Bab 2 — Suminoe Chika
Bagian 1
Hari
Jumat pertama sejak game manajemen dimulai.
Selama
periode game berlangsung, hari
Jumat menjadi hari libur sekolah, sehingga siswa dapat login dan bermain game
dari pagi hingga malam, layaknya hari Sabtu.
“...Yah,
kamu sudah memahami intinya dengan baik.”
Hari ini,
aku sedang melakukan video call dengan Takuma-san.
Takuma-san memeriksa jawaban tugas yang
kukirim, lalu mulai berbicara
dengan puas.
“Tennouji-san
yang berusaha memperbesar perusahaan dan meningkatkan penjualan melalui
M&A. Hinako
yang menjaga posisi dengan manajemen yang solid dan efisien. Dan Miyakojima-san yang terus
menghasilkan produk inovatif. Mereka semua
benar-benar
mempunyai tiga gaya yang berbeda.”
Takuma-san menyimpulkan ringkasan tentang
gaya bisnis ketiga orang itu.
“Yang
patut digarisbawahi adalah gaya Miyakojima-san.... Bisa dibilang, itu cara kerja
seorang jenius. Boleh dikatakan cara 'curang', tapi memang kebanyakan pengusaha
tidak bisa melakukannya.”
Takuma-san mengatakan itu dengan wajah yang
terlihat terkesan. Tidak
disangka, Narika bisa
disebut jenius di bidang ini, melebihi Hinako
dan Tennouji-san. Aku cukup terkejut,
tapi aku juga merasa kalau itu masuk akal. Ide-ide Narika memang benar-benar berdasarkan
sudut pandang konsumen. Bukan cuma sekedar
memunculkan ide secara acak.
Kalau
Hinako adalah jalan yang benar, Tennouji-san adalah jalan
kejayaan, maka Narika
adalah... mungkin jalan curang.
“Nah,
dari ketiga gaya itu, menurutmu gaya mana yang sebaiknya kamu tiru, Itsuki-kun?”
Setelah memikirkannya sejenak, sepertinya tidak ada
yang bisa kutiru.
Aku tidak
punya dana untuk mengakuisisi perusahaan, aku juga
tidak punya pengetahuan luar biasa.
Tapi kalua aku harus memaksakan diri, maka...
“...Kurasa, aku mungkin akan meniru
kebijakan Tennouji-san untuk mengembangkan bisnis baru.”
“Jawaban
bagus. Mengembangkan bisnis atau layanan baru adalah prioritas utama.”
Takuma-san mengangguk.
“Apa kamu sudah memikirkan ide yang konkret?”
“Hmm...
Bagaimana jika memperluas target pasar? Dengan begitu, perusahaanku akan
mendapatkan lebih banyak struktur yang bisa mendatangkan
keuntungan, dan akan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.”
“Tidak
buruk. ...Bagus, kamu
benar-benar sudah mengembangkan jiwa bisnis yang baik.”
Itu sih tentu
saja, karena aku sudah belajar dengan giat
mengikuti bimbingan Takuma-san.
“Tapi,
ada satu peringatan yang perlu kuingatkan sebelum kamu jatuh ke dalam
terperangkap. Jangan hanya melihat bisnis dari segi tingkat keuntungannya saja.”
Takuma-san berkata dengan wajah serius di sisi lain layar.
“Eksistensi
perusahaan memiliki berbagai makna. Misalnya, toko ritel lokal... Meski
industri ritel tidak menguntungkan dari sisi marjin, tapi kontribusinya
terhadap ekonomi lokal sangat tinggi. Selain menyediakan barang bagus, ada juga nilai dari menciptakan
lapangan kerja.”
Hal tersebut
juga pernah dikatakan Hinako di pesta teh saat membentuk aliansi.
Setiap perusahaan
memiliki makna keberadaan yang
berbeda-beda, dan makna itu sendiri tidak saling bersaing.
“Layananmu
bukan hanya menjual apa saja, tapi secara khusus difokuskan pada bisnis hadiah.
Jika hanya melihat dari sisi marjin keuntungan, suatu saat pasti akan
bertabrakan dengan konsepnya.”
“...Jadi,
menjaga konsistensi itu penting ya?”
“Ya.
Mencari pasar baru memang bagus, tapi jangan sampai terlena oleh keuntungan
hingga melupakan konsep awalmu.”
Pendekatan
yang mudah dipahami dan dapat dipercaya. Sepertinya itulah yang dicari pelanggan dalam manajemen
perusahaan.
Pada akhirnya,
inti manajemen mungkin terletak pada ‘bagaimana
menjadi perusahaan yang dicintai orang’.
Angka-angka penjualan memang penting, tapi
tujuan akhirnya adalah tetap
perasaan, ya?
“Untuk
mencegah terlalu banyak menggoyahkan konsepmu, aku menyarankan untuk
menciptakan brand image. Sepertinya kamu
juga sudah menemukan jawabanmu sendiri.”
“Ya.
Aku sudah mencoba membuat suasana
yang stylish dan dewasa, aku juga akan memasang iklan
dengan ini.”
Situs
belanja online Tomonari Gift telah dirancang untuk mendukung hubungan antar
orang yang saling memberi hadiah dengan ringan. Sebenarnya yang aku lakukan hanya memberikan
instruksi pada insinyur AI karyawan, tapi rasanya sama dengan realita.
“Arahnya
sudah jelas. Kalau begitu, konsultasi kali ini cukup sampai di sini.”
“...Aku merasa kalau konsultasi kali ini hanya
konfirmasi saja.”
“Justru
itu tandanya semuanya berjalan dengan lancar.”
Takuma-san melanjutkan.
“Biasanya,
ketika orang yang sama sekali
tidak tahu manajemen memulai bisnis mereka sendiri,
ego mereka akan muncul. Mereka akan memaksakan apa yang ingin mereka
ekspresikan atau jual ke dalam produk.
Tapi kamu, sejak
awal kamu sudah
memiliki perspektif pelanggan. Kamu
punya pemahaman yang
bagus untuk manajemen, Itsuki-kun.”
“...Terima
kasih.”
Aku agak
terkejut karena aku tidak
menyangka akan dipuji.
——Aku merasa sangat senang.
Setelah
berjuang keras secara membabi buta untuk
mencapai titik yang sekarang, dipuji memang terasa
menyenangkan.
Apalagi
yang memuji adalah Takuma-san, orang
yang selalu tegas. Dipuji olehnya, membuatku benar-benar merasa kalau pekerjaanku memang berjalan lancar.
“Sepertinya
motivasimu juga sedang tinggi. Apa ada perubahan suasana hati yang terjadi padamu?”
“Bukan
perubahan suasana hati yang drastis, sih. Tapi sejak game manajemen dimulai,
aku melihat teman-teman di akademi terlihat sangat bersemangat...”
Aku kembali
mengingat percakapan teman
sekelasku yang aku dengar kemarin di gedung olahraga.
“Jadi
aku ingin menikmati game ini juga. Melihat angka-angka di perusahaan fiktif itu
naik memang cukup menarik.”
Pada awalnya,
aku memang didorong oleh rasa khawatir dan kewajiban, tapi sekarang aku
benar-benar ingin menikmati game ini.
“Ya.
Menjalankan bisnis itu memang menyenangkan
dan menarik.”
Takuma-san tersenyum.
“Lebih
dari separuh siswa Akademi Kekaisaran
akan menjadi pengusaha di masa depan, bukan karena ingin meneruskan usaha orang
tua, tapi karena mereka tahu keasyikannya. Sejak kecil, mereka sudah menyadari
daya tarik bisnis melalui pengamatan mereka terhadap orang tua mereka sendiri...karena tidak ada bidang lain yang secara intelektual
menstimulasi seperti hal ini.”
Saat
Takuma-san berkata dengan nada sedikit
sombong, aku memikirkan sesuatu.
...Takuma-san memang menyukai bisnis.
Kesan
Takuma-san yang susah ditebak selama ini,
kini aku merasa kalau aku bisa melihat sedikit
sifat aslinya.
Tapi, itu
bukan berarti Takuma-san telah berubah. Ia masih berniat untuk membubarkan dan membangun kembali Grup Konohana, meski berdalih kalau itu demi kepentingan Kagen-san dan Hinako.
Dan
alasan ia menjadikanku sebagai murid didikannya,
mungkin bukanlah semata-mata demi kebaikanku. Meski alasannya tidak jelas,
sepertinya dalam benaknya, mengajariku soal manajemen ada kaitannya dengan
keuntungannya sendiri.
Meskipun
begitu...
(...Orang
ini, pada akhirnya, bukanlah
orang jahat.)
Dalam artian
baik maupun buruk, ia hanya terlalu terfokus pada apa
yang ia inginkan.
Tidak ada
niat baik ataupun buruk dalam dirinya.
Mungkin,
dalam arti tertentu—— itu bisa
dianggap dapat dipercaya.
“Apa ada pertanyaan lain?”
Pertanyaan
Takuma-san mengingatkanku pada kejadian dua hari yang lalu.
“Saat
mempelajari manajemen Hinako,
aku kebetulan mengetahui kalau di game manajemen ini juga
ada rapat umum pemegang saham. Apa aku juga akan mengalami hal semacam itu?”
“Selama
kamu tidak
melawan pemegang saham sejak awal, kurasa kasus sepertimu akan dilewatkan
begitu saja. Pada kenyataannya, startup baru memang biasa selalu berkomunikasi
dengan pemegang saham, jadi rapat umum pemegang saham tidak terlalu berarti.”
Kupikir
memiliki pengetahuan tentan rapat pemegang saham merupakan ide yang bagus, tapi
sepertinya memahami rapat umum pemegang saham tidak terlalu menjadi prioritas.
Syukurlah.
Saat ini aku terlalu sibuk dengan hal lain.
“Baiklah,
sekarang aku akan memberikan
tugas selanjutnya. Aku ingin kamu
bisa membaca laporan keuangan perusahaan, terutama BS dan PL.”
“Baik.”
Balance
Sheet (BS) adalah laporan yang menunjukkan kondisi
keuangan perusahaan, sementara Laporan Laba Rugi atau Profit and Loss
(PL) adalah laporan yang menunjukkan kinerja operasional perusahaan.
“Omong-omong,
apa kamu berencana untuk melakukan IPO (Initial
Public Offering) di bursa saham?”
IPO,
sebuah istilah yang belum terlalu kupikirkan sebelumnya.
“...Untuk
saat ini, aku belum
memikirkan sampai sejauh itu.”
“...Yah,
kamu hanya bisa menjalankannya
selama tiga tahun, jadi strategi eksitnya bisa dibahas secara garis besar.”
Takuma-san menggumamkan
sesuatu.
“Kalau
begitu, mungkin sudah saatnya kalau kamu perlu memperdalam pemahamanmu
tentang saham.”
“Saham?”
“Topik
M&A juga sudah muncul, jadi waktunya
sudah pas. Kalau memungkinkan,
pelajari juga bagaimana cara menghitung valuasi saham perusahaanmu sendiri. Itu
bisa membantumu melihat apa yang harus kamu lakukan.”
“Baiklah....aku
mengerti.”
“Ini juga
dapat digunakan sebagai tindakan balasan terhadap kasus-kasus di mana valuasi
perusahaanmu
tiba-tiba melambung tinggi hingga kamu
kesulitan membayar pajaknya... Tapi mungkin itu tidak terlalu berkaitan dengan
game.”
Aku mencatat
tugas rumah itu dalam file teks.
Karena
isinya agak sulit, jadi sebaiknya
aku akan memeriksanya lagi sambil berbagi catatan.
“Ngomong-ngomong,
Takuma-san bukan siswa Akademi Kekaisaran, ‘kan?
Kenapa kamu bisa
begitu paham tentang game manajemen ini?”
“Apa
Shizune yang memberitahumu?”
Aku
mengangguk.
Benar sekali, Shizune-san lah yang memberitahuku. Tapi...
Bagaimana ia bisa langsung mengetahuinya? Harusnya Kagen-san atau Hinako juga bisa jadi kandidat.
Kemampuan
orang ini benar-benar menakutkan.
“Yah,
aku hanya sedikit terlibat dalam pengembangan game ini.”
“...Terlibat?”
“Ya.
Namaku tercantum di dalam
kredit.”
Aku
membuka opsi game dan memeriksa daftar staf. Memang benar, nama Takuma-san benar-benar tertera
di sana.
...Perasaanku menjadi agak rumit.
Meski
tidak menaruh rasa kagum yang berlebihan, di dalam hatiku menganggapnya sebagai
dinding yang harus kulampaui —
sebagai rival. Itulah sebabnya aku begitu termotivasi dalam game ini. Tapi
sekarang, aku merasa seolah berada dalam genggamannya.
“Aku tidak
perlu terlalu kecewa begitu.
Keterlibatanku hanya sedikit saja, kok.”
Tolong
jangan selalu membaca pikiranku.
“Ngomong-ngomong,
kalau mau memulai sesuatu yang baru, kamu juga
perlu memikirkan
soal pendanaan. Apa kamu
punya kenalan yang bisa jadi sumber dana?”
“Tidak...
Aku akan mencari itu mulai sekarang.”
Dalam
game manajemen, ketika memulai bisnis, kita bisa secara otomatis mendapatkan
pemegang saham. Lalu, setiap kali mencapai sebuah
pencapaian yang diajukan pemegang saham, kita akan mendapat
dana operasional. Tapi kita juga bisa menyediakan pemegang saham sendiri, dan
jika butuh dana lebih, kita harus mencarinya sendiri.
Selama
ini, aku mendapat dana dengan cara itu.
Bisnisnya
juga berjalan cukup lancar. Sekarang, pasti
ada banyak orang yang mau berinvestasi.
“Nah,
mumpung situasinya sudah seperti itu, bagaimana kalau kamu minta kenalan yang ahli di
bidang IT untuk mengenalkanmu? Itu bisa dijadikan
relasi yang penting di masa depan.”
Aku berpikir
sambil mendengar saran Takuma-san.
Teman
yang ahli di bidang IT yang mungkin bisa kuhubungi adalah...
◆◆◆◆
Hari
Senin.
Sesampainya
di akademi, aku mulai melihat sekeliling ruang kelas untuk mencari sosok yang kucari.
“Kita-kun.”
Kita,
yang sedang membuka laptop di tempat duduknya, menoleh ke arahku.
Selama
masa game ini, para siswa diperbolehkan menggunakan laptop di luar jam
pelajaran. ...Atau lebih tepatnya, memang sejak awal di Akademi Kekaisaran sudah diperbolehkan bebas
menggunakan laptop.
“Ada
apa, Tomonari-kun?”
“Aku
mau mengembalikan buku referensi ini.”
Aku
mengeluarkan buku referensi untuk sertifikasi teknisi IT dari dalam tasku. Aku sudah meminjam buku ini sejak
sebelum game manajemen dimulai. Kita
menerima buku itu, membuka halaman tertentu, lalu menatapku.
“Jelaskan
apa itu BPO!”
“Menyerahkan
seluruh proses bisnis, dari perencanaan hingga desain, kepada pihak luar!”
“Saat
terjadi gangguan sistem, metode menyalakan ulang sistem dan mengembalikannya ke
kondisi awal disebut apa?”
“Cold
start!”
Setelah
saling menguji satu sama lain dengan pertanyaan dan jawaban,
Kita tertawa.
“Dua-duanya
benar. Kamu masih tetap rajin belajar, ya."
“Kalau
tidak begitu, iblis
akan muncul...”
“?”
Kita
sedikit memiringkan kepalanya.
Jika aku
bolos belajar, kepala pelayan akan berubah menjadi iblis yang menakutkan.
“Kita-kun, apa boleh
aku berkonsultasi tentang game
manajemen?”
“Tentu,
boleh saja.”
Kita
adalah teman sekelas yang mulai sedikit akrab
sebelum kompetisi. Setelah itu, kami juga masih tetap dekat, dan ia menjadi
salah satu orang yang mudah kuajak bicara, sama seperti Taishou dan Asahi-san.
Kami berdua sering saling meminjamkan buku
referensi IT, meski sebenarnya Kita sudah jauh di depanku, jadi akulah yang kebanyakan meminjamnya secara sepihak.
“Sebenarnya,
aku sedang mencari koneksi untuk mendapatkan pendanaan demi mengembangkan bisnisku...”
“...Ah,
jadi posisi mulaimu di game ini adalah mendirikan perusahaan, ya.”
Ia
pasti sudah meneliti tentang perusahaanku di game. Aku tidak ingat pernah
memberitahu Kita tentang posisiku di awal.
“Maaf,
aku tidak punya kenalan yang bisa kuperkenalkan. Kalau perusahaan rintisan,
biasanya memang mengandalkan VC,
tapi aku sendiri lebih konservatif...”
“Begitu
ya...”
Venture
capital atau VC adalah perusahaan investasi yang khusus menangani perusahaan
rintisan (startup).
Aku berharap bisa dapat pendanaan dari sana, tapi sepertinya Kita tidak mempunyai koneksi.
...Sejujurnya,
aku sudah menduga jawabannya.
Karena perbedaan posisi awal kami, tantangan yang
kami hadapi juga berbeda.
“Ah, tapi...
“
Kita
tiba-tiba tenggelam dalam pikirannya, seolah-olah ia baru saja memikirkan
sesuatu.
“...Tomonari-kun.
Aku punya saran, bagaimana jika kita
membuat kelompok belajar yang hanya beranggotakan pengusaha di bidang IT saja?”
“Itu
akan sangat membantu, tapi...”
“Sebenarnya
aku juga sedang menghadapi beberapa
masalah saat ini dan ingin mendiskusikannya dengan orang lain supaya bisa bertukar pikiran.”
Begitu
ya.
“Selain itu...
Aku juga sedikit iri dengan sesi belajar yang kamu
lakukan sepulang sekolah.”
Itu pasti
tentang pertemuan teh kami.
“Kalau tidak
salah pertemuan pesta teh
yang mulia, ‘kan?”
“Ah,
itu hanya nama yang diciptakan orang lain, kok...”
“Haha,
yah, kurasa itu pantas. Tapi jika dilihat
dari sudut pandang orang luar, aku bisa mengerti kenapa
mereka ingin menamakannya seperti itu. Kamu juga terlihat sangat akrab dengan Konohana-san dan yang lainnya...”
Itu
memang penilaian yang menyenangkan.
Aku memang
ingin menjadi orang yang pantas berdiri di samping Hinako, Tennouji-san, Narika, dan yang
lainnya, karena memang itulah yang menjadi tujuanku saat ini.
“Lalu,
siapa saja yang akan diundang ke sesi belajar itu?”
“Soal
itu, ada seseorang yang ingin aku ajak...”
Kita kemudian melanjutkan.
“Kamu tahu Suminoe-san di kelas kita, ‘kan? Keluarganya punya perusahaan
IT besar.”