Gimai Seikatsu Volume 12 Chapter 7 Bahasa Indonesia

Chapter 7 — 1 November (Senin) Asamura Yuuta

 

Pada pagi Senin yang menandai awal minggu, suasana di dalam keluarga Asamura terasa begitu gelisah.

Waktu menunjukkan pukul 6:02.

Waktunya lebih awal satu jam dari biasanya, aku, ayah, dan Ayase-san sudah bangun. Akiko-san yang baru pulang juga pasti merasa lelah, tetapi dia hanya meminum teh tanpa pergi ke kamar tidur. Semua orang berkumpul di ruang makan karena Ayase-san akan bertemu dengan ayah kandungnya di sebuah kafe dekat Stasiun Shibuya.

Ayah kandungnya yang disebut Ayase-san sebagai ‘orang itu,’ Ito Fumiya, akan terbang kembali ke Amerika sore ini. Setelah mendengar jadwal ayahnya, pertemuan pagi ini diatur secara mendadak.

Seluruh keluarga yang ada di sini tahu bahwa hubungan Ayase-san dengan Ito Fumiya sangat jauh dari kata baik. Oleh karena itu, semua orang merasa tidak tenang.

“Apa kamu baik-baik saja?" tanya Akiko-san dengan khawatir, dan Ayase-san menjawab, “Ya, aku sudah baik-baik saja”.

Ayase-san tampak lebih tenang dibandingkan siapa pun di sini. Jika mengingat keadaannya beberapa hari yang lalu, ekspresinya kini seperti telah keluar dari kegelapan yang panjang.

Namun, kami tetap merasa khawatir.

“Aku sudah meminta Yuuta-niisan untuk menemani di dekatku.”

Meskipun Ayase-san akan pergi sendirian untuk pertemuan itu, tapi dia memintaku untuk mengawasinya dari kafe yang sama.

Akiko-san dan ayahku mengalihkan pandangan ke arahku.

“Jaga dia baik-baik ya, Yuuta-kun.”

Akiko-san mengucapkan itu sambil menundukkan kepala, dan ayahku yang sedang memegang wajan berkata, “Tolong ya”. Ia kemudian menjatuhkan telur mata sapi yang sedang digoreng ke atas piring.

“Baiklah. Kalau begitu, kalian berdua sebaiknya segera bersiap-siap. Tidak baik membuat Ito-san menunggu.”

Kami semua mengangguk mendengar kata-kata ayah.

Karena pertemuan ini diatur secara mendadak, kami tidak boleh terlambat.

Setelah menyiapkan perlengkapan sekolah, kami berdua keluar dari rumah bersama.

 

◇◇◇◇

 

Kafe ritel yang dekat dengan stasiun itu terkenal karena semua menunya berukuran lebih besar dan memberikan kesan lebih menguntungkan dibandingkan kafe lain, tetapi yang lebih penting untuk pertemuan kali ini adalah bahwa kafe tersebut buka mulai pukul 7 pagi.

Waktu pertemuan direncanakan sekitar 40 menit sambil sarapan.

Dengan begitu, kami masih bisa pergi ke sekolah dan cukup tepat waktu untuk memulai pelajaran.

Baiklah, aku masuk dulu ya.”

Aku balas mengangguk saat mendengar perkataan Ayase-san.

Kurasa Ito-shi mungkin belum datang, tetapi untuk berjaga-jaga, aku tidak masuk bersama Ayase-san. Aku tidak ingin mengganggu atau memicu masalah. Ayase-san juga mengatakan demikian, jadi aku menunggu sekitar lima menit sebelum masuk.

Setelah menghabiskan waktu dengan berjalan bolak-balik di jalan, aku masuk ke dalam kafe.

Saat melihat ke sekeliling, aku melihat Ayase-san duduk di kursi boks di bagian belakang. Sepertinya Ito-shi belum datang.

“Kamu, maaf, bisa tolong beri jalan?

Suara orang dari belakang membuatku terkejut dan segera menggeser ke samping.

Terima kasih. Maaf mengganggu. Aku sedang terburu-buru!

Suara yang terdengar aneh yang bernada tinggi di pagi hari itu berasal dari seorang pria berusia sekitar empat puluhan yang mengenakan setelah jas.

Rambutnya yang pendek tampak bersih dan ditata dengan wax sehingga terlihat alami. Ia memberi kesan sebagai seorang pengusaha yang stylish. Aku berpikir bahwa dasinya yang merah juga sangat mencolok, saat melihatnya berjalan menuju kursi boks tempat Ayase-san duduk.

Jangan-jangan, ia adalah ayah kandung Ayase-san—Ito Fumiya?

Aku segera mengikuti di belakangnya.

Namun, aku tidak bisa terlalu mencolok, jadi aku memutar dari sisi lain kafe untuk mendekati kursi boks tempat Ayase-san berada.

Ah, maaf sudah membuatmu menunggu!

Teriak Ito-shi dengan suara yang keras. Suaranya terlalu kencang.

Gambaran yang aku dengar dari Ayase-san tentang beliau adalah Ito Fumiya yang terpuruk setelah gagal dalam bisnis, jadi aku membayangkan sosok yang lebih membungkuk dan rendah diri. Melihatnya yang tampak percaya diri dan elit membuatku terkejut.

Selamat pagi.”

Ayase-san menyapanya dengan suara datar dan singkat. Suara pertama yang keluar dari mereka yang sudah lama tidak bertemu terasa terlalu berbeda, dan aku mulai merasa sedikit cemas.

Meskipun begitu, aku merasa lega karena suaranya tetap tenang.

Melihat kursi boks yang kosong satu tempat di belakang Ayase-san, aku duduk di sana.

Aku bisa mendengar percakapan mereka.

“Aku senang melihatmu sehat-sehat saja! Kita sudah lama tidak bertemu, tapi kamu semakin cantik saja.

Aku senang kamu mau bertemu meskipun harus memaksakan diri. Aku pikir aku akan kembali ke Amerika tanpa bisa melihatmu.

Karena aku ada sedikit waktu luang.

Sekarang sudah musim gugur. Suhunya sudah cukup dingin. Mungkin ini musim yang baik untuk belajar. SMA Suisei adalah sekolah yang baik, dan pasti kamu juga ingin masuk universitas yang bagus, kan?

Yah... walaupun sedikit mepet.

Kamu pintar, dan ditambah lagi kamu secantik ini. Mana mungkin kamu kalah dari siapa pun. Hebat, Saki!

Ayase-san tampak menghela napas pelan yang bisa aku dengar meskipun ada sekat boks di antara kami.

…Terima kasih,

Suara Ayase-san yang terdengar tertekan itu tidak disadari oleh Ito Fumiya.

Aku merasa kepalaku pusing.

Aku tahu bahwa mendengarkan percakapan orang lain itu tidak baik, tetapi karena suaranya yang keras, rasa bersalah itu sedikit berkurang—atau begitulah seharusnya—tidak, aku masih merasa pusing.

Ini bukanlah percakapan yang baik.

Ito-shi sepertinya tidak peduli.

Pelayan datang mendekati boks tempat Ayase-san dan Ito-shi duduk.

Apa Anda sudah memutuskan pesanan?

Ah, benar juga, kurasa aku akan memesan kopi. Saki, kamu mau apa? Pesan saja apa pun yang kamu suka.

Roti panggang biasa, dan secangkir kopi.

“Itu saja? Kamu boleh memesan yang lebih mahal di sini. Jangan ragu pada orang tuamu.

…Tidak apa-apa, aku baik-baik saja.

Begitu ya. Kalau begitu—

Aku mendengar suara Ito-shi mengumumkan pesanannya.

Pelayan itu kemudian mengalir ke arahku untuk mengambil pesanan. Aku mencoba berbicara pelan dan memesan hal yang sama dengan Ayase-san.

Ya, sudah kuduga, Saki memang hebat.

Begitu… ya?

“Bukannya kamu terlalu sempurna karena selain cantik, nilaimu juga bagus? Menurutku tidak ada oran lain seusiamu yang bisa mengalahkanmu.

Itu terlalu berlebihan. Masih ada banyak orang lain yang lebih pintar dariku.

Tidak, tidak, jarang sekali ada gadis yang bisa menyeimbangkan antara kecantikan dan akademik. Aku juga merasa bangga.

Pujian yang tidak terduga dari Ito Fumiya adalah sesuatu yang diinginkan oleh Ayase Saki dalam mode bertahan.

Ayase-san dulu pernah berkata, Aku ingin sempurna dalam berpenampilan. Mencapai level di mana orang lain bisa mengatakan aku cantik, dan menjadi orang kuat yang sempurna dalam segala hal, temasuk dalam akademik dan pekerjaan.

Penilaian semacam itulah yang sangat diinginkan oleh Ayase-san.

Namun, meskipun mendapatkan pujian tinggi dari ayahnya, Ayase-san tampak sama sekali tidak senang…

Sebenarnya aku juga—

Setelah beberapa kali memuji Ayase-san, Ito Fumiya mulai bercerita tentang kehidupannya sendiri.

Cerita Ito Fumiya yang mengalir dengan lancar itu sangat mencolok. Saat aku mendengarkannya, aku merasa wajahku semakin tegang.

Sekarang, sepertinya perusahaan baru yang didirikan olehnya sudah berjalan dengan baik. Ukuran perusahaannya semakin besar, dan mereka juga mengincar untuk terdaftar di pasar saham. Ia membanggakan jumlah penghasilan tahunan yang meningkat dan berbicara tentang ukuran rumah baru yang akan dibelinya. Rumah yang direncanakan dibeli di pinggiran New York adalah sebuah rumah dengan kolam renang, dan hanya meja riasnya saja sudah sebesar satu ruangan.

“Aku sudah melunasi semua hutangku. Bahkan, aku menghasilkan uang paling banyak sekarang. Dengan ini, kupikir aku bisa bertemu Saki dengan bangga.”

Perkataan Ito Fumiya bergema di telingaku. Aku merasakan kepahitan di mulutku.

[Dengan ini, kupikir aku bisa bertemu Saki dengan bangga.]

Jika dipikir kembali dari sudut pandang berbeda, meskipun selama ini mereka sudah bertemu setiap dua bulan sekali, tapi ia merasa bersalah setiap kali bertemu. Karena ia merasa masih dalam keadaan kalah.

Namun, aku sudah mendengarnya dari Ayase-san dan Akiko-san, dan mengetahuinya.

Penyebab perceraian mereka bukan karena Ito Fumiya gagal dalam bisnis—kalah—tapi karena alasan lain.

Ya ampun, Ayase-san bilang kalau dia mirip dengan ayahnya? Salah, mereka malah berbeda. Justru, akulah yang mirip.

Ito Fumiya adalah gambaran diriku saat masa kamp pembelajaran musim panas.

Untuk bisa setara dengan pasanganku, agar bisa menjadi seseorang yang bisa diandalkan, aku ingin masuk universitas yang lebih baik dan memilih pekerjaan yang lebih baik. Jika tidak, aku merasa tidak layak untuk pasanganku.

Aku harus bisa berdiri dengan bangga di samping Ayase-san.

Apa bedanya antara aku yang berpikir seperti itu dan Ito Fumiya yang bangga atas status sosial yang didapatnya, yang akhirnya bisa bertemu putrinya dengan percaya diri?

Tidak ada perbedaannya. Semua itu sama saja.

Ia hanya memedulikan pada hubungan kekuatan antara dirinya dan pasangannya.

Itu bukanlah hal yang buruk.

Jika pasangannya memiliki karakter yang sama, percakapan akan mengalir dengan baik.

—Namun, Ayase-san…

Pembicaraan Ito Fumiya terus berlanjut. Ia menyebutkan bahwa dirinya telah menikah lagi dan memiliki anak dengan istri barunya. Ia merasa bahagia dengan keluarga baru yang terbentuk. Ia memberitahu Ayase-san dengan senang bahwa mereka akan memiliki seorang putri. Meskipun ibunya berbeda, Ito Fumiya dengan gembira memberitahu Ayase-san kalau dia akan menjadi kakak perempuan.

Tanpa memperhatikan ekspresi wajah Ayase-san.

Setelah itu, Ito Fumiya tentu saja menyatakan bahwa sebagai seorang ayah, ia mencintai Saki dengan sepenuh hati, dan jika ada masalah, dirinya bisa diandalkan untuk memberikan dukungan.

Itu seharusnya adalah kata-kata perhatian seorang ayah kepada putrinya.

Selamat atas kelahiran anak Anda.”

Suara Ayase-san menjadi semakin dingin.

“Ya, terima kasih.

Tapi... bukan kata-kata seperti itu yang ingin aku dengar...

Suara Ayase-san terdengar bergetar.

Ito-shi akhirnya menyadari suasana canggung dan terdiam.

Maaf telah membuat Anda menunggu.”

Seorang wanita pelayan yang membawa pesanan Ayase-san dan yang lainnya. Meskipun dia pasti merasakan suasana tegang di antara mereka, pelayan profesional itu tetap tenang dan dengan sigap menyusun pesanan di meja tanpa bereaksi. Untuk Ayase-san ada roti panggang dan kopi, sedangkan untuk Ito Fumiya hanya kopi.

Setelah itu, set makanan pagi juga disajikan untukku, tapi aku sudah tidak memiliki selera untuk makan.

Setelah pelayan pergi, Ayase-san berkata pelan.

Apa yang ingin kudengar adalah...

Suaranya menjadi semakin mengecil.

 

──Aku ingin mengatakan sesuatu sebelum mengeluh.

 

Ayase-san ingin mengatakan sesuatu kepada Ito Fumiya. Mungkin sejak dia masih kecil, dia selalu ingin mengatakannya.

Bahkan setelah perceraian dan melakukan pertemuan setiap dua bulan sekali, dia berulang kali mencoba untuk mengatakannya.

Namun, saat itu dia tidak bisa mengatakannya kepada Ito Fumiya. Entah kenapa.

Dia tidak bisa mengatakan hal itu kepada Ito Fumiya ketika ia hanya berusaha memenuhi kewajibannya sebagai orang tua walaupun ia kepercayaan diri yang rendah.

Dan setelah Ito Fumiya kembali menjadi orang yang sukses, Ayase-san juga tidak bisa mengatakannya lagi...

Seandainya dia memiliki perasaan cinta atau benci yang kuat, mungkin dia bisa merangkai kata-kata dengan penuh emosi. Namun, cinta dan kebencian adalah perasaan yang muncul dari ketertarikan yang kuat terhadap orang lain. Ayase-san tidak terlalu mencintai atau membenci Ito Fumiya dengan kuat.

Hubungan orang tua dan anak dalam kenyataan tidak sedramatis emosi dalam cerita.

Ada perasaan suka yang tidak begitu jelas.

Ada perasaan tidak suka yang tidak begitu jelas.

Layaknya warna-warna netral, begitulah perasaan yang diarahkan kepada orang lain dalam kenyataan.

Jika jarak yang ada hanya sebatas teman sekelas, Ayase-san bisa saja mengabaikan dan berkata, “Rasanya membuang-buang waktu saja untuk memperhatikan suasana hati, tetapi...

Ada rasa kedekatan tertentu kepada keluarga yang hidup bersamanya, meskipun dia tidak bisa mengatakan benci, ada cukup banyak hal yang bisa membuatnya merasa tidak suka...

Perasaan yang samar-samar dan bertentangan ini bertabrakan dan membuat kata-katanya menjadi tumpul.

Dia melirik ke belakang.

Ayase-san diam dan menggelengkan kepala ke kiri dan kanan. Sekali lagi, Ayase-san terdiam.

Dia mengatakan bahwa dia akan bertemu dengan perasaan yang begitu kuat.

Namun, meskipun dia pergi dengan dipenuhi tekad, keterampilan manusia tidak bisa tumbuh dengan cepat seperti itu.

Tanpa kusadari, aku sudah berdiri dari tempat dudukku.

──Sebagai kakak dan juga sebagai kekasih, aku ingin menjadi kekuatan bagi Saki.

Ayase-san, maafkan aku. Tapi aku tidak bisa diam saja mengenai hal ini.

Aku adalah kakakmu.

Dan juga pacarmu.

Saat pulang kampung ke rumah keluarga besar ayahku, aku teringat saat berdiri di depan kakekku di tengah malam dan melindungi Ayase-san.

Mengingat keberanian saat itu.

“Permisi.”

Aku berpindah satu tempat boks dan memanggil Ito Fumiya.

 

◇◇◇◇

 

Orang yang pertama kali terkejut adalah Ayase-san.

Saat aku mengucapkan “permisi, dia sudah merasakan kehadiranku dan terkejut, lalu mengalihkan pandangannya ke arahku dengan wajah yang tercengang sebelum suaraku menghilang.

Eh, kamu ini siapa...?

Ito Fumiya juga tampak kebingungan.

Rasanya sangat canggung. Namun, aku tidak bisa mundur lagi. Aku menundukkan kepala dan membuka mulut.

“Aku adalah keluarganya, yang sekarang.

Sekarang... anak dari pasangan baru Akiko?

Ya. Aku adalah putranya, Asamura Yuuta.

Kamu yang...

Wajah Ito Fumiya tampak terkejut, tetapi kemudian ia terdiam dan dengan suara yang ditekan, ia memberikan kritik.

Kamu ikut dalam pertemuan ini? Itu sama sekali tidak sopan.

“Aku mohon maaf mengenai hal itu. Aku benar-benar minta maaf.

 Sebenarnya, persis seperti yang dikatakan oleh Ito-shi.

Dari sudut pandang Ito Fumiya, posisiku hanyalah orang lain. Namun, bagiku—itu bukanlah sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan diriku.

"Jika kamu mengerti, kami sedang sibuk dengan pembicaraan sekarang. Bisakah kamu tidak mengganggu?

Aku hampir merasa gentar ketika ia mengatakan itu dengan tegas.

Aku tahu ini tidak sopan... Namun, saat ini aku juga bagian keluarga Saki. Ketika adikku tidak bisa mengungkapkan apa yang ingin dia katakan, aku ingin membantunya.

Saat aku mengatakan itu, untuk pertama kalinya dia menunjukkan ekspresi bingung.

Ah, sudah kudugapikirku.

Percakapan antara Ito Fumiya dan Ayase Saki bukanlah percakapan yang kuduga.

Komunikasi di antara mereka tidak terbentuk. Meskipun mereka berbicara dalam bahasa Jepang yang sama.

Dan Ito Fumiya tidak menyadarinya.

Apa yang... kamu katakan?

Melihat wajahnya saat dia berkata begitu membuat hatiku terasa sakit. Aku bisa memikirkan banyak hal yang ingin kukatakan, tapi aku tidak bisa menemukan kata-katanya. Misalnya, ketika Ayase-san mengucapkan, Selamat pagi Ito Fumiya tidak membalas apa-apa. Padahal hanya dengan, “Ah, selamat pagi juga” saja sudah cukup. Misalnya, ketika Ayase-san menjawab bahwa dia hampir memilih sekolah yang diinginkannya, ia tidak memberikan tanggapan apapun. Bahkan bagi Ayase-san yang berprestasi, Universitas Tsukinomiya bukanlah universitas yang bisa dia anggap optimis untuk diterima. Ia seharusnya bisa merasakan kecemasan putrinya, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa.

Semua berlangsung seperti itu.

Itu bukanlah percakapan. Terlepas dari apa yang dikatakan pihak lain, Ito Fumiya hanya mengungkapkan pikirannya dan perasaannya secara sepihak.

Oleh karena itu, Ayase-san terus diam.

Dia tidak tahu apa yang harus dikatakan agar bisa menyentuh hati orang lain.

Karena tidak ada perasaan cinta atau benci yang kuat, dia tidak bisa memohon atau mencela.

Ketika aku berpikir seperti itu, aku juga menyadari bahwa aku telah kehilangan arah tentang apa yang seharusnya kukatakan.

Aku berdiri diam dengan kedua tangan menggenggam erat.

Tidak ada cara untuk menyesuaikan. Aku merasa tidak bisa melakukannya.

Sa...

Kata-kata terasa tidak berarti. Bagaimana aku harus berinteraksi dengan orang yang tidak bisa diajak bicara meskipun kami berbicara dalam bahasa yang sama?

Saki...

Keluarkan, bisik bagian diriku yang lain di dalam kepalaku. Jika aku tidak mengatakan sesuatu, maka tidak ada artinya aku berdiri di sini dengan menyadari bahwa ini tidak sopan. Apa saja. Apapun. Keluarkan.

Tiba-tiba. Sungguh, secara mendadak. Aku teringat tulisan di panel yang menggambarkan Shiga Naoya yang aku lihat di museum daerah. Dirinya yang dikenal sebagai pengembara. Ia pernah bertengkar dengan ayahnya dan melarikan diri dari rumah, dan banyak karyanya ditulis tentang konflik dengan ayahnya, demikian penjelasannya.

Aku kebetulan sedang membaca cerpen karya Shiba Naoya berjudul Seibei dan Labu. Di sana, memang ada orang dewasa yang tidak memahami nilai-nilai protagonis anak laki-laki.

Perbedaan nilai dengan ayah... Konflik dan penderitaan yang muncul karena ketidakpahaman. Namun, Shiga Naoya berdamai dengan ayahnya di pertengahan usia tiga puluhan.

Ah, sial. Bagaimana ia mencapainya? Apakah ada petunjuk dalam novel-novelnya jika aku membacanya dari awal hingga akhir? Meskipun kini aku meratapi hal itu, semua itu tidak ada gunanya.

Novel tidak selalu menuliskan jawaban hidup. Namun, orang kadang-kadang membaca buku untuk mencari jawaban.

Tapi saat ini, aku tidak bisa memikirkan buku yang bisa membimbingku... gelombang perasaan tidak berdaya menghimpitku.

Kuku menancap ke telapak tanganku yang terkatup. Sakit. Namun, rasa sakit itu mungkin tidak ada artinya dibandingkan dengan rasa sakit di dalam hati Ayase-san.

Kamu...

Wajah Ito Fumiya semakin cemberut. Tatapan serius seorang dewasa yang sukses memberikan tekanan yang luar biasa, membuatku hampir merasa gentar.

Asamura... kun...

Namun di saat yang sama, berkat aku melihat wajah Ayase-san yang diliputi kecemasan, aku bisa menahan diri.

Aku menekan berat badan pada kakiku yang hampir mundur.

Benar sekali. Aku akan menjadi dewasa. Itu bukan hanya makna formal lulus SMA dan menjadi mahasiswa. Itu berarti aku akan menghadapi orang dewasa secara langsung dan berada dalam posisi yang setara dalam berdialog.

Demi melindungi orang yang berharga bagiku.

Sembari menunjukkan niat yang jelas dan tetap tenang, sambil tetap mempertahankan ego diriku dan ego kami.

Bisakah kamu... berbicara dengan Saki?

Kami sedang berbicara.”

Ito Fumiya menjawab dengan ekspresi kebingungan, dan aku hampir menggigit bibirku, berpikir bahwa memang tidak ada yang tersampaikan. Akan tetapi, Ayase-san berkata, Ayah.

Ito Fumiya menatap Ayase Saki.

Ayase-san dengan tenang mulai merangkai kata-katanya

Ibu bukanlah trofi cantik yang bisa didapatkan ketika Ayah berusaha keras. 

...Eh?

“Keberadaan Ibu di sana bukanlah untuk membuktikan seberapa hebat Ayah sebagai pria, seberapa banyak uang yang bisa didapat, atau seberapa banyak hal hebat yang telah dilakukan.

Apa yang kamu bicarakan? Bukannya itu sudah jelas?”

...Ketika Ibu sedang mengalami masalah, apa Ayah akan mendukungnya?

Tentu saja. Sekarang, aku tidak punya hak itu, dan aku sudah memiliki istri sekarang. Tapi ketika aku adalah suaminya Akiko, tentu saja aku mendukungnya.

Kalau begitu, bagaimana dengan sebaliknya?

Apa maksudmu?

“Bagaimana kalau ayah mengalami masalah? Apa yang seharusnya dilakukan Ibu?

Itu... tentu saja...

Ibu juga mendukungmu. Tapi, Ayah mungkin tidak merasa senang, kan?

Itu karena.... akulah yang seharusnya mendukungnya.

Ayase mengangguk. 

Aku mengerti. Aku tidak mengatakan ada yang salah dengan itu. Karena itu juga salah satu dalam pandangan tertentu.

Tapi, kata Ayase. 

Pandangan Ibu mungkin berbeda. Ibu ingin mendukung ketika orang lain sedang kesulitan, tanpa memandang pria atau wanita. Tidak hanya secara mental saja. Mungkin, Ibu sejak awal menganggap menjadi pendukung bagi seseorang adalah perannya. Itulah sebabnya dia selalu bekerja dengan orang lain. Bukan hanya untuk uang.

Akiko...

Selain itu, Ibu mungkin suka mendengarkan cerita orang lain. Itulah sebabnya dia mendengarkan rekomendasi dengan antusias di departemen toko, dan melayani pelanggan di toko. Dan hanya karena seseorang berbicara padanya, dia sangat berterima kasih dan merasa harus memberikan sesuatu sebagai balasan. Memberi dan menerima, dengan memberi lebih banyak. Tapi Ayah tidak lagi berbagi apa pun dengan kami. Tidak ada masalah atau keluhan, pada dasarnya ayah tidak bisa membicarakan kelemahanmu. Hanya ketika ayah berada dalam posisi yang kuat, ayah baru mau berbicara.”

Yah... mungkin itu bisa terjadi..."

Ayase-san menggelengkan kepalanya. 

Aku mengerti. Karena itu adalah pandangan Ayah. Sekarang aku bisa memahaminya. Aku tidak ingin mengatakan itu salah. 

Kata-kata yang terakumulasi selama 17 tahun hidupnya mengalir deras dari mulut Ayase-san

Tapi Ibu tidak pernah kehilangan harapan pada Ito Fumiya meskipun ia melakukan kesalahan. Dia tidak menyukainya karena ia orang yang sukses.

Aku pun tanpa sadar mengangguk. Pertemuan antara Ayahku dan Akiko-san dimulai ketika Ayahku mabuk dan dibantu. Artinya, hubungan mereka dimulai dari pertemuan yang memalukan karena alkohol. Bagi Akiko-san, apa pasangannya sukses atau gagal mungkin tidak terlalu penting. 

Ito Fumiya bukanlah orang jahat atau bodoh. Faktanya, yang terjadi justru sebaliknya. Kegagalan dalam bisnisnya menyebabkan utang yang menyiksa keluarganya, tetapi ia sudah melunasinya. 

Aku tidak tahu apakah aku bisa bangkit kembali dalam waktu singkat jika berada dalam situasi yang sama. 

Memikirkan betapa panjangnya perjalanan dan usaha yang diperlukan untuk sampai ke sana membuatku menaruh rassa hormat. Lebih dari itu, sekarang ia memulai bisnis baru dan bahkan mendapatkan keluarga baru. 

Tapi—. 

Aku rasa kesuksesan seperti itu juga tidak sepenting kegagalan bagi Akiko-san

Alasan Akiko-san memilih pasangan hidupnya tidak terletak di sana. Dan mungkin Ayase-san juga merasakan hal yang sama. 

Aku hanya berusaha yang terbaik untuk membuat keluargaku bahagia.

Tapi Ayah tidak pernah bertanya padaku sekali pun tentang kebahagiaanku.

Itu... 

Ito Fumiya—Ayahnya Ayase Saki tidak bisa membalas kata-katanya. 

Aku tidak tahu sejauh mana kata-kata Ayase-san bisa menyentuh hati Ito Fumiya. Mungkin itu adalah cara berpikir yang baru baginya. Namun, semangat yang sebelumnya menggebu-gebu saat ia berbicara kini telah menghilang. Mungkin sekarang untuk pertama kalinya ia mulai menyadari bahwa dirinya tidak memahami gadis di depannya. 

Ayah, aku akan mengatakan sesuatu yang ingin aku bicarakan sejak lama.

Kata-kata putrinya didengar ayahnya dalam diam. 

Jika kamu benar-benar peduli padaku sebagai putrimu, tolong jangan berpikir untuk membantuku. Aku ingin berdiri di atas kakiku sendiri. Jangan berpikir untuk menjadi ayah yang hebat. Aku tidak ingin mengubah perasaanku terhadapmu berdasarkan seberapa hebatnya kamu.

Kalau begitu, aku akan memanjakan diriku sendiri.

Ayase mengangguk, seolah ingin mengatakan bahwa dia mengerti. 

“Makanya aku hanya menyampaikan harapanku saja. Aku tidak berpikir itu akan terwujud. Tapi, aku ingin kamu sedikit mempertimbangkannya. Di depan ayah yang berusaha menjadi hebat, aku hanya bisa menjadi putri yang hebat.

Kamu sudah menjadi putri yang hebat, Saki.

Putrinya menggelengkan kepala mendengar kata-kata ayahnya. 

Ayah, saat ini ada teman yang memanggilku 'idiot, imut, dan cantik'.

Itu... tidak sopan.

Dengan senyum yang mengingatkannya pada kenangan, Ayase Saki mulai bercerita tentang sahabatnya, Narasaka Maaya. 

Dia menerimaku meskipun aku bodoh. Tentu saja, dia juga melihatku sebagai orang yang hebat. Dia melihatku secara menyeluruh. Jadi, di hadapannya, aku bisa tetap menjadi manusia biasa dengan segala kekuranganku. 

Manusia biasa... 

Aku hanyalah putri biasa. Tidak hebat maupun luar biasa. Hanya seorang gadis biasa yang bisa ditemukan di mana saja.

Saki...

Tentu saja, aku mengerti bahwa Ayah memiliki nilai-nilai yang penting bagimu. Aku tidak meminta untuk mengubahnya. Tapi, tolong dengarkan sedikit suara orang-orang di sekitarmu, lihat wajah mereka. Ketahuilah pemikiran mereka. Aku ingin kamu menyadari bahwa setiap manusia memiliki sisi baik dan buruk. Terutama kepada keluarga baru—istri baru dan putri baru.

Ketika Ayase-san mengatakan hal itu, Ayahnya menggelengkan kepala. 

Apa itu tanda bahwa ia tidak bisa melakukannya

Atau mungkin tanda bahwa ia kesulitan memahami apa yang dikatakan Ayase-san

Atau mungkin itu adalah gerakan yang mencerminkan betapa sulitnya untuk melaksanakan apa yang dikatakan putrinya. 

“Hanya itu yang ingin kukatakan.

Saki...

Ya. Aku adalah Saki. Tapi sekarang aku adalah Ayase Saki, dan Asamura Saki. Aku sudah bukan Ito Saki. Jadi, kita tidak perlu lagi bertemu seperti ini. Aku tidak meminta untuk menjadi 'ayah baik yang sering bertemu dengan anak dari mantan istrinya'.

Eh! Tidak, itu...

Tolong. Aku tidak ingin bertengkar dengan Ayah. Aku tidak ingin semakin membencimu.

Itulah sebabnya, Ayase-san berkata, 

“Ketimbang bertemu denganku, lebih baik kamu menghargai keluarga barumu. —Selamat tinggal, Ito-san.

Setelah berkata demikian, Ayase-san mengeluarkan dompet dari dalam tasnya, mengambil uang kertas, dan meletakkannya di atas meja.

Biaya hidangan paket sarapan adalah satu koin besar dan satu koin kecil, jadi cukup untuk mendapatkan kembalian. 

Dia berdiri dari kursi dan pergi tanpa berkata apa-apa lagi

Aku buru-buru kembali ke tempat dudukku, meraih tas dan struk pembayaran untuk mengejarnya. 

Namun, secara alami kakiku terhenti, dan aku menoleh kembali ke arah Ito Fumiya. 

Ia menatap pintu kafe tempat Ayase-san menghilang dengan penuh perhatian. Aku merasa sangat kecewa karena ekspresi di wajahnya bukanlah penyesalan atau kesedihan. 

Hanya kebingungan. Itu saja. 

Sulit untuk menyesuaikan diri dengan 'selamat tinggal' yang sekarang, ya?

Tanpa sadar aku mengucapkan hal itu

Eh?

Tapi, kupikir kamu bisa mengatakan 'selamat pagi'. Jika kamu benar-benar memperhatikan Saki.

…………

Jika dia sedang kesulitan, aku ingin membantunya. Aku ingin memberinya makanan yang enak. Jika dia berusaha keras atau mendapatkan nilai bagus, aku ingin memujinya. Begitulah caramu mencintai keluargamu, kan? Jika ditulis dalam poin-poin, aku juga memikirkan hal yang sama dan berusaha melakukan hal yang sama.

Pria yang bernama Ito Fumiya mirip seperti cermin. Sama halnya seperti Ayase Saki menemukan bagian yang tidak disukainya dalam dirinya, aku juga mungkin menemukan diriku yang bisa menjadi seperti itu. 

Tapi, ada satu hal yang jelas-jelas berbeda. 

Aku bisa dengan percaya diri mengatakannya bahwa aku dan Ayase-san pada dasarnya sangat berbeda dari Ito Fumiya. 

Aku yakin bahwa poin-poin tidak menangkap esensi manusia. 

“Dia hanya ingin saling mengucapkan 'selamat pagi', makan dengan 'itadakimasu', dan saat pergi mengucapkan 'ittekimasu' dan mendapatkan 'itterasshai'. Saki hanya ingin menjalani kehidupan dengan cara seperti itu. Dia tidak mengharapkan hal-hal khusus lainnya.

…… Itu hanya omong kosong.

Ito-shi mengeluarkan kata-kata itu dengan pelan.

Ada ekspresi kosong yang sedikit berbeda dari kebingungan yang terlihat di wajahnya

Yang diberikan oleh Akiko dan Saki kepadaku saat aku dalam keadaan menyedihkan bukanlah cinta, melainkan rasa kasihan. Mungkin simpati itu baik pada awalnya, tetapi lama-kelamaan akan menjadi dingin dan suatu saat akan dibuang. Faktanya, kami memang harus berpisah.

Subjeknya adalah dirinya sendiri. 

Ia hanya memikirkan bagaimana dirinya diperlakukan, tanpa sedikit pun mencoba membayangkan sudut pandang Ayase-san atau Akiko-san. Seruan Ayase-san sebelum dirinya pergi tampaknya tidak cukup efektif untuk mengubah hatinya. 

Itu wajar. Jika itu fiksi, mungkin rassanya berbeda, tetapi manusia yang hidup di dunia nyata gampang berubah begitu saja. 

Seperti halnya tidak mungkin untuk mengembalikan bangunan bersejarah ke kondisi aslinya dengan sempurna, nilai-nilai yang telah bertumpuk selama puluhan tahun tidak akan berubah dengan mudah. 

Hari di mana orang ini akan menghibur bagian anak-anak yang ditinggalkan oleh gadis bernama Ayase Saki saat ia tumbuh dewasa mungkin tidak akan pernah datang. 

Setelah menyerah dengan hal itu, aku merasa lega secara alami. 

Aku sendiri merasa frustrasi karena belum sepenuhnya melepaskan hubungan ayah dan anak antara Ayase Saki dan Ito Fumiya. 

Namun, sekarang, aku tidak merasa sedih maupun menyesal. 

“Aku minta maaf karena sudah mengganggu.

Sambil berkata demikian, aku diam-diam menundukkan kepalaku. Aku kemudian membalikkan badan dan menuju kasir. 

Ada banyak cara untuk menginterpretasikan tindakan terakhir Ayase-san. Itu adalah sesuatu yang harus dipikirkan oleh Ito Fumiya sendiri. Apa dia akan memikirkan sesuatu selama waktu yang lama dan mengubah pandangannya? Atau, apa dirinya akan terus hidup seperti sekarang? Bagaimanapun juga, itu adalah hidupnya. 

Meskipun begitu, aku bisa membayangkan bahwa ia tidak akan meminta untuk bertemu Ayase-san dalam waktu dekat. 

Nah, aku harus cepat-cepat

Karena telah menghabiskan waktu yang tidak terduga, aku hampir terlambat untuk berangkat ke sekolah. 

 

◇◇◇◇

 

Aku pergi meninggalkan area kafe dan mulai berjalan menuju Sekolah SMA Suisei. 

Sinar matahari lembut musim gugur terlihat melalui celah di antara gedung-gedung, tetapi angin pagi sudah cukup dingin hingga mengingatkan pada musim dingin. Tanpa sadar, aku menggosok-gosokkan bagian depan jaketku. 

Asamura-kun.

Aku dibuat terkejut dan menghentikan langkahku. 

Ayase-san muncul dari sudut jalan. Dia memegang smartphone di satu tangannya

“Kupikir kamu sudah berangkat ke sekolah. Apa kamu menungguku?

“Mumpung sekalian, aku ingin pergi berangkat bersama.

Lampu lalu lintas berubah, dan kami melintasi jalan raya berdampingan. 

Apa kamu baik-baik saja dengan itu, Ayase-san?

Ya, aku merasa lega." 

Sambil berkata demikian, dia tersenyum padaku.

Sejujurnya, aku merasa mungkin aku sudah terlalu mencampuri urusannya. Ketika aku mengatakan itu pada Ayase-san, dia menggelengkan kepalanya sedikit. 

Aku malah senang. Mungkin jika Asamura-kun tidak muncul di sana, aku tidak akan bisa mengatakan apa pun lagi, dan itu akan sama seperti saat pertemuan sebelumnya.

Setelah mengatakannya, dia sedikit menundukkan kepala. 

Terima kasih banyak, Asamura-kun. Tidak, mungkin lebih tepatnya, Yuuta-niisan. Seperti yang diharapkan dari Onii-chan.

“Tidak, itu, kamu cuma sedang menggodaku saja, kan?

Meskipun dia mengatakan itu sambil tersenyum, rasanya tidak terllalu meyakinkan. 

Aku baru saja menyadari sesuatu dari kejadian kali ini.

...Menyadari apa?

Aku selalu merasa dibantu oleh Asamura-kun. Sepertinya Asamura-kun selalu melangkah setengah langkah lebih maju dariku.

Itu tidak benar.

“Itu benar. Padahal cuma beda seminggu tapi kamulah yang jadi Onii-chan nya, rasanya tidak adil.

Meskipun kamu bilang tidak adil... 

Tanggal kelahiran bukanlah sesuatu yang bisa kita pilih sesuka hati. 

“Kurasa aku memang orang yang tidak suka kalah. Aku tidak berpikir untuk mengalahkan lawan atau mengambil posisi atas, tetapi saat ini, aku sangat ingin tidak kalah dari Asamura-kun. Habisnya, selama setahun ini, Asamura-kun sudah mirip seperti Onii-chanku walaupun kelahiran kita cuma berbeda seminggu, kan?

“Ya, itu karena ulang tahun kita hanya selisih seminggu.

Namun, selama setahun, kamu tetap 'Yuuta-niisan', dan itu sedikit menyebalkan. Tapi, jika perasaan merasa terus-menerus dibantu ini menjadi terdistorsi, itu akan menjadi hal yang aneh. Jadi, aku ingin mengungkapkan bahwa aku merasa kesal dan tidak ingin kalah dari Asamura-kun.

Apa itu penyelarasan perasaan negatif?

“Betul. Jadi, sebagai permulaan—ayo kita berlari.

Hah?

Wak-tu-nya. Jika kita terus begini, kita akan terlambat.

Dia membalikkan smartphone-nya dan menunjukkan jam padaku. Gawat. Memang sudah saatnya kita berlari supaya tidak terlambat. 

Ayo kita berlomba siapa yang lebih dulu sampai di sekolah. Jika aku menang, hari ini kamu tidak akan bersikap seperti Onii-chan lagi!

Aku tidak berniat bersikap seperti Onii-chan, kok.

Ayo mulai. Sampai gerbang utama sekolah.

Eh, tunggu sebentar.

“Aku tidak mau menunggumu. Ayo.

Wajahnya yang menghadap ke arahku disinari oleh cahaya matahari musim gugur yang muncul melalui celah-celah gedung tinggi

Jika kamu kalah, hari ini Asamura-kun tidak akan menjadi Onii-chan lagi. Kamu hanya akan menjadi Yuuta saja seharian!

Dengan suara yang menggema seperti pistol starter, namaku yang disebut tanpa imbuhan apapun terasa menusuk hatiku. 

Sebelum aku menyadarinya, punggung Ayase-san sudah semakin menjauh. 

Tunggu—eh, ahhhh, sudahlah!

Aku mulai berlari mengejarnya. 

Suara Ayase-san yang menikmati perlombaan lari mendadak ini sampai ke telingaku karena terbawa angin. Punggungnya bergerak semakin jauh, dan aku kesulitan untuk mengejarnya. 

Ayase-san mengatakan kalau aku setengah langkah lebih maju, tetapi bagiku, Ayase-san selalu— 

Angin musim gugurnya terasa sangat menyenangkan!

Aku berlari sekuat tenaga untuk mengejar kata-kata Ayase-san yang diucapkan dengan ceria itu.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama