[LN] Anti-NTR Jilid 4 Bab 5 Bahasa Indonesia

Chapter 5

 

(Sudut Pandang Ayana)

...Towa-kun?

Ayana?

Di sela-sela jam istirahat, aku akhirnya mencapai batas kesabaranku.

Di tengah tatapan heran Setsuna dan teman-temanku yang lainnya, aku mulai membereskan barang-barangku, karena aku tidak bisa menahan diri lagi.

Eh, Ayana?

Apa jangan-jangan kamu akan pergi ke rumah Yukishiro-kun?

Ya.

Aku akan membolos sekolah untuk menjenguk pacarku... Aku tahu ini tidak akan diterima begitu saja oleh guru. Tapi selama ini aku menjalani kehidupan sekolah dengan patuh, jadi mungkin aku bisa membujuk guru dengan alasan yang masuk akal.

Kamu akan bilang apa pada guru nanti?

Yah, ada istilah 'berbohong demi kebaikan'.

Ah, begitu ya... Kalau Ayana berbicara dengan wajah serius, guru pasti akan percaya.

“Iya ‘kan, Iya ‘kan!

“Ampun deh... Kamu benar-benar hidup demi cinta, ya.

Tentu saja, karena ini cinta!

...Ya, perasaan cintaku pada Towa-kun tidak terbatas.

Tapi bukan hanya itu saja... Aku khawatir──bukan hanya karena Towa-kun sedang sakit demam, tapi aku juga merasakan perasaan cemas lagi.... aku merasa takut karena seakan-akan orang yang kucintai pergi meninggalkanku.

Kalau begitu, semuanya, aku permisi dulu.

Ya, semangat ya.

Sampaikan salamku pada Yukishiro-kun~.

Setelah meninggalkan ruang kelas, aku langsung menuju ruang guru.

Berbohong demi cinta, tidak ada halangan... Tapi aku belum memikirkan alasan apa yang akan kuberikan. Tapi saat aku masuk ke dalam ruang guru, wali kelasku langsung berkata begini.

“Aku mengerti, pulanglah sana.

Eh?

“Aku akan memberimu izin khusus kali ini. Tapi lain kali, jangan terlalu sering melakukan ini. Bahkan jika aku bisa fleksibel sampai batas tertentu, masih ada batasnya.

...Terima kasih, Sensei.

Nah, pergilah.

Aku meninggalkan ruang guru sembari di antar dengan senyum lembut wali kelasku yang mengizinkanku pergi.

....Rupanya aku dikelilingi oleh banyak orang dewasa yang baik.

Begitu aku selesai mengganti sepatuku di pintu masuk, aku langsung berlari dengan sekuat tenaga.

Bukan karena perasaan yang segar, tapi karena aku tidak ingin dibebani rasa cemas yang menghantui ini... Aku harus segera sampai di rumah Towa-kun.

Towa-kun... Towa-kun...

Kenapa... Kenapa aku merasa cemas seperti ini?

Berbeda dengan sekolah yang ber-AC, suhu di luar sangatlah panas... Berlari kencang seperti ini membuatku berkeringat dan terengah-engah.

Hah... Hah...

Sambil terus mengabaikan rasa lelah dan sesak napasku, aku terus berlari menuju rumah Towa-kun... Saat tiba, tubuhku sudah basah kuyup karena cucuran keringat.

Kemejaku menempel di kulit, bahkan garis-garis pakaian dalamku mungkin terlihat... Tapi aku tidak punya waktu untuk merasa malu, karena yang kupikirkan hanya Towa-kun.

Ah, aku harus menghubungi Akemi-san dulu.

Sambil mengatur napas, aku mengirim pesan pada Akemi-san yang sedang bekerja.

Meskipun Akemi-san sudah pernah memberitahuku kalau aku bisa datang kapan saja, tetap saja masih ada etika yang harus dijaga di antara orang yang saling akrab.

Aku membunyikan bel dan menunggu beberapa saat, tapi Towa-kun tidak kunjung membuka pintu.

Karena aku berpikir kalau ia mungkin sedang tidur, jadi aku membuka pintu dan segera menuju kamarnya.

Aku mengetuk pintu kamarnya dengan lembut.... dan melihat bahwa Towa-kun memang sedang tertidur.

...Fyuh.

Syukurlah... Towa-kun masih ada di sini.

Meskipun kondisinya sekarang tidak bisa dibilang baik, setidaknya aku merasa lega karena bisa melihatnya.

Benar... Towa-kun tidak akan pergi ke mana-mana, karena ia sudah berjanji kalau kita akan bahagia bersama.

Janji yang terukir di dalam hatiku dengan Towa-kun... Selama ada itu, aku tidak akan merasa cemas... Tapi kenapa aku masih merasa cemas, padahal Towa-kun ada di sini?

Aku merasa lega melihatmu di sini... Tapi, apa-apaan ini?

Towa-kun... Towa-kun...Towa-kun, Towa-kun, Towa-kun.

Terdorong oleh kecemasan, aku masuk ke dalam kamarnya dan duduk di samping ranjangnya, memandangi Towa-kun.

Uhh... Hah.

Dia tampak tersiksa... Melihatnya tampak kesakitan begitu membuatku ingin menukar posisiku dengannya.

Meskipun suaranya semalam sudah menunjukkan dia sakit parah, ternyata kondisinya lebih buruk dari yang kubayangkan.

...Aku... Aku... Di mana... Aya...na”

Ah...

Towa-kun memanggil namaku. Tanpa bersuara keras atau mengguncangnya, aku meraih tangannya dan menggenggamnya erat.

Towa-kun... Aku di sini. Aku ada di sini.

Aku yakin kalau Towa-kun pasti tidak akan marah jika aku membangunkannya... Mungkin dia akan tersenyum senang meskipun keheranan karena aku membolos, atau mungkin akan menyuruhku pulang karena takut tertular demam.

Tapi aku tidak akan pernah mau pergi.

Towa-kun... Aku menyukaimu. Berkatmu, aku bisa meraih kebahagiaan. Dan aku ingin kita berdua bisa semakin bahagia bersama.

Aku tidak bisa berhenti berbicara....kata-kataku terus mengalir seolah-olah ingin menenangkan Towa-kun yang sedang menderita karena demam.

Kamu... sudah menyelamatkanku, Towa-kun. Mungkin kamu juga berpikir bahwa aku telah banyak menolongmu. Tapi bagiku, kamu lah yang telah menyelamatkanku──kamu yang ada di hadapanku saat ini.

Kenapa aku mengatakan kamu yang ada di hadapanku saat ini?

Towa-kun tetaplah Towa-kun, ia tidak berubah dari dulu hingga sekarang. Ini bukan hal yang perlu terlalu dipikirkan.

Jadi aku hanya ingin menyampaikan perasaanku... Bahwa aku sangat, sangat mencintaimu.

Hehe, memang aku selalu mengungkapkan cintaku padamu. Tapi tidak apa-apa kan, terus menggumamkan kata-kata cinta pada orang yang kita cintai? Ah, tapi kalau aku terlalu menjengkelkan...awawa”

Aku menyadari sesuatu yang penting... Jika terlalu mendesak, kebaikan bisa berubah menjadi merepotkan. Aku harus lebih berhati-hati ke depannya.

Aku sedikit mempererat genggaman tanganku pada Towa-kun. Aku ingin menyampaikan bahwa aku ada di sini, dan tidak akan pernah melepaskannya.

"Hei, Towa-kun... Jika kamu sedang mencariku, atau mencari tempat untuk pulang, kamu tidak perlu bingung karena di sini adalah tempatmu... Tempatmu untuk pulang.

Dan aku akan selalu menunggumu, apapun yang terjadi.

Oleh karena itu, cepatlah buka matamu... Aku ingin kamu melihatku dengan tatapan kasih sayangmu seperti biasa.

...Ah.

Meskipun tidak ada alasan sedih mengenai hal itu, tapi air mata mulai menetes dari mataku.

Aku tidak bisa menghentikan tetesan air mata yang mengalir deras itu... Menghapusnya dengan tangan tidak semudah itu.

Jadi, kumohon... Bukalah matamu, Towa-kun.

Jika kamu melihatku... Aku akan berhenti menangis.

 

(Sudut Pandang Towa)

...?

Rasanya seperti ada yang memanggilku. Setelah aku memandang ke kekosongan untuk beberapa saat, aku kembali fokus pada layar komputer. Game yang tiba-tiba menyala... Aku hanya membaca cerita dari Aku Kehilangan Segalanya tanpa henti.

“...Aku benar-benar kaget saat pertama kali memainkannya.

Sebenarnya ini adalah fandisc, yang menjelaskan latar belakang cerita utama secara rinci.

Tapi, tidak peduli seberapa sering aku melihatnnya, dia selalu terlihat cantik ya...

Adegan erotis Ayana benar-benar penuh gairah, dan dialognya selalu menyentuh hati Towa.

Jika hanya memainkan game utamanya, Shu akan terlihat seperti direbut sepenuhnya. Tapi dari sudut pandang yang tahu semuanya, setiap kata Ayana hanyalah ungkapan cintanya pada Towa.

...Entah kenapa, rasanya tidak pas.

Jelas sekali kalau Ayana mencintai Towa... Tapi entah kenapa, kata-kata yang keluar dari gadis game itu membuatku merasa janggal, seolah-olah bukan Ayana yang kukenal.

Ayana yang kukenal itu seperti apaan sih...

Kurasa aku terlalu menyukai game ini dan karakternya sampai tidak bisa membedakan khayalan dan kenyataan... Tidak, tidak, aku tidak sampai separah itu!

Fyuh, aku harus tenang... Yah, wajar saja kan, menyebut karakter anime atau manga sebagai 'waifu' kita.

...Kenapa aku jadi panik begini?

Di layar, Towa dan Aya-na terus memadu kasih mereka dengan pakaian lahir mereka.

Maaf ya, kalian berdua... Gara-gara aku, kalian berdua masih dalam posisi begitu.

Mereka berdua saling terhubung satu sama lain untuk waktu yang lama karena aku tidak mengklik untuk melanjutkan, dan Ayana mengangkat kakinya sangat tinggi sehingga para pesenam pun akan terkejut, jadi pasti sulit baginya untuk melakukan hal ini setiap saat.

“Haha, menertawakan hal semacam ini saat bermain game erotis, aku memang hebat. Aku sungguh memiliki pandangan yang berbeda.”

Sambil menertawakan kelakuanku sendiri, aku melanjutkan memainkan fandisc yang menggambarkan kehidupan Ayana.

...

Aku mungkin lebih fokus dari biasanya saat memainkan fandisc kali ini.

Aku memandangi layar tanpa berkedip, tidak bisa mengalihkan pandangan.

Setiap kali aku melihat kehidupan yang ditempuh Ayana, aku tetap merasa kasihan padanya seperti biasa. Tapi kali ini ada yang berbeda── aku ingin sekali menghiburnya, aku ingin berada di sampingnya untuk membuatnya tenang.

Aku... Aku...

Aku... Apa yang sebenarnya ingin kulakukan?

Semakin aku menelusuri jalan ceritanya, perasaan aneh yang tadinya tidak begitu aku mengerti, mulai menjadi semakin lebih jernih.

...Ah, begitu ya...

Kabut di dalam kepalaku mulai menghilang, membuatku mengingat dengan jelas.

Ah... Begitu rupanya.... tempat ini memang dunia tempat aku berada, tapi bukan lagi dunia tempatku hidup.

Saat aku menyadari hal itu, semua ingatanku kembali dengan cepat.

Dan aku juga berpikir:

Sebenarnya, dunia tempat dia ada bukanlah dunia yang aku tinggali... Itu dunia yang seharusnya tidak ada, yang tidak bisa kujangkau. Mungkin karena itulah sebabnya.... kalau aku tidak mengingatnya, aku akan terus terjebak di sini.

Ini mungkin untuk menyadarkanku bahwa reinkarnasi tidak mungkin terjadi di dunia nyata...

Yah, mungkin aku terlalu banyak berpikir. Mungkin juga aku bisa kembali jika waktu berlalu. Tapi aku tidak punya cara untuk memastikannya karena aku sudah memutuskan untuk hidup di dunia seberang sana.

Towa-kun... Aku ada di sini.

Ayana?

Suara Ayana terdengar di ruangan yang hanya berisi diriku. Mendengar suaranya yang hampir menangis, aku langsung ingin kembali. Aku langsung berdiri.

...Ayana.

Game berhenti tepat di adegan Ayana mengungkapkan kekecewaannya. Di layar, Ayana yang basah kuyup terlihat sedih, menyentuh hati semua pemain. Aku menyentuh pipinya di layar, seolah-olah ingin mengusapnya.

Tentu saja terasa keras, tapi entah kenapa rasanya seperti biasa aku menyentuhnya.

Ayana... Aku tidak akan pernah membiarkanmu berwajah sedih seperti itu. Walaupun aku tidak bisa menghiburmu yang ada di sana, aku akan terus melindungi Ayana yang telah kutemui dan berjanji untuk berbagi masa depan.

Ya, ini tekadku yang tak tergoyahkan... Perasaanku.

Hei Towa, aku tidak bisa menghibur Ayana di sana. Kalau begitu, siapa lagi yang bisa menghiburnya? Hanya kamu, Yukishiro Towa.

Aku tahu ini sia-sia... Tapi aku tidak bisa diam saja. Aku harus melindungi Ayana yang aku cintai... Jadi hanya Yukishiro Towa di dunia sana yang bisa menghibur Ayana yang menangis ini.

Nah....kurasa sudah saatnya aku kembali.

Ah, tapi aku kan sedang demam parah... Mungkin tidak apa-apa tinggal di sini sampai sembuh?

Haha, jika itu demi bisa bertemu Ayana, aku rela menderita seperti ini. Malah, aku menginginkannya. Baiklah, aku akan kembali, Ayana.

Begitu aku keluar dari ruangan ini, aku akan bisa kembali ke dunia sana. Saat aku hendak berjalan menuju pintu tanpa keraguan, aku merasa layar komputer menampilkan sesuatu yang berbeda, dan menoleh.

...Eh?

Itu bergerak... Game itu terlihat bergerak sendiri.

Dan adegan yang belum pernah kulihat Towa sedang memeluk dan menghibur Ayana yang menangis.

...Ternyata aku tidak perlu khawatir, ya?

Setelah mengalami pengalaman aneh seperti reinkarnasi, keajaiban sekecil ini sudah seharusnya terjadi.

Aku memperhatikan dengan seksama dua orang yang berpelukan itu, lalu membuka mata.

 

 

...Ayana?

Sshhh... Sshh...

Begitu aku membuka mataku, aku menyadari kalau Ayana ada di sampingku. Dengan kepala yang masih pusing, aku menoleh ke samping dan melihat Ayana tertidur di tepi ranjang, menggenggam tanganku erat. Sepertinya dialah yang menarikku kembali dari dunia sana.

Tapi... Siapa gadis itu sebenarnya—

Kouhai perempuan yang muncul di dunia sana, yang mirip Ayana... Aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas.

Tidak hanya wajahnya yang mirip Ayana, tapi juga cara bicaranya dan auranya. Jika itu hanya khayalanku, atau keinginanku untuk ada orang seperti itu di sampingku, itu hanya menunjukkan seberapa besar aku mencintai Ayana.

Sekarang sudah siang, ya.

Perutku juga lapar... Ah, itu berarti Ayana membolos sekolah untuk datang kemari. Meskipun aku sedikit terkejut, tapi aku juga senang, jadi aku tidak akan memarahinya.

Ayana pasti belum makan siang, ya?

Sebaiknya aku membangunkannya dan menyuruhnya makan. Tapi tiba-tiba aku sadar, rasa sakit dan lemasku tadi sudah hilang tanpa bekas.

Meskipun masih sedikit lelah, tapi aku merasa sudah pulih hampir sepenuhnya.

Hm... Hmm?

Oh, kamu sudah bangun rupanya, anak nakal.

Aku berkata demikian sambil tertawa dan Ayana mengucek matanya. Begitu menyadari aku sudah bangun, matanya perlahan terbuka... Tapi dia tidak langsung memelukku, hanya berhenti tepat di depanku, seolah menahan diri.

Ah, untung saja... Towa-kun kan sedang sakit, jadi aku harus menahan diri untuk tidak langsung memelukmu.

Aku sih tidak keberatan. Anehnya, aku sudah merasa jauh lebih baik... Tapi lebih baik kamu tidak memelukku, nanti demamku akan menular.

Ah, aku merasa lega. Tidak ada lagi rasa sakit, kecemasan, atau kesepian... Rasanya seolah-olah seperti aku baru saja terlepas dari mimpi buruk. Dan sekarang, ada yang ingin kukatakan dengan jelas setelah merasa tenang.

Aku pulang, Ayana.

Diucapkan di sini pun, Aku pulang mungkin hanya akan membuat Ayana bingung. Tapi Ayana tersenyum dan berkata,

Selamat datang kembali, Towa-kun.

Ketika mendengar itu, aku pun membalas dengan senyum.

Kamu belum makan siang, ‘kan?

“Iya, aku sangat lapar.

Baiklah, aku akan segera membuatkan sesuatu.

Kamu membawa bekal?

“Tidak, aku berencana membuatnya di sini, jadi sekalian untukku juga.

Oh, begitu ya.

Yah, aku sih merasa senang dengan itu!

Setelah menghabiskan makan siang yang dibuatkan Ayana, aku mandi untuk menghilangkan keringat. Dan ternyata, Ayana juga ikut mandi.

Sebenarnya aku berlari dari sekolah... Walaupun keringatku sudah kering, aku juga ingin mandi.

Jadi Ayana begitu khawatir sampai-sampai dia berlari kemari. Setelah memeriksanya lagi, sepertinya suhu badanku sudah normal lagi, dan aku juga tidak merasa sakit seperti tadi. Tapi aku sudah memutuskan untuk beristirahat total hari ini.

“Ketika aku berbaring di sini, teman-teman sekelas pasti sedang belajar. Memang paling mengantuk di jam segini.

Benar. Wah, kita ini memang beruntung ya.

Kalau ada Ayana di sampingku di ranjang ini, semuanya akan lebih sempurna lagi.

Ya, itu satu-satunya yang masih kurang.

Ranjang itu memang untuk tidur, jadi rasanya nyaman berbaring di sana. Dan akan lebih membahagiakan lagi jika bisa memeluk gadis yang kusayangi di sana...Ah, sayang sekali.

...

Ayana-san?

Kenapa dia memandangiku tajam begitu?

Ayana mendekat dengan wajah serius, lalu menarik selimut, sepertinya ingin ikut berbaring. Tentu saja aku mencegahnya.

Apa yang kamu lakukan?

Kamu bilang kalau semuanya akan lebih sempurna kalau aku berbaring di sini bersamamu, kan? Jadi aku ingin tidur bersamamu.

Maaf, aku bicara sembarangan. Ingat, aku sedang demam.

Aku sudah berkali-kali mengingatkan, tapi Ayana masih terlihat ingin sekali masuk ke dalam selimutku. Akhirnya setelah beberapa saat, dia menyerah.

Karena aku tidak mengantuk, aku mengobrol dengan Ayana. Ini kesempatan yang baik untuk menceritakan hal-hal yang tidak bisa kubicarakan kemarin.

Jadi, aku berbicara dengan Shu. Ia terlihat sangat bahagia.

Begitu ya... Hehe, Shu-kun.

Sepertinya ia sudah bisa melangkah ke depan... Dan ia bilang ingin bicara denganmu lagi lain kali.

Tidak masalah kalau sekarang juga.

Tapi, ia bahkan membutuhkan banyaka keberanian untuk berbicara denganku... Mungkin ia membutuhkan waktu sedikit lebih lama denganmu, Ayana.

Benar juga... Kurasa aku harus menunggu dengan sabar.

Jelas sekali Ayana menyambut dengan senang perubahan Shu. Meskipun mungkin tidak bisa kembali seperti dulu, tapi kemajuan ini sudah lebih dari cukup, karena kami baik-baik saja.

Ini semua berkat Towa-kun. Karena Towa-kun ada di sini, masa depan yang bahagia menanti... Apa Towa-kun sebenarnya penyihir atau semacamnya?

Jangan bicara omong kosong. Aku bukan penyihir... Aku hanya manusia yang berjuang sekuat tenaga demi orang yang kusayangi.

...Itulah yang membuatmu luar biasa.

“Ya, kamu juga sama begitu, kan?

Yah... Hehe♪

Haha.

Aku masih berbaring, sementara Ayana duduk di lantai di samping ranjangku. Meskipun kami berusaha menjaga jarak karena ingin saling memeluk atau lebih dekat, tapi Ayana tetap mendekat seraya mengatakan kalau dirinya tidak bisa menahan diri lagi.

Selama tidak ada kontak langsung, tidak apa-apa kan? Jadi, di sini saja.

Hei, Ayana, itu juga tidak bagus. Ayana duduk persis di samping ranjangku, memandangiku lekat-lekat.

...Tapi perkataan 'kontak langsung' itu terdengar agak vulgar ya.

Iya, kan? Hei Towa-kun, cepatlah sembuh ya? Terus terang saja, aku ingin melakukan 'hal itu' denganmu.

Kamu mengatakannya dengan blak-blakan.

“Tentu saja, karena sudah tidak perlu malu-malu lagi di antara kita, kan?

Benar juga... Aku mengulurkan tangan dari dalam selimut untuk mengusap kepala Ayana, lalu menyentuh pipinya.

Aku suka saat kamu menyentuhku seperti ini. Hanya ingin merasakan keberadaan orang lain, tanpa berpikir apa-apa.

Iya, hanya dengan begini saja aku sudah bahagia... aku ingin cepat sembuh supaya aku bisa melakukan 'begituan' denganmu sepuasnya.

Ayo lakukan! Jadi cepatlah sembuh, oke?

Aku ingin sedikit menggoda Ayana dengan membahas 'hal itu', tapi ternyata kami sudah tidak canggung maupun malu lagi.

Ayana.

Ya?

Tadi... Aku berada di dunia yang berbeda dari sini.

Dunia yang berbeda? Aku sangat penasaran, tolong ceritakan padaku.”

Ketimbang bereaksi kebingungan atau tidak mempercayainyam Ayana justru memintaku untuk menceritakan tentang dunia yang berbeda itu.

Biasanya, orang-orang akan bingung atau heran mendengar cerita tiba-tiba tentang dunia lain. Tapi Ayana mendengarkanku dengan serius.

Aku menceritakan apa yang terjadi sebelum aku sadar.

Di dunia itu, aku bukan Towa... Dan Ayana juga tidak ada. Tidak ada seorang pun yang kukenal di dunia ini. Aku menjalani kehidupan yang normal di dunia sana.....tapi aku menyadari ada sesuatu yang hilang.”

...

Yah, wajar saja... Di sana, memang ada tempat yang penting untukku, tapi Ayana tidak ada di sana.

Mungkin itu dunia yang mirip denganku, tapi tetap berbeda.

Aku terus bertanya-tanya apanya yang hilang... Siapa yang ingin ada di sampingku? Saat memikirkan itu, aku teringat apa yang telah kulupakan. Dan aku sadar, dunia yang harus kuhidupi, dunia yang ingin kuhidupi, adalah tempat di mana Ayana berada.

Towa-kun...

Aku menyembunyakan kenyataan bahwa aku adalah seorang reinkarnasi. Tapi aku sudah menjadi Yukishiro Towa, dan memutuskan untuk hidup di dunia ini.

Aku adalah Towa, bukan siapa-siapa lagi.

Bukan dengan meyakinkan diriku, tapi karena aku memang Towa yang hidup di dunia ini.

...Hehe, hei Towa-kun.

Ya?

Aku... Menyukai Towa-kun yang ada sekarang. Sama seperti Towa-kun yang berubah, aku juga berubah Aku menyukai Towa-kun yang ada di sini bersamaku saat ini. Bukan yang lain, tapi Towa-kun yang selalu ada untukku, yang selalu menggenggam tanganku dan mengatakan 'Aku menyukaimu'.

Kali ini giliran Ayana yang mengusap pipiku.

Aku menikmati sentuhan kasih sayang dan dedikasinya, menyerahkan diriku pada cintanya, meskipun sedikit geli. Sambil menikmati sentuhannya, aku mendengarkan kata-katanya.

Aku tahu kalau kadang-kadang Towa-kun merasa bersalah akan sesuatu.

...!

Tentu saja, karena itu Towa-kun. Aku yang sangat mencintaimu tidak mungkin tidak menyadarinya. Meskipun hanya sedikit perasaan janggal.

“Be-Begitu ya.

Tapi! Itu tidak masalah, karena aku sangat menyukai Towa-kun yang sekarang Hei Towa-kun, apa kamu menyukai dunia ini?

Setelah dia menanyakan itu, aku mengangguk dengan kuat tanpa ragu.

Aku tidak bisa melupakan dunia ini lagi. Jadi, aku ingin tetap di sini... Ayana, bisakah kau tetap di sampingku?

Tentu saja~♪ Sekali lagi, mohon bantuannya ya?

Baik! Terima kasih, Ayana.

Ah... Entah sudaha seberapa banyak kebahagiaan yang diberikan gadis ini padaku. Entah berapa kali sebelumnya aku pernah merasa seolah terbebas dari beban. Tapi kali ini, rasanya jauh lebih luar biasa.

Mimpi itu... Mungkin mimpi itu adalah ujian untuk menyadarkanku apa yang paling berharga bagiku. Mungkin aku berpikir terlalu banyak, tapi setidaknya kini aku merasa benar-benar menjadi bagian dari dunia ini.

Hei, Towa-kun!

Ya?

Kalau dipikir-pikir, kita sudah lebih akrab dari pasangan pengantin baru! Setelah lulus SMA, kita harus langsung menikah! Atau mungkin bisa juga menikah saat masih kuliah!?

W-Whoa, tenanglah dulu Ayana!

Dengan antusiasme yang berlebihan, Ayana hampir saja melompat ke arahku. Aku berusaha menahannya, tapi itu membuatku sedikit tidak enak badan lagi.

Maaf, maaf, maaf, maaf!

Haha... Ayo, tenang sedikit ya?

Sambil tersenyum melihat Ayana yang meminta maaf berulang-ulang, aku mengucapkan terima kasih padanya.

Terima kasih, Ayana... Terima kasih sudah menemukanku.

Dan Ayana pun membalas,

Justru akulah yang harusnya berterima kasih, Towa-kun♪

Kami sudah sering mengucapkan kata-kata itu satu sama lain.

Tapi tidak peduli berapa kali, aku tetap merasakan seberapa berharganya Ayana bagiku.

Dan aku percaya kalau Ayana juga merasakan hal yang sama... Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya.

(Aku... Akan hidup di sini.)

Aku akan hidup di dunia ini, bersama gadis yang tersenyum di sampingku.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama