Selingan — Bagian Nene 2
“Ini sama sekali bukan mimpi, ‘kan?”
Pagi-pagi sekali di ruang ganti kedai kopi 'Kagen no Tsuki',
Nene yang hanya mengenakan pakaian dalam,
terus-menerus mencubit pipinya seolah-olah ingin memastikan kenyataan.
Kulitnya
yang halus dan putih dihiasi dengan warna putih yang sama. Rambutnya yang
memiliki warna merah di bagian dalam dan telinga yang dipenuhi dengan banyak
anting, menunjukkan sisi feminin yang manis dengan desain renda yang imut,
meskipun penampilannya terkesan mencolok.
“Walaupun
aku sangat terkejut ketika
Arata-san menjadi guruku di
sekolah, tapi ia bahkan sampai merawatku,”
Mulut Nene menunjukkan senyuman ketika dia
mengingat kembali semua peristiwa yang
belakangan ini terjadi.
Dengan
wajah yang masih santai, dia mengenakan gaun hitam dan kemudian celemek di atasnya, dia kemudian mengikat tali di belakang
pinggangnya menjadi bentuk pita. Pakaian pelayan yang awalnya tidak biasa
baginya kini sudah sangat familiar. Karena itu
sudah menjadi kegiatan rutin, mungkin ini saat yang tepat untuk memikirkan sesuatu.
(Pada saat itu, Arata-san
menyadari bahwa aku sedang
tidak enak badan, dan kemudian aku
tidur di tempat tidurnya. Ketika bangun, aku
bisa mencium aroma harum Arata-san.)
Setiap
kali Nene pergi tidur keesokan harinya, dia mulai berharap, ‘Seandainya saja ini tempat tidur
Arata-san,’ sambil
merasakan rasa kerinduan.
(Aku sangat bahagia saat ia
menyuapiku dengan bubur
yang dibuatnya.
Aku tidak akan pernah melupakan rasa lezat dan lembut yang perlahan
menghangatkan hatiku)
Sebagai
putri dari keluarga konglomerat Grup Fujisaki,
Nene telah mencicipi banyak masakan yang dianggap luar biasa selama bertahun-tahun, dan dia
sendiri juga menikmati memasak. Alasan mengapa masakan Arata sangat membekas di
ingatannya bukan hanya karena kelezatannya saja.
(Aku akan
senang jika Arata-san merasa sama tentang bekalku.)
Setelah
keluar dari ruang ganti, Nene yang datang lebih awal dari waktu mulai kerja,
duduk di kursi ruang istirahat sambil menatap ponselnya. Di layer ponselnya, terlihat momen musim panas yang
dibagikan oleh Himari.
(Semua
kenangan seperti saat mengenakan hoodie Arata-san, bermain bola pantai bersama,
dan mempersiapkan barbekyu seperti pasangan suami istri adalah kenangan
berharga, tapi foto inilah
yang paling berarti.)
Nene
sangat menyukai foto dirinya dan Arata yang tersenyum sambil menyalakan kembang api berdampingan.
“Hehe.”
Meskipun
foto itu sudah sering dilihat karena dijadikan wallpaper, senyum tak terduga
muncul di wajahnya. Melihat mereka menikmati kembang api bersama membuat Nene
merasa bahwa perbedaan usia dan posisi dengan Arata tidak ada artinya.
Saat Nene
tenggelam dalam kenangan perjalanannya,
staf lainnya mulai datang dan bersama-sama mereka mempersiapkan pembukaan kafe.
“Baiklah,
karena ini jadwal kerjaku setelah
sekian lama, mari kita nikmati!”
Nene,
yang merupakan siswa kelas tiga SMA dan sedang mempersiapkan ujian, mengurangi
jam kerjanya. Namun, bagi Nene yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler,
kafe ini adalah tempat kedua baginya,
dan datang ke sini sesekali selama liburan musim panas menjadi cara untuk
bersantai.
Setelah
menyelesaikan pembersihan pagi, tibalah
waktunya untuk jam buka kafe.
Interior ruangan
di dalamnya didekorasi dengan nuansa coklat gelap yang hangat, diterangi dengan
cahaya oranye yang lembut. Sambil melihat sekeliling, Nene berpikir.
(Aku
bekerja di sini bersama Arata-san.
Rasanya sungguh aneh...)
Hari ini Arata
tidak masuk kerja, tapi gambaran Arata di toko yang memberikan petunjuk arah,
memeriksa pesanan, dan menyajikan makanan terus muncul di dalam benak Nene.
(Meski begitu, Arata-san terlihat seperti kepala pelayan
yang sempurna dan sangat keren dalam seragamnya!)
Ketika membayangkan
Arata yang tersenyum, Nene menutup wajahnya dengan tangan. Meskipun tampak
kikuk sendirian, wajar saja jika Nene, sebagai seorang gadis remaja,
berperilaku seperti itu.
“Kamu
kenapa, Nene-chan-senpai?”
“Hm,
apanya?”
Nene
kembali ke wajah senpai yang dingin
biasanya ketika dipanggil oleh Sora.
“Tapi,
kamu tidak bisa menyembunyikannya dariku.
Aku jelas-jelas melihat Nene-chan-senpai yang sedang menggeliat kegirangan.”
“Menggeliat...?”
Sora
bertanya kepada Nene dengan
senyum nakal.
“Jangan-jangan
kamu sedang memikirkan seseorang yang kamu suka, ya?”
Setelah mendengar
pertanyaan itu, Nene merasa malu dan berpura-pura tidak mengerti, “Apa maksudmu?”
Melihat
Nene yang jelas-jelas berlagak tidak mengerti,
Sora merasa terhibur dan tidak bisa menahan diri untuk memeluk Nene.
“Duhh~, kamu terlalu imut.”
Kombinasi
antara Sora, gadis cantik berambut biru muda dengan gaya subkultur, dan gadis
cantik berambut hitam bercampur merah
dengan kesan anggun, keduanya mengenakan seragam pelayan, menciptakan
pemandangan yang sangat menarik. Jika kafe
sudah buka dan ada pelanggan pria, pandangan mereka pasti akan tertuju pada
mereka.
Setelah
menikmati keimutan Nene, Sora akhirnya melepaskannya.
Di dalam kafe ini, perasaan Nene terhadap
orang yang disukainya sudah diketahui oleh staf lain melalui sikapnya
sehari-hari, tetapi Nene sendiri tidak menyadari hal itu dan merasa bisa
menyembunyikannya dengan baik.
Staf
lainnya melihat Nene dengan senyuman lembut,
tetapi Sora merupakan tipe
orang yang terus maju tanpa ragu-ragu.
“Oh iya, beberapa
hari yang lalu ada kenalan Jupiter yang datang ke sini, loh?
Seorang wanita yang merupakan mantan bawahannya.”
Sora sangat menekankan bagian kata ‘wanita’ dengan kuat dan mengamati reaksi Nene.
“Apa
dia berambut pendek?”
“Benar sekali!”
“…Apakah
Arata-san yang memanggilnya, ya?”
Melihat
Nene yang tampak sedih, Sora segera memberikan dukungan.
“Tidak juga, sepertinya dia hanya menyukai roti dan kebetulan tertarik
dengan pancake di sini.”
“Syukurlah.”
Mendengar
jawaban itu, Nene merasa lega karena menilai bahwa kedekatan mereka tidak
sedalam itu. Orang-orang
yang bisa dipanggil ke tempat kerja biasanya adalah orang yang memiliki hubungan sangat
dekat. Setidaknya, bagi Nene, Arata adalah orang yang
seperti itu. Jika Arata memanggilnya hanya untuk menunjukkan seragamnya, Nene
pasti akan merasa galau.
Ngomong-ngomong,
Sora melanjutkan obrolan.
“Kemarin,
kakak Nene-chan-senpai datang kemari, lho?”
“Eh?”
Ekspresi
Nene seketika langsung berubah. Dia merasakan
darahnya mengalir pergi dan tubuhnya menjadi dingin.
“Himeno-san sangat cantik dan kami banyak
berbicara! Oh iya, dia
juga memintaku untuk memberikan ini padamu.”
Dalam
hatinya, Nene menyangkal bahwa mana mungkin orang itu bisa ada di sini,
tapi setelah mendengar nama ‘Himeno’, dia
meyakini bahwa itu bukan orang lain yang
mengaku-ngaku sebagai kakaknya.
Kemudian,
Sora menyerahkan selembar surat kecil yang dilipat. Nene dengan hati-hati menerimanya dan menyimpannya di
saku apron.
“Apa
maksudnya dengan mengobrol!? Apa yang kalian bicarakan!?"
Nene
mendekati Sora dengan wajah tegang, sementara Sora yang tampak senang mulai
merasa tertekan.
“Uh,
ya, aku cuma membicarakan tentang
bagaimana keadaan Nene-chan-senpai di sini, dan betapa
akrabnya kamu dengan Jupiter.”
“Kenapa
kamu bilang begitu?”
“Eh...”
Dari sudut
pandang Sora, pembicaraan
mereka berdua mirip seperti memberitahu
si kakak perempuan mengenai situasi terkini adiknya, tetapi
bagi Nene, itu sangat mengganggu.
“Dia
datang sekitar jam berapa?”
“Se-Sekitar jam tujuh malam.”
(Arata-san sudah masuk kerja, tapi pada
waktu itu ia pasti sudah pulang, jadi mereka tidak bertemu. Dia tidak menyebut nama Arata-san, hanya namaku. Apa itu berarti Arata-san tidak menyadarinya?)
“Ne-Nene-chan-senpai?”
Setelah menanyakan
serangkaian pertanyaan dengan cepat, Sora memanggil Nene, yang tiba-tiba
terdiam, tapi dia tidak menanggapinya.
“Kalian
berdua, kafenya akan dibuka sekarang, oke.”
Manajer kafe, Yumi,
memanggil keduanya sambil menepuk bahu mereka, dan
mereka berdua bersiap-siap untuk menyambut pelanggan.
Namun,
pertanyaan dan ketakutan terus berputar-putar di
dalam kepala Nene, sehingga membuatnya
sulit untuk menikmati pekerjaan paruh waktunya.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya