Bab 3 — Penantang
Bagian 1
Sudah
seminggu telah berlalu sejak aku
mengadakan pertemuan belajar dengan Suminoe-san dan yang lainnya.
Acara game
manajemen ini sudah berjalan sekitar dua minggu.
Padahal
hanya dua minggu di dunia nyata, tapi di dalam game sudah satu tahun berlalu. Dalam satu tahun itu, kondisi perusahaan
sudah mulai terlihat.
Perusahaan
yang kinerjanya buruk, artinya yang tidak mengalami pertumbuhan, sebentar lagi
harus segera dibenahi. Dari perkembangan dalam game,
aku melihat ada beberapa pemain yang sudah mulai panik untuk memikirkan perbaikan.
Itu bukan hanya masalah orang lain saja.
Karena
aku sendiri juga salah satu dari para pemilik
bisnis yang harus memikirkan perbaikan.
“Hari
ini ada pertemuan minum teh, ‘kan?”
“Ya,
memang.”
Pagi ini,
aku membalas sambil mengangguk di dalam
mobil yang menuju sekolah.
Sepulang
sekolah nanti, kami akan berkumpul lagi untuk melakukan
pertemuan rutin aliansi
minum teh. Untuk saling memeriksa
perkembangan masing-masing.
(Mungkin
aku sedikit kurang tidur...)
Aku
menguap pelan.
Selama
beberapa hari terakhir, aku kurang tidur.
Kinerja
perusahaan di dalam game tidak
berkembang dengan baik. Jumlah pengguna situs penjualanku juga menjadi stagnan, dan upaya
promosi juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Aku ingin
melakukan perbaikan, tapi aku tidak
tahu harus melakukan apa, jadi terus-menerus dibuat bingung.
“Itsuki, kamu kurang tidur?”
“...Tidak,
bukannya begitu.”
Aku tidak
ingin membuatnya khawatir, jadi aku akhirnya
berbohong.
“Kalau
Ojou-sama sendiri pasti kurang tidur. Bahkan semalam
pun, dia merelakan waktu tidurnya untuk menyeduh teh.”
“Shi-Shizune...?!”
“Maafkan
saya, mulut saya keceplosan."
Hinako
berkata dengan panik.
Sejak
saat itu, Hinako
terkadang membuatkanku teh. Keesokan harinya setelah pertama kali dia
membuatkanku teh, aku membalas dengan membawakan teh ke dalam kamarnya. Lalu keesokan harinya,
Hinako kembali membuatkanku teh. Hal tersebut terus terjadi
berulang-ulang.
...Belakangan
ini, Hinako juga terlihat semakin akrab
dengan Shizune-san.
Bukan
hanya akrab, tapi Shizune-san seperti sangat mempedulikan Hinako.
Apa
Shizune-san menyadari akan hal itu? ...Jika aku mengungkitnya dengan payah, dia mungkin akan
merasa malu, jadi sebaiknya aku diam saja, tidak usah mengungkit-ungkitnya. Lagipula, Hinako juga tidak terlihat membencinya, jadi lebih baik dibiarkan terus
begini.
“Hinako, kalau kamu kurang tidur, kamu boleh istirahat sebentar, kok.”
“Mmm...
Tidak, aku tidak akan tidur...”
Meskipun tatapan matanya terlihat sayu, tapi dia terlihat bersikeras melawan
kantuknya.
“Semenjak
tempo hari yang lalu, kenapa kamu tiba-tiba jadi rajin begini, Hinako?”
Semalam
saat dia membuatkanku teh, Hinako
juga terlihat sangat
mengantuk, tapi dia terus bersikeras
untuk tetap terjaga.
Hinako menjawab dengan malu-malu.
“Habisnya... Aku ingin berbicara lebih lama denganmu, Itsuki...”
Tanpa
sadar aku menengadah ke atas langit.
Apa-apaan
dengan makhluk imut yang satu
ini?
Rasanya seolah-olah kepalaku bisa menjadi gila, jadi aku memijat pelan pelipisku sambil
berusaha untuk
menahan diri.
“... Kita
bisa bicara kapan saja, ‘kan? Selain orang lain, aku dan Hinako tinggal di
rumah yang sama.”
“... Mungkin,
begitu.”
Hinako tampak
senang dan menyetujui perkataanku.
Mobilnya
sedikit bergoyang. Seakan menyerahkan dirinya pada goyangan itu, Hinako
bersandar di bahuku.
“...Aku mau
tidur,”
Dia bergumam
pelan lalu memejamkan matanya.
Ada aroma
manis yang samar-samar menyebar, dan kehangatan menjalar dari bahuku. Rupanya
dia terlalu memaksakan diri untuk tetap terjaga, karena Hinako langsung
tertidur seketika.
...Aku juga
mulai mengantuk.
Sebagai
pengasuhnya, aku harus terus memperhatikan Hinako. Tapi hari ini, rasa kantuk
yang lebih kuat dari biasanya menyerangku, dan mataku perlahan menutup sendiri.
“...Shizune-san.
Maaf, aku juga akan tidur sebentar.”
“Baiklah.
...Ini memang tumben sekali melihat Itsuki-san terlihat sangat mengantuk begini.”
Kalau
dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku tertidur saat perjalanan berangkat dan
pulang sekolah.
...Sepertinya
begadang terlalu lama memberi efek buruk padaku.
Dengan merasakan
penyesalan semacam itu, aku pun tertidur.
◆◆◆◆
Sepulang
sekolah.
Di kafe
biasa, anggota Aliansi Pesta Teh berkumpul mengelilingi satu meja.
“Nah, ayo
kita berbagi informasi terbaru dari kemajuan masing-masing.”
Tennouji-san
berkata demikian sambil menampilkan layar laptopnya ke hadapan semua orang.
“Pertama
dimulai dari aku dulu, aku akan menyampaikan laporan keuangan Grup Tennouji.
Untuk menghindari penjelasan yang terlalu panjang, aku hanya akan membagikan
data perusahaan utama.”
Tennouji-san
menampilkan slide laporan keuangan perusahaannya. Pendapatan produsen logam
non-besi naik sekitar 13% dari tahun lalu, sementara produsen elektronik turun
sekitar 2%. Kinerja masing-masing perusahaan berbeda-beda, tapi secara
keseluruhan meningkat.
Namun,
laporannya benar-benar penuh efek visual yang mencolok... Terlalu mencolok sampai-sampai
agak sulit dibaca. Ini memang sangat menggambarkan Tennouji-san yang suka
hal-hal mencolok, tapi kalau sampai ke level ini, rasanya jadi terkesan murahan
seperti diskon besar-besaran di supermarket.
Saat aku melirik
ke arah Tennouji-san, dia terlihat sangat puas dan bangga dengan dirinya
sendiri.
Aku tidak
ingin menghilangkan semangat itu, jadi lebih baik tidak perlu mengomentarinya.
“Penjualan
Grup Konohana, dimulai dari perusahaan utama Konohana Shoji, adalah...”
Lalu Hinako
menampilkan layar laptopnya untuk menjelaskan.
Berbeda
dengan Tennouji-san yang memiliki kinerja beragam, Hinako mampu meningkatkan
penjualan berbagai perusahaannya secara stabil.
“Pe-Penjualan
konsolidasi perusahaanku meningkat dibandingkan tahun lalu, anu...”
Narika terlihat gugup, tapi kinerja perusahaannya tampak meningkat.
Dia
tidak merasa ada kekhawatiran tentang kinerja
bisnisnya. Dia
hanya memang tidak nyaman berbicara di depan umum.
“Perusahaanku adalah—”
“Perusahaanku, J's Holdings—”
Tampaknya
bisnis Taishou
dan Asahi-san juga
dalam kondisi baik-baik saja.
Akhirnya
giliranku tiba.
“Kinerja
Tomonari Gift terlihat seperti ini.”
Aku
menampilkan laporan keuangan yang dibuat dalam game dan menunjukkannya ke semua
orang.
“Tampaknya
lancar-lancar saja, ya.”
“Jika
hanya melihat angka selama setahun, mungkin itu terlihat
baik-baik saja, tapi...”
Aku kemudian
menampilkan grafik garis jumlah pengguna dan menjelaskannya.
“Sejak
paruh kedua, angka-angkanya mulai
melambat. Sejujurnya, aku merasa ada tanda-tanda stagnan, dan aku khawatir dengan kinerja tahun
depan jika keadaannya tetap
seperti ini.”
Meskipun aku menyadari cara bekerja
saat ini takkan membuat banyak perubahan dalam situasi,
tapi aku merasa layanan penjualan katalog
hadiah masih memiliki potensi.
“Tapi
penjualanmu meningkat setelah membuat
katalog, kan?”
“Ya.
Aku mengira kalau itu akan
membutuhkan waktu lebih lama untuk melihat hasilnya, tapi ternyata aku bisa melihatnya lebih
cepat dari perkiraan. Tapi mungkin itu hanya pertumbuhan cepat saja, dan
penurunannya juga cepat.”
Aku
menjelaskan pandanganku atas
pertanyaan Taishou.
Pembuatan
katalog berhasil menarik pelanggan dari pasar hadiah katalog, sesuai dengan yang kuharapkan. Tapi
perkiraan yang salah adalah, pasar hadiah katalog ternyata lebih kecil dari
yang kubayangkan. Jika basis
pelanggannya sedikit, maka jumlah yang bisa ditarik juga terbatas.
“Tomonari, kenapa
kamu tidak membuat divisi pemasaran?
Kayaknya kamu belum
ada, kan?”
“Pemasaran,
ya... Memang belum ada, sih.”
Begitu
rupanya. Selama ini aku selalu melakukan analisis pasar sendiri,
tapi mungkin sudah saatnya meminta bantuan orang lain. Kalau aku meminta
bantuan ahli, mungkin kesalahan semacam
ini bisa dihindari.
“Walaupun kamu
tidak perlu sampai membuat divisi segala,
tapi bagaimana kalau kamu minta bantuan perusahaan pemasaran? Aku bisa
memperkenalkan perusahaan pemasaran yang aku pakai, kok?”
Asahi-san juga memberi saran.
Membuat
divisi sendiri memang bisa-bisa saja,
tapi pertama-tama aku lebih ingin mengetahui efektivitas pemasaran. Kali ini aku akan mengikuti saran Asahi-san.
“Tolong,
ya.”
“Oke,
kalau begitu aku akan menghubungi mereka langsung~”
Asahi-san mulai mengetik di keyboard.
Sepertinya dia menghubungi siswa yang memiliki perusahaan pemasaran.
“Tomonari-kun,
kamu sangat rajin ya. Kemarin aku lihat kamu
login ke dalam game
terus, lho.”
“Lho,
bagaimana kamu bisa mengetahuinya?”
“Ada
halaman untuk memeriksa informasi perusahaan pihak
lain, ‘kan?
Di bagian atas kiri, ada menampilkan status login pemain. Kamu tidak tahu mengetahuinya?”
“Aku sama
sekali tidak tahu...”
Akhir-akhir
ini aku sibuk dengan urusan perusahaanku sendiri, jadi aku tidak mempunyai waktu untuk melihat perusahaan
orang lain.
Ketika
pesan dari siswa lain datang, aku selalu berpikir bahwa waktunya selalu saja tepat sekali. Ternyata mereka selalu mengecek
apakah orang yang akan mereka kirim pesan sedang login atau tidak.
“Ngomong-ngomong,
Tomonari, kamu sering menguap hari ini. Apa kamu begadang main game semalam?”
“Tidak,
bukan begitu...”
“Tapi
tadi di kelas kamu tidak bisa menjawab pertanyaan yang ditujukan padamu, ‘kan?”
“Uh...”
Aku
kehilangan kata-kata menghadapi kombinasi Taishou dan Asahi-san. Ketika
mendengar percakapan kami, Tennouji-san membelalakkan matanya.
“Apa itu benar?”
“Ak-Aku
baik-baik saja. Aku berencana akan
mengulangi pelajarannya nanti hari ini.”
“.....”
Tennouji-san menatapku dengan ekspresi menyelidiki.
Aku harus
hati-hati... Jangan sampai nilai pelajaranku
turun gara-gara game manajemen, dan melupakan
prioritas utamaku.
◆◆◆◆
Pukul
20.30, aku kembali ke kediaman keluarga Konohana
dan menghadap layar laptop di
kamarku.
“Baiklah, kalau begitu, aku akan menjelaskan
rencana B.”
Aku mendapat
pesan masuk dari mitra bisnisku.
“Dengan
rencana ini, kita bisa memilih target untuk proyek Tomonari Gift, dan setelah
dijalankan, kita bisa mengumpulkan data pembelian untuk menjalankan siklus PDCA
secara efektif. Kita juga bisa melakukan survei volume pasar yang menurut
Tomonari-kun
kurang berhasil.”
“Terima
kasih banyak. Itu sangat
membantu.”
“Karena
Asahi-san yang
merekomendasikanmu, jadi aku
akan memberimu sedikit diskon.”
Orang yang
aku ajak bicara adalah CEO perusahaan pemasaran yang
dikenalkan Asahi-san tadi
sore. Setelah mendengarkan situasiku selama satu jam, dia langsung menawarkan
solusi terbaik dan kami pun menandatangani kontrak.
Layanan
pemasaran ini katanya bisa meningkatkan efisiensi kerja karyawan saat digunakan
untuk game. Tapi kita tidak
bisa asal memakainya, karena harus sesuai dengan masalah
perusahaan supaya bisa berjalan
efektif.
“Kurasa aku
akan membiarkannya seperti ini dulu sampai aku bisa melihat efek pemasarannya...”
Dasar
pemasaran adalah analisis data. Dan itu
membutuhkan waktu. Sesuai seperti namanya siklus
PDCA, siklus tersebut harus diulang-ulang untuk
memperbaiki, baru kemudian efeknya akan terlihat.
“...Menakutkan.”
Aku tahu kalau aku tidak boleh cepat-cepat menuntut
hasil, tapi menunggu lama hasilnya keluar membuatku takut. Apa ada yang
salah? Apa aku hanya membuang-buang waktu dan uang? Kekhawatiran itu terus
menggerogoti pikiranku.
...Sebaiknya
aku perlu mempelajari game lebih banyak lagi.
Waktu
sekarang sudah lewat pukul 21.00, jadi aku tidak bisa login game, tapi
masih banyak yang ingin kupelajari. Biasanya setelah pukul 9 malam, aku berencana mengerjakan PR dan
mengulang pelajaran, tapi kekhawatiranku tentang game terlalu besar sampai-sampai aku tidak bisa fokus belajar.
Aku jadi
dibuat bimbang. ...Rasanya seperti aku terjebak di lubang semut.
Aku merasa lelah dan pemikiranku menjadi negatif. Saat aku menepuk-nepuk pipiku seraya berusaha mendapatkan semangat
lagi, aku mendengar suara pintu
diketuk.
“Itsuki-san,
apa boleh aku masuk sekarang?”
Aku
mendengar suara Shizune-san, jadi
aku menjawabnya dengan “iya”.
“Permisi.”
“...Umm,
Hinako mana?”
“Ojou-sama
sedang mengadakan pertemuan dengan Kagen-sama terkait game manajemen. Aku
datang kemari untuk menyampaikan pesan.”
Pesan?
Aku merasa kebingungan, dan Shizune-san melanjutkan.
“Minggu
depan, aku dan Ojou-sama ada acara makan malam, jadi kami
tidak ada di rumah sampai malam.”
“Baiklah aku
mengerti......Aku tidak bisa ikut?”
“Acara
kali ini dikhususkan untuk para petinggi dan anggota eksekutif Grup Konohana, jadi mungkin acara tersebut masih terlalu
dini bagi Itsuki-san.”
Ternyata
ada acara seperti itu...
Hinako
sebenarnya tidak terlalu menyukai
suasana acara makan malam itu. Aku ingin menemaninya,
jadi aku berharap bisa ikut, tapi sepertinya kali ini tidak mungkin.
“Aku akan
menerima perasaanmu saat ini. Mungkin Itsuki-san juga bisa bergabung dengan
kami suatu hari nanti.”
“Entah aku
harus merasa senang atau justru merasa takut...”
Acara makan
malam khusus yang hanya dihadiri oleh para petinggi grup... Jika aku masuk ke
tempat seperti itu, aku merasa seperti akan menjadi domba yang dikepung oleh
serigala daripada anak kucing yang dipinjam.
“Pada hari
itu, Itsuki-san boleh melakukan apapun yang kamu suka... Tapi jika bisa, aku menyarankanmu
untuk beristirahat dengan tenang.”
“...Apa aku
terlihat selelah itu?”
“Meski kamu
berusaha menyembunyikannya tapi itu sudah ketahuan dengan jelas. ...Karena kita
hampir sering bertemu setiap hari, jadi wajar saja bisa langsung ketahuan.”
Setelah
mengatakan itu, Shizune-san keluar meninggalkan kamarku.
(Beristirahat
dengan tenang, ya...)
Aku
bersyukur dia mengkhawatirkanku.
Tapi saat
ini aku tidak punya waktu untuk beristirahat.
Jika ada
waktu luang sendirian — kurasa lebih baik kalau aku menggunakannya untuk belajar
dengan sungguh-sungguh.
Meski tidak
bisa login game di hari Minggu, tapi aku bisa fokus mempelajari hal-hal tentang
bisnis. Sekarang yang aku butuhkan adalah waktu untuk belajar manajemen.
“...Hm?”
Ponselku
yang kuletakkan di samping laptop tampak bergetar.
Ketika aku
melihat ke layarnya, ternyata itu panggilan dari seseorang.
“Halo, Tennouji-san?”
“Tomonari-san,
apa boleh aku berbicara denganmu sekarang?”
“Ya, tidak
ada masalah.”
Aku
penasaran apa dia mempunyai urusan denganku.
“Aku minta
maaf kalau ini terlalu mendadak, tapi apa kamu ada waktu senggang untuk minggu
depan?”
“Ya, memang
ada sih. Tapi...”
“Kalau
begitu, ayo kita pergi keluar bersama”
Rupanya itu
adalah ajakan yang begitu mendadak.
Aku merasa senang
dengan ajakannya, tapi aku baru saja memutuskan untuk fokus belajar di hari
Minggu.
“Maaf,
belakangan ini aku cukup sibuk, jadi kali ini aku—”
“—Kita akan
melakukan pembahasan strategi mengenai game manajemen.”
Tennouji-san
memotong ucapanku.
“Sebagai sesama
rekan yang memperjuangkan kursi anggota OSIS, kupikir kita bisa berdiskusi hal
yang bermanfaat.”
“Kalau
begitu maslaahnya, aku akan ikut.”
“Bagus.
Nanti kita akan membicarakan detailnya lagi.”
Dari
seberang telepon, aku bisa mendengar suara Tennouji-san tertawa puas.
Aku sudah
sering belajar bersama dengan Tennouji-san. Pada waktu itu, berkat dukungannya,
aku bisa mendapat nilai bagus saat ujian semester Akademi Kekaisaran.
Jika
Tennouji-san ingin membicarakan hal yang bermanfaat, pasti kali ini pun aku
bisa mempelajari sesuatu yang berguna.
“Oh ya, ngomong-ngomong,
jangan bawa laptop saat itu ya.”
“Eh, tapi
kalau begitu, bukannya aku tidak bisa mengerjakan sesuatu?"
“Toh di hari
Minggu kita tidak bisa login ke dalam game. Dan membawa laptop akan sedikit
melelahkan saat bepergian.”
“...Baiklah.”
Argumen
Tennouji-san ada benarnya, jadi aku pun menyetujuinya.
“Selain itu,
jangan sampai kurang tidur, ya.”
“Iya.”
Karena itu adalah
kesempatan yang berharga, jadi aku harus mempersiapkan kondisiku dengan baik
supaya bisa berkonsentrasi dengan maksimal.
Kalau
begitu, kurasa lebih baik aku tidur lebih awal di hari Sabtu....
◆◆◆◆
Setelah
menunggu beberapa menit di depan stasiun tempat kami akan bertemu, sebuah mobil
berwarna hitam berhenti di depanku.
Para
pejalan kaki yang lewat memperhatikan
mobil mewah yang terlihat seperti sedang membawa seorang pejabat
tinggi. Dari dalam mobil itu, keluar seorang gadis yang memang memiliki
penampilan dan aura yang sesuai dengan harapan mereka.
Tennouji-san
berjalan mendekatiku dengan
helaian rambut pirangnya yang panjang
bergelombang dan berayun karena tertiup angin.
“Maaf
sudah membuatmu menunggu.”
“Tidak,
aku juga baru tiba kok...”
Memang benar
aku baru saja tiba,
padahal masih ada cukup waktu sebelum waktu berkumpul. Tapi mungkin Tennouji-san juga berpikir
demikian.
Tapi
dibanding itu, aku lebih memperhatikan penampilan Tennouji-san.
“Ada
apa?”
“Tidak,
hanya saja... Aku berpikir
kalau pakaianmu cantik sekali.”
“Ara,
kemampuan merayumu sudah semakin baik ya.”
Tennouji-san
tersenyum geli.
Aku
teringat saat dia pernah
memanggilku "penipu" sebelumnya.
Tapi di dalam hatiku.... aku merasa terpana.
Aku
mengira bahwa pertemuan kali ini akan seperti
sesi belajar, tapi penampilan Tennouji-san terlalu mencolok untuk acara semacam
itu. Rasanya seolah-olah kami
akan langsung pergi ke taman hiburan.
“Baiklah,
ayo kita berangkat Itsuki-san."
Tennouji-san
memanggil namaku dengan berbeda.
Aku pun
paham maksud dari perubahan
itu.
“Baik.
Aku akan mengandalkanmu hari
ini.”
“Fufu...
Memang saat-saat seperti inilah
yang bisa membuat
bahagia, ya.”
Hanya
dengan mengubah nada bicaranya, Tennouji-san terlihat senang.
...Ketika
seseorang mengatakan hal seperti itu kepadaku, aku juga jadi merasa malu.
Hari ini,
Tomonari Itsuki, putra
pewaris dari perusahaan
menengah, sedang berlibur dulu. Sosokku yang sedang bersama
Tennouji-san adalah Tomonari Itsuki
yang sebenarnya, mantan murid pekerja keras
yang kini bekerja sebagai pengasuh di
keluarga Konohana.
“Kita
mau kemana?”
“Kita akan ke sini.”
Tennouji-san
memperlihatkan layar ponselnya padaku.
“...Museum
seni?”
Jadi kami
akan belajar di sana?
“Sebelumnya,
aku mau meminta
maaf terlebih dahulu.”
Tennouji-san
berkata dengan wajah serius.
“Aku
berbohong mengenai rapat strategi game.”
“Eh?”
“Hari
ini, aku mau mengajakmu untuk memberimu
istirahat yang benar-benar lepas.”
Aku secara
tidak sadar memegang keningku, berusaha memahami perkataan
Tennouji-san.
Mungkin
Tennouji-san menyadari akhir-akhir ini aku terlihat lelah, jadi dia sengaja mengajakku
bersenang-senang.
Tetapi,
kali ini saja aku tidak bisa menerimanya dengan tulus.
“...Maaf.
Aku merasa berterima kasih dengan perhatianmu,
tapi saat ini aku benar-benar tidak punya waktu luang.”
Saat ini, ada terlalu banyak hal yang harus kulakukan. Pikiranku selalu di
ambang batas, dan aku harus segera mengatasinya sebelum hatiku menjadi kacau.
Tennouji-san
pun tidak akan menikmati jalan-jalannya jika aku dalam
keadaan seperti itu.
Jadi,
maafkan aku, tapi mungkin lebih baik kalau
aku pulang saja hari
ini.
“—Rasanya
seperti sedang melihat diriku yang dulu.”
Tennouji-san berkata demikian saat
melihat wajahku yang tertekan.
“Wajah
yang tertekan itu... Dulu aku sering
melihatnya di cermin.”
Tennouji-san
bergumam dengan nada yang terdengar sedih, lalu menatapku dengan ekspresi tekad
yang bulat.
“Kamu tahu
bahwa selama periode 'game
manajemen', hari
Minggu adalah satu-satunya hari di mana siswa tidak boleh login ke game, ‘kan? Apa kamu tahu alasannya?”
“Itu...
karena siswa harus belajar selain bermain game, ‘kan?”
“Salah.”
Tennouji-san
menggelengkan kepalanya.
“Itu
untuk membantu siswa yang merasa tertekan secara mental, bisa kembali mendapatkan ketenangannya.”
Jawaban
yang keluar sungguh di luar
dugaan.
“Sebagai
seorang pemilik bisnis, kamu menanggung tanggung jawab yang
besar. Karena itulah, mereka lebih rentan terkena gangguan mental dibandingkan
karyawan. Sebenarnya, tingkat bunuh diri di kalangan manajer cukup tinggi.”
“...Begitu
rupanya.”
“Game
manajemen memang hanya sebuah game, tapi juga itu merupakan mata pelajaran yang
sangat berpengaruh pada nilai. Dan banyak siswa di Akademi Kekaisaran yang sensitif terhadap nilai
akademik mereka, karena mereka menanggung harapan orang tua. ...Setiap tahun,
ada yang jatuh sakit secara mental selama periode game, jadi pihak akademi
menyediakan satu hari istirahat per minggu.”
Aku tidak
pernah menyangka ada latar belakang
seperti itu.
Tapi,
memang benar apa yang dikatakan Tennouji-san. Para siswa
di Akademi Kekaisaran
menanggung harapan orang tua dan latar belakang keluarga mereka. Bahkan tanpa game manajemen pun, ada siswa yang
berusaha sekuat tenaga setiap hari sampai memuntahkan darah. Hinako dan Tennouji-san juga termasuk
di antaranya.
“Sebagai
seorang pemilik bisnis,
kesehatan mental adalah hal yang mutlak diperlukan. Hal yang sama juga berlaku
dalam game. ...Hari ini, terimalah untuk menemani waktu istirahatku.”
Kata-kata
Tennouji-san dengan kuat menggema di hatiku.
Yang
paling menggangguku adalah, aku telah membuat Tennouji-san khawatir.
(...Begitu
ya. Aku memang sedang terdesak.)
Aku
merasa ada banyak tanda-tanda yang menunjukkan hal itu.
Aku juga sudah membuat Hinako, Asahi-san, Taishou,
dan Shizune-san khawatir
dengan kondisiku yang kurang tidur dan
kelelahanku. Jika orang-orang di sekitarku sampai khawatir seperti ini, berarti
aku memang tidak dalam kondisi normal.
“...Baiklah, aku mengerti,”
Aku
mengangguk dalam-dalam dan menatap Tennouji-san.
“Aku
sadar kalau aku terlalu memaksa diri. ...Hari ini aku akan benar-benar
beristirahat.”
“Bagus.
Beristirahat juga merupakan bagian dari pekerjaan, lho.”
Tennouji-san
mengangguk dengan puas.
“Astaga...
Bukannya aku sudah pernah bilang untuk jangan terlalu memaksa diri?”
Kalau
dipikir-pikir, sepertinya aku ingat pernah diperingati soal itu
saat aku sedang mempelajari metode manajemen Tennouji-san.
Mungkin
sejak saat itu, Tennouji-san sudah bisa melihat kepribadianku
yang seperti ini.
“...Hanya Tennouji-san saja yang satu-satunya mengatakan itu padaku.”
“Orang-orang
yang paling sukses dalam game manajemen
biasanya justru yang paling mudah kecanduan
di dalamnya. ...Meski aku sudah menduganya, tapi aku curiga kalau Itsuki-san
mempunyai kecenderungan gila kerja.”
Aku tak
bisa berkata apa-apa.
Memang,
sebelum aku memasuki Akademi Kekaisaran, aku hanya bekerja sambilan
untuk biaya hidup. Dan setelah masuk, aku hanya fokus belajar saja.
Aku
memang bertekad akan menjalankan cara hidup yang sama seperti teman-teman
sekelasku dulu di kampung halamanku setelah
reunian dengan mereka. Tapi tanpa sadar, aku justru
terjebak dalam cara hidup itu.
Meski aku
harus tetap berusaha keras, tapi aku tidak
ingin membuat orang-orang di sekitarku khawatir seperti ini.
“Kalau
begitu, ayo kita segera berangkat! Kita akan pergi ke
museum seni dulu!”
“Ah,
tapi bukannya jaraknya lumayan jauh
dari sini?”
“Iya,
itulah sebabnya kita akan memakai mobil.”
Sambil
berkata begitu, Tennouji-san menoleh ke sampingnya.
Mobil yang
tadi mengantar Tennouji-san ke sini
masih terparkir di sana. Seorang pria berbaju jas hitam yang tampaknya supir
mobil itu, membungkuk dalam-dalam begitu mata kami bertemu.
“Terakhir
kali, Itsuki-san mengajakku ke tempat hiburan ala rakyat biasa. Nah kali ini, sekarang giliranku yang akan
mengajakmu ke tempat hiburan gaya masyarakat kelas atas!”
Aku berjalan
menuju mobil bersama Tennouji-san yang terlihat lebih
bersemangat dari biasanya.
Aku
meminta maaf di dalam hati karena
telah membuat Tennouji-san khawatir dengan wajahku yang murung. ...Dan
sekaligus berpikir bahwa
wajah ceria Tennouji-san memang lebih cocok untuknya.