Bab 2 — Tangan Kanan Pengusaha
Bagian 2
Pada
dasarnya, isi acara minum teh adalah berbagi informasi terkini dan
mendiskusikan masalah-masalah.
Namun,
karena permainan sudah memasuki tahap akhir, masing-masing anggota sudah mulai
menetapkan arah mereka, jadi tidak banyak lagi informasi terkini yang perlu
dibagikan. Selain itu, anggota di sini semuanya sangat kompeten, jadi mayoritas
masalah dapat mereka atasi sendiri dengan mudah.
Oleh
karena itu...
“Seperti
biasa, semuanya tampak berjalan lancar ya.”
Persis
seperti apa yang dikatakan Tennouji-san. Situasi bisni semua orang tampak
berjalan dengan lancar.
Kinerja
mereka semua mengalami peningkatan,
dan tidak ada masalah mendesak yang harus dihadapi.
Tapi itu
semua tidak berlaku untukku.
“Aliansi
yang terlalu sempurna juga ada masalahnya ya. Dengan begini, topik pembicaraan
jadi—”
“Maaf.
Ada sesuatu yang ingin aku
sampaikan.”
Aku
mengangkat tangan untuk menarik perhatian semua orang.
Sepertinya
topik pembicaraan mulai habis, jadi saat ini
merupakam waktu yang tepat.
“Sebenarnya,
aku berniat untuk memulai bisnis
konsultan.”
Semua
orang membelalakkan matanya karena terkejut,
tapi aku melanjutkan tanpa ragu.
“Karena
berbagai alasan, aku akan
melepaskan perusahaan Tomonari Gift yang kumiliki
saat ini, dan mendirikan perusahaan konsultan baru.”
“Tapi
waktunya tinggal tersisa 2 minggu lagi,
kan? Sepertinya sulit untuk mengembangkannya dari awal
lagi.”
Tennouji-san menimpali dengan nada mengingatkan.
Tapi...
“Meskipun
begitu, aku berpikir bahwa ini adalah jalan yang
terbaik untuk masa depanku.”
Aku membuat
keputusan ini setelah mempertimbangkan apa yang akan terjadi
setelah permainan ini.
Aku tidak
ingin menjadi konsultan hanya untuk memenangkan permainan ini. Aku ingin
mendapatkan pengalaman di sini sebagai persiapan untuk menjadi konsultan di
masa depan.
Asahi-san dan Taisho menganggukkan
kepala mereka dan mendukung keputusanku.
“Aku sih setuju! Kurasa Tomonari-kun memang cocok untuk itu!”
“Aku
juga setuju. Sejak dulu aku sudah berpikir kalau Tomonari itu mudah diajak
bicara.”
Mudah
diajak bicara adalah kelebihan yang tak terbantahkan jika ingin menjadi
konsultan.
Kedua
orang itu, sama seperti Shizune-san,
sama-sama berpikir bahwa aku cocok untuk
menjadi konsultan.
“Te-Tentu
saja aku juga setuju! Tapi, jika ingin masuk menjadi anggota OSIS, mungkin
itu bukan pilihan yang menguntungkan...”
Begitu
rupanya, jadi Tennouji-san mengkhawatirkan
hal itu.
Tapi aku
juga sudah memikirkannya, jadi aku
menanggapinya denfan menggelengkan kepala.
“Saat
ini, prestasiku masih berada di bawah Konohana-san maupun
Tennouji-san. Dan aku juga tidak punya latar
belakang keluarga atau keahlian seperti Narika.
Meskipun aku berhasil mengalahkan kasus Suminoe-san,
aku tidak berpikir aku akan terpilih menjadi anggota OSIS dalam kondisi saat ini.”
“...Jadi,
itulah sebabnya kamu melakukan serangan?”
“Ya.
Dan kurasa tidak ada salahnya menyiapkan satu tembakan lagi.”
Aku yang sama sekali tidak punya prestasi
akademik atau latar belakang keluarga yang istimewa, berpikir kalau aku takkan bisa langsung mendapatkan kepercayaan
siswa hanya dengan mengalahkan kasus Suminoe-san.
Jadi aku pikir aku perlu melakukan satu lompatan lagi.
Dua kali.
Aku akan membuktikan diriku sekali lagi dalam game manajemen ini.
Dengan
begitu, semua orang akan berpikir, ini bukan keberuntungan, tapi kemampuanku
yang sesungguhnya.
“...Aku benar-bernat bertingkah tidak
seperti biasanya.”
Tennouji-san tersenyum penuh arti.
“Sikapmu yang ingin terus maju setelah
mencapai hasil— itu
pantas mendapat pujian! Aku berharap
Tomonari-san akan terus berkembang!"
Aku
membungkuk dan berkata “Terima
kasih,” terhadap ucapan tulus yang mendukungku.
“Aku
juga setuju.”
Dan
Hinako juga sekali lagi menyatakan persetujuannya di depan semua orang.
“Kalau
dipikir-pikir, Tomonari-kun lah
yang mengumpulkan kita semua di sini. ...Aku dengar pekerjaan konsultan itu
sangat bergantung pada relasi pribadi,
jadi mungkin Tomonari-kun memang cocok untuk itu.”
Memang
benar, aku yang baru saja masuk sekolah ini yang mengumpulkan mereka semua. Aku
merasa keberatan untuk terus menolak ajakan Taisho
dan Asahi-san, jadi aku akhirnya menghabiskan
waktu sepulang sekolah bersama mereka, dan karena kebetulan itu, aku juga
mengajak Tennouji-san dan Narika.
Apa
mereka masih ingat saat itu? ...Aku merasa sangat bersyukur.
Akhirnya,
Narika menatapku dan berkata,
“Aku
juga setuju. Dan selain itu... aku mohon! Bisakah
kamu mendengarkan apa yang ingin
kukatakan?”
Narika membungkukkan kepalanya dengan
kedua tangan terkatup.
Apa yang
ingin dia katakan...?
“Sebenarnya,
aku ingin membuat situs belanja online di perusahaanku.”
“Situs
belanja online?”
Aku
bertanya balik, dan Narika balas
mengangguk.
“Aku
ingin membuat situs belanja online khusus perlengkapan olahraga di perusahaanku
sendiri. Tapi aku tidak punya pengetahuan tentang cara membuatnya, jadi aku
ingin meminta saran dari Itsuki.
Tapi... jika kamu akan
menjadi konsultan, bisakah aku secara resmi meminta bantuanmu?”
Dengan kata
lain, Narika
ingin memintaku untuk
menjadi konsultan untuk proyek situs belanja online barunya.
—Itu bukan tawaran yang
buruk.
Perusahaan
Narika, Shimax, adalah perusahaan terbesar di
industrinya. Jika aku bisa berhasil
mengonsultasikan proyek baru ini, aku bisa mendapatkan prestasi yang jelas. Dan
karena aku sendiri pernah mengelola situs belanja online, aku juga akan lebih
mudah menanganinya.
Tapi...
apa aku bisa melakukannya?
Apakah
aku benar-benar bisa menangani perusahaan besar seperti itu tanpa gagal?
(...
Tidak)
Aku tidak
punya waktu untuk ragu-ragu dengan kesempatan yang datang tiba-tiba.
Aku harus mengingar
siapa saja yang sedang aku kejar. Asahi-san, Taisho,
Narika, Tennouji-san, dan Hinako. Jika aku tidak
terus meraih peluang-peluang seperti ini, aku tidak akan bisa mengejar mereka.
“Narika. Tolong izinkan aku
melakukannya.”
“Ah,
ya! Itu akan sangat membantu!”
Dengan
begitu, klien pertamaku adalah perusahaan Narika—— Shimax
Corporation.
◆◆◆◆
Sepulang
sekolah. Sesampainya di mansion,
aku segera mengerjakan hal-hal yang harus dilakukan.
“Tomonari-kun.
Tolong izinkan aku untuk mengonfirmasinya sekali lagi.”
Dari
speaker ponselku, terdengar suara tegas Ikuno, Presdir Wedding Needs. Meskipun melalui telepon, aku
bisa meraskaan nada suaranya yang tegang.
“Apa kamu
beneran yakin?”
“...Ya.
Silakan lakukan.”
Ini
adalah keputusan yang tidak bisa diubah lagi.
Aku balas
mengangguk setelah konfirmasi terakhir dari Ikuno.
“Baiklah.
Mulai sekarang, aku
akan bertanggung jawab atas pengelolaan Tomonari Gift.”
Satu
keputusan penting telah selesai.
Pengalihan
bisnis Tomonari Gift. — Aku mengakhirinya
dengan menjual seluruh sahamku kepada
Ikuno.
“Terima
kasih, sesuai perjanjian, tolong diarahkan untuk menjadi perusahaan terbuka.”
“Tentu
saja. Karena Tomonari-kun juga telah mendukungku, aku akan berusaha sepenuh hati.”
Dalam
pengalihan bisnis Tomonari Gift, aku meminta dua hal kepada Ikuno.
Pertama,
Tomonari Gift tetap dijalankan sebagai perusahaan yang independen, tidak
diserap oleh Wedding Needs.
Kedua,
setelah itu, Tomonari Gift akan didaftarkan
menjadi perusahaan terbuka di bursa saham.
Meskipun hubungan kemitraan bisnis kami sangat rukun,
pandangan kami tentang bisnis sangat dekat. Karena Ikuno yang seperti itu, aku memutuskan
untuk mempercayakan Tomonari Gift kepadanya.
Selain
itu, Wedding Needs sudah terdaftar di Bursa Efek Tokyo, jadi Ikuno memiliki
kemampuan untuk mengelola perusahaan setelah menjadi
perusahaan terbuka. Aku menanyakan strategi untuk perusahaan terbuka, dan
ternyata ada beberapa cara untuk meningkatkan pendapatan dengan menggabungkan
pasar pernikahan yang telah dikembangkan Wedding Needs. Setelah mendengar itu,
aku semakin yakin untuk menyerahkan sisanya pada Ikuno.
Sebenarnya,
aku mungkin harus melakukannya sendiri untuk mendapatkan pengalaman. Tapi
menjalankan perusahaan e-commerce
dan konsultasi secara bersamaan jelas melebihi kemampuanku saat ini.
(... Entah kenapa, rasanya disayangkan ya)
Rasanya
memang sangat menyedihkan melihat perusahaan yang telah kukembangkan dengan susah payah akan meninggalkanku.
Selamat
tinggal, Tomonari Gift.
Mulai sekarang,
terbanglah tinggi di angkasa di bawah tangan
Ikuno.
“Baiklah...
selanjutnya.”
Tidak ada
waktu untuk bersedih.
Setelah
mengakhiri panggilan dengan Ikuno, aku
segera menelepon Narika.
Narika
langsung menjawab telepon.
“Narika.
Apa kamu ada waktu
sekarang?”
“Ya,
aku baik-baik saja.”
Aku
mengajukan pertanyaan kepada Narika sambil mengoperasikan laptopku dengan satu tangan.
“Tentang
situs e-commerce itu, apa kamu sudah menyelesaikan dokumen yang kuminta?”
“Ya,
aku sudah membuat dokumen yang berisi
anggaran dan lain-lain. Aku
baru saja mengirimkannya ke sana.”
“Bagus.
Kalau begitu, biar aku saja
yang memilih vendor eksternalnya berdasarkan dokumen itu.”
Aku
menerima pesan dari Narika di kotak masuk game.
Aku kemudian
memeriksa dokumen yang dilampirkan dengan sekilas.
“Aku
juga sudah menyelidiki beberapa hal, tapi apa sebaiknya kita membuat departemen
khusus untuk pemeliharaan situs web?”
“Ya,
benar. Jika hanya ingin membuat situs e-commerce, mungkin revenue sharing
saja sudah cukup. Tapi dalam kasus Narika,
kamu ingin mengelola semuanya
sendiri, 'kan?”
“Ya.
Aku pikir itu akan lebih jelas dan gampang
dipahami bagi pelanggan.”
“Baiklah.
Kalau begitu, kita akan menggunakan vendor eksternal untuk membuat situs, tapi
pemeliharaannya akan ditangani oleh karyawan Simax.”
“Me-Mengerti!”
Revenue
sharing adalah model bisnis di mana beberapa perusahaan bekerja sama dalam satu
proyek dan berbagi keuntungan. Tapi Narika ingin mengelola situs webnya sendiri, jadi meskipun pembuatan
situs akan diserahkan kepada pihak luar,
pengelolaannya akan dilakukan oleh karyawan Simax.
Meskipun
begitu, sulit untuk langsung mengelola segalanya sendiri, jadi awalnya kami akan menyerahkan pembuatan dan
pengelolaan situs ke vendor eksternal. Setelah itu, kami akan berangsur-angsur mengambil
alih pengelolaannya.
“Menyiapkan
server sendiri akan menelan biaya yang sangat mahal,
dan kita juga ingin melihat-lihat dulu, jadi kita akan menggunakan cloud publik
untuk saat ini.”
“Hmm?...Ah,
baik, tidak masalah!”
“Aku aan mengirimkan
detailnya nanti, jadi jangan khawatir."
“Ma-Ma-Ma-Maaf...”
Aku
merasa Narika berpura-pura
mengerti supaya tidak mengganggu pekerjaanku,
jadi aku ingin menghilangkan
kekhawatirannya.
Pada
dasarnya, Narika masih terbilang awam
dalam bidang IT, jadi dia meminta bantuanku.
Berbagi pengetahuan teknis rinci bisa dilakukan nanti.
“Tapi...
luar biasa, Simax. Harga
sahamnya naik tajam dalam seminggu ini.”
Waktu satu
minggu di dunia nyata setara dengan
setengah tahun di dalam game.
Aku dengan
jujur merassa terkesan saat melihat pertumbuhan pendapatannya yang tak biasa.
“Yah,
memang Simax
adalah perusahaan besar sejak awal. Jadi lingkungannya sudah mendukung apa yang
ingin kulakukan.”
“Memang ada benarnya juga sih, tapi tetap saja...”
Narika
yang memiliki banyak pengetahuan tentang olahraga, terus-menerus menghasilkan
ide-ide yang luar biasa. Dan Simax
memiliki kapasitas yang cukup untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi produk.
Jika dipikirkan begini, bisa dilihat bahwa bakat Narika dan kondisi Simax saat ini saling terkait satu sama lain.
“Kalau
perusahaannya besar, apa itu berarti tekanannya juga besar?”
“Ya.
Waktu awal-awal game ini dimulai, aku sampai tidak bisa berhenti berkeringat
dingin... Uhh, hanya mengingatnya saja sudah membuat perutku sakit...”
Aku bisa mendengar
suara Narika yang tampak tersiksa.
“...Narika
memang punya sensitivitas yang cukup normal, ya.”
“Hm?
Apa maksudnya itu?”
“Kalau
misalnya kita menanyakan hal itu kepada orang
lain di Akademi Kekaisaran seperti Konohana-san... apalagi
Tennouji-san, mereka pasti akan menjawab 'Memang begitulah adanya'
dengan santai.”
“Ah...
iya sih.”
Bahkan
Hinako pun, meskipun mengeluh ‘Malas’, tetap
saja pada akhirnya menunjukkan bahwa dia bisa menanggung beban itu.
Dibandingkan
dengan Hinako atau Tennouji-san, masalah Narika terlihat biasa-biasa saja.
Kesulitan berkomunikasi, tidak suka tekanan, sulit belajar... Banyak orang di
sekolah lamaku juga mempunyai masalah serupa.
Karena
itulah, Narika... bisa memahami orang-orang biasa
dengan baik.
Sama seperti saat dia
menyampaikan keindahan olahraga kepada Kita yang sebelumnya tidak suka olahraga, Narika bisa berempati dengan
orang-orang yang punya masalah umum.
Bukannya itu bakat yang luar biasa?
Tetap
mempertahankan sensitivitas normal di lingkungan yang istimewa. Menurutku,
itulah bakat sejati Narika.
Sensitivitas
normalnya itu pasti juga diapresiasi dalam game manajemen ini.
Pada saat
itu— Kratak,
aku bisa mendengar bunyi dari seberang telepon.
“Ah,
maaf.”
Terdengar
suara Narika yang meminta
maaf.
Kemudian,
aku mulai mendengar suara air yang
menghantam lantai.
Kedengarannya
seperti suara pancuran air...
“...Narika.
Kamu sekarang ada di mana?”
“Aku
sedang di kamar mandi!”
Kamar
mandi...?
“Aku
tidak tahu kapan kamu akan meneleponku,
jadi aku membawa ponsel ke sini. Aku merasa tidak enak kalau tidak bisa
mengangkat teleponmu.”
“Ka-Kamu tidak
perlu sampai seperti itu...”
Sekali
lagi, terdengar bunyi Kratak.
Mungkin itu bunyi Narika yang meletakkan ember mandi di lantai.
“…Mari
kita bicarakan sisanya nanti.”
“Ja-Jangan
khawatir! Aku akan segera membasuh tubuhku, jadi harap
tunggu sebentar!”
Aku
mendengar suara pompa ditekan melalui telepon, seperti sedang mengeluarkan
sabun mandi.
Aku mulai mendapati diriku
secara tidak sadar membayangkan apa yang terjadi di ujung telepon yang lain.
Saat aku
mendengar suara gesekan, aku...
“...Aku
akan menghubungimu nanti.”
Aku
menutup telepon tanpa mendengar jawaban Narika.
Entah
kenapa, tiba-tiba aku merasa lelah.
(…Sekarang
saatnya, aku harus mengalihkan konsentrasiku.)
Aku
menepuk-nepuk kedua pipiku dan mengusir
pikiran yang mengganggu. Sebelum menelepon Narika kembali, aku ingin menemukan beberapa
perusahaan outsourcing.
Game
manajemen tinggal tersisa
dua minggu lagi. Demi bisa menunjukkan hasil sebagai
konsultan, ini adalah perlombaan melawan waktu.
Saat aku sedang fokus menatap monitor komputer, aku mendengar pintu ruanganku diketuk.
Setelah
aku menjawab, Shizune-san masuk.
“Itsuki-san, dokumen yang kamu minta
sudah aku kumpulkan.”
“Maaf,
ini sangat membantu.”
“Dokumen ini
memang sudah disiapkan untuk mendukung Ojou-sama, jadi tidak masalah.”
Aku
menerima tablet dari Shizune-san.
Aku melihat
berbagai data perusahaan tertera di layar.
Aku meletakkan tablet di meja dan dengan cepat mengganti halaman.
“…Kamu
membaca dengan cepat sekali.”
“Aku
mengabaikan informasi tentang penjualan dan modal, serta ukuran perusahaan.”
“Itu…
kenapa?”
Rasanya
tidak terlalu berlebihan bahwa dalam bisnis, angka adalah data
yang paling penting. Meskipun demikian, Shizune-san terlihat bingung mengapa
aku sengaja tidak melihatnya.
“Aku
ingin menghilangkan prasangka. Melihat hanya pada bisnis memungkinkan penilaian
yang lebih adil.”
“…Begitu ya.”
Apa yang
aku pelajari dari pengalamanku dalam game
manajemen adalah bahwa angka sering kali menyimpan ketidakadilan yang tidak
terlihat. Meskipun aku mengembangkan produk terbaik, tiba-tiba tren berubah.
Karena kebocoran informasi dari dalam, pesaing bisa mendahului. …Ketidakadilan
semacam ini tidak bisa dipertimbangkan
oleh angka. Bahkan perusahaan yang seharusnya berhasil jika diberi kesempatan
lagi, bisa dicap sebagai “pemain
yang tidak dapat dipercaya”
oleh angka.
Oleh karena
itu, aku mau melihat
bisnisnya dulu.
Kemudian
memahami filosofi perusahaan—melihat wajah para pemimpin di baliknya.
Jika
pemimpin ini tampak dapat dipercaya, baru aku akan melihat angka-angkanya.
“…Perusahaan
ini sepertinya bagus.”
Aku
menemukan beberapa perusahaan yang cocok dengan Simax, jadi aku mencatatnya dan
membagikannya melalui email kepada Narika.
Aku juga memperkirakan biaya yang diperlukan untuk menyewa masing-masing perusahaan.
Setelah
beberapa saat, Narika
memilih salah satu dari perusahaan tersebut.
Baiklah—sekarang
aku hanya perlu mengadakan pertemuan dengan perusahaan ini, dan jika semuanya
berjalan lancar, kami bisa mulai membuat situs e-commerce.
◇◇◇◇
Shizune
mengamatinya dalam diam ketika
Itsuki sedang fokus pada game manajemen dengan menggunakan komputer dan tabletnya.
Itsuki sudah melupakan keberadaan Shizune
di ruangan yang sama. Konsentrasinya
yang luar biasa ini memiliki kesamaan dengan Hinako, Takuma, dan juga kepala
keluarga Konohana, Kagen.
(Aku memang sempat berpikir kalau ia
benar-benar menakutkan…)
Shizune
merasakan kalau suasana di ruangan ini perlahan-lahan menjadi lebih serius berpusat
pada Itsuki. Suasana ini mirip sekali
dengan saat Takuma dan Kagen bekerja dengan sungguh-sungguh. Karena Shizune sering membantu pekerjaan kedua orang
itu, dia bisa dengan jelas mengenali perubahan pada Itsuki.
――Aku
mengabaikan informasi tentang ukuran perusahaan.
Shizune kembali mengingat kata-kata
yang diucapkan Itsuki.
――Aku
ingin menghilangkan prasangka. Melihat hanya pada bisnis memungkinkan penilaian
yang lebih adil.
Saat
mendengar pernyataan ini, Shizune hampir tertawa. Kemampuan ini terlalu di luar
jangkauannya.
“…Hanya
kamu yang bisa melakukan itu.”
Dia
berbisik pelan supaya
Itsuki tidak mendengarnya. Mungkin
juga Takuma. …Hanya dua orang ini yang bisa melakukan hal semacam itu.
Biasanya,
orang lebih mengutamakan angka karena tidak bisa hanya menilai dari bisnis.
Karena isi bisnis dan filosofi dapat memuat banyak kebohongan. Sering kali,
mereka mengklaim demi kepentingan masyarakat, tetapi sebenarnya mereka hanya mementingkan
keuntungan.
Di sisi
lain, angka tidak pernah berbohong. Oleh karena
itu, sebagian besar pengusaha dan investor berusaha memahami orang lain melalui
angka—tetapi mungkin Itsuki tidak
memerlukan itu.
Itsuki memiliki kemampuan untuk
melihat kebohongan dalam data.
Itulah
sebabnya, bagi Itsuki,
yang perlu dilihat bukanlah angka, melainkan filosofi.
(Pertemuannya dengan Takuma-sama. Dan
kesempatan yang diberikan oleh game
manajemen. Kedua hal ini berpadu dengan sempurna, sehingga Itsuki-san mengalami pertumbuhan
yang pesat…)
Dia
benar-benar terbangun.
Shizune
menyaksikan momen ketika bakat seseorang berkembang, dan perasaan yang sulit
diungkapkan muncul dalam hatinya. Rasa ingin mendukung dengan tulus, terharu
karena usaha yang terbayar, atau mungkin rasa ingin tahu yang menakutkan…
berbagai perasaan bercampur aduk di dalam
batinnya.
Yang
pasti, dengan bakat sebesar ini, ia mungkin bisa terus berdiri di samping Hinako
di masa depan.
Itu
adalah sesuatu yang tak ternilai, hal terpenting bagi Shizune.
(…Aku
senang memilih orang ini sebagai pengurusnya.)
Dan
karena telah memilihnya, dia
merasa memiliki kewajiban untuk mengawasi.
Sejauh
mana anak ini akan pergi? …Shizune mengamati punggung Itsuki yang menatap layar dengan
lebih antusias dari biasanya.
◆◆◆◆
Di
sekolah keesokan harinya.
“Itsuki!”
Saat
waktu istirahat tiba, ada suara seseorang yang
memanggil namaku dari
koridor.
Aku
berdiri dari tempat dudukku dan
menuju ke arah gadis yang memanggilku.
“Narika, ada apa?”
“Aku
datang untuk mengucapkan terima kasih kemarin!”
Narika
berseru demikian dengan tatapan mata
berbinar.
Aku
membayangkan dia memiliki ekor dan telinga anjing. Ekor itu bergetar dengan
sangat kuat, seolah-olah akan putus kapan saja.
“Apa
kamu sudah tidak mengkhawatirkan lagi tentang tatapan orang-orang di
sekitarmu?”
“Hmm?
…Eh!?”
Narika menyadari bahwa ada banyak mata yang tertuju padanya, wajahnya
memerah, dan dia bersembunyi di tempat yang tidak terlihat dari kelas. Aku
pikir lagi tumbe-tumbennya dia bisa
bersuara sekencang itu di depan umum, tetapi sepertinya itu tidak disengaja.
“Ak-Aku sedang terburu-buru, jadi…”
“Sebenarnya,
kamu bisa saja mengirimkan laporan melalui email.”
“Kamu ini
bicara apa! Ini adalah hal yang harus disampaikan secara langsung!”
Di sini,
dia sangat konsisten.
Itu
adalah salah satu kelebihan
Narika.
“Ahm.
…Sekali lagi, terima kasih untuk
kemarin! Berkatmu, semuanya tampaknya berjalan lancar!”
“Itu
bagus. Meskipun masih dalam periode kontrak, tolong bagikan data proyeknya secara berkala.”
“Ah!
Teruskan ya!”
Kontrak
konsultasi dengan Shimax berlangsung
selama satu tahun. Dalam kenyataannya, itu berlangsung selama dua minggu…
Hubungan kontrak kami akan berlanjut sampai game
manajemen berakhir.
Sebenarnya,
mungkin tidak perlu selama itu, tetapi mengingat bahwa game manajemen akan segera berakhir,
kami memutuskan untuk menjadikannya periode yang jelas.
“Aku
akan menyelesaikan pembayaran hari ini! Apa tujuan pengiriman uangnya adalah
perusahaan baru itu?”
"Ya.
Tolong kirim ke rekening
Tomonari Consulting.”
PT
Tomonari Consulting—ini adalah perusahaan keduaku.
Meskipun
sebelumnya namaku pernah dijadikan bahan tertawaan, aku kembali menggunakan
nama yang mirip… Aku berharap bisa memberikan alasan. Ketika aku berencana
untuk memulai sebagai konsultan, Narika langsung meminta bantuanku, jadi meskipun sangat membantu,
itu juga sangat menyibukkan.
“Bagaimana
bilangnya… nama perusahaanmu
masih sama seperti dulu.”
Seperti
yang diperkirakan, namaku hampir dijadikan bahan ejekan—.
“Tapi
jika kamu membicarakan itu, Shimax juga sama saja.”
“Hah!?
Apa kamu sedang meremehkan selera nenek
moyangku!?”
Aku tidak
ingin diremehkan oleh Narika yang
memiliki selera penamaan yang mirip, tetapi sebenarnya, nama perusahaan Narika adalah nama yang diwariskan
turun-temurun.
“Shimax
tuh ya! Nama perusahaan ini
terinspirasi dari ide untuk menjadi perusahaan terbesar di pulau ini—yaitu,
perusahaan yang maksimal!”
“Be-Begitu
ya…”
Tapi bukannya itu terlalu sederhana…?
Bagaimanapun juga, pada akhirnya, nama perusahaan
yang paling penting adalah kemudahan diingat bagi klien, jadi jika dilihat dari
sudut pandang itu, nama Shimax mungkin adalah nama yang baik.
Setelah
berpisah dengan Narika, aku
kembali ke dalam ruang kelas.
“Ah,
hei, hei,
Tomonari-kun.”
Sekarang,
giliran Asahi-san yang memanggilku.
“Apa
aku boleh minta waktumu sebentar?”
“Tentu
saja, tetapi apa tidak
bisa di sini?”
“Hmmm…
kalau bisa, aku ingin berbicara berduaan saja.”
Tumben
sekali…
Dalam artian
baik maupun buruk, Asahi-san,
yang biasanya tidak terlalu memikirkan tatapan orang lain, tiba-tiba meminta
pertemuan rahasia… Setidaknya, ini baru
pertama kalinya di dalam ingatanku.
Namun,
dengan game manajemen yang memasuki fase
kritis, banyak siswa yang ingin berbicara secara pribadi, dan tempat yang
mungkin bisa kami gunakan untuk berbicara berdua biasanya sudah penuh. Tempat seperti area tangga
atau sudut koridor, yang biasanya sepi, kini selalu ada orang.
“Sepertinya
sulit untuk berbicara saat istirahat, jadi bagaimana kalau kita bicara di kafe
seperti biasa setelah sekolah?”
“Ya,
tolong!”
Di kafe
itu, jarak antara meja-neja cukup
luas, dan jika kami berbicara pelan, isi
pembicaraan kami tidak akan terdengar oleh orang lain.
Selain
itu… mungkin karena rumor tentang perkumpulan
pesta teh yang mulia, meja yang biasanya kami gunakan
entah kenapa tidak ada yang menggunakannya. Seolah-olah meja itu sudah dipesan.
Padahal, tempat itu adalah yang paling nyaman dan memiliki pemandangan terbaik…
Aku merasa sedikit bersalah, tetapi kali ini aku akan memanfaatkannya.
◆◆◆◆
—Dan
begitulah, setelah sekolah.
Setelah
memberi tahu Hinako dan Shizune-san
bahwa aku akan pulang sedikit lama,
aku pergi ke kafe bersama Asahi-san.
“Jadi,
apa yang ingin kamu bicarakan?”
Setelah
meneguk secangkir teh, Asahi-san
membuka mulutnya dengan ekspresi serius.
“Sebenarnya…
aku ingin meningkatkan penjualan perusahaan.”
Sepuluh
detik berlalu dalam keheningan.
Setelah
berpikir sejenak, akhirnya aku menyadari maksud Asahi-san.
“…Begitu rupanya, jadi kamu ingin
mengungguli pesaingmu, ya?”
“Begitulah~! Tomonari-kun, kamu memang cepat
sekali buat memahaminya.”
Jika
hanya ingin membahas peningkatan penjualan, kami bisa saja berbicara di kelas.
Namun, dia
tidak melakukannya karena tidak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan ini.
—Artinya, dia ingin bergerak secara diam-diam dan ada pesaing yang ingin dia
kalahkan.
“Perusahaanku
tidak seperti milik Miyakojima-san yang menjadi yang nomor
satu di industri. Jika rival mendapatkan informasi tentang pergerakanku,
peringkat kami bisa saja terbalik dalam sekejap. Jadi, meskipun terasa sulit,
aku tidak bisa membicarakan hal ini secara terbuka…”
“…Industri
yang sangat keras, ya.”
Penjualan
Shimax, perusahaan Narika,
memiliki selisih yang besar dibandingkan dengan perusahaan yang berada di
peringkat dua dan seterusnya. Dengan selisih sebesar itu, mungkin dia bisa
bertindak dengan percaya diri, tetapi dalam kasus Asahi-san, tampaknya tidak bisa. J’s Holdings, seingatku, berada di
peringkat empat dalam industri toko elektronik.
“Karena
itu, aku berpikir untuk secara resmi meminta bantuan Tomonari-kun! Sebenarnya,
aku melihatmu berbicara dengan Miyakojima-san
tadi… Dari suasananya,
sepertinya semuanya berjalan lancar, ‘kan?”
“Ya,
bisa dibilang begitu.”
“Kira-kira,
apa aku juga bisa mendapatkan momentum dari itu~?”
Sambil
mengatakan itu, Asahi-san melirik
ke arahku.
…Sebenarnya,
meskipun dia tidak perlu melakukan hal itu, aku sudah memutuskan jawabanku.
“Aku
akan menerimanya. Aku juga sudah berhutang budi kepada Asahi-san
yang telah memperkenalkanku kepada
perusahaan pemasaran.”
“Yay!
Kalau begitu, ini dia! Ini adalah materi dari perusahaan kami!”
Dia
melakukan persiapannya dengan sangat
baik. Sepertinya Asahi-san sudah memprediksi bahwa aku akan menerimanya.
Asahi-san
menyerahkan tablet berisi data perusahaannya
kepadaku, dan selain itu, dia juga menghidupkan game
manajemen di laptop dan mengirimkan data melalui email.
Aku
membaca informasi laporan keuangan J’s
Holdings dengan cepat.
Mungkin
berkat bimbingan Takuma-san, aku jadi
sudah terbiasa membaca data semacam ini, termasuk neraca dan laporan laba rugi,
sehingga sekarang aku bisa memahami isi dengan kecepatan yang jauh lebih baik
dibandingkan sebelumnya.
“...
Penjualan barang untuk
lansia cukup rendah, ya.”
“Benar banget~. Yah,
mungkin barang elektronik memang seperti itu."
Barang
elektronik semakin berkembang fungsinya dari tahun ke tahun. Mungkin sulit bagi orang-orang lansia untuk membelinya.
“Dulu,
kamu menjual barang elektronik untuk
lansia, ya? ... Sekarang sudah tidak diproduksi lagi?”
“Ya.
Aku sudah pernah mengiklankannya di TV,
tetapi angka penjualannya
buruk. Dan kita juga terpengaruh oleh tren penurunan jumlah kelahiran dan
peningkatan usia, jadi semua karyawan kami sangat terkejut.”
Menurut dokumen yang tertera, itu
terjadi sekitar tiga tahun yang lalu. Artinya, ini adalah cerita nyata, bukan
hanya dalam permainan.
Meskipun
bisnisnya sendiri tampaknya tidak berhasil, tapi mereka sudah pernah mengembangkan produk sekali.
Dengan fondasi yang sudah ada, mereka bisa merancang strategi yang responsif di
bidang ini.
“Asahi-san,
kalau departemen ini melakukan apa?”
“Hmm?
Ehm, kalau tidak salah itu...”
Karena
tertulis dengan huruf kecil, Asahi-san mendekatkan wajahnya ke monitor laptopku.
Kepala
kami saling bertabrakan.
“Ah.”
“Ah.”
Mungkin karena kami berdua mengeluarkan suara
bersamaan. Kami
secara refleks menjauh dan saling menatap wajah satu
sama lain.
“Ak-Aku
minta maaf...”
“Ti-Tidak,
akulah yang harusnya minta maaf...”
Mungkin karena
kami terlalu fokus, jadi sepertinya
kami salah memperkirakan jarak.
Raut wajah Asahi-san tampak memerah dan dia terlihat canggung.
“...
Asahi-san, ternyata kamu juga bisa malu seperti itu, ya?”
“Te-Tentu
saja! Aku juga seorang gadis, tau!?”
Asahi-san
menatapku dengan tajam.
“Kupikir
kamu adalah orang yang akan menertawakan situasi seperti ini, Asahi-san...”
“Ti-Tidak,
mungkin itu benar untuk laki-laki lain, tapi! Tomonari-kun tuh berbeda!”
“Berbeda?”
Apa
maksudnya itu?
Ketika
aku memiringkan kepalaku dengan penuh tanda tanya,
wajah Asahi-san semakin memerah dan dia terlihat panik.
“Wa-Wa-Wawawa~~~~~~!?
Lupakan yang barusan!! Tolong lupakan, ya!?”
“Y-Ya.”
Melihat
Asahi-san yang wajahnya sudah memerah
hingga ke telinga, aku memutuskan untuk menurutinya.
“Yah,
sebenarnya... karena ini saat yang tepat untuk mengatakan ini...”
Setelah mulai sedikit tenang, Asahi-san
mulai bercerita.
“Ketika
Tomonari-kun baru pindah ke sini,
aku cukup khawatir, loh. ... Tahu sendiri,
di Akademi Kekaisaran ini,
kadang-kadang ada orang yang tidak bisa mengikuti pelajaran dan segera keluar.
Awalnya, Tomonari-kun terlihat seperti salah satu dari mereka...”
Aku tidak
bisa membantah perkataannya. Pada
waktu itu, aku memang terlihat seperti orang biasa yang
tidak bisa mengikuti akademi. Meskipun sekarang, jika aku lengah, aku bisa
kembali seperti itu, jadi intinya tidak berubah...
“Tapi
pada akhirnya, aku justru salah
menilaimu. Tomonari-kun berusaha keras dan
dalam sekejap sudah menjadi orang yang mandiri. Konohana-san, Tennouji-san, dan Miykojima-san juga mengandalkanmu...
Sekarang aku sendiri sudah menjadi orang yang berkonsultasi.”
Sambil
mengatakan itu, Asahi-san menatapku dengan serius.
“Dalam
waktu sesingkat ini, kamu tumbuh menjadi
sosok yang sangat dapat diandalkan... Aku pikir Tomonari-kun itu hebat dan
keren. ... Jadi, itu...”
Setelah
berbicara sampai di situ, wajah Asahi-san kembali memerah.
“Ti-Tidak jadi, lupakan itu! Lupakan semua yang
baru saja aku katakan!”
“Y-Ya...”
Aku
memutuskan untuk mengabaikan itu.
Aku ingin
kembali ke topik game
manajemen, tetapi... tidak bisa. Suasana tidak mendukung untuk melanjutkan
pembicaraan serius.
Baik aku maupun
Asahi-san, wajah kami sama-sama merah.
“Ah,
duhhh! Suasananya jadi aneh begini! Ugh, ini memalukan~~!”
Rasanya
kayak bukan diriku sendiri~~!! Asahi-san menanggung rasa malu sembari memegangi
kepalanya, dan
aku hanya bisa tertawa canggung, “Hahaha.”
Biasanya,
jarak kami lebih santai... Tapi menurutku rasanya
agak curang jika dia tiba-tiba mengeluarkan suasana seperti
ini.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya