Roshidere Jilid 9 Bab 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4 — Dan Kemudian, Masachika Akhirnya Mengambil Keputusan

 

(Sudut Pandang Masachika)

“Apa yang dikatakan Otou-sama memang benar. Pada akhirnya, satu-satunya hal yang bisa aku lakukan sebagai orang yang tidak memiliki bakat adalah... menjalankan peranku sebagai seorang wanita.

Nada suara Yumi saat dia mengatakannya sudah melampaui batas kesedihan dan keputusasaan, suaranya terdengar datar seolah-olah dia hanya menyampaikan fakta.

“Tapi, aku malah menginginkan lebih dari itu dan merasa iri pada orang-orang di sekitarku... Aku tidak bisa menjadi putri yang baik maupun adik perempuan yang manis.

Ada sedikit penyesalan yang pahit dalam suara Yumi saat dia mengatakan itu sambil melihat foto di tangan Masachika.

Aku tidak bisa menjadi istri yang baik, atau ibu yang baik... dan telah menyakiti banyak orang, termasuk dirimu.

Namun, nada bicaranya masih tetap datar, menunjukkan bahwa penyesalan itu telah terkikis oleh waktu yang panjang, menempel erat seperti karat.

Dia pasti terus-menerus merasa menyesal selama ini. Penolakan diri yang berulang kali suatu saat menjadi kenyataan dalam dirinya, sehingga dia tidak lagi merasakan emosi apapun. Terus-menerus tertekan oleh rasa bersalah, namun orang yang seharusnya dimintai maaf sudah tidak ada di sampingnya, dan dia hanya bisa terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri...

(Ah... aku mengerti. Aku seharusnya, mengerti.)

Secara mengejutkan, anehnya Masachika bisa memahami jalan berpikir Yumi.

Dan sekarang, setelah mengetahui semua keadaannya, Masachika bahkan merasa kalau dirinya tidak berhak untuk menyalahkan Yumi. Bagaimana mungkin ia bisa menyalahkannya? Sama seperti Yumi yang tidak bisa menatap putranya yang berbakat, Masachika juga tidak bisa menatap adiknya yang bersinar, jadi ia mengalihkan pandangannya. Alasan hubungan Masachika dan Yuki tidak hancur adalah karena usaha Yuki semata.

(Jika...)

Jika Masachika tidak menyerah pada hubungan keluarganya dengan Yumi, sama seperti yang dilakukan Yuki dengannya. Meskipun dirinya mendapat perasaan iri atau ditolak, asalkan ia terus mengatakan seberapa besar ia mencintai ibunya. Ya, jika ia tidak pernah menyerah dan terus berusaha... apa yang akan terjadi?

(Kurasa aku tidak perlu memikirkannya, ya?)

Hasilnya, Yuki masih bisa mempertahankan hubungan ibu dan anak dengan Yumi sampai sekarang. Namun, Masachika tidak melakukannya. Ia tidak melakukannya.

Hanya secara emosional, Masachika membalas penolakan yang ditunjukkan Yumi dengan penolakan yang lebih besar, tanpa berusaha memahami alasan ibunya melakukan itu.

Pada waktu itu... ketika ditolak oleh Yumi, seandainya saja Masachika bisa sedikit lebih percaya pada ibunya yang lembut.

Maafkan aku, karena menjadi ibu yang seperti ini.

Setidaknya, ia tidak perlu membuat ibunya mengucapkan kata-kata seperti itu.

“Ugh!”

Dadanya bergetar, tenggorokannya tercekik, dan tanpa sadar air mata mulai mengalir deras dari kedua matanya. Masachika bahkan tidak mengetahui penyebab munculnya air mata tersebut.

Entah karena ia merasa sedih dengan masa lalu ibunya, atau mungkin karena kata-kata ibunya yang menyakitkan, atau karena penyesalan atas dirinya yang telah membuat ibunya berkata demikian. Tidak, mungkin karena semua hal itu.

(Tidak benar!)

Kata-kata penolakan bergema dengan kuat di dalam kepalanya. Masachika berusaha sekuat tenaga untuk menyangkal kata-kata penyangkalan diri dan permintaan maaf dari ibunya yang sangat ia benci.

(Tidak! Kaa-sama selalu baik! Jangan membuatnya mengatakan kalau dia menjadi ibu seperti ini!!)

Masachika tidak bisa mengingat sosok ibunya yang dulu karena semua itu terhalang oleh kenangan tentang sikap canggung ibunya yang selalu mengalihkan pandangannya. Kenangan tentang ibunya yang selalu menjaga Masachika dan Yuki dengan lembut kini memenuhi pikirannya dan tak bisa berhenti.

Guh, ugh...!

Ia ingin menyangkalnya. Dirinya ingin segera membantah kata-kata ibunya, tetapi paru-paru dan tenggorokanku tidak mau mendengarkan.

Masachika mengertakkan giginya dan menangis tersedu-sedu, sementara ibunya dengan bingung terus meminta maaf berulang kali.

Masachika-san? Maafkan aku. Maafkan aku, ya?

Tanpa mengetahui alasannya, Ibunya tetap mempercayai bahwa dirinya yang salah. Masachika masih bisa memahami bagaimana jalan pemikiran Yumi.

(Ah... persis seperti yang dikatakan Jii-chan.)

Kakek dari pihak ayahnya, Tomohisa, pernah mengatakan bahwa Masachika dan Yumi mirip. Sekarang, ia bisa memahami bahwa kata-kata itu memang benar.

Mereka berdua memang lah mirip. Mereka tersiksa oleh perasaan minder terhadap orang-orang terdekat, berpaling dari orang-orang yang bersinar, dan akhirnya menolak diri sendiri. Semua yang diungkapkan Yumi terdengar tidak asing bagi Masachika.

(Tapi, itu berbeda. Kami...tidaklah sama.)

Masachika memiliki bakat. Oleh karena itu, orang-orang di sekitarnya mempunyai harapan yang tinggi kepadanya, dan ia dikaruniai ayah yang baik hati dan adik perempuan yang selalu berada di sisinya. Namun, Yumi berbeda.

Karena dia tidak memiliki bakat, dia dipandang sebelah mata oleh orang-orang di sekitarnya, dan dia kehilangan ibu dan kakak yang selalu mendukungnya. Setelah kehilangan keluarga yang menjadi sekutunya, orang-orang tamak yang mengincar kekayaan dan keluarga Suou justru datang. Meski begitu, Yumi tidak pernah melarikan diri.

(Sedangkan aku... malah melarikan diri.)

Demi menghindari penderitaan, Masachika melepaskan segalanya dan memilih untuk melindungi dirinya sendiri. Namun, meskipun dia mengalami banyak kesulitan dan ketidakberuntungan, Yumi tidak pernah melarikan diri, dia tidak menyerah, dan terus berusaha melakukan apa yang bisa dia lakukan. Meskipun begitu, upayanya tersebut tidak pernah membuahkan hasil, dan dia menjadi terpukul, hancur, dan kelelahan.

(Tidak, kami sama sekali tidak sama...)

Sejauh ini, sudah berapa banyak orang yang benar-benar memahami dan menunjukkan empati terhadap penderitaan Yumi? Kyoutaro pernah mengatakan bahwa dirinya tidak bisa mendukung Yumi.

Mungkin itu benar. Orang yang memiliki kemampuan tidak bisa memahami penderitaan orang yang tidak mampu. Orang yang kuat tidak bisa memahami penderitaan orang yang lemah. Jika demikian... apa Yumi sebenarnya selalu sendirian?

(Itulah sebabnya... aku juga tidak bisa benar-benar memahami penderitaan ibuku dalam artian yang sebenarnya.)

Karena Masachika adalah orang yang berada di sisi yang mampu. Meskipun begitu... karena Masachika sedikit saja merasakan empati terhadap pemikiran Yumi, pasti ada kata-kata yang bisa diucapkannya. Sama seperti yang dilakukan Alisa padanya ketika dirinya tenggelam dalam jurang penyesalan dan menolak seluruh dirinya.

“Hup.

Masachika sekali lagi menarik napas dalam-dalam untuk mengembalikan kontrol paru-paru dan tenggorokannya, lalu mengusap air mata dengan tisu yang diberikan Yumi, dan mengusap hidungnya. Setelah meminum sedikit teh barley, Masachika merasa kalau pikirannya bisa menjadi sedikit lebih jernih.

...

Ia menatap ke arah angkasa dan sedikit merapikan pikirannya. Setelah itu, Masachika perlahan-lahan mulai berbicara dengan tatapannya mengarah ke atas.

Aku juga... sejak meninggalkan rumah ini, aku terus-menerus merasa menyesal.

Masachika merasakan tatapan Yumi yang tertuju padanya. Namun, tanpa melakukan kontak mata dengan ibunya, ia terus berbicara.

Aku melarikan diri dari rumah ini secara emosional, menyerahkan semua tanggung jawabku kepada Yuki yang sedang sakit-sakitan... Tanpa mempunyai tujuan atau cita-cita, aku hanya menghabiskan keseharianku dengan malas, dan aku benar-benar merasa bahwa aku adalah orang yang tidak berguna.

Masachika masih merasakan hal seperti itu sampai sekarang. Mengingat kembali, ia merasa kalau dirinya menjalani kehidupan yang dipenuhi aib.

Diriku yang sekarang ada karena mengorbankan Yuki. Begitu aku memikirkannya, aku tidak bisa merasa bangga dengan apapun yang aku lakukan... Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menerima diriku sendiri... tapi ketika aku bercerita tentang hal ini kepada Alya, rekanku dalam pemilihan OSIS...”

Di situ, Masachika mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah mata Yumi dan tersenyum tipis.

Dia marah padaku. Dia bilang, jangan menyangkal segalanya, termasuk pertemuan kita’.

Mata Yumi sedikit membelalak. Sejak kapan dirinya terakhir kali menatap ibunya dengan begitu jelas? Sambil memikirkan hal itu, Masachika melanjutkan.

Aku benar-benar berpikir kalau aku menjalani kehidupan yang malas dan tidak berguna... tapi berkat itu, aku bisa bertemu dengan beberapa orang, dan aku menyadari bahwa itu tidak bisa disangkal.

Setelah berhenti sejenak, Masachika dengan tekad bertanya.

“Bukannya ibu juga sama begitu?

Mata Yumi berkaca-kaca. Namun kali ini, dia tidak mengalihkan pandangannya.

Memang benar ibu tidak bisa menjadi diplomat... tapi karena ibu tidak menyerah, sehingga ibu bisa bertemu dengan ayah, kan?

Kemudian Masachika tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke udara, menghadap ke dalam dirinya sendiri, dan perlahan-lahan menyusun kata-katanya.

“Walaupun ada banyak hal yang terjadi, tapi... kurasa aku merasa bahagia sekarang. Itu semua berkat orang-orang hebat yang telah kutemui hingga saat ini.

Masachika mengingat cinta pertamanya, Ma-chan, yang dia temui setelah meninggalkan rumah keluarga Suou. Adik perempuannya yang berharga, Yuki, sering datang menemuinya dengan menunjukkan berbagai ekspresi yang berbeda. Dua sahabatnya, Takeshi dan Hikaru, yang ia temui di Akademi Seirei. Senior dan junior di masa OSIS SMP, serta senior yang dapat diandalkan di OSIS SMA. Dan masih ada banyak orang lainnya. Dan kemudian, rekan pentingnya, Alisa.

Berkat mereka semua, Masachika bisa menjalani hari-harinya dengan tawa. Meskipun dirinya menjalani kehidupan yang malas, tidak berguna dan dipenuhi aib.... tapi itu adalah kenyataan yang tidak bisa disangkal.

Masachika menatap mata Yumi dengan senyuman kecil, dan dengan suara lembut, ia berkata dengan tegas.

“Oleh karena itu, tolong jangan meminta maaf lagi, Bu. Justru akulah yang seharusnya minta maaf karena terus menerus salah paham. Terima kasih telah melahirkanku ke dunia ini... dan terima kasih atas semua pertemuan luar biasa yang kamu berikan padaku.



◇◇◇◇

 

“!!!

Ups.”

Setelah keluar dari kamar Yumi, Masachika terdiam sesaat ketika tatapan matanya bertemu dengan Kyoutaro yang menunggu di koridor. Namun, ia segera mengatur kembali pikirannya, menutup pintu dengan tangan belakangnya, lalu dengan sedikit canggung menyapa.

Jadi Ayah juga datang, ya?

Iya, aku mendapat telepon dari Natsu-san.

“Begitu ya.

Kalau dipikir-pikir, karena Masachika belum menghubungi keluarganya, wajar saja jika ada seseorang yang menghubunginya. Dan merupakan hal yang wajar pula bagi Kyoutaro untuk datang menjemput Masachika setelah menerima kabar tersebut.

Maaf, aku sudah membuatmu khawatir, Ayah.

Masachika menundukkan kepala saat berkata demikian, dan Kyoutaro tersenyum lembut seperti biasanya.

Tidak masalah, kok. Lagipula, memang itulah yang dibutuhkan Masachika sekarang, kan?

Masachika merasa tidak nyaman dengan kepercayaan dan toleransi yang ditunjukkan ayahnya. Seolah-olah bisa merasakan keadaan pikiran putranya, Kyoutaro mengangkat bahunya dan melanjutkan.

Tapi, karena waktunya sudah larut malam, jadi... aku berpikir untuk menginap semalam, bagaimana?

Eh, ah...

Masachika memeriksa ponselnya dan melihat bahwa waktunya sudah lewat pukul 10 malam. Sebenarnya, ini bukan waktu yang terlalu malam untuk pulang... sebaliknya, jika itu Masachika beberapa jam yang lalu, ia pasti akan berusaha pulang meskipun harus memaksakan diri. Namun...

…ya, tidak apa-apa.

Masachika melirik ke arah pintu di belakangnya sebelum mengangguk kecil. Mungkin merasakan sesuatu dari tanggapannya, Kyoutaro mengangguk dengan senyuman lembut dan menunjuk dengan tatapannya ke arah tangga.

Kalau begitu, sepertinya kamar yang pernah digunakan kamu dulu masih kosong, jadi kamu bisa menginap di sana. Aku juga akan melakukannya.

“Ah, ya... kalau begitu, aku akan menginap di sana."

Iya, sampai jumpa nanti.

Baiklah.

Setelah mendengar kata-kata itu, Masachika memahami bahwa ada pembicaraan lain setelah ini, jadi ia hanya menjawab itu dan menuju ke tangga. Ia mendengar Kyoutaro mengetuk pintu kamar Yumi di belakangnya, tetapi ia tidak menoleh ke belakang dan langsung menuruni tangga, di mana ia kebetulan bertemu dengan Natsu.

Ah, Masachika-sama.

…Natsu-san.

Apa pembicaraannya sudah selesai?

Iya, sudah."

Begitu ya, kalau begitu, mari saya antar ke kamar Anda.

Meskipun sebenarnya Masachika sudah tahu tempatnya tanpa perlu diarahkan, tapi dirinya tidak mengatakan hal itu dan mengikuti Natsu.

“Kalau Anda mengkhawatirkan kondisi Yuki-sama, Anda tidak perlu cemas. Saya dan Ayano akan merawatnya dengan baik.

Terima kasih. Mohon bantuannya.

Tidak masalah, ini juga merupakan tugas pelayan.

Sambil berbincang seperti itu, mereka akhirnya tiba di kamar, dan Masachika didesak oleh Natsu untuk masuk. Begitu masuk ke dalam kamarnya yang sudah lama tidak ia gunakan, keadaan kamar tersebut... tetap terjaga dengan rapi seperti beberapa tahun yang lalu.

“Kalau begitu, silakan bersantai. Kamar mandi bisa digunakan kapan saja, dan pakaian ganti yang dibawa Kyoutaro-sama juga sudah ada di sana.

Oh, terima kasih banyak...

“Anda tidak perlu sungkan-sungkan segala. Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu.

Setelah mengucapkan itu, Natsu keluar dari kamar, dan Masachika yang ditinggalkan kembali melihat sekeliling ruangan.

...

Dinding dan furniturnya memiliki warna yang tenang. Di dalam rak bukunya tidak ada buku cerita atau komik, melainkan berbagai jenis bahan ajar. Kamar ini sama sekali tidak mencerminkan sifat anak-anak dan tidak ada permainan sama sekali. Kamar Masachika yang sekarang jauh lebih mencerminkan sifat anak-anak.

…Aku penasaran apa yang dia pikirkan ketika membiarkannya begitu saja?

Dengan dekorasi seperti ini, seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai kamar tamu. Namun, bahan ajar untuk siswa SD dan SMP yang tersisa di rak buku, serta sebuah tangga kecil yang diletakkan di depannya, menunjukkan bahwa kamar ini tidak digunakan dengan cara seperti itu.

Mungkin ini sengaja disiapkan untuk jaga-jaga jika Yuki memiliki anak suatu saat nanti?

Masachika duduk di tepi tempat tidur sambil mengucapkan dugaan yang bahkan sama sekali ia percayai. Secara emosional, dirinya merasa ingin berbaring, tetapi ia ragu untuk bersantai sepenuhnya. Masachika masih belum merasakan bahwa ini adalah kamarnya sendiri.

(Asli deh, itu adalah perkembangan yang sangat cepat...)

Dirinya menghadiri pesta ulang tahun Alisa, menyapa orang tua Alisa. Dan kemudian, secara tak terduga, ia mengungkapkan masa lalunya kepada Alisa, dan setelah itu mengunjungi rumah keluarga Suou, di mana ia berbicara empat mata dengan ibunya setelah beberapa tahun, dan sekarang dirinya menginap di rumah Suou.

Jika aku bilang ini kepada diriku sendiri pagi tadi, aku pasti tidak akan mempercayainya...

Bagaimanapun juga, Masachika masih merasakan kalau semua kejadian itu sedikit tidak nyata hingga sekarang. Kepala Masachika terasa panas, dan seluruh tubuhnya bergetar tidak nyaman. Apa ini karena dirinya menangis, atau karena perkembangan yang mengejutkan ini membuat otaknya kelebihan beban?

“Kurasa itu tidak mengherankan, karena semua itu terjadi dalam beberapa jam saja....

Setelah bergumam seperti itu, Masachika membiarkan rasa lelah yang mengendap di kepalanya menguasai dirinya dan terjatuh ke belakang di atas tempat tidur.

Meskipun terlihat seperti kamar di mana waktu berhenti, tampaknya kamar ini sudah dibersihkan dengan baik, tanpa debu yang beterbangan. Dengan selimut yang lembut dan kasur yang sedikit keras di bawahnya, tubuh Masachika terasa nyaman.

“.....”

Sentuhan seprai yang dingin di lehernya terasa begitu menyenangkan. Sambil meresapi sensasi itu, Masachika menatap langit-langit yang sudah dikenalnya sejak kecil.

“Aku benar-benar sudah kembali ke sini...

Aroma yang familiar. Pemandangan yang dikenal. Sentuhan yang diingat. Semua itu dirasakannya dengan seluruh tubuh Masachika, dan perasaan itu perlahan-lahan meresap ke dalam pikirannya.

Sungguh, hanya dalam beberapa jam, situasinya telah berubah begitu banyak.

(Tapi...)

Itu berarti, jika dilihat dari sudut pandang sebaliknya.

Seandainya saja Masachika mempunyai keberanian untuk melangkah maju, hanya dalam beberapa jam, ia bisa mengubah situasi hingga sejauh ini.

Bahkan dengan ibunya, yang menurutnya akan terus berseteru dengannya, ia bisa memperbaiki hubungan itu dalam waktu kurang dari setengah hari jika dirinya mau.

Tidak... dibilang memperbaiki mungkin terlalu berlebihan.

Masachika pun belum sepenuhnya menghilangkan rasa tidak nyaman terhadap Yumi. Kata-kata permohonan maaf dan terima kasih sebelumnya tidaklah bohong... tidak, seharusnya tidak, meskipun ia memaafkan ibunya secara mental, tapi hatinya tidak serta merta mengikuti. Kesan buruk yang terlanjur tertanam selama bertahun-tahun terhadap ibunya tidak akan mudah hilang.

Dan Yumi pun pasti belum sepenuhnya bebas dari rasa bersalahnya terhadap Masachika. Meskipun orang lain mengatakan tidak perlu meminta maaf lagi, dia bukan tipe orang yang bisa langsung berkata, Oh, begitu? Baiklah, mulai sekarang aku akan bersikap biasa saja. Sebaliknya, dia mungkin berpikir, Apa yang sudah aku lakukan kepada orang yang begitu baik ini? Karena Masachika pun demikian.

(Kurasa, aku hanya bisa berharap kepada ayahku untuk bagian itu...)

Memikirkan ayahnya yang mungkin sedang berbicara dengan ibunya, Masachika merenungkan hal itu dan kemudian memejamkan matanya.

 

 ◇◇◇◇

(Sudut Pandang Kyoutaro)

“Begitu, ya...jadi Masachika...

Kyoutaro mengangguk perlahan setelah mendengar dari Yumi tentang percakapannya dengan Masachika. Di seberang meja, wajah Yumi tertunduk saat dia berbicara dengan nada mengejek diri sendiri.

Sungguh, ia sangat baik dan cerdas... kurasa semua berkat Kyoutaro-san yang telah membesarkannya dengan baik, bukan....?

Haha, apa iya begitu? Kamu tahu sendiri, kan? Aku ini orang yang membiarkan anak-anakku tumbuh sendiri.

Berkebalikan dengan suara Yumi yang suram, Kyoutaro justru menjawab dengan tawa ringan.

Bagiku, peran orang tua hanya perlu mengawasi dan mendukung anak. Tugas orang tua hanyalah bertanggung jawab ketika anak membuat masalah. Aku mempercayainya begitu. Jika Masachika tumbuh menjadi anak yang baik, itu karena Masachika sendiri dan... orang-orang yang ditemuinya.

…Benarkah? Tidak, mungkin memang begitu... termasuk Yuki-san juga...

Yumi terdiam sejenak, lalu mengangkat wajahnya dan melihat ke luar jendela.

Sungguh... mengapa aku tidak bisa berpikir seperti Okaa-sama...

Sambil menatap masa lalu yang jauh, Yumi mengeluarkan bisikan penuh penyesalan.

“Aku dikaruniai anak-anak yang begitu luar biasa... merasa bangga menjadi ibu mereka dan bahagia melihat pertumbuhan mereka. Mengapa hal sesederhana itu tidak bisa aku lakukan...

Setelah Yumi terdiam, Kyoutaro berkata dengan jelas dan penuh keyakinan.

Sekarang pun, masih belum terlambat.

…Apa...iya begitu?

Iya. Bahkan Masachika sudah memaafkanmu, Yumi-san. Selain itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa Yuki mencintaimu, kan?

Tapi…

Yumi terdiam sejenak setelah mendengar hal itu dan melirik wajah Kyoutaro. Menyadari maksudnya dengan tepat, Kyoutaro tersenyum lembut.

Aku tidak pernah sekali pun membencimu, Yumi-san.

Kemudian, ia menggenggam tangan Yumi yang ada di atas lututnya dan menatap matanya saat berbicara.

Selain itu, Yumi-san selalu mengatakan bahwa aku orang yang hebat... tapi itu sama sekali tidak benar. Aku hanya sedikit lebih baik dalam belajar dibandingkan orang lain, hanya itu saja. Itulah sebabnya aku berusaha keras menjadi pria yang pantas untuk Yumi-san... hanya itu saja.

Pria yang pantas untukku? Aku bukanlah orang yang seperti itu... keluargaku mungkin hebat, tapi aku sendiri tidak ada apa-apanya...

Haha, hanya Yumi-san yang berpikiran seperti itu. Dulu, ada banyak pria di sekolah yang sangat ingin mendekatimu, Yumi-san.

Itu karena aku adalah satu-satunya pewaris tunggal keluarga Suou...

Hanya sebagian kecil dari mereka yang mengincar itu. Yumi-san mungkin tidak menyadarinya, tetapi bagiku saat itu, Yumi-san adalah sosok gadis yang tidak terjangkau.

Setidaknya bagi Kyoutaro, itulah kenyataannya.

Ia bertemu dengan gadis yang menangis sambil bermain piano di ruang musik, dan langsung terpesona pada pandangan pertama. Namun, setelah bertanya kepada orang-orang di sekitarnya, Kyoutaro menyadari bahwa gadis itu adalah sosok yang sama sekali tidak sebanding dengannya.

Putri sulung dari keluarga Suou yang terkemuka. Sesuai dengan namanya, dia mempunyai perilaku yang terpelajar, anggun, dan elegan. Tubuhnya yang feminin dan kecantikan yang penuh nuansa melankolis membuat banyak pria terpesona, dan banyak dari mereka merasakan keinginan untuk melindungi dan menguasainya. Dan Kyoutaro adalah satu-satunya pria di antara mereka yang tidak memiliki apa-apa.

Saat itu, aku hanyalah anak laki-laki dari keluarga menengah yang hanya berprestasi baik di sekolah... tanpa memiliki status maupun kekayaan, dengan penampilan biasa-biasa saja, dan tidak pandai berolahraga. Aku bahkan tidak mempunyai keahlian yang bisa dibanggakan, sehingga aku sama sekali tidak sebanding denganmu, Yumi-san. Aku ingin menjadi diplomat agar bisa sedikit lebih sebanding dengan Yumi-san...

Sebenarnya, dirinya berharap bisa bergabung dengan organisasi Raikoukai yang sama dengan Gensei. Namun, tujuan itu tidak tercapai. Jadi, bagi Kyoutaro, menjadi diplomat adalah usaha minimal supaya dirinya bisa berdiri di samping Yumi.

Jadi, Yumi-san, kamu tidak perlu merasa bersalah tentang hal itu. Lagipula, aku melakukan semua itu karena aku ingin menikah denganmu.

Kyo-Kyoutaro-san...

Kyoutaro berlutut di hadapan Yumi yang terkejut dan terdiam. Di bawah cahaya rembulan, ia menatap Yumi dengan serius dan membuka mulutnya.

Yumi-san, aku—

 

◇◇◇◇

(Sudut Pandang Masachika)

Tok, tok, tok

“!!!

Masachika tiba-tiba terbangun saat mendengar suara ketukan dan menyadari bahwa dirinya telah tertidur. Merasa canggung dan malu karena tertidur di tempat ini, ia segera bangkit dan menjawab, Ya.

“Ayah masuk ya.

Setelah mengatakan itu, Kyoutaro masuk ke dalam ruangan dan melihat Masachika yang duduk di tepi tempat tidur, serta selimut yang tertekan di belakangnya... tanpa mengucapkan apa-apa, ia duduk di kursi di depan meja belajar Masachika.

Aku sudah mendengar semuanya dari Yumi-san. Terima kasih banyak sudah memaafkan Ibumu.

…Tidak apa-apa."

Setelah menjawab dengan singkat, Masachika berpikir sejenak sebelum melanjutkan.

…Yah, setelah berbicara, aku menyadari bahwa ibu juga… sama seperti aku, dia hanya manusia biasa. Mungkin kedengarannya aneh, tapi memang begitulah.

Masachika menatap langit-langit kamarnya, mengenang hari-hari yang dihabiskannya di rumah ini, dan menyipitkan matanya.

“Tidak peduli mereka orang seperti apa, jika diajak bicara, kita semua pasti bisa saling mengerti... seharusnya aku sudah menyadari hal itu.

Hal inilah yang diajarkan kakeknya, Gensei, supaya bisa menjadi diplomat di masa depan. Mengapa Masachika berpikir kalau ibunya tidak termasuk dalam kategori itu?

(Tidak, aku bahkan tidak pernah ada niatan untuk berdamai sejak awal, aku hanya mengabaikan opsi untuk berdiskusi.)

Namun, jika dipikir-pikir lagi semacam itu... bagaimana dengan kakeknya, Gensei? Jika mengikuti logika itu, seharusnya ada ruang untuk berdiskusi dengan kakeknya yang terlihat sangat kaku dan rasional dari sudut pandang Masachika.

(Lah, jika cuma berdiskusi, itu masih belum cukup, ya...)

Bagaimanapun juga, Masachika sekarang sedang berpikir untuk bernegosiasi dengan Gensei dan berusaha mendapatkan konsesi.

…Ayah.

Hmm?

Dari sudut pandang Ayah... Jii-sama itu orang yang seperti apa?

Menanggapi pertanyaan tiba-tiba Masachika, Kyoutaro tidak langsung bertanya balik, melainkan ia berpikir sejenak sebelum menjawab dengan jelas.

Seseorang yang memiliki keyakinan, mungkin.

Setelah mengatakan itu, Kyoutaro melanjutkan perlahan seolah-olah ingin memastikannya.

Bagi ayah mertua, kemakmuran dan keberlangsungan keluarga ini adalah hal yang terpenting... ia terus berjalan dengan tekad seperti itu dan menjadikan hal itu sebagai misinya.

Itu adalah sesuatu yang bisa dipahami Masachika... atau lebih tepatnya, itu adalah kesan yang dimiliki Masachika. Hanya saja, dalam kasus Masachika, ada kesan negatif yang menyertai, yaitu seorang rasionalis dingin yang lebih mengutamakan menjaga keyakinannya.

Seolah-olah bisa membaca pikiran Masachika, Kyoutaro sedikit menurunkan alisnya dan berkata.

Jangan salah paham dulu... bukan berarti Ayah mertua tidak mencintai keluarganya, oke? Ia hanya memikirkan keluarganya dengan cara yang berbeda... jika tidak, ia tidak akan membiarkan Yuki sering datang ke rumah kita, ‘kan?”

Masachika juga sempat berpikir demikian. Meski Masachika dilarang menyebut dirinya sebagai kakak laki-laki Yuki, Gensei diam-diam mengizinkan Yuki memperlakukan Masachika sebagai kakak laki-lakinya. Masachika berpikir kalau itu adalah sikap yang cukup lembut dari seorang kakek seperti itu.

(Tapi...)

Mungkin itu hanyalah bagian dari permen dalam istilah [permen dan cambuk] untuk menjaga motivasi Yuki. Pikiran sinis itu muncul di dalam benaknya secara refleks, tetapi Masachika menahan diri sejenak. Ini adalah kata-kata dari ayahnya sendiri. Dirinya harus membuang prasangka itu dan menerimanya saja untuk saat ini.

Tapi, meskipun begitu... pada akhirnya, yang terpenting adalah nama keluarga, kan?

…Yah, itu benar, sih. Aku tidak bisa menyangkalnya.

“Begitu ya.

Masachika mengangguk atas persetujuan Kyoutaro. Ia tidak merasa kecewa. Justru sebaliknya. Keadaan seperti itu justru lebih menguntungkan bagi Masachika saat ini.

Ayah.

Hmm?

Aku—

Kemudian, Masachika mengambil keputusan dan menyampaikan keinginannya kepada ayahnya. Apa yang ingin dirinya lakukan ke depannya. Apa yang dirinya pikirkan.

Sebuah keputusan penting yang akan sangat mempengaruhi kehidupan anaknya di masa depan. Kyoutaro mendengarkan dengan tenang hingga akhir.

Bagaimana menurutmu?

Setelah menceritakan segalanya, Masachika menatap ayahnya dengan penuh kecemasan dan ketegangan. Menanggapi hal itu, Kyoutaro berkata,

Ya, menurutku itu bagus. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan tentang ayah, jadi kamu bebas melakukan apapun sesuai keinginanmu.

Ia tersenyum lembut dan mengangguk seperti biasanya.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama