrab dengan Kujibayashi-kun, memanggilnya dengan nama panggilan dan memuji dia tampan terus.

Eh?

Luna membelalakkan mata dengan kaget.

...Apa jangan-jangan, kamu cemburu?

Karena suasananya begitu canggung, aku jadi tidak bisa menjawabnya, tapi Luna langsung berseri-seri.

Wah, senang sekali! Ternyata kamu masih cemburu padaku!

...

Bagaimanapun, berbeda denganku, masa depan Kujibayashi-kun sudah hampir pasti, dia rajin, dan tampan... Memikirkan itu saja membuatku malu untuk mengakui perasaan tidak nyaman ini pada temanku sendiri.

Tapi kan, setelah kacamatanya dilepas, ternyata bentuk matanya dalam, hidungnya mancung, wajahnya terlihat rapi sekali. Kamu juga setuju kan, Ryuuto?

...

Memang aku juga berpikir begitu, karena itulah aku merasa tidak nyaman. Karena aku tahu sendiri wajahku tidak bisa dibilang tampan, jadi saat pacarku memuji-muji penampilan pria lain dengan antusias, meski ia teman dekatku, rasanya... tidak enak.

Ini pertama kalinya Luna begitu terbuka memuji penampilan laki-laki selain aku, jadi rasanya seperti perasaan baru yang asing.

Sementara aku tenggelam dalam pikiranku, tiba-tiba Luna menatapku dan berkata,

Tapi, menurutku Ryuuto yang paling keren kok.

Eh...!?

Kenapa kamu terlihat kaget begitu? Memang ada orang-orang yang kupikir ganteng, tapi itu berbeda dengan menyukai seseorang sebagai laki-laki kan? Orang yang kusukai lah yang paling keren bagiku.

...

Kalau itu benar, aku senang sekali. Tapi kenyataan bahwa aku harus membiarkan pacarku sendiri yang mengatakannya membuatku merasa rendah diri.

Aku juga memuji-muji Kujirin karena ada alasannya. Aku ingin Maria juga menyukainya, kan biasanya cewek jadi tertarik sama cowok yang dipuji temannya.

Kalau dipikir-pikir, aku memang pernah dengar penjelasan seperti itu sebelumnya. Sepertinya itu dari Yamana-san atau Tanikita-san, salah satu dari teman perempuan yang dekat denganku.

Lagipula, wajar saja kalau aku dekat dengannya, ‘kan? Karena ia teman berharga Ryuuto. Sebagai pacarmu, aku juga ingin berteman baik dengannya.

Cara berpikir orang normies seperti itu memang tidak terlalu kupahami, tapi secara umum bisa dimengerti.

Nah, kalau Maria juga mulai menjadi akrab dengannya, mungkin suatu hari mereka bisa pacaran... Ah, mungkin terlalu cepat sih, tapi ada kemungkinan kalau Kujirin bisa jadi adik ipar kita nanti, ‘kan?

I-Itu sih terlalu cepat, tau...

“Masa?

Habisnya, mereka berdua belum sampai ke tahap itu sama sekali."

Jika Kujibayashi-kun sampai mendengar obrolan seperti ini, dengan sifatnya yang polos, bisa-bisa ia langsung jadi panik.

Pada saat itu, ada orang yang datang ke toilet, jadi kami berdua kembali ke tempat duduk.

Tak disangka-sangka, ternyata Kujibayashi-kun sedang berbicara dengan lancar bersama Kurose-san.

...Apa kamu mengetahui bahwa Natsume Soseki dan Mori Ogai pernah tinggal di rumah yang sama di Sendagi pada waktu yang berbeda?

Sejenak aku berpikir, mungkin itu karena efek melepas kacamatanya? Tapi tidak, ini sama seperti saat Kujibayashi-kun membahas Mori Ogai. Sepertinya Luna yang pergi meninggalkan mereka berdua, membuat Kujibayashi-kun jadi merasa canggung dan berusaha membicarakan pengetahuannya.

Ruangan semi-privasi sekarang ini disebut meniru model 'Kamakura', tapi Natsume Soseki adalah salah satu penulis yang dekat dengan Kamakura.

Penulis Kamakura...?

Istilah itu digunakan untuk merujuk pada para sastrawan yang memiliki kaitan dengan Kamakura. Soseki memilih Kamakura sebagai tempat penyembuhan bagi dirinya dan istrinya, dan sering mengunjunginya.

Ah, jadi 'Kamakura' itu nama tempat ya.

Kurose-san hanya bisa menimpali seadanya, berusaha mengikuti pembicaraan Kujibayashi-kun.

“Novel 'Gerbang' merupakan salah satu karya awal Soseki, juga menampilkan Kamakura Utara. Dan dalam novel 'Kokoro', karya terkenalnya di masa akhir, adegan pertemuan 'Sensei' dan 'Aku' berlatar Pantai Kamakura.

Begitu ya...

Hah? Apa sih yang kalian bicarakan? Kok bahasanya aneh gitu?

Luna muncul dan ikut nimbrung, membuat wajah Kurose-san tampak lega.

“Dasar Luna, penggalan novel 'Kokoro' kan pernah ada di buku pelajaran Bahasa Jepang SMA, tau?

Ah iya ya, kayaknya aku pernah membacanya... Tapi apa isinya memang begitu ya?

“Ya, wajar saja kalau kamu melupakannya.

Kujibayashi-kun juga tampak lebih santai berbicara dengan Luna dibandingkan dengan Kurose-san. Jadi ia menoleh ke arah Luna dan mulai berbicara.

Bagian yang sering dikutip di buku pelajaran itu biasanya 'Sensei dan Surat Wasiat' di akhir cerita, jadi adegan awalnya jarang sekali dibahas.

Wah, keren banget kamu bisa tahu soal itu!

Sepertinya karena respon Luna yang cekatan, penjelasan Kujibayashi-kun tak mau berhenti.

Jadi, Natsume Soseki...

Melihat ekspresi Kurose-san yang tampak bosan, aku memutuskan untuk tidak menanggapi lagi dan hanya mengamati.

Ah, sebentar lagi waktunya untuk pesanan terakhir, apa ada yang mau dipesan lagi?

Aku memanfaatkan kesempatan untuk berbicara dengannya, dan akhirnya mampu memaksa Kujibayashi-kun untuk menghentikan sesi ceramahnya.

Ah, kalau begitu aku mau pesan dessert saja deh! Nah, kalau kamu mau pesen apa, Maria?

Hmm, kue teh hijau kayaknya enak tuh.

Iya bener! Wah, ada mochi juga ya! Khas Jepang banget!

Luna dan Kurose-san mulai membicarakan menu dessert dengan bersemangat.

Tapi di tengah-tengah itu...

“Ngomong-ngomong soal mochi...

Tiba-tiba Kujibayashi-kun ikut menyela pembicaraan para gadis.

Itu adalah salah satu makanan kesukaan Natsume Soseki yang gemar memakan makanan manis.

“Hee~ apa iya?

Luna yang baik hati menimpali dengan antusias, mengalihkan perhatiannya dari menu.

Terutama mochi dari toko lama di Ginza, 'Kuya', yang sering diceritakan dalam karyanya 'Aku Kucing' itu...

Wah, begitu ya!

Aduh, hentikan Kujibayashi-kun! Jangan buat suasananya jadi seperti acara kuis pengetahuan umum lagi!

Aku menangis dalam hati. Aku ingin mendukung percintaan temanku, tapi ini sama sekali tidak membantu. Bahkan aku sebagai pria, apalagi Kurose-san yang baru pertama kali bertemu, pasti juga jadi agak canggung dengan situasi ini. Fakta bahwa Kujibayashi-kun terus berbicara tentang Mori Ogai selama dua jam tadi juga menjadi masuk akal.

Pada awalnya ia selalu diam, tapi sekali topiknya sudah di bidang kepakarannya, dia jadi tak bisa berhenti. Pemandangan itu seperti melihat diriku di masa lalu, sehingga itu membuatku sedih.

Aku ingin ia menyadari ekspresi Kurose-san yang tampak terpaku itu.

Saat aku hendak mencoba menghentikan Kujibayashi-kun...

...Hm?

Ada sesuatu yang mengenai lututku, membuatku refleks menghindar. Tapi benda itu terus mengikuti dan mengenai lututku.

Aku mengintip ke bawah meja, dan ternyata itu adalah jari kaki Luna.

...!

Dia melepas salah satu sandalnya dan menggunakan jari-jari kakinya yang telanjang untuk menyolek-nyolek lututku.

Saat aku menatap ke arah Luna, dia melontarkan senyuman nakal, seolah-olah dia sengaja melakukannya.

Lalu, dia dengan mahir menggerakkan jari-jari kakinya untuk menggelitik lututku.

...Hei...!

Aku hampir saja dibuat tertawa karena geli, tapi Luna meletakkan jari telunjuk di bibirnya, memberi isyarat “Ssshht” sembari mengalihkan pandangannya ke arah Kurose-san dan Kujibayashi-kun yang sedang berbicara.

Sepertinya dia ingin memintaku untuk tetap diam karena mereka sedang bicara.

Soal makanan kesukaan Soseki, ada cerita terkenalnya saat dia menemukan selai stroberi di Inggris...

Pihak yang berbicara hanyalah Kujibayashi-kun, tapi pandangannya lurus ke arah Kurose-san, dan Kurose-san juga mendengarkan dengan seksama.

Sementara itu, di sampingnya, aku mendapat siksaan dari jari-jari kaki Luna di lututku.

“.....

Sanksi hukuman macam apa ini.... tidak, aku bahkan tidak bisa membedakan apa ini hukuman atau hadiah.

Melihatku yang terus saja terdiam, Luna perlahan menggerakkan jari-jari kakinya menaiki paha.

...!?

Bukannya itu terlalu berlebihan...? Karena terlalu panik, jadi aku berusaha mendengar percakapan Kurose-san dan Kujibayashi-kun demi mengalihkan perhatianku dari jari kaki Luna.

...Jadi, sepertinya itu semua hal yang sudah kamu ketahui dengan baik jika kamu sebagai pakar Soseki...

Setelah mendengar perkataan Kujibayashi-kun, Kurose-san menunduk dengan ekspresi tertekan dan murung.

Ketika aku ikutan menunduk, pandanganku tertuju pada jari-jemari kaki Luna yang putih dengan cat kuku merah menyala.

...Itu sama sekali tidak benar. Aku bahkan tidak tahu hal-hal yang kamu sebutkan tadi. Aku memang kurang belajar...

Kalau begitu, apa topik pembahasan skripsianmu tentang Soseki?

...Aku ingin membahas kemungkinan pernikahan kembali 'Istri' dan 'Aku' setelah Sensei meninggal di dalam novel 'Kokoro'. Tapi aku bahkan lupa kalau latar ceritanya di Kamakura...

Mendengar itu, Kujibayashi-kun hanya bergumam Hmm.

Aku terpaksa batuk-batuk untuk menyamarkan suara Nngh yang keluar dari mulutku karena jari-jemari Luna semakin mendekati selangkanganku.

“...Jika memang begitu masalahnya, apa kamu sudah membaca buku karya Ishihara Chiaki?

Eh?

Belum ya? Kalau begitu, apa referensi awal yang kamu pakai?

Eh... memangnya ada orang lain yang sudah meneliti topik yang sama? Aku hanya merasa begitu setelah membaca 'Kokoro', lalu ingin menulis alasannya...

Itu hanya 'esai'. Jika tidak ada penelitian terdahulu, itu bukan 'skripsi'.

Kata-kata Kujibayashi-kun yang lugas membuat Kurose-san nampak panik.

Aku sendiri sedang berkeringat dingin karena takut kalau tingkah laku Luna di bawah meja ini akan ketahuan oleh Kurose-san dan Kujibayashi-kun.

Tapi, aku kan hanya mahasiswa biasa, tidak punya niatan untuk melanjutkan kuliah S2 apalagi kemampuan seperti itu... Pasti tidak akan bisa mengalahkan hasil penelitian para ahli. Nanti kalau semua sudah diteliti orang, aku tidak akan bisa menulis karya ilmiah lagi, dong?

Tidak juga, Kujibayashi-kun menyela dengan tegas.

Jempol kaki Luna merayap di pangkal pahaku, membuat bulu kudukku merinding dan susah payah menahan gejolak dalam diriku.

Makna menulis itu terletak di dalam dirimu sendiri. Meskipun topik dan sumbernya sama, tapi karena ditulis oleh orang yang berbeda, analisis dan kesimpulannya pasti akan berbeda.

Setelah mendengar itu, Kurose-san menundukkan kepalanya.

...Baiklah, aku akan mencoba baca karya Ishihara Chiaki itu.

Sejauh yang kuingat, hanya itu penulis yang terpikirkan. Tapi mungkin masih ada lagi yang lain. Aku sendiri bukan pakar Soseki.

Saat aku mengangkat wajah, Luna masih menatapku dengan senyum nakal.

...

Kenapa kamu begitu nakal sih!? Padahal ada Kurose-san dan Kujibayashi-kun di sini.

Aku memperhatikan kondoso Kurose-san yang menunduk di sudut pandanganku, sementara di depanku Luna terus menggodaku dengan senyum menggoda, membuatku tidak berdaya dan terangsang.

 

◇◇◇◇

 

Setelah acara makan malam selesai, kami berempat berpisah di depan gerbang tiket stasiun.

Karena aku, Luna dan Kurose-san pulang satu arah, jadi hanya Kujibayashi-kun yang berpisah dengan kami di Ikebukuro.

...Bagaimana menurutmu tentang Kujibayashi-kun?

Aku bertanya ragu-ragu kepada Kurose-san di dalam kereta yang cukup ramai.

...Yah...

Kurose-san tampak murung. Mungkin ada kaitannya dengan fakta bahwa dia biasanya peminum yang kuat, tapi hari ini dia hanya minum sekitar dua gelas.

“Seperti yang diharapkan dari Mahasiswa Houou... Seperti yang kupikir sebelumnya... Kayaknya kami enggak akan bisa jadi teman bicara yang baik..."

Tidak, itu sama sekali tidak benar, kok.”

Aku segera menyela.

Biasanya kami juga enggak membicarakan hal-hal berat kok. Seperti 'Ramennya enak sekali!' atau waktu aku salah memesan 'Bawang putih ekstra ekstra', eh ternyata mereka tambah satu kali lebih banyak dari 'ekstra'!

Aku sendiri juga tidak yakin apakah maksudku akan tersampaikan, tapi memang percakapan biasaku dengan Kujibayashi-kun seperti itu.

Aku tidak mengerti kenapa saat di depan Kurose-san ia malah jadi begitu. Atau lebih tepatnya, karena aku mengerti, itulah yang membuatku resah.

Aku juga merasa kalau pertama kali bertemu seseorang tapi malah diajak membahas Mori Ogai selama dua jam, pasti tidak akan menjadi akrab.

...Pokoknya terima kasih banyak untuk hari ini. Sampai jumpa lagi,

Kurose-san masih terlihat lesu saat kami berpisah di stasiun A.

Aku seharusnya turun di stasiun yang sama dengannya, tapi aku harus mengantar Luna pulang dulu ke rumahnya.

Ketika kami berjalan di stasiun A yang masih ramai dengan orang-orang mabuk, aku menggenggam tangan Luna.

“Luna, soal tadi..."

Aku tersenyum miris, memberi isyarat kalau aku merasa kebingungan. Luna membalas dengan senyum nakal seperti tadi.

“Apa kamu menikmatinya?

...

Aku tidak bisa menjawab karena terlalu malu. Luna kemudian menyandarkan dahinya di bahuku.

...Habisnya, karena Ryuuto cemburu. Aku ingin menunjukkan di depan mereka kalau aku paling menyukaimu, tau?

Saat dia menatapku dengan pandangan memelas, aku bisa merasakan kembali sensasi jari-jari kakinya yang menggoda di pangkal pahaku.

“Luna...

Aku teringat ketika kami berjalan di depan stasiun pada hari melihat bunga sakura di akhir kelas 2 SMA dan menemukan love hotel di dekat stasiun A.

Kalau tidak salah, istirahat sebentar di sana hampir seharga 10.000 yen. Memang harganya masih terasa mahal, mungkin bahkan harganya sudah naik lagi sekarang. Tapi setidaknya sekarang kami mampu membayarnya.

Sayangnya, selama ini kami memang belum pernah merasakan suasana yang mengarah ke sana, jadi aku tidak tahu harus memulai pembicaraan bagaimana.

Aku ingin melakukannya.

Tapi aku tidak bisa mengatakannya.

Hal itu karena aku dulu pernah berjanji aku akan menunggu sampai Luna sendiri yang menginginkannya”. Dan aku tidak cukup percaya diri untuk menuntut keinginanku sendiri.

Sungguh memalukan.

Kalau saja aku bisa mengalami pengalaman pertamaku di Okinawa dulu, mungkin aku bisa sedikit berubah. Tapi aku menyesali kesempatan yang sudah terlewat.

“......

Aku tidak berhak mengomentari Kujibayashi-kun karena aku sendiri juga masih begini.

Saat kami berdua terus berjalan, kami semakin meninggalkan daerah ramai dan masuk ke kawasan perumahan yang sepi.

Gairah yang kurasakan tadi sepertinya hanya bisa kulampiaskan sendiri nanti.

...Bagaimana dengan kabar kakakmu sejak itu?

Aku yang sudah menyerah, mencoba membuka pembicaraan.

Luna terlihat kaget saat mendadak mengubah topik pembicaraan, lalu tersenyum canggung.

Yah, setidaknya dia sudah kembali seperti biasa. Tapi, setiap kali aku meneleponnya, dia masih sering menangis, jadi kayaknya dia masih belum bisa bangkit sepenuhnya...

Setelah mengatakan itu, dia menundukkan dagu, menatap aspal yang ada di bawah.

...Memang tidak bisa dimaafkan. Kenapa sih laki-laki selalu begitu.

Nada bicara yang penuh kesal itu sempat membuatku kaget, karena sekilas kupikir dia mengatakan itu padaku.

Kalau punya keluhan, harusnya ia bilang saja. Meskipun putus, setidaknya ia bisa mengucapkan alasannya dan pergi dengan pantas. Tapi ia malah diam-diam pergi dan bahkan memblokir Line, itu tidak punya empati sama sekali pada orang yang pernah dicintainya.

...Iya, benar...

Untuk bagian akhir jelas tidak ada hubungannya denganku, jadi aku hanya mengangguk kaku.

“Meskipun Onee-chan masih mencintainya, tapi aku malah kesal setengah mati pada pacarnya, 'Rai-kun'. Tiap hari marah, rasanya mau meledak.

Nada bicara rendah itu terdengar murni marah. Wajar, karena ini menyangkut kakaknya yang sangat disayanginya. Aku memperhatikan wajahnya yang tertimpa cahaya lampu jalan, berpikir ini pertama kalinya aku melihat Luna semarah ini sejak SMA.

Kejadian itu saat hari Valentine, sewaktu dia salah paham kalau Kurose-san memberi cokelat untukku... Sepertinya Luna hanya akan marah soal keluarganya.

...Aku penasaran kenapa 'Rai-kun' tiba-tiba menghilang dari hadapan Onee-chan.

Tiba-tiba Luna bergumam.

Kalau tahu alasannya, mungkin Onee-chan bisa melangkah lebih maju. Aku mau memarahinya menggantikan Onee-chan, tapi tidak bisa karena tidak tahu keberadaannya.

Iya... Kalau ia tidak punya pekerjaan tetap, susah melacaknya di tempat kerja. Kecuali kalau pakai jasa detektif...

Aku hanya menjawabnya dengan jawaban secara umum tanpa ada maksud apa-apa.

Tapi Luna di sampingku tiba-tiba tersentak, lalu berhenti berjalan seolah-olah dia baru saja mendapat pencerahan.

Itu dia!

Luna berseru dengan ceria.

“Eh!?”

Dia menatapku dengan sorot mata berbinar.

Terima kasih, Ryuuto! Aku pasti akan menemukan pacar Onee-chan!

Luna dengan bersemangat menyatakan hal itu di jalan kawasan pemukiman yang gelap.

 

 

Sebelumnya |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama