Roshidere Jilid 9 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog — Itulah Sebabnya, Aku Menjadi Aku

(TN: Judul epilognya cukup tricky karena artinya sama-sama aku, tapi biar mimin kasih penjelasan. Kata ‘Aku’ yang pertama menggunakan kata ‘Watashi’, sedangkan kata ‘aku’ yang kedua menggunakan kata ‘Atashi’. Walaupun sama-sama bisa diartikan sebagai aku, kata ‘Watashi’ lebih cenderung formal/kaku dan bisa digunakan baik laki-laki maupun perempuan, artinya penggunaan katanya netral dan terlihat sopan jika digunakan dalam situasi apapun. Sedangkan kata ‘Atashi’ merupakan penggunaan kata non-formal dan cenderung dipakai hanya perempuan saja, penggunaan ‘Atashi’ biasanya digunakan untuk situasi santai dan kasual. Jadi jika ada perubahan cara pernggunaan kata dari ‘Watashi’ menjadi ‘Atashi’ hal itu bisa menandakan kalau orang tersebut merasa nyaman dan dekat dengan kalian. Mimin minta maaf kalau penjelasannya terlalu panjang)

 

Masa-masa ketika aku masih anak kecil sudah menjadi kenangan yang kabur di dalam ingatakanku. Aku adalah anak nakal yang sangat suka berbuat iseng.

Aku sering menggambar di berbagai sudut rumah, melarikan diri ke luar setiap kali harus belajar, dan membawa pulang serangga atau bola lumpur. Aku sering tertawa sambil bertepuk tangan ketika melihat Nii-sama yang sedang belajar dengan tekun, terkejut ketika aku melemparinya.

Meskipun aku merupakan anak nakal yang selalu dimarahi Ojii-sama, orang tua dan Nii-sama sangat baik padaku.

Selama tidak mengganggu orang lain, kamu boleh melakukan apapun yang kamu suka. Kamu boleh menimbulkan masalah pada keluargamu.”

Okaa-sama tidak pernah menyangkalku. Meskipun aku selalu menghindari belajar dan kegiatan lain, dia mengizinkanku untuk bersenang-senang dengan hal-hal yang membuatku terpesona.

“Hee~ bukannya itu bagus?

Itu adalah ungkapan khas Otou-sama. Setiap kali aku menggambar coretan atau berbuat iseng, kata pertamanya selalu “bukannya itu bagus?

“Mungkin ini singa, ya? Kamu menggambarnya dengan baik. Sepertinya Yuki juga punya bakat menggambar, ya. Tapi, menggambarnya di dinding mungkin bukan ide yang baik.

Ketika aku bilang bahwa aku tidak bisa menggambar besar jika bukan di dinding, ayahku tertawa dan berkata, “Kurasa itu ada benarnya”. Pada hari berikutnya, ia membelikanku papan putih besar. Sejak saat itu, aku tidak pernah menggambar di dalam rumah lagi.

“Duhh, apa boleh buat deh.

Nii-sama selalu tersenyum dengan kebingungan atas keusilanku dan memperhatikanku. Hal tersebut membuatku senang, jadi aku melakukan berbagai keusilan padanya. Meskipun begitu, Nii-sama selalu baik padaku… dan itu tidak berubah bahkan setelah aku terserang asma.

Yuki, sepertinya kamu agak baikan hari ini. Kalau begitu, ayo kita main kartu.

Seorang adik yang hanya berbaring dan menarik perhatian orang tua, tentu bisa dianggap mengganggu. Namun, Nii-sama tetap menjadi kakak yang baik seperti sebelumnya, dan aku sangat menyukainya.

Ah, sudah waktunya, ya. Baiklah, Yuki. Aku akan datang lagi.

Ya… sampai jumpa.

Ketika berjalan keluar menjadi semakin sulit, waktu yang kuhabiskan di dalam kamar mulai mendominasi hari-hariku. Aku pertama kali menyadari betapa padatnya jadwal Nii-sama setiap hari. Dan kemudian, aku menyadari bahwa alasan kenapa selama ini aku bisa berperilaku bebas karena… Nii-sama bekerja keras untukku.

“Nii-sama, kamu pasti sangat sibuk dengan semua kegiatanmu, kan?

“Hmm? Itu sama sekali tidak masalah, kok. Lagipula, sekarang giliran Yuki.

Namun, Nii-sama tidak pernah menunjukkan betapa sulitnya situasi yang dialaminya di hadapanku. Ia selalu berpikir bahwa Yuki yang sakit lebih menderita daripada dirinya yang sehat. Ia selalu tersenyum di hadapanku.

Bukan hanya Nii-sama saja. Ojii-sama juga sibuk bekerja sebagai kepala keluarga Suou. Otou-sama berusaha keras dalam pekerjaannya sebagai diplomat. Okaa-sama mendukung Otou-sama dan Nii-sama. Lalu, bagaimana dengan diriku?

(Apa yang bisa aku lakukan untuk keluarga ini…?)

Ketika aku terus menghabiskan waktu tanpa bisa melakukan apa-apa, pikiranku mulai dipenuhi dengan hal-hal semacam itu. Ketika aku mulai menderita asma dan dibuat kerepotan, aku sering berpikir, Apa yang akan dipikirkan semua orang jika aku mati seperti ini?

Keluarga dan pelayan rumah ini mungkin akan bersedih. Namun… di suatu tempat di dalam hati mereka, mungkin mereka akan merasa lega karena tidak ada lagi beban. Dan orang-orang lain mungkin tidak akan menyadari bahwa aku sudah mati. Aku akan menghilang dari ruangan ini tanpa ada yang memperhatikan, dan itu membuatku sangat ketakutan.

(Aku juga… ingin melakukan sesuatu.)

Itu adalah keinginan pertamaku. Aku ingin melakukan sesuatu untuk keluarga ini. Aku ingin keluar dan melakukan sesuatu yang akan diingat orang-orang. Namun, tubuhku tidak mengizinkanku untuk melakukannya. Jadi… setidaknya, aku memutuskan untuk tersenyum. Seperti Nii-sama yang selalu tersenyum di hadapanku. Supaya tidak ada lagi yang membuat senyum keluarga kami pudar. Meskipun sulit dan menyakitkan, aku berusaha tersenyum seolah-olah semuanya baik-baik saja. Saat melakukannya, anehnya aku merasa lebih baik. Aku belajar bahwa meskipun itu kebohongan atau akting, jika kita tetap bertahan untuk terus melakukannya, itu bisa menjadi nyata.

Namun di sisi lain, entah sejak kapan, senyuman Nii-sama mulai terlihat semakin menyakitkan… dan seiring berjalannya waktu, senyum Okaa-sama juga semakin berkurang. Interaksi di antara mereka berdua menjadi semakin canggung. Pada hari ketika suara piano Nii-sama tiba-tiba berhenti, aku secara naluriah berpikir, Ah, Okaa-sama dan Nii-sama tidak bisa bersama lagi.

“Aku dan Masachika sudah memutuskan untuk tinggal di tempat yang berbeda… kalau kamu bagaimana, Yuki?

Ketika Otou-sama bertanya seperti itu padaku, aku merasa terombang-ambing. Sebenarnya, aku ingin berteriak, Kenapa? Aku ingin kita semua tetap bersama!”.

Namun… memikirkan Nii-sama dan Okaa-sama yang tidak lagi tersenyum seperti dulu, aku tidak bisa mengatakannya. Aku sangat menyayangi mereka berdua. Aku ingin mereka berdua kembali tersenyum. Oleh karena itu, aku berkata…

Aku akan tinggal di rumah ini. Otou-sama, tolong buatlah Nii-sama tersenyum.

Setelah aku mengatakannya, Otou-sama memelukku dengan senyuman yang hampir menangis. Saat itu, ia tidak berkata, “Bukannya itu bagus?”, seperti biasanya.

“Okaa-sama! Tolong bacakan buku ini!

Setelah Otou-sama dan Nii-sama pergi, aku berusaha keras untuk membuat Okaa-sama tersenyum. Aku tahu ada sesuatu yang terjadi antara Okaa-sama dan Nii-sama, tetapi aku berpura-pura tidak mengetahuinya dan bertingkah manja dengan Okaa-sama. Dengan senyum yang seperti malaikat, tanpa tahu hal-hal gelap atau kotor. Dan entah bagaimana, ketika Okaa-sama mulai tersenyum lagi seperti dulu, penyakit asmaku berangsur-angsur membaik, dan aku bisa bergerak dengan ceria.

(Horee! Sekarang aku bisa melakukan apa saja! Sekarang aku bisa melakukan semua yang sebelumnya tidak bisa kulakukan!)

Setelah memikirkan itu, aku merasa ingin melakukan apa saja. Aku tidak terlalu menyukai belajar, dan aku juga punya kesukaan dan ketidaksukaan dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan tidak ada yang bisa kulakukan sebaik Nii-sama… Namun, aku tetap bisa merasakan pencapaian dalam upayaku. Aku merasa senang bisa melakukan sesuatu untuk keluarga, dan senang bisa menghasilkan sesuatu yang diingat orang-orang.

Aku tumbuh sedikit demi sedikit dengan cara begitu, dan ketika aku merasa sudah bisa menggantikan Nii-sama dengan baik, aku pergi menemui Nii-sama setelah sekian lama.

Sama seperti Nii-sama yang dulu berusaha keras untukku. Sekarang, aku akan berusaha keras untuk Nii-sama. Jadi, aku ingin memberitahunya bahwa ia tidak perlu khawatir tentang rumah ini lagi. Aku sudah baik-baik saja, dan ia bisa merasa tenang.

Itulah yang ingin kusampaikan. Namun,

Sudah lama tidak bertemu ya, Yuki… Aku senang melihatmu baik-baik saja. Kamu sudah menjadi sangat hebat.

Nii-sama menunjukkan senyuman canggung dan membuang muka saat aku menyapanya dengan segenap kemampuanku sebagai seorang Wanita terhormat. Sejak saat itu, apapun yang kulakukan, Nii-sama tidak lagi tersenyum seperti dulu.

(Ah, sekarang aku hanya membuat Nii-sama merasa berutang budi.)

Suatu hari, aku tiba-tiba menyadari hal itu. Nii-sama merasa bahwa aku berubah karena salah dirinya. Ia merasa bahwa mau tak mau aku harus berubah.

Semakin aku berusaha untuk menjadi pewaris keluarga Suou yang layak, Nii-sama semakin merasa berutang budi dan terus menyalahkan dirinya sendiri.

“Nii-sama, aku punya hadiah untukmu! Ayo ulurkan tanganmu!

“Hmm? Ya.

Ini, kecoa! Tapi ini cuma mainan, sih!

Ahaha…

Meskipun aku mencoba berbuat nakal sama seperti saat kecil dulu, Nii-sama hanya tersenyum canggung dan mengalihkan pandangannya. Ia tidak bisa tertawa dari hatinya seperti dulu…

(Kenapa? Kenapa malah menjadi seperti ini?)

Seharusnya tidak begini. Aku ingin Nii-sama kembali tersenyum. Namun… semakin baik dan sopannya diriku, semakin muram juga wajah Nii-sama. Jika itu yang terjadi, maka aku…

(…Aku ingin menjadi anak bodoh.)

Sama seperti saat-saat di mana aku masih menjadi anak yang nakal dan tidak bisa diatur. Aku ingin menjadi anak bodoh yang membuat Nii-sama tertawa tanpa sengaja. Tidak, aku akan melakukannya.

Supaya Nii-sama bisa tersenyum lagi. Agar ia mau memperhatikanku lagi.

Aku akan menjadi adik perempuan yang bodoh sampai membuat orang geleng kepala. Aku akan menjadi adik yang terlalu imut untuk dipercaya.

Cara menjadi.... adik perempuan yang imut... Eh? Entah kenapa, malah anime yang keluar.”

Kemudian, aku mulai mencari informasi tentang adik perempuan yang imut di internet.

Di dalam manga dan anime yang muncul, ada berbagai tipe karakter adik perempuan. Aku mulai meniru mereka dan membentuk wajah baruku.

Nii-sanrasanya agak kaku ya. Mungkin Onii-chan? Atau, bagaimana kalau sekalian dipanggil Onii-chan-samakalau Ani-ja, mungkin itu terlalu aneh, ya? Yah, mungkin aku bisa sekalian coba-coba saja… Oh, aku juga harus mengubah cara memanggil diriku… atashi, bokurasanya kurang cocok ya… bagaimana kalau berani mengubahnya jadi ore? Hmm~ bagaimana ya~?”

Dan dalam proses mempelajarinya, tanpa sengaja aku terpesona dengan dunia dua dimensi. Aku merasa ini bisa menjadi kesempatan baik untuk berbicara dengan Nii-sama.

“Baiklah~ untuk sementara~ aku akan merekomendasikan manga ini kepada Nii-sama… eh, maksudku Onii-chan-sama, saat kita bertemu nanti. Fuhahaha, tunggu saja, Onii-chan-sama yang kucintai!”

Tidak masalah jika terdengar palsu. Tidak masalah jika aktingku terungkap. Aku akan mempertahankan kebohongan dan akting ini, sampai semuanya menjadi nyata.

(Oleh karena itu, kumohon…)

Kembalilah seperti dulu. Dengan senyuman, “Duh, apa boleh buat deh.”

Jadi, tersenyumlah, Nii-sama yang sangat kusayangi.



 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama