Bab 2 — Suminoe Chika
Bagian 2
Sepulang
sekolah. Aku dan Kita datang ke kafetaria akademi.
“Suminoe-san sebentar lagi pasti
datang.”
Sesi
belajar ini akan dihadiri tiga orang: aku, Kita, dan Suminoe-san. Jumlahnya tidak boleh
terlalu banyak, agar masing-masing punya cukup waktu untuk berkonsultasi.
Aku
mengajak Suminoe-san saat
istirahat siang tadi, dan dia
menyanggupi dengan senang hati. Tapi sepertinya dia ada urusan lain sebelumnya,
jadi dia akan datang terlambat sekitar setengah jam.
Dia juga bilang kalau
dirinya tidak bisa lama-lama karena
masih ada urusan rumah.
Aku dan
Kita yang sudah lebih dulu tiba, membuka laptop dan mengobrol santai sambil
masing-masing bermain game.
“Maaf
ya, waktu itu aku bilang kalau cuma kita berdua saja
yang punya latar belakang mirip saat kamu
belajar sertifikasi. Ternyata Suminoe-san
levelnya jauh di atas kita.”
“Tidak
apa-apa... aku baru menyadarinya setelah kamu
mengatakannya. Sebenarnya aku tahu kalau keluarga Suminoe-san punya perusahaan IT.”
Aku hanya
melupakannya karena memang tidak
terlalu dekat dengannya.
“Ngomong-ngomong, Tomonari-kun,
apa yang sedang kau kerjakan sekarang?"
Kita bertanya sambil mengintip layar laptopku.
“Aku
sedang mempelajari bagaimana cara membaca neraca dan laporan laba
rugi.”
“Wow...
luar biasa, kamu bener-bener belajar dengan rajin, ya.”
“Kamu sendiri tidak mempelajarinya, Kita-kun?”
“Tidak.
Di game, angka-angkanya kan langsung dihitung otomatis, jadi kurasa aku tidak perlu mempelajarinya.”
Aku juga
merasakan hal yang sama saat bermain game. Jika hanya
fokus pada kemajuan game, kami tidak
perlu bisa baca neraca dan laba rugi.
“Sekarang aku
jadi paham kenapa kamu bisa berkembang sangat pesat, Tomonari-kun. Meski kamu sedang sibuk, kamu masih menyempatkan diri belajar
hal-hal yang berguna di masa depan.”
Aku
memang diberi tugas ini oleh Takuma-san,
tapi aku sendiri juga ingin menjadikan game manajemen ini sebagai kesempatan
untuk mempelajari hal-hal yang berguna di masa depan nanti.
Ternyata cara berpikir begitu
memang hal yang benar.
Aku yakin
kalau semuanya pasti berkat bimbingan Shizune-san dan Takuma-san aku bisa mengembangkan cara berpikir seperti ini.
Karena terus menerima bimbingan
mereka yang ketat dan rasional, aku jadi bisa melihat sesuatu dari sudut
pandang jangka panjang.
Saat aku
berterima kasih kepada mereka berdua di dalam
hatiku, aku mendengar
suara langkah kaki dari belakang.
“Maafkan aku sudah membuat kalian menunggu
lama.”
Saat aku menoleh, Suminoee-san datang dengan rambut terurai
lembut.
“Tidak,
tidak apa-apa. Aku tahu kamu pasti sedang
sibuk.”
“Ufufu,
kamu tidak perlu terlalu formal
begitu.”
Aku dan
Kita berdiri untuk menyapanya,
dan Suminoe-san menanggapi sambil tersenyum
lembut.
Setelah
Suminoe-san duduk, pelayan kafetaria
datang dengan cekatan untuk mencatat pesanannya. Suminoe-san memesan teh dengan lihai, kelihatannya dia sudah terbiasa.
“Keluarga
Suminoe-san menjalani perusahaan IT besar, ‘kan?”
“Ya.
Perusahaan kami terutama mengembangkan
sistem untuk sektor keuangan.”
Ketika aku
pindah ke Akademi Kekaisaran,
Shizune-san menyuruhku untuk menghafal profil teman-teman
sekelasku. Jadi aku memang tahu sedikit
tentang perusahaan Suminoe-san. Karena aku tidak banyak
berhubungan dengannya, jadi informasi tentang dirinya tersimpan di sudut
ingatanku, tapi sekarang aku kembali mengingatnya untuk pertama kalinya setelah
sekian lama.
SIS
Corporation, perusahaan IT milik keluarga Sumizome,
tercatat di Bursa Efek Tokyo. Perusahaan mereka
terutama membuat sistem dan layanan untuk industri keuangan, dan memegang
sekitar 50% pangsa pasar dalam pengembangan sistem inti kartu kredit di Jepang.
Nama [SIS] sendiri merupakan singkatan dari
[Suminoe Information System].
Pantas
saja Suminoe-san
bisa berbicara dengan santai pada Hinako.
Dalam bidang industri IT, perusahaan
keluarganya termasuk salah satu yang ternama di akademi.
Suminoe-san juga mempunyai status yang lumayan sebagai Ojou-sama.
“Setelah
lulus, apa kamu akan meneruskan perusahaan keluargamu, Suminoe-san?”
“Tidak,
aku tidak akan meneruskannya.”
Suminoe-san menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaanku.
“Semuanya
sudah diputuskan bahwa kakak laki-lakiku lah yang akan meneruskannya.”
Dia
menyampaikannya dengan tenang.
...Begitu
ya.
Sampai saat ini, aku tidak menyadarinya
karena orang-orang di sekitarku kebanyakan adalah penerus perusahaan. Namun, ada
juga orang-orang yang seperti
Suminoe-san yang tidak meneruskan perusahaan keluarganya.
“Meski
aku bisa bersekolah di akademi ini berkat kebaikan
orangtua, tapi aku tidak
berencana terlibat dalam pengelolaan perusahaan setelah lulus. Setelah lulus nanti, aku berniat ingin
bekerja di perusahaan lain.”
“Perusahaan
lain?”
“Ya...
Setelah lulus, aku
berencana bekerja di bawah perusahaan Tennouji-san.”
Di bawah
Tennouji-san?
Suminoe-san mulai menjelaskan dengan
sopan.
“Ketika aku
masih kelas 1 dulu, aku
menghabiskan keseharianku dalam perasaan hampa
dan tidak punya tujuan. Lalu, Tennouji-san mendekatiku.
Beliau mengapresiasi prestasiku,
dan menawarkan untuk bekerja di perusahaan IT milik Grup Tennouji setelah lulus nanti. ...Aku sangat bersyukur dengan hal itu.”
Dari cara
bicaranya dan tindakannya, jelas sekali bahwa Suminoe-san sangat menghormati
Tennouji-san.
Sebelumnya,
Suminoe-san memanggil Tennoji-san saat mereka sedang mengadakan pesta teh.
Rupanya hubungan mereka berdua memang
dekat.
“Jika kamu
membicarakan perusahaan IT milik Grup Tennouji, kalau tidak salah itu adalah anak
perusahaan yang melayani pengguna ya. Itu juga perusahaan besar yang terdaftar
di Bursa Efek Tokyo.”
“Ya, itu benar, aku
merasa tersanjung karena
dianggap layak oleh dirinya.”
Sepertinya
Kita mengetahui tentang perusahaan tempat Suminoe-san ditawari pekerjaan. Dari
cara bicaranya, itu pasti perusahaan ternama.
“Ngomong-ngomong,
Tomonari-kun
juga lumayan akrab dengan Tennouji-san, kan?”
Tiba-tiba
Kita berkata sambil menatapku.
“Waktu
semester pertama kemarin,
aku pernah melihat kalian berdua sedang berdansa di gedung olahraga dan kalian terlihat sangat serasi.
Pada akhirnya, ada rumor bahwa kamu dan Tennouji-san menjalin hubungan berpacaran.”
“Eh,
benarkah?”
Benar sekali, dulu aku sering mendapat
bimbingan Tennouji-san, mulai dari persiapan ujian hingga etika makan. Kurasa ia sedang membicarakan tentang waktu itu.
Mungkin
itulah sebabnya aku menarik
perhatian lebih dari yang diharapkan
ketika aku berbicara tentang game manajemen dengan Tennouji-san tempo hari. Sepertinya isu tentang aku dan
Tennouji-san sudah beredar sejak semester pertama.
—Grak.
Pada saat
itu, aku mendengar suara aneh.
Aku secara reflek melihat ke sumber suara itu..... aku
menoleh ke arah Suminoe-san.
“Apa ada sesuatu?”
Suminoe-san hanya tersenyum tenang.
...Mungkin itu cuma perasaanku saja?
Tadi aku
merasa mendengar suara bergemeletuk, seperti bunyi gigi bergesekan. Tapi pada akhirnya aku tak tahu asalnya dari
mana.
“Baiklah,
sebaiknya mari kita
mulai dari topik utamanya. ...Kalian berdua bilang ada masalah yang ingin
dibicarakan, bukan?”
Suminoe-san membuka laptopnya dan berkata.
Setelah mendengar
itu, Kita mengangguk dan mulai mengoperasikan laptopnya.
“Boleh
aku duluan yang menyampaikan
masalahku? Kurasa masalahnya
sendiri mudah dimengerti, jadi menurutku kita bisa menyelesaikan pembicaraan
dengan cepat.”
Setelah
aku mengangguk, Kita menunjukkan layar laptopnya dan mulai menjelaskan.
“Perusahaanku
sedang mengembangkan layanan berbasis IoT. Tapi,
kami kesulitan menemukan perusahaan yang mau bekerja
sama dengan kami untuk membantu menguji kesesuaian...”
“Kalau
berbicara soal IoT, pasti dibutuhkan
perangkat juga, ya. Uji kesesuaian maksudnya, menyiapkan perangkat itu dan
memastikan kompatibel dengan sistem yang sedang dikembangkan?”
“Iya.
Aku memerlukan sensor kelembaban dan
akselerometer, tapi aku tidak
punya koneksi untuk mendapatkannya.”
IoT
adalah istilah untuk perangkat yang terhubung ke internet. Ini merupakan salah
satu teknologi terdepan yang sedang memperbaiki kehidupan, seperti kulkas yang
memberi notifikasi ke ponsel saat pintu terbuka.
Masalah
Kita hampir mirip dengan yang pernah kulihat di materi proposal Takuma-san. Intinya, untuk mengembangkan
layanan baru, ia membutuhkan berbagai perangkat, tapi ia tidak bisa menemukan perusahaan
penyedia.
Suminoe-san meletakkan jarinya di dagu
dan berpikir, dia lalu
berkata,
“Aku
mempunyai beberapa produsen yang bisa
kurekomendasikan.”
“Benarkah!?”
“Ya.
IoT sudah menjadi bidang utama, kok. Bahkan di perusahaan keluargaku juga
baru-baru ini meluncurkan layanan IoT untuk sektor manufaktur.”
Kita terlihat sangat senang dan berkata “Aku sangat terbantu”.
Sepertinya dia memang kesulitan sebelumnya.
“Lalu, bagaimana dengan masalah
Tomonari-san?”
“Aku
sedang mencari relasi
untuk pendanaan...”
Aku menjelaskan
garis besar situasiku kepada Suminoe-san.
“...Jadi, dengan kata lain, kamu membutuhkan modal
untuk memulai layanan baru, ya.
Aku bisa memperkenalkan VC yang kukenal,
tapi boleh aku mengetahui lebih detil tentang bisnisnya?”
“Ya,
aku akan mengirimkan materinya kepadamu.”
Aku lalu
mengirimkan data perusahaanku kepada Suminoe-san.
“....Begitu
rupanya. Jadi perusahaanmu mengelola situs belanja online yang khusus untuk menjual
hadiah, ya.”
Selagi aku meminum kopiku, Suminoe-san tampaknya sudah selesai
membaca berkas tentang perusahaanku.
“Boleh aku
bertanya mengenai layanan baru apa
yang ingin kamu
mulai?”
“Ya, aku
sedang memikirkan untuk membuat
katalog.”
“Katalog...?”
Ketika Suminoe-san membelalak terperangah, aku menanggapinya dengan mengangguk.
Sejak awal, industri hadiah didominasi oleh
katalog hadiah. Saat ini, layanan TomornaiGift
sepenuhnya beroperasi secara online,
tapi aku menilai kalau perusahaanku perlu
mendekati pelanggan yang kurang melek digital atau pelanggan yang merasa puas
dengan katalog hadiah, dengan menerbitkan katalog fisik meskipun butuh biaya
lebih.
“Aku
ingin menjadikan mereka yang biasa menggunakan katalog hadiah juga sebagai
pelanggan kami. Untuk itu, meskipun akan menambah modal biaya, aku ingin membuat katalog fisik
secara khusus...”
“Itulah sebabnya
kamu membutuhkan modal
tambahan, ya. Sebagai bisnis baru, kamu juga mungkin perlu mempekerjakan
karyawan yang sudah berpengalaman, sesuai kebutuhan.”
Sungguh
mengesankan sekali, dia dengan cepat
menangkap pokok persoalannya.
Sekarang aku
jadi paham kenapa Kita menggambarkan
Suminoe-san sebagai “levelnya
berbeda”.
Selain perusahaan keluarganya yang besar,
Suminoe-san sendiri juga tampak cerdas
dan mahir dalam bisnis, setara dengan Hinako
dan Tennouji-san.
“Baiklah, aku mengerti. Aku
akan memperkenalkanmu dengan VC yang kuat di bidang IT.
Sepertinya mereka akan mau berinvestasi mengingat
kondisi TomonariGift
saat ini.”
“Terima
kasih banyak.”
Sepertinya
dia sudah mempertimbangkan kondisi bisnisku
saat memutuskannya.
Dengan
begini, aku bisa melanjutkan ke langkah berikutnya.
“Ngomong-ngomong, apa Suminoe-san juga punya masalah yang
ingin dibicarakan?”
“Masalahku
sudah teratasi. Aku hanya
ingin mengetahui bagaimana kondisi bisnis lain dari rekan-rekan satu industri.”
Suminoe-san menjawab sambil menyeruput teh. ...Kalau
begitu, kurasa pertemuan ini sepertinya memang
bermanfaat untuknya juga.
Tiba-tiba
aku bertanya.
“Apakah
perusahaan yang dijalankan Suminoe-san di dalam game sama dengan perusahaan SIS yang dimiliki keluargamu?”
“Ya.
...Kenapa kamu bertanya begitu?”
“Bukan
apa-apa, Suminoe-san sendiri yang
bilang kalau kamu tidak akan meneruskannya, jadi kupikir kamu ingin memilih pilihan berbeda.”
“Ah,
begitu ya.”
Suminoe-san tampak memahami alasan dari pertanyaanku.
“Sebenarnya, memang begitulah rencana awalku. Sebelum game ini dimulai, aku berkonsultasi dengan
Tennouji-san, apa aku bisa
mengelola anak perusahaan mereka. Karena
kupikir itu akan berguna untuk masa depan. Tapi
Tennouji-san melarangnya. Katanya sangat
disayangkan jika aku
melepaskan posisi mengelola perusahaan besar seperti itu.”
“...Jadi,
Tennouji-san ingin Suminoe-san
bebas memilih?”
“Sepertinya
begitu. Setidaknya aku juga ingin
membentuk aliansi dengan Tennouji-san, tapi masalah itu
juga ditangguhkan.”
Ah iya,
kalau tidak salah selama pertemuan pesta teh, Tennouji-san pernah mengatakan kalau aliansi
dengan Suminoe-san
ditangguhkan. ...Apa mungkin
karena dia tidak ingin terlalu membatasi Suminoe-san?
Pada saat
itu, ponsel Suminoe-san
yang tergeletak di atas meja mulai bergetar.
“Maaf,
sepertinya jemputanku sudah
datang...”
“Kalau
begitu, mari kita akhiri saja pertemuan hari
ini. Rasanya cuma Suminoe-san saja yang terus memberi kami saran dan bantuan.”
“Tidak,
aku juga menikmatinya kok.”
Suminoe-san menyimpan laptopnya ke dalam tas.
“Terima
kasih banyak untuk hari ini,
Suminoe-san.”
“Sama-sama,
aku juga merasa berterima
kasih.”
Suminoe-san kemudian keluar dari area kafetaria.
Kita juga
memasukkan laptopnya ke dalam tas dan
bersiap-siap untuk pulang.
“Kamu tidak pulang, Tomonari-kun?”
“Aku
masih ingin bersantai sebentar dulu di
sini.”
Sebelumnya
aku sudah memberitahu Shizune-san
untuk menjemputku nanti. Tapi ternyata
pertemuan ini justru selesai
lebih cepat, jadi aku masih mempunyai waktu senggang sekitar setengah
jam.
Aku bisa
saja meneleponnya sekarang
untuk menjemputku, tapi karena
waktunya hanya setengah jam, jadi aku memutuskan untuk
tetap di kafetaria dan main game.
Setelah
berpisah dengan Kita, aku menghadap laptopku lagi.
Masalah
pendanaan sudah terpecahkan. Selanjutnya, dengan modal
ini aku bisa menambah fitur baru dan mendapat keuntungan lebih. Mungkin juga aku harus menambah karyawan jika
diperlukan.
(Suminoe-san... Dia benar-benar mengagumi
Tennouji-san, ya.)
Sambil aku terus mengetik di keyboard, aku jadi teringat pembicaraanku dengan Suminoe-san.
Cerita
tentang Tennouji-san yang memberikan titik balik untuk Suminoe-san yang apatis... Itu pasti
sesuatu yang luar biasa. Siapa pun pasti akan mengagumi Tennouji-san kalau
mengalami hal semacam itu.
...Entah
kenapa, aku merasa senang.
Aku juga
berpikir bahwa Tennouji-san
adalah orang yang luar biasa. Jadi, aku merasa
senang ketika mengetahui ada orang lain yang juga
berpikir seperti itu.
Mungkin
aku bisa akur dengan Suminoe-san.
Untuk
meregangkan tubuhku yang
kaku, aku berdiri dan merenggangkan punggung.
“...Hm?”
Aku
menemukan ada sesuatu di bawah kursi yang tadinya ditempati Suminoe-san.
Aku
melangkah mengelilinginya dan memungutnya.
Itu
adalah buku catatan kulit yang elegan.
(...Ini mungkin punya Suminoe-san, ya.)
Nama Suminoe-san tertulis dengan huruf
tegak di sampul belakangnya. Sepertinya
dia menjatuhkannya saat dia mengeluarkan laptop dari dalam tasnya.
Untung saja aku langsung menyadarinya tepat waktu.
Sepertinya aku masih
bisa menyusulnya jika mengejarnya sekarang.
Aku langsung bergegas menuju
gerbang sekolah dan mencari-cari sosok Suminoe-san.
Karena
dia bilang kalau dia akan
dijemput, jadi kurasa
dia akan menaiki mobil. Aku mencari-carinya di pinggir jalan, dan
menemukan Suminoe-san.
“Suminoe-san.”
“...Ara, Tomonari-san?”
Sepertinya
mobil jemputannya masih belum
datang.
Suminoe-san menoleh ke arahku dengan tatapan bingung, lalu aku menunjukkan
buku catatan yang kutemukan.
“Ini,
ada barang yang kamu tinggalkan—”
“—!?”
Tiba-tiba, wajah Suminoe-san seketika langsung memerah.
“Ce-Cepat kembalikan itu!!”
“Eh!?”
Suminoe-san berusaha merebut buku itu
dariku dengan wajah marah.
“Tunggu,
itu bahaya—!?”
Karena gerakannya
seolah-olah ingin memukulku, jadi aku menghindar secara refleks.
Suminoe-san berhasil menepis buku itu
dari tanganku.
Pada saat
yang, dia tersandung pembatas yang berada di dekat kakinya—
“Gyaa!?”
Suminoe-san terjatuh dengan keras.
“A-Apa kamu baik-baik
saja...?”
Terdengar
bunyi berdebum, tapi...
Aku merasa khawatir saat melihat Suminoe-san yang gemetar kesakitan.
Di dekat
kakiku ada
buku catatan yang tadinya berusaha
direbut Suminoe-san.
Buku catatan itu terbuka dan isinya bisa terlihat.
Dan di dalamnya... dipenuhi dengan
foto-foto Tennouji-san.
————Apa-apaan ini.
Tanpa
memahami maksudnya dan merasa kebingungan, aku tanpa sadar membalik
halaman berikutnya.
Pada halaman
selanjutnya, dan selanjutnya juha masih
dipenuhi foto-foto
Tennouji-san. Di sini terdapat foto Tennouji-san yang sedang mengobrol dengan teman
sekelasnya, meminum
air, membaca buku, menatap keluar jendela dengan malas...
Saat aku masih dalam keadaan terpaku,
Suminoe-san mengambil kembali buku
itu.
“—Kamu melihat isinya, ‘kan?”
Suara Suminoe-san terdengar sangat dingin dan menusuk, seperti badai salju.
“...Maafkan
aku.”
Aku
berusaha meminta maaf karena sudah melihat isinya
tanpa izin, meski sebagian karena
ketidaksengajaan.
“Anu...
Suminoe-san, apa kamu mempunyai perasaan pada
Tennouji-san...?”
“Aku
menyukainya. Memangnya ada masalah?”
Suminoe-san menjawab dengan blak-blakan.
“Aku memang
mencintainya. Ada masalah?”
Perkataannya
malah semakin menjadi-jadi.
“Tentu saja
aku mencintainya. Bagaimana mungkin aku tidak jatuh cinta pada orang
semulia dirinya? Itu bukan manusia biasa.”
Dia sudah
terlalu berlebihan.
Pada titik
ini, sepertinya dia mengira
kalau sudah tidak ada lagi yang perlu disembunyikan. Suminoe-san sepertinya sudah kembali tenang dan secara terbuka
mengutarakan cintanya kepada
Tennouji-san.
“Tennouji-sama
merupakan dewi penyelamat dalam hidupku.
Beliau begitu beradab dan gemerlap. Tak ada yang lebih bermartabat, lebih murni, sekaligus tegas
namun lembut daripada dirinya... Matanya bagai permata dan rambutnya yang bersinar bagaikan cahaya
itu pasti anugerah dari langit.
...Ah, Tennouji-sama yang tersayang.
Berkatmu, aku menemukan alasan untuk hidup. Bagaimana caranya supaya aku bisa
membalas kebaikanmu ini... Sampai aku yang terlalu rendah ini tak bisa
memikirkannya.”
Padahal
rambut Tennouji-san cuma diwarnai saja...
Bagaikan
pengikut setia dari aliran tertentu, Suminoe-san menyatukan kedua tangannya sambil berdoa
dengan khidmat.
Selama sesi pertemuan tadi.... tidak,
dia sepertinya terus bersandiwara ketika di
hadapan kami. Tanpa disadari, dia
mulai memanggil
Tennouji-san dengan panggilan “Tennouji-sama”.
...Ternyata
bukan sekadar kagum saja.
Aku
mengira kalau Suminoe-san hanya mengagumi
Tennouji-san saja. Tapi
sebenarnya, perasaannya jauh lebih mendalam dari itu.
Aku
mungkin tanpa sengaja mengetahui kebenaran yang berbahaya.
Ternyata
sosok Ojou-sama yang berkuasa di puncak hierarki
akademi ini, punya sisi begitu menyedihkan dan berhati
gelap. Perbedaannya begitu
menakutkan antara penampilan sopan di luar dan kenyataannya.
...Untuk
sejenak aku hampir berpikir, “Setidaknya
dia lebih baik daripada Hinako”.
Aku juga
sudah agak 'tercemari'.
Tapi yah,
aku sendiri juga menyembunyikan identitasku,
jadi aku tidak
berhak untuk mengomentarinya...Tidak, kurasa aku perlu mengomentari hal ini.
“...Foto-foto
itu, kamu mengambilnya secara diam-diam?”
“Asal
tidak ketahuan, maka tak
masalah.”
Bukan begitu
masalahnya.
Suminoe-san tiba-tiba menunduk ke
arah foto Tennouji-san yang terpasang
di buku catatannya.
“Tennouji-sama,
maafkan aku yang ceroboh menjatuhkannya...
Tennouji-sama pasti merasa sangat
jijik karena disentuh anak laki-laki tak tahu diri ini...”
Padahal aku
yang menemukannya, tapi...
Justru
aku yang lebih bisa dibilang penolongnya, 'kan?
“Umm,
apa Tennouji-san mengetahui perasaan Suminoe-san?”
“Tentu
saja tidak. Kalau ketahuan, aku
bisa mati.”
Mengesampingkan
soal Suminoe-san bisa mati atau tidak, aku sudah bisa menduga jawabannya. ...Sebesar apa pun hati
Tennouji-san, kurasa dia tetap akan merasa keberatan dengan cinta
seberat ini. Saat di pertemuan teh, mereka bisa
bercakap-cakap seperti biasa, jadi sepertinya Tennouji-san
tidak mengetahui jati diri
Suminoe-san.
“...Tapi, aku memahaminya. Tennouji-san memang mempunyai pesona yang menarik orang.”
Aku tidak
ingin memancing situasi yang begitu menakutkan,
jadi aku berusaha memuji panutannya untuk melunakkan hati
Suminoe-san.
Namun
entah kenapa, Sumizome-san malah menaikkan alisnya.
“Apa kamu sedang mengajak berkelahi dengan
mengatakan begitu?”
“Eh,
kenapa!?”
“Maaf.
Kupikir kamu ingin mengatakan seolah-olah ‘Aku lebih
mengenal Tennouji-sama ketimbang kamu'.”
“Aku
tidak akan bilang begitu...”
Kalau aku benar-benar mengatakan,
bisa-bisa aku dibunuh Suminoe-san.
Aku juga
mengagumi Tennouji-san, jadi aku merasa tulus
saat mengatakannya. Tapi beberapa
menit lalu aku sempat berpikir
'mungkin aku bisa
akur dengan Suminoe-san',
kok malah jadi begini.
“...Bagaimanapun,
aku tidak akan mengakuimu.”
Suminoe-san menatap lurus ke arahku dan berkata.
“Mumpung ada
kesempatan ini, izinkan aku untuk mengatakannya sejelas mungkin: Aku sangat
membencimu.”
“...Apa karena aku dekat dengan Tennouji-san?”
“Tolong jangan
samakan perasaanku dengan kecemburuan yang rendahan seperti itu. Ya, memang itu salah satu alasannya.”
Bukannya
tebakanku itu benar, tuh...
“Tennouji-sama...
sudah berubah. Padahal dulu.... beliau lebih...”
Sementara
aku gundah, Suminoe-san
bergumam. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas bagian akhirnya. Kurasa perkataannya tidak dimaksudkan untuk dirinya
sendiri, tapi untuk ditujukan kepadaku.
Saat aku
menoleh dengan bingung, tiba-tiba sebuah mobil
berhenti tepat di samping kami. Seorang pelayan turun dan memberi hormat pada
Suminoe-san. Sepertinya itu mobil
jemputannya.
“Pokoknya,
jangan beritahu siapa-siapa tentang apa yang kamu lihat hari ini,
mengerti?”
“Baik.”
Bahkan
jika aku mengatakan hal ini kepada seseorang, mereka mungkin takkan mempercayaiku.
Suminoe-san masuk ke dalam mobil dan
pergi.
Tanpa
sadar, aku menghela nafas dalam-dalam dengan kejadian
yang baru saja aku alami.
◆◆◆◆
Pukul
sembilan malam.
Aku yang
sedang berhadapan dengan layar laptop
di kamarku, menghela napas lega setelah permainan selesai.
“Fyuuh...”
Setelah
makan malam pun, aku segera kembali ke kamar dan melanjutkan bermain game manajemen. Karena aku terlalu fokus, tiba-tiba saja waktunya sudah pukul sembilan malam.
(...
Sepertinya memikirkan Suminoe-san
membuat kemajuanku hari ini jadi memburuk.)
Bahkan
setelah aku kembali ke mansion, pikiranku masih sedikit kacau.
Identitas asli Suminoe-san
ternyata memberi dampak yang cukup mengejutkan bagiku.
Aku
menepuk kedua pipiku untuk
menyemangati diri sendiri.
... Jujur
saja, aku tidak mempunyai banyak waktu.
Kecepatan
progres game tidak seimbang dengan penguasaan
pengetahuanku. Tentu saja aku masih harus belajar manajemen, dan juga harus
memikirkan cara untuk mengembangkan
bisnis secara bersamaan.
Aku
berencana untuk mempersiapkan dan meninnjau
kembali pelajaran setelah pukul sembilan malam... tapi...
Game Manajemen ini adalah event terbatas. Kali ini, aku akan memprioritaskan mempelajari game
ini dulu.
(Aku
terlalu banyak menghabiskan waktu untuk game
ini. ... Apa aku terlalu asyik
memainkannya? Tapi, sejauh ini segalanya berjalan lancar,
aku tidak ingin menghentikan momentum ini...)
Aku sudah
mengatakannya pada
Takuma-san. Aku ingin menjadi salah satu anggota eksekutif
di Grup Konohana.
Aku juga
sudah mengatakannya pada Tennoji-san.
Aku juga bertujuan untuk menjadi
anggota OSIS.
Aku tidak
bisa menunjukkan kelemahan dengan cara begini.
Aku
akan begadang malam ini dan mencoba untuk mencari
pencerahan. Tepat setelah aku berpikir demikian, pintu
kamarku diketuk.
“Itsuki...
Apa boleh aku masuk sekarang?”
“Hm?
Ah, ya.”
Pintu pun terbuka dan Hinako masuk ke
dalam kamarku.
“Hinako,
ada apa?”
Hanya
sesaat, aku melihat ujung gaun maid di balik pintu. Tampaknya Shizune-san
mengantar Hinako ke kamarku. Sepertinya Hinako masih sering tersesat di dalam
rumah ketika dia sendirian.
“Aku
membuatkan teh.”
Hinako
mendorong sebuah troli kecil.
Di atas
troli itu ada teko teh bergaya Inggris dan dua cangkir.
“Kamu bilang membuat....apa kamu
membuatkannya untukku?”
“Ya.”
Karena ini
baru
pertama kalinya, jadi aku cukup terkejut.
Hinako
menatapku dan teh secara
bergantian, sepertinya dia berharap
kalau aku akan meminumnya.
Ketika aku mengangkat cangkir, aku bisa mencium aroma familiar dari
herbal yang biasa digunakan keluarga Konohana.
Saat aku perlahan menyentuhkan bibir ke tepinya dan menyesap, rasa manis samar
memenuhi mulutku.
“Ba-Bagaimana...?”
Hinako bertanya dengan nada agak tegang.
“...Terima
kasih. Rasanya sangat enak.”
“Syukurlah...
Aku berusaha keras berdasarkan apa yang diajarkan Shizune.”
Sebenarnya,
jika dibandingkan dengan teh yang dibuatkan Shizune-san, rasanya sedikit encer.
Tapi kegembiraan yang kurasakan bahkan melebihinya. Hinako, yang biasanya malas-malasan
saat kembali ke mansion, berupaya keras
membuatkan teh ini untukku.
Aku
hampir menangis saking bahagianya,
tapi pada saat yang sama muncul sebuah pertanyaan.
“...Apa
kamu sedang mengalami
perubahan perasaan?”
“Eh?!
Ke-Kenapa kamu tanya
begitu...?!”
“Yah,
karena biasanya kamu tidak
melakukan hal-hal seperti ini, 'kan?”
Setelah mendengar
itu, Hinako menunduk dengan malu-malu,
pipinya terlihat merah merona.
“Mulai
sekarang... Aku ingin melakukan hal-hal seperti ini juga.”
Hinako tampak gelisah dan menjawab dengan cara
yang lucu.
Aku merasa
sangat senang mendengarnya, tapi...
“Tapi,
apa itu tidak membuatmu lelah? Biasanya kamu
langsung tidur, 'kan?”
“...Anehnya,
aku tidak terlalu merasa lelah.”
Hinako berkata dengan nada tenang.
“...Kurasa,
aku sudah berubah.”
“Berubah?”
“Ya.
...Belakangan ini, aku merasa ada energi yang mengalir di dalam tubuhku.”
Hinako mengatakan itu sambil meletakkan tangannya di
dada.
“Ketika aku
melakukan sesuatu untuk Itsuki,.... entah
kenapa, aku menyukainya.”
Hinako
berkata demikian sembari tersenyum lembut.
Sekilas,
aku merasa ada bunga yang mekar indah di belakangnya.
Sejenak,
aku merasa jantungku berhenti berdetak. Dari senyumnya yang lembut seperti
bunga itu, atau pipinya
yang sedikit merona dan matanya yang berbinar, seolah ada perasaan yang tak
terungkap dengan kata-kata, membuatku seakan terpana.
Tenangkan
diri, tenangkan diri, tenangkan diri.
Aku
berusaha untuk menenangkan
detak jantungku yang berdebar kencang.
“...Aku
juga suka melakukan sesuatu untukmu, Hinako.”
“...Aku
tahu.”
Hinako mengangguk dengan gembira.
...Syukurlah.
Aku masih
bisa menjaga ketenanganku.
Akhir-akhir
ini, Hinako terlihat lebih ekstrem dan tidak
tenang... Kadang perilakunya membuatku
terkejut.
Entah apa
yang terjadi, tapi itu tidak baik untuk jantungku.
Tentu
saja, aku sama sekali tidak merasa tidak nyaman.
“Fuwaah...”
Hinako mulai menguap.
“Kamu mau
tidur? Aku bisa membangunkanmu nanti saat
waktunya mandi.”
“Hmm...
Tidak mau, aku masih bangun...”
Hinako
berjalan-jalan di dalam ruangan seolah-olah ingin
mengusir rasa kantuknya.
Hinako berhenti tepat di sampingku dan
melihat ke meja.
“...Kamu belajar dengan sangat giat ya.”
“Ah.
Sejak game manajemen ini dimulai, aku merasa kalau aku masih kekurangan dalam banyak
hal.”
Di atas
meja terdapat tumpukan beberapa materi
yang belum pernah ada sebelumnya. Semua itu kurasakan perlu untuk memajukan
permainan — hal-hal
yang berkaitan dengan manajemen. Belakangan ini aku juga belajar tentang saham
untuk menyelesaikan tugas dari Takuma-san.
“Apa itu sulit?”
Hinako bertanya sambil menatapku.
“Ya,
lumayan. Tapi aku merasa senang dan bersemangat
untuk melakukannya.”
“...Syukurlah
kalau begitu.”
Hinako tersenyum lega.
“Bagaimana dengan pertemuan belajarmu sepulang sekolah tadi?”
“Ada
satu masalah yang berhasil kuselesaikan.
...Maaf, hari ini aku jadi membuatmu
pulang sendirian lagi.”
“Mau
bagaimana lagi... Aku 'kan bukan dari industri IT."
Pertemuan
belajar kali ini dikhususkan untuk pebisnis di industri IT,
jadi Hinako
dengan bijak memutuskan untuk tidak ikut.
“Oh
ya, siapa saja yang hadir di pertemuan tadi?”
“Kita
dan Suminoe-san dari kelas yang sama.”
Hinako menanggapi
sambil mengangguk-angguk.
Jujur
saja, interaksi dengan Suminoe-san
begitu mengejutkan sampau-sampai
aku tidak terlalu ingat dengan pertemuan belajarnya. Untungnya aku mencatat, jadi itu sama sekali tidak masalah.
“...Hinako. Menurutmu, Suminoe-san itu orangnya seperti
apa?"
Aku ingin mengetahui bagaimana teman-teman
yang lain memandang dirinya.
Ketika aku
menanyakan itu, tiba-tiba Hinako
menatapku dengan sorot mata tajam.
“Kenapa
kamu menanyakan itu?”
“Eh,
yah, tidak ada alasan khusus sih...”
Aku tidak
tahu harus menjawab apa....
Apa dia
menyembunyikan sifat aslinya?
Tapi aku tidak bisa menanyakan hal itu secara langsung.
“...Kamu kurang disiplin, Itsuki.”
“Tidak, bukan
seperti itu—”
Aku tidak
ingin kamu membuatnya seolah-olah aku adalah itu tipe orang yang asal menggoda wanita.
Terutama dengan Suminoe-san, yang secara terang-terangan
mengatakan “Aku membencimu”
padaku.
“...Suminoe-san itu orang yang bertanggung
jawab,”
Hinako akhirnya menjawab, walaupun
tampak berpikir-pikir.
“Tapi
juga sedikit menakutkan.”
“Menakutkan?”
“Yah...seperti
ada aura membara di sekelilingnya.”
Hinako menjelaskan dengan ekspresi
mistis.
“Dia
kadang-kadang menyapa dan mengobrol denganku di kelas,
tapi...kurasa, dia tidak terlalu menyukaiku.”
Berbeda
dengan pengamatanku, tapi Hinako
tampaknya tidak asal bicara.
Mungkin
Suminoe-san masih menyembunyikan sisi
lain dirinya dariku. Entah
apa lagi yang disembunyikannya, aku sama sekali
tidak mengetahuinya.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya