Roshidere Jilid 9.5 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4 —Vol 2 SS Bonus: Tes Uji Nyali Pada Malam Sebelum Festival

 

(Sudut Pandang Orang Pertama: Masachika)

“Oke baiklah~ mari kita mulai! Acara utama pada malam sebelum festival! Saatnya untuk tes uji nyali!!

Suara teriakan Takeshi bergema di lapangan sekolah, diikuti oleh sorakan dari teman-teman pria dan beberapa gadis yang bersemangat. Aku juga mengangkat suaraku meski sedikit, sambil melirik ke arah ruang guru yang masih terang. Semua izin sudah diperoleh sebelumnya, tapi kami mungkin akan ditegur jika terlalu berisik.

“Ayok, langsung saja ambil undiannya~. Yang cowok di sini, sedangkan cewek di sana.

Namun, untungnya sebelum guru muncul, teman-teman sekelas mulai tenang, dan dua kantong plastik berisi kertas kecil yang dilipat rapi berputar secara bergantian.

Akhirnya, suara-suara seperti Aku nomor delapan dan Siapa yang dapat nomor sebelas~? mulai terdengar dari berbagai arah. Aku juga menarik undian, dan saat membukanya, tertulis angka enam belas.

Ehmm, jadi, siapa pasanganku yang nomor enam belas......

Ah, Kuze, kamu dapat nomor 16?

Eh?

Saat aku berusaha bersuara, entah kenapa seorang teman pria memanggilku dan aku menoleh.

“Kumohon! Tolong tukar dengan punyaku! Pacarku dapat nomor enam belas!"

Ah, ah~ah......... ya sudah, tidak apa-apa.

Terima kasih! Itu sangat membantuku!

Yah, apa boleh buat jika ia punya pacar. Sambil berpikir demikian. aku menukar nomor undianku dengannya, dan ia berlari dengan wajah bahagia menuju pasangannya. Realitas yang menyedihkan... semoga saja ia ketakutan saat uji nyali nanti dan dicampakkan saat itu juga.

Sebagai seorang otaku, setelah memikirkan hal itu, aku kembali menatap undian di tanganku.

Baiklah...... nomor delapan? Ehm, kalau tidak salah......

Seharusnya ada gadis yang tadi bersuara... saat aku menoleh ke arah itu, aku melihat gadis yang kutuju sedang berbicara dengan Kujou-san.

(Aneh, tumben sekali Kujou-san mau berbicara dengan teman sekelas.)

Mungkin melalui persiapan festival sekolah ini, jarak di antara mereka sedikit menyusut. Sambil merenungkan hal itu, aku mendekati mereka, tetapi gadis yang kutuju sudah menjauh dari Kujou-san dan pergi entah ke mana.

Eh, hah?

Saat aku mendekati Kujou-san sembari mengikuti sosok gadis itu yang menjauh dengan mata, dia juga menyadari kehadanku dan memanggilku.

Kuze-kun............ kamu dapat nomor delapan?

Eh, ah, iya, begitu......

......kalau begitu, aku juga sama.

Eh? Tapi......

Orang yang dapat nomor delapan adalah gadis yang tadi, kan? Pikirku sambil mengalihkan perhatianku ke arah itu lagi... dan di sana aku melihat sosok gadis tadi sedang memanggil Hikaru. Ah~ begitu ya, aku jadi mengerti sekarang?

Jadi, baiklah, mohon bantuannya ya?

......iya.

Setelah saling menganggukkan kepala dengan Kujo-san, Takeshi mengangkat suaranya.

Baiklah, apa pasangan sudah ditentukan~? Kalau begitu, kita akan mulai dari nomor satu~. Buat yang dapat nomor sebelas dan seterusnya, kalian berperan menjadi hantu~.

Tes uji nyali ini pada dasarnya merupakan latihan untuk rumah hantu yang menjadi acara festival sekolah. Jadi, area yang digunakan adalah seluruh gedung sekolah, tetapi para siswa yang berperan sebagai hantu harus mengenakan kostum yang sesuai untuk acara tersebut.

Para siswa yang berperan sebagai hantu mulai memasuki gedung sekolah, dan setelah sekitar dua puluh menit, acara uji nyali pun dimulai. Setelah menunggu sebentar, giliran kami pun tiba.

Ho~i, selanjutnya Masachika dan...... Kujo-san? Seriusan nih......

Saat dipanggil oleh Takeshi yang sudah sangat menguasai peran sebagai pengatur, aku melangkah maju dan melihat Takeshi yang memandangku dengan tatapan penuh rasa cemburu. Pada saat yang sama, beberapa tatapan serupa juga menusuk dari belakang.

......Apa sih?

Enggak kok~? Jadi, sesuai aturan, bisakah kalian saling berpegangan tangan~?

............Oh.

Walaupun aku begitu, apa Kujou-san akan merespons? Dengan sedikit rasa cemas, aku melihat ke samping, dan Kujou-san menatapku tajam sebelum diam-diam mengulurkan tangan kirinya. Setelah merasa sedikit lega, aku juga menggenggam tangannya tanpa kata...... ah~ ya.

(Yah, semacam... 'Duh, tangan Alisa lembut sekali, guhehe' rasanya.)

'Mengapa kamu terdengar seperti otaku menyedihkan?'

“Berisik, aku lagi panik ini.

Saat aku membalas ocehan Yuki yang muncul dengan penampilan iblis kecil di dalam pikiranku, wajah di depanku mengerutkan dahi secara berlebihan.

Cih.

“Oi Takeshi, kenapa kamu malah mendengus begitu?

Enggak juga kok~? Pasti rasanya sangat senang bisa menggenggam tangan Kujou-san, ya~?

“Ya ampun, bukannya kamu sendiri yang pertama kali membuat aturan pasangan harus berpegangan tangan?

Meski aku bilang begitu, aku masih tetap merasakan tatapan serupa dari belakang. Ini lebih serius dibandingkan dengan yang lain. Tatapan itu menganggap kami berdua adalah pasangan yang dipaksa oleh undian, tapi... ini merepotkan.

Ah~ kalau mau, bagaimana kalau kita tukar pasangan dengan ora!?

Saat aku baru mau mengucapkan itu, tangan kananku diperas dengan kekuatan seperti penjepit, membuat bahuku sedikit terangkat.

“Ada apa?

Ah, tidak......

“Ayo kita berangkat, Kuze-kun.

Ah, iya...... jadi, ayo pergi.

O-oh... hati-hati ya.

Kujou-san berjalan memiimpin di depan dengan wajah polos yang sok tidak tahu, dan melangkah masuk ke dalam gedung sekolah sembari menarik tanganku. Bisakah kamu mempercayainya? Dia, dengan wajah secantik ini, memiliki kekuatan genggaman seperti gorila?

Kamu pasti berpikir hal yang tidak sopan iya. ‘kan?”

Tidak sama sekali, kok.

Ku...ze...kun?

Dan dia juga sangat peka. Apakah ini insting perempuan? Tidak, jika gorila, itu pasti insting liar———

Ada apa, Kujou-san?

Aku menyambut tatapan dingin Kujou-san dengan ekspresi serius semaksimal mungkin. ...Mungkin juga bisa disebut ekspresi kaku.

......Hah.

Mungkin berkat itu, Kujo-san menghela napas kecil dengan tampak terkejut, lalu mengendurkan cengkeramannya dan mulai melangkah maju.

Hmm, bukannya itu aneh? Meskipun ini acara uji nyali, aku merasa lebih deg-degan karena pasanganku sendiri daripada hantu? Tentu saja dalam arti rasa waspada.

Tapi, acara sebenarnya dimulai dari sini. Kujou-san juga seorang gadis. Ketika hantu muncul, dia pasti akan berteriak Aaa, menakutkan! dan merangkul lenganku...

Pwaah!

“!!

Uwaaaah!

“Ugh.”

...ya, sepertinya itu tidak akan terjadi. Meskipun, aku sudah menebak demikian.

Kujou-san bahkan tidak berteriak sama sekali saat teman sekelas yang berperan sebagai hantu melompat keluar dari tangga dan ruang kelas. Paling banter, hanya tangannya yang menggenggamku bergetar sedikit.

Reaksi yang tidak ada semangat dan tatapan tenang itu justru membuat pihak yang berusaha menakut-nakuti merasa tidak nyaman. Semangat saat melompat tiba-tiba hilang, dan mereka kembali ke posnya dengan wajah canggung, membuatku merasa sakit hati melihatnya.

Ku-Kujou-san? Mungkin kamu bisa sedikit merespons, oke?

Tidak mau. Jika aku takut di sini, rasanya seperti aku bakalan kalah.

Tapi, ini bukan perlombaan...

Namun, Kujou-san terus melangkah maju tanpa takut, dan dengan cepat kami sudah berkeliling gedung sekolah dan kembali ke lantai satu. Hmm... bukannya aku cuma terus-terus diseret, ya? Apa ini tidak memalukan sebagai seorang pria?

“Fyuh, dengan begini sudah berakhir. Hmmph, rasanya tidak terlalu menakutkan.”

........ ya, dalam kasusku, rasanya aku tidak mempunyai waktu untuk merasa takut...

Aku berjalan menuju pintu keluar dengan perasaan campur aduk... saat itu.

“Hmm?

Aku melihat sesuatu yang kecil melintas cepat di lantai lorong yang gelap. Seketika itu,

Hiik, ti-tidak!

Ooh?

Kujou-san tiba-tiba berteriak, dan aku didorong maju. Seriusan, dia tanpa ragu menjadikan orang lain sebagai perisai!

“Mu-Mustahil! Ini terlalu besar! Itu tidak mungkin!

Tapi, aku juga tidak ahli dalam hal ini!

“Tidakkkk, ada di sana!

“Dibilangin jangan jadikan aku perisai!

Setidaknya, kamu seharusnya bisa merangkul lenganku! Meskipun di sudut kepalaku berpikir begitu, aku tetap berusaha mempertahankan harga diri sebagai pria, melindungi Kujo-san di belakangku dan berlari menjauh dari dinding tempat hantu itu berada.

Setelah berlari beberapa meter mengikuti Kujou-san, dia tiba-tiba berhenti saat menyadari tatapan teman sekelas yang sudah keluar lebih dulu.

Kemudian, dia segera memperbaiki ekspresi wajahnya menjadi tenang dan dengan percaya diri menyibakkan rambutnya.

......... yah, sebenarnya itu tidak terlalu menakutkan, kok?

...

......Apa?

“Bukan apa-apa kok?

Ya, tidak masalah sih? Sebenarnya? Memang benar dia tidak takut pada hantu? Namun, berkat itu, aku sama sekali tidak merasa senang. Meskipun ini acar uji nyali, tap tidak ada satu pun kejadian khas masa muda yang biasa terjadi dalam komedi ronatis. Tidak, bukan berarti aku benar-benar berharap itu terjadi!

Ada apa? Sepertinya kamu ingin mengatakan sesuatu.

Ah, tidak, aku cuma berpikir kalau Kujou-san memang kuat~ menurutku? Aku jadi bertanya-tanya keberadaanku tidak dibutuhkan.

Seperti yang diharapkan dari Putri Penyendiri”. Begitu aku menambahkan nama julukannya di dalam hati, aku melepaskan tangan Kujou-san.

Itu sama sekali tidak benar

Pada saat itu, aku mendengar bisikan kecil yang terdengar seperti bahasa Rusia, dan aku menoleh ke arahnya. Kujou-san yang sedang melihat tangan kirinya mendongak dengan cepat, matanya sedikit melirik.

“Apa kamu baru saja bilang sesuatu?

“Enggak? Aku tidak mengatakan apa-apa, kok?

............ Oh, begitu?

Rasanya, ada sedikit momen seperti acara masa muda yang terjadi... atau mungkin hanya perasaanku saja. Mungkin itu terlalu pelan, atau mungkin aku salah dengar.

... Baru pada hari acara setelah festival sekolah aku menyadari bahwa hal itu bukan hanya imajinasiku saja.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama