Chapter 2.5 — Obrolan Tongkrongan Antara Akari-chan dan Marimero
Di dalam
sebuah kafe yang berada di gedung fashion di pusat kota, ada dua orang gadis yang sedang duduk berhadapan.
“...”
“...”
Setelah
hening beberapa saat, salah satu dari mereka mengangkat
wajahnya.
“...Akari-chan.”
Mendengar
namanya dipanggil, gadis yang dipanggil “Akari-chan” itu mengangkat wajahnya.
“...Hm?”
“...Lalu,
bagaimana? Apa kamu akan
melahirkannya?”
“...”
Akari-chan kembali menunduk dan terdiam.
Di atas
meja ada dua minuman mereka, serta sebuah foto. Secara keseluruhan gelap,
seperti terkena badai debu, dengan sesuatu yang terlihat seperti bola putih di
tengahnya.
“...Aku
akan melahirkannya.”
Akari-chan menjawab tanpa mengangkat wajahnya.
“Habisnya, tidak ada pilihan lain, 'kan? Jika kamu melihat foto
yang seperti ini...”
Dia melihat
foto di atas meja dan tampak berpikir.
“Setelah
diperlihatkan foto ini... 'Ini
jantungnya', katanya... Aku jadi terharu dan berpikir, ini sudah menjadi
seorang manusia...”
Di situ Akari-chan menunduk sambil menutupi
mulutnya, seperti terbawa emosi.
“Aku
juga khawatir dengan masa depanku bersama Yusuke, dan sangat takut untuk melahirkan, tapi... Aku tidak
bisa menganggapnya tidak ada...”
“Begitu
ya.”
Teman
gadisnya itu tersenyum tipis, lalu mengambil sapu tangan dari tas tangannya dan
menyerahkannya.
“Terima
kasih...”
Akari-chan mengusap matanya dengan
sapu tangan itu.
“Apa kalian
sudah memberitahu orang tua kalian masing-masing?”
“Belum...
Kalau dari keluargaku mungkin masih bisa, tapi kayaknya keluarga Yusuke bakal
marah banget... Tapi aku harus memberitahu mereka di akhir pekan nanti.
Meskipun berat, aku tidak bisa menunda-nunda lagi, karena anak ini terus
tumbuh.”
Akari-chan menjauhkan sapu tangan
dari matanya dan kembali menatap perutnya yang masih datar.
“...Tapi,
hebat ya. Aku tidak pernah menyangka kalau kamu menjadi orang pertama dari
teman-temanku yang menikah, Akari-chan.”
Mendengar
kata-kata temannya yang tersenyum, Akari-chan
juga mengangkat wajah dengan mata memerah.
“Aku juga tidak pernah menyangkanya. Kupikir itu pasti Lunacchi.”
Setelah
mengatakan itu, dia tertawa dan
mendadak menepuk-nepuk tangannya seolah ingin mengubah suasana.
“Ngomong-ngomong,
bagaimana denganmu sendiri,
Marimero? Apa
tidak punya kabar dengan cowok yang lagi PDKT?”
Mendengar
itu, gadis yang dipanggil “Marimero”
itu hanya tersenyum masam.
“Aku
enggak ada... Ah, sebelum musim
panas kemarin sedikit ada, sih.”
“Apa!?
Kok aku tidak pernah tau! Ayo ceritakan!”
“Yah,
karena kita sudah lama enggak ketemu. Tapi enggak terlalu penting juga, kok.”
“Ayolah,
ceritakan!”
Karena Akari-chan terlihat sangat antusias, jadi Marimero terpaksa membuka mulutnya seolah-olah dia tidak punya pilihan lain.
“Aku
menyukai seseorang, tapi... Orang itu adalah seseorang yang tidak bisa aku pacari.”
“Eh, apa maksudmu!? Jangan-jangan selingkuh!?”
“He-Hentikan! Jangan keras-keras!”
Marimero langsung
dibuat panik karena mengganggu pengunjung lain.
“...Aku
tidak berbuat apa-apa. Memang dari awal ia sudah
menikah, kok...itulah sebabnya aku langsung menyerah.”
“Apa dia
menipumu!? Apa dia mendekatimu dengan berpura-pura menjadi lajang!?”
“Tidak. Ia
tidak menyembunyikannya dari awal... Itu sebabnya akulah yang bodoh.”
Marimero
tertawa lemah pada dirinya sendiri. Ketika mendengar
itu, Akari-chan berkata dengan tegas, “Itu enggak benar.”
“Di antara
teman-temanku yang lain, kamu adalah gadis yang
paling pintar, Marimero.”
Mendengar
kata-kata temannya, Marimero
tersenyum sedikit senang.
“...Terima
kasih.”
“Seriusan, aku
yakin kalau Marimero
pasti enggak bakal sampai hamil
sembarangan seperti aku.”
Setelah mendengar
itu, Marimero
tersenyum sambil menunduk.
“...Tapi,
aku merasa iri padamu, Akari-chan.”
Dia
berkata begitu sambil menyipitkan mata, seolah-olah merindukan sesuatu.
“Kurasa,
di dalam hatiku... Aku juga ingin 'tidak sengaja' melakukannya.”
Di bawah
pandangan Akari-chan,
Marimero berkata pelan.
“Entah itu tidak
sengaja, atau kesalahan... Aku ingin bersatu dengan Satou-san...
Pria yang sudah beristri itu.”
Marimero
mengatakan demikian sambil sengaja menghindari pandangan Akari-chan yang terkejut.
“...Karena
menurutku, itulah
yang dinamakan cinta.”
Melihat
temannya yang tersenyum sedih itu, Akari-chan mengerutkan kening.
“Marimero...”
Lalu setelah itu, dia
tiba-tiba mencoba membuat ekspresi ceria.
“Oh iya,
apa tidak ada yang lain? Mungkin
teman laki-laki yang akrab juga boleh, 'kan?”
“Umm...”
Marimero berpikir sejenak, lalu menjawab
dengan enggan.
“Meski tidak
bisa dibilang teman yang akrab...tapi ada seorang laki-laki yang pernah makan
bersamaku dua kali.”
“Eh,
siapa-siapa!? Ia anak mana!?”
Marimero
menjawab sambil tersenyum masam saat Akari-chan terus menanyakannya,
“Teman
kuliah Kashima-kun yang dikenalkannya
padaku. Kedua kalianya saat aku pergi berempat dengan Luna dan Kashima-kun.”
“Wah,
pasti cowok Houou dong!”
“Iya...”
“Bagaimana?
Ganteng?”
“...Yah,
wajahnya memang ganteng, sih.”
“Ehh~
bagus dong! Kapan kencan kalian berikutnya?”
“...Entahlah.
Kayaknya bukan seperti itu.”
“Hah?
Gimana maksudnya?”
“Yah,
kayaknya ia tidak terlalu
tertarik padaku, sih... Dua kali itu cuma
membahas jurusan doang, jadi aku tidak
tahu orangnya kayak apa.”
Setelah mendengar
perkataannya, Akari-chan tampak terkejut.
“Lho?
Mustahil ada cowok yang enggak
tertarik sama Marimero! Itu sama saja seperti orang
Jepang yang nggak suka ayam goreng!”
“Tapi,
liat ini...coba lihat Line ini.”
Marimero mengeluarkan ponselnya dan
memperlihatkan layarnya pada Akari-chan.
Akari-chan
yang sedang menatap layar tampak terkejut.
“Apa, ini
seriusan!?”
“Seriusan
lah.”
“Uwahh……”
Saat melihat
layar itu, Akari-chan
langsung memasang wajah jijik.
“Wah,
yang begini sih memang sebaiknya dihindari.”
Lalu dia
bertanya-tanya.
“...Kok
Kashima-kun bisa berteman sama orang begini, sih? Kashima-kun 'kan orang baik.
Waktu SMA juga, meski ia pendiam
tapi ia justru kelihatan asik. Yusuke, setelah aku mengenalnya lebih dekat saat kami mulai
berpacaran, ternyata ia punya
selera humor yang tinggi dan menyenangkan. Nishina-kun
juga, Nikorun pernah bilang kalau dia suka mengobrol dengannya.”
Marimero mengangguk setuju.
“Iya...
Itulah sebabnya, pasti ada sisi baiknya,
cuma aku belum bisa melihatnya.”
Sambil
menyimpan kembali ponselnya, Marimero
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan bingung.
“Hanya saja,
aku masih belum mengetahuinya....”