Bab 2 — Tangan Kanan Pengusaha
Bagian 1
Pada hari
Sabtu berikutnya.
Sejak
pagi-pagi sekali, aku telah mempelajari tentang konsultan.
Seperti
yang dikatakan Shizune-san, ada berbagai jenis konsultan. Ada konsultan
strategi yang berkontribusi pada ekspansi bisnis klien, konsultan akuntansi
yang memperbaiki operasi akuntansi, dan masih banyak lagi bidang yang ditangani
konsultan, seperti restrukturisasi bisnis, sumber daya manusia, dan IT.
Takuma-san
tampaknya seorang konsultan strategi, tapi dalam kasusku, lebih baik kalau aku memulainya dari konsultan IT, karena aku bisa memanfaatkan pengetahuan
yang sudah ada.
Aku tidak
tahu apa itu bisa semudah
yang terlihat, tapi untuk memastikannya, aku bisa
memanfaatkan game manajemen. Semakin serius aku menyelidiki
bisnis, semakin aku terpesona oleh tingginya kegunaan dari game manajemen ini.
Game ini
menunjukkan padaku kemungkinan masa depan.
(Aku
harus berusaha sedikit lebih keras...)
Saat
melihat jam, waktunya sudah
hampir tengah hari.
“...Baiklah. Hari ini cukup sampai di sini!”
Aku
bergumam pada diriku sendiri
sambil menutup laptop.
Sejak Tennouji-san mengingatkanku untuk
tidak terlalu memaksakan diri, aku memutuskan untuk beristirahat setelah siang
hari di hari Sabtu.
Aku tidak
ingin membuat Tennouji-san khawatir
lagi...
Tennouji-san juga mengatakan bahwa
nilainya meningkat setelah dia memiliki lebih banyak waktu luang, jadi aku akan
berusaha keras tanpa memaksakan diri dan mempercayai kata-katanya.
(...
Mungkin aku akan membawakan sesuatu untuk Hinako)
Sekarang
sudah waktunya makan siang, jadi setidaknya membawa minuman bisa menjadi pilihan yang tepat.
Setelah
menyeduh teh di dapur, aku pergi ke kamar Hinako.
“Hinako,
kamu ada di dalam?”
Saat aku
mengetuk pintu, terdengar jawaban malas, “Hmm...”
Begitu aku
melangkah masuk, Hinako sedang bersandar
di sandaran kursi, menatap langit-langit.
“Aku
capek...”
“Kerja
bagus. Aku bawakan teh untukmu.”
Aku
meletakkan cangkir di meja Hinako.
Sepertinya
Hinako juga sedang melakukan sesuatu terkait game
manajemen. Layar komputernya menampilkan para karyawan AI
dari Konohana Group yang bergerak dengan cepat.
“...Ah,
ini enak.”
Hinako bergumam dengan suara pelan setelag
menyesap tehnya.
“Benarkah?
Teh ini direkomendasikan Tennouji-san, sih..."
“...Tidak jadi, rasanya enggak enak.”
“Hah?!”
Kenapa?!
“Bercanda.
...Ini enak, kok.”
“Be-Begitu
ya? Syukurlah..."
Dari
waktu ekstraksi daun teh hingga suhu cangkir, semuanya diukur dengan cermat.
“Apapun daun
tehnya... selama Itsuki
yang membuatnya, semuanya akan terasa enak. ... Tak
peduli apapun jenis daun tehnya.”
“Hinako...”
Aku merasa terharu melihat Hinako minum teh
dengan begitu nikmat.
Meskipun
dia sering mengkritik tentang daun teh. ... Belakangan ini, Hinako juga
sepertinya melihat Tennouji-san
sebagai saingan, jadi mungkin itu kelanjutannya.
“Itsuki, kamu sudah istirahat hari ini?”
“Ya.
Tapi aku berencana untuk sedikit mengulang pelajaran setelah makan malam nanti.”
Karena
aku juga akan melakukannya pada hari Minggu, aku hanya akan menyentuhnya
sekilas.
“Itsuki... akhir-akhir ini kamu terlihat lebih baik.”
“Benarkah?”
“Ya.
Kelihatannya lebih santai.”
Mungkin
itu artinya aku punya
lebih banyak waktu luang.
Ngomong-ngomong,
saat awal-awal bermain game manajemen, aku sering meminta Hinako
membuatkan teh untukku. Sepertinya Hinako ingin melakukannya sendiri, jadi aku
membiarkannya, tapi hampir tidak pernah aku yang membuatkan teh untuk Hinako
saat itu. ... Aku tidak sadar, tapi sepertinya saat itu aku tidak punya banyak
waktu untuk memperhatikan orang lain.
“Aku
juga akan belajar dari Itsuki yang
santai itu, hari ini aku selesai belajar...”
“...Tapi
dalam kasus Hinako, itu lebih terlihat malas daripada santai, sih.”
Aku hanya bisa tersenyum pahit melihat Hinako
yang merebahkan diri di meja setelah menutup laptopnya.
Melihatnya yang begini... mungkin karena Hinako
memang punya sifat malas seperti ini, dia tidak perlu terlalu memaksakan diri
seperti aku atau Tennouji-san
dulu.
“Mau
kupijat bahumu?”
“...Tolong.”
Aku mulai
memijat bahu Hinako yang sudah duduk tegak.
(T-Ternyata dia lumayan tegang...)
Aku tidak
mengatakannya keras-keras, khawatir Hinako akan tersinggung, tapi bahu Hinako
terasa lebih kaku dari yang kubayangkan. Meskipun penampilannya seperti gadis
lembut dan anggun, dia tetap seorang putri dari Konohana Group. Pasti ada beban
berat yang menumpuk di bahu rapuhnya yang tidak bisa kubayangkan.
“Aaah...”
Saat aku
memijat lehernya juga, Hinako mengeluarkan suara yang terdengar nyaman.
Setidaknya
untuk saat ini, biarkan dia benar-benar bersantai.
“Itsuki... Kemarin kelihatannya kamu sedang bingung, tapi apa sekarang sudah baik-baik saja?”
Hinako
bertanya tanpa mengubah posisinya.
“Ya.
Aku memutuskan untuk menjadi konsultan.”
“Begitu...
Aku penasaran bagaimana Itsuki akan
berubah nanti.”
Hinako
berkata dengan wajah yang terlihat lemas.
Aku harus
berusaha keras untuk memenuhi harapannya.
“Bagaimana,
apa bahumu sudah lumayan baikan?”
“Mm...
rasanya jadi lebih ringan. Sebagai
balasannya, sekarang giliranku memijatmu.”
Setelah
selesai memijat bahuku, giliran Hinako yang berdiri di belakangku.
Saat aku
duduk di kursi, jari-jari lentik Hinako menyentuh bahuku.
(Ah...
Ternyata cukup enak)
Meskipun hari
ini aku belum belajar terlalu banyak, tapi mungkin kelelahan dari semalam masih
tersisa. Semalam aku masih menyelidiki tentang konsultan setelah berbicara
dengan Shizune-san, jadi
aku akhirnya begadang sedikit.
“......”
Tiba-tiba,
tangan Hinako yang sedang memijat bahuku mendadak
berhenti.
Pada saat
yang sama, aku merasakan sesuatu yang aneh di belakang kepalaku.
...Apa
yang sedang dia lakukan?
Aku
diam-diam mengalihkan pandanganku ke samping, melihat ke arah kaca jendela.
Hinako sepertinya tidak menyadarinya, tapi aku bisa
melihat bayangannya dari pantulan kaca. Sepertinya dia sedang mendekatkan
wajahnya ke kepalaku.
Dan...
dia mulai mengendus-endusnya.
“...Hinako?”
“Ah!”
Hinako
terkejut dan segera menjauhkan wajahnya dariku.
“Ap-Ap-Apa...?”
“Tidak,
tadi...”
“Ak-Aku
tidak melakukan apa-apa kok...!”
Wajah
Hinako memerah dan dia menggelengkan kepalanya. Sepertinya dia sangat gugup,
terlihat dari keringat di wajahnya.
(Mungkin
aku harus mencuci rambutku nanti)
Mungkin aku berkeringat karena angin malam. Menjaga
kebersihan bau badan juga termasuk etika.
◆◆◆◆
Pukul
satu siang. Setelah makan
siang bersama Hinako di ruang makan mansion,
aku lalu mencuci piring di dapur.
“Hee~,
jadi kamu sedang melakukan itu ya,” kata Yuri yang ikut mencuci
piring di sampingku.
Hari ini
Yuri bekerja sebagai staf dapur di kediaman
keluarga Konohana. Sejak liburan musim panas kemarin, dia sering bekerja paruh waktu
di sini.
“Tapi
sejujurnya, aku khawatir apa aku bisa menjadi konsultan meskipun aku tidak punya banyak pengalaman.”
“Yah,
pekerjaan konsultan memang mengandalkan kepercayaan, sih.”
Setelah
aku memberikan piring yang sudah dicuci, Yuri dengan cekatan mengeringkannya
dan meletakkannya di rak.
“Omong-omong,
kamu boleh beristirahat saja.
Mencuci piring juga termasuk pekerjaanku kok.”
“Aku
sedang senggang sekarang,
jadi aku bisa membantumu sebentar.
Lagipula Shizune-san sudah
mengizinkanku.”
“...Yah, terserah kamu, deh.”
Sejak
kecil aku sudah terbiasa membantu pekerjaan rumah, jadi ini menjadi semacam
pelepas penat bagiku. Membersihkan atau mencuci piring memberi rasa kepuasan
karena hasilnya langsung terlihat.
“Kalau
dipikir-pikir lagi, toko kami akhir-akhir ini mengalami
penurunan penjualan sedikit.”
“Benarkah?”
“Iya.
Tapi sebenarnya kami masih cukup menghasilkan, jadi aku tidak terlalu
memikirkannya. Mungkin konsultan bisa membantu menyelesaikan masalah ini.”
Seperti
yang diharapkan, Hiramaru
adalah restoran keluarga yang disukai banyak orang, baik tua maupun muda.
Mereka memiliki mental yang tangguh, tidak terlalu memikirkan penurunan
penjualan sedikit.
Meskipun
begitu, Hiramaru
adalah tempat yang sudah lama kukenal. Jadi aku tidak bisa menganggapnya
sebagai masalah orang lain. Aku mulai memikirkan alasan mengapa penjualannya
menurun.
“...Penjualan
utama Hiramaru tuh berasal dari menu
set makan siang, ‘kan?”
“Iya.
Yang paling laris adalah menu makan siang harian.”
“Aku
baru mengetahuinya pas musim panas ini, tapi di dekat stasiun ada banyak toko
bento baru, ‘kan? Mungkin
itu yang menjadi pesaingmu?”
“...Memangnya bento dan menu set makan siang
benar-benar bisa disebut bersaing?”
“Kurasa
karena target pasarnya cukup dekat. Lagi
pula, toko-toko semacam itu merupakan toko
waralaba, jadi harga pokok mereka jauh
lebih murah.”
Sepertinya
mereka berebut pangsa pasar pekerja kantoran yang pulang kerja.
Toko-toko
itu juga menjual lauk siap saji, dan bisa menawarkan harga diskon yang menarik bagi pekerja
kantoran yang pulang larut.
“Karena
mereka menawarkan harga murah, mungkin Hiramaru
bisa bersaing dengan kualitas. Menu makan siang harian Hiramaru memang murah, tapi misalnya
dinaikkan sedikit, lalu diganti dengan bahan-bahan yang lebih baik...”
“Begitu
ya...”
Mungkin
perlu menyesuaikan pemasok juga. Saat ini menu makan siang harian Hiramaru memang dijual murah, tapi jika harus
bersaing dengan harga toko waralaba, kurasa lebih
baik kalau mereka meningkatkan kualitas menu mereka. Masakan Hiramaru memang enak secara alami,
jadi punya peluang menang dengan strategi itu.
“Kamu sudah melakukannya.”
“Eh?”
“Tadi,
yang begitu adalah pekerjaan
konsultan, ‘kan?”
Aku
terdiam sejenak, karena dia mengatakan itu dengan sangat natural.
“...Begitu
ya. Ini juga termasuk pekerjaan konsultan.”
Mungkin
aku terlalu banyak berpikir rumit. Pekerjaan konsultan pada dasarnya adalah
menjadi penasehat bagi pemilik bisnis. Dan itu tidak jauh berbeda dengan apa
yang sudah kulakukan selama ini.
Akhir-akhir
ini ada banyak orang di kelasku yang
sering meminta saran dariku. Itu sebenarnya sudah merupakan pekerjaan
konsultan.
Tentu
saja, aku masih butuh banyak belajar. Tapi...
sepertinya aku tidak
perlu terlalu khawatir.
“Aku akan memberimu
ini sebagai ucapan terima kasih karena sudah memberi
saran.”
Yuri
memberiku sebuah gelas dingin.
“Ini
apa?”
“Ini
percobaan desert baru. Es krim agar-agar.”
Kombinasi
yang aneh. Di dalam gelas, ada es krim di atas agar-agar.
Aku
mengambil es krim dan agar-agar dengan sendok, lalu mencoba memasukkannya ke
mulutku dengan ragu-ragu...
“Enak!?”
“Oke,
kalau kamu bilang begitu, maka itu sukses!”
Es krim
yang digunakan tampaknya menggunakan bahan
karamel segar yang kental, dan pas sekali dengan tekstur lembut agar-agar yang kenyal. Usaha membuat es krim yang lembut
sejak awal juga merupakan inovasi yang bagus. Es krim yang mulai mencair pun
melekat dengan baik pada agar-agar.
“Ayo
kita tambahkan ini ke menu restoranku.”
“Itu
boleh saja, tapi memangnya apa boleh kamu asal
menentukannya begitu saja
berdasarkan pendapatku?”
“Hah?
Menurutmu siapa yang sudah melatih lidahmu
selama ini?”
...Memang
benar.
Aku adalah orang yang sejak kecil
terus-menerus mencoba produk percobaan Yuri.
“Hei,
boleh aku memanggil Hina... maksudku Konohana-san?
Mumpung ada kesempatan, aku ingin dia
mencicipinya juga.”
“Eh,
yah, terserah sih...”
Biasanya
aku memanggilnya “Hinako” saat di rumah, jadi aku hampir
saja keceplosan memanggilnya begitu di depan Yuri.
Ayo
panggil Hinako yang sedang bersantai di ruang makan untuk mencicipi es krim
agar-agar ini.
“Ah,
Itsuki-san.”
Saat
berjalan menuju ruang makan, aku dipanggil oleh Shizune-san.
“Maaf
mengganggu istirahatmu. Pakaian yang aku titipkan ke binatu sudah kembali,
boleh aku minta tolong untuk membawanya?”
“Baik,
aku mengerti.”
Shizune-san juga tahu bahwa aku suka
membantu pekerjaan rumah untuk mengubah
suasana hatiku.
Lagian,
begitu kembali ke kamar juga tidak ada yang harus aku kerjakan, jadi hari ini
aku akan membantu semaksimal mungkin dengan pekerjaan di rumah ini. Aku kan
dibayar mahal, jadi setidaknya aku ingin berguna.
“Hinako.
Yuri sedang membuat dessert nih—”
Aku
memanggil Hinako yang ada di ruang makan, lalu pergi membantu Shizune-san.
◇◇◇◇
(Sudut
pandang Hinako)
Setelah mendengar
ada dessert yang enak,
Hinako pun langsung bergegas
menuju dapur.
Di sana sudah ada teman masa kecil Itsuki, Hirano Yuri.
“Umm...
aku dipanggil oleh Tomonari-kun,
jadi aku datang kemari...”
“Ah,
iya...”
Mereka berdua saling membungkuk dengan canggung.
“...”
“...”
Selama
satu menit waktu berlalu, mereka
berdua sama-sama terdiam.
(Ca-Canggung sekali...)
Hinako
menggigit bibirnya sambil menatap ke bawah lantai.
Ada
alasan di balik keheningan canggung ini bisa
terjadi.
Di akhir liburan musim panas... Hinako untuk
pertama kalinya merasakan jatuh cinta. Dan orang yang mengajarkannya adalah
gadis di depannya ini, Yuri.
Tapi Yuri
pada akhirnya menyatakan dirinya sebagai rival cinta Hinako.
...Mereka berdua menyukai orang yang sama.
Sejak
menyadari hal itu, sebenarnya Hinako dan Yuri sengaja menghindari bertemu berduaan. Meminjam manga remaja memang
selalu melibatkan Shizune sebagai penghubung, jadi itu tidak ada masalah. Tapi jika
harus berhadapan langsung, mereka tetap merasa tegang.
“...Bagaimana
kabarmu?” tanya Yuri dengan suara pelan.
Tentu
saja, yang dimaksud adalah kabar soal hubungan
percintaannya dengan Itsuki.
Bagaimana
dia harus menjawabnya...?
Apa dia harus
mencoba berpura-pura? Atau jujur mengatakan kalau “tidak
ada perkembangan”?
Hinako,
dengan otak super cerdasnya, berpikir keras—
“...It-Itu,
sudah beres semuanya kok.”
Dia
memutuskan untuk berpura-pura.
“Hee,
begitu ya~. Hmm,
begitu...”
Yuri
pura-pura bersikap tidak peduli sama sekali.
Mungkin
dia juga sedang berpura-pura...tapi dirinya sendiri
juga sedang berpura-pura, jadi Hinako tidak bisa
menegurnya.
Kesunyian
yang sia-sia terus berlalu.
“...Secara khususnya, apa saja yang sudah kamu lakukan?”
“Eh?”
Pertanyaan
Yuri membuat Hinako kebingungan sejenak sebelum bisa menjawab.
Tapi
kemudian Hinako spontan menceritakan kejadian-kejadian terakhir.
“H-Hemm,
beberapa waktu lalu kami kami bersama-sama
sambil melihat referensi manga yang kupinjam...”
“—Tunggu dulu sebentar.”
Yuri
mengernyitkan wajahnya.
“Ap-Apa kamu
benar-benar mempraktekkan hal-hal yang ada di manga itu di kehidupan nyata...?”
“?
Iya, memangnya kenapa?”
Manga shoujo adalah buku panduan cinta bagi
Hinako.
Lalu apa
yang salah dengan mempraktekkan apa yang ada di buku panduan itu?
Dengan
ekspresi rumit, Yuri memberitahu Hinako.
“Jadi
begini, Konohana-san. Manga itu kan fiksi, berbeda dengan kenyataan. Kalau kamu melakukan hal-hal seperti di
manga secara nyata, itu bisa dianggap terlalu ekstrem, lho.”
“.....................................Hah?”
“Yah,
pada awalnya aku memang memberikan itu untuk bahan
belajar. Tapi manga itu kan hanya untuk dinikmati sebagai fiksi... Kalau kamu benar-benar mempraktekkannya,
malah bisa dianggap aneh, lho.”
“—!!”
Hinako
terdiam.
Mungkinkah
selama ini dia salah paham?
“Ka-Kalau
begitu,
misalnya saja, di manga yang aku pinjam itu, ada adegan pakai
baju renang lalu sengaja memperlihatkan kulit secara diam-diam. Kalau itu
dilakukan di dunia nyata...”
“...Jika kamu beneran melakukannya di dunia nyata, itu sih
namanya perilaku mesum.”
“Apa!”
Wajah
Hinako seketika memerah.
“...Eh?
Jangan-jangan, kamu
benar-benar melakukannya?”
“Ti-Tidak,
aku tidak melakukannya. Aku tidak melakukannya, sungguh!”
“Tidak,
tidak, tidak... Dari sikapmu, sepertinya jelas-jelas kamu memang melakukannya, kan?”
“Aku
tidak melakukannya. Aku bersumpah tidak melakukannya.”
Hinako dengan keras kepala membantah
dengan wajah merah padam.
Pandangan
Yuri yang seolah-olah
mengatakan “kamu pasti
melakukannya” menusuk
Hinako.
(Apa...
aku sudah membuat Itsuki jadi
menjauh...?)
Hinako
kembali mengingat kejadian di kamar mandi.
Reaksi Itsuki waktu itu memang aneh,
ternyata karena itu...
Sepertinya
dia sudah melakukan hal yang jauh dari cara normal melakukan pendekatan.
“La-Lalu, bagaimana dengan Hirano-san sendiri?”
Karena
ingin mengalihkan topik pembicaraan, Hinako
memutuskan bertanya kepada Yuri.
“...Aku
sendiri juga tidak ada perkembangan apa-apa.”
“Ah...
begitu ya.”
Hinako
menatap Yuri dengan ekspresi yang sulit diartikan.
“Ugh,
jangan menatapku seperti itu. Lagipula, ini semua juga gara-garamu aku jadi
jauh dari Izuki.”
“..........Aku benar-benar minta maaf soal itu.”
“Ah,
sudahlah! Aku cuma bercanda kok. Jadi jangan
terlihat murung begitu!”
Yuri
panik saat Hinako tampak benar-benar meminta maaf.
“Sekarang
aku malah bisa bekerja paruh waktu di rumah Konohana-san,
jadi aku malah bersyukur bisa dapat pengalaman berharga.”
“Tapi...yang
kulakukan mirip seperti penjahat di manga...”
“Aku
sudah mengatakan itu
sebelumnya, ‘kan? Manga
dan kenyataan berbeda. Aku tidak punya dendam terhadap Konohana-san.”
Yuri
terlihat tulus mengatakannya.
Hinako berpikir kalau Yuri memiliki hati yang
kuat ketimbang dianggap gadis yang lembut.
Dia tidak menyalahkan orang lain, dan selalu melihat segala sesuatu dengan positif.
Itulah mengapa Yuri tidak menaruh dendam
pada siapa pun. Dia memiliki kepribadian
yang lebih suka menyalahkan dirinya sendiri daripada menyalahkan orang lain.
“Ini,
silakan dicoba kalau mau.”
Yuri berkata demikian sambil
menyerahkan cangkir kepada Hinako.
Sebenarnya
tujuan awalnya adalah
mencoba dessert.
Ketika menerima cangkir itu, Hinako merasa kebingungan sejenak ketika melihat
kombinasi isinya yang tidak biasa, tapi begitu dicoba...
“...Enak.
Teksturnya unik.”
“Begitu
ya. ...Hehe, aku sendiri juga kagum dengan hasil buatanku.”
Yuri
terlihat senang melihat Hinako yang memakannya dengan nikmat sambil menutupi
mulutnya. Mereka saling bertatapan dan kemudian tertawa bersama.
“Haa...
Kalau setiap kali bertemu jadi seperti ini, aku tidak tahan.”
“Iya,
aku juga setuju.”
Hinako menimpali karena merasakan hal yang sama.
“Mungkin,
menyukai orang yang sama itu tidak terlalu aneh, 'kan?”
Ucap
Yuri sambil meregangkan tubuhnya.
Memang
benar, jika kita menganggap seseorang menarik, orang lain pun pasti akan
menganggapnya demikian.
“Jadi, umm, kita bisa tetap seperti biasa
saja, 'kan?”
“Ya,
aku juga ingin tetap berteman baik dengan
Hirano-san seperti biasa.”
Tidak
perlu membuat hubungan mereka jadi dramatis seperti manga shoujo. Tidak ada penjahat di sini,
dan tidak ada tokoh utama juga.
Tetap
biasa saja, seperti biasa...
Biasa saja
sama seperti sebelumnya.
“...Hehe.”
“Apa ada yang salah?”
Hinako
yang tanpa sadar tersenyum dan
menggelengkan kepalanya seraya membalas, “tidak,
bukan apa-apa”.
Sejak
kecil, Hinako sudah hidup sebagai putri keluarga Konohana.
Dia selalu melihat orang-orang yang menjalani hidup tenang, dan berpikir bahwa
dirinya akan terus menjalani kehidupan yang sulit.
Tapi,
cinta itu berbeda.
Saat
jatuh cinta, dirinya hanyalah orang biasa...
Tak peduli
seberapa sempurna dirinya
berperan sebagai Ojou-sama,
hal ini tidak bisa dia tutupi
sama sekali...
“Aku...
sekarang merasa biasa saja.”
Mendengar
gumaman Hinako, Yuri memiringkan
kepalanya.
“Hirano-san,
apa kamu mau makan bersamaku di sini?”
“Ah,
iya. Baiklah.”
Hinako
menepuk kursi di sampingnya, mengisyaratkan Yuri untuk duduk di sana. Ketika
Yuri duduk di sampingnya, ekspresinya sedikit tegang.
“Ada
apa?”
“Yah,
bagaimana ya... Konohana-san ‘kan cantik, jadi aku merasa sedikit gugup saat duduk di sampingmu.”
“Ara,
pada aku juga merasa gugup kok. Hirano-san itu orang
yang menarik, sih.”
“Hei...
Rupanya kamu bisa bercanda seperti
itu, ya...”
Padahal aku
tidak bercanda.... Jika Hinako membuatnya
semakin gugup, dia akan merasa kasihan padanya, jadi dia akan diam.
Mungkin sebaiknya Hinako memberitahukan jati dirinya yang sebenarnya pada Yuri.
Dia meyakini kalau Yuri
akan menerimanya apa adanya. Tapi....
Hinako mengurungkan niatnya.
Dirinya
ingin berbagi rahasia ini hanya dengan Itsuki.
Mungkin
ini pemikiran yang sedikit pengecut,
tapi Hinako berharap bisa memaafkannya sedikit.
Hirano
Yuri adalah teman masa kecil Itsuki, seorang gadis yang berhati kuat dan tahu banyak hal mengenai Itsuki yang tidak Hinako ketahui.
Hinako sering merasa iri dengan gadis itu.
◆◆◆◆
(Sudut
Pandang Itsuki)
Hari
Senin.
Game
Manajemen——tersisa 2
minggu lagi.
Memasuki
babak kedua, diskusi antar siswa di kelas semakin aktif. Mulai dari pembicaraan
tentang aliansi bisnis, merger dan akuisisi, atau pembagian wilayah persaingan
seperti yang dilakukan aku dan
Suminoe-san. Bahkan aku bisa melihat
beberapa siswa yang berdiskusi dengan wajah tegang.
Saat
periode ini, semua orang sedang memikirkan cara untuk menyelesaikan permainan.
Ada yang berusaha meningkatkan nilai pasar perusahaannya semaksimal mungkin,
ada yang berusaha mempertahankan brand perusahaannya sampai akhir, ada pula
yang berusaha meminimalisir kerugian karena strategi mereka kurang baik dengan
melakukan restrukturisasi.
Di tengah
semua itu, aku termasuk
dalam kategori yang jarang, yaitu memulai bisnis baru.
“...Baiklah.”
Hari ini
adalah pertemuan minum teh rutin kami.
Pada
pertemuan minum teh kali ini, aku
berencana untuk
memberitahu kepada semuanya bahwa aku
ingin menjadi konsultan.
“Maaf,
Tomonari! Aku ada rapat sebentar, jadi sedikit terlambat ke pertemuan minum
teh!"”
“Maaf,
Tomonari-kun! Aku juga akan sedikit
terlambat!”
Taishou dan Asahi-san sepertinya ada urusan sebentar,
jadi mereka meminta maaf karena akan terlambat.
(Sepertinya
Hinako juga akan terlambat)
Aku
melihat Hinako yang sedang membantu teman-teman sekelasnya di tengah kelas.
Sepertinya ada siswa dari kelas lain yang juga datang untuk konsultasi dengan
Hinako, sehingga antreannya lumayan panjang.
Ketika aku melihat ke arahnya, dia
menundukkan kepala dengan pelan, seolah memberi isyarat supaya aku bisa pergi duluan.
Setelah menangkap
pesan itu, Aku pun
pergi menuju kafe sendirian.
“...Oh”
Begitu aku tiba di kafe, di sana sudah ada Tennouji-san, gadis cantik
berambut pirang dengan roll yang panjang.
Sepertinya Narika juga belum
datang.
Tennouji-san
sedang membaca buku sendirian.
(Apa dia
sedang belajar? ...Tennouji-san juga kelihatan sibuk ya)
Aku bergumam
demikian sambil memperhatikan Tennouji-san yang membalik
halaman bukunya sambil bergumam dengan
serius. Karena dia terlihat sangat fokus, jadi aku
tidak menyapanya dan hanya menarik kursi dengan pelan.
Tapi saat
itu, aku tidak sengaja melihat judul buku yang
dibaca Tennouji-san.
—Trik
Rayuan Pria-Wanita yang Bahkan Bisa
Dimengerti Kera!
...Tennouji-san?
Di kafe
kampus, apa sih yang
sedang dia baca?
“...Umm, Tennouji-san.”
“Hah!?”
Ketika aku keceplosan memanggilnya,
Tennouji-san langsung menutup buku itu dengan tergesa-gesa.
“Apa yang
barusan kamu baca tadi...”
“To-To-To-Tolong
jangan salah paham dulu!
Konohana Hinako bilang kalau dia sedang mempelajari buku semacam ini, jadi
aku juga tertarik dan...”
Tennouji-san
menggelengkan kepalanya dengan panik.
“Yah,
aku juga berpikir begitu.”
Aku membalas
dengan tidak menggunakan bahasa formal karena tidak ada
orang lain di sekitar kami.
“...Padahal kamu boleh sedikit salah paham
juga, kok?”
Tennouji-san
entah kenapa mengerucutkan bibirnya.
Salah
paham... Apa itu berarti Tennouji-san tertarik pada percintaan?
Tennouji-san sebelumnya pernah dijodohkan. Setelah melalui berbagai lika-liku dan proses, perjodohan itu
akhirnya dibatalkan, tetapi mungkin hal itu membuatnya mulai memikirkan
percintaan secara serius.
“...
Tipe orang seperti apa yang kamu sukai,
Tennouji-san?”
“Su-Suka,
katamu!?”
“Ah,
tidak, jika kamu tidak
ingin menjawab juga tidak apa-apa...”
Karena
reaksinya lebih terkejut dari yang kuduga, aku pun mencoba mengalihkan
pembicaraan ke topik lain.
Namun,
Tennouji-san tetap menjawab meskipun dengan pipi yang memerah.
“I-Iya!
Tentu saja, ia harus menjadi pasangan
yang pantas bagi keluarga Tennouji! Ia juga harus memiliki tata krama dan
etiket yang baik, kuat dan teguh, hati yang murni, serta mampu mempengaruhi
banyak orang—”
“Itu...
terdengar seperti persyaratan yang sulit dipenuhi.”
“Hah!?”
Ketika
aku tersenyum masam, Tennouji-san
seolah tersadar dan membelalakkan matanya.
“Ti-Tidak,
maksudku, itu hanya persyaratan yang diinginkan oleh keluarga, bukan minatku
sendiri...”
Rupanya
persyaratan yang disebutkan sebelumnya bukan keinginannya sendiri.
Tennouji-san cepat-cepat menggelengkan
kepalanya. Mungkin persyaratan itu muncul begitu saja, bukan yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.
Aku yang
telah mengajukan pertanyaan aneh itu mulai
merasa bersalah.
“Tipe pria
yang aku sukai adalah... seseorang yang serius, baik hati, dan
selalu berusaha memperbaiki diri, meskipun dirinya belum sempurna... Seseorang yang akan tetap di sampingku, bahkan
saat aku sedang lemah.”
Dengan pipi yang semakin memerah, Tennouji-san berkata sambil sesekali melirik
ke arahku.
Jika ini
terjadi saat dia baru
saja diajak perjodohan, mungkin dia
hanya akan menjawab dengan persyaratan pertama. Tapi Tennouji-san yang sekarang sudah memiliki sudut
pandang untuk dirinya sendiri, bukan hanya untuk keluarganya.
“...
Kamu benar-benar sudah memikirkannya
dengan baik.”
Aku merasa
sedikit terharu setelah mengetahui Tennouji-san dapat menghadapi perasaannya
sendiri.
Tapi—
“.....”
Hah?...
Kenapa dia malah menatapku tajam begitu?
Bukankah
ini saatnya kami berdua tenggelam dalam suasana haru?
“Lalu,
kalau Itsuki-san sendiri bagaimana?”
“Aku?”
Tennouji-san menatap lurus ke arahku.
“Apa
kamu masih ingat apa yang dikatakan ayahku kepadamu?”
“Itu...
yah...”
Tentu
saja aku masih mengingatnya, tapi...
“Ia bilang ‘Apa
kamu bersedia menjadi
menantu dengan keluarga kami?’ ... Ah, kalau dipikir-pikir, aku belum
mendengar jawabanmu, ya.”
Itu
terjadi saat aku dan Hinako mengunjungi rumah Tennouji-san setelah ujian selesai. Karena
Tennouji-san ingin menolak perjodohan itu,
ayahnya mungkin menyukaiku dan mengatakan hal seperti
itu kepadaku.
“Ah,
itu... mungkin hanya karena suasana saat itu...”
“...
Apa kamu benar-benar berpikir begitu?”
Dia
menatapku dengan pandangan memohon, membuatku tergagap.
Jika aku
menjawab ya, mungkin aku akan dianggap sebagai orang yang dangkal.
Tapi,
jika aku menolaknya... Apa yang harus aku katakan?
Karena
Tennouji-san terus-menerus menatapku
dengan begitu lurus, aku jadi tegang dan tidak bisa berpikir apa-apa.
Saat aku dilanda kebingungan, tiba-tiba terdengar
getaran ponsel.
“I-Ini
dari ponselku.”
Tennouji-san mengambil ponsel yang
ada di atas meja.
“Ara,
sepertinya ini dari Suminoe-san.”
Sepertinya
ada pesan yang masuk melalui aplikasi, bukan panggilan telepon.
Aku
bertanya pada Tennouji-san
yang sedang membalas pesan.
“Apa
sejak saat itu kamu masih terus berkomunikasi dengan Suminoe-san?”
“Ya.
Sepertinya kekalahannya dari Itsuki-san sangat membuatnya terpukul, jadi akhir-akhir ini dia
semakin giat berusaha dan meningkatkan kinerjanya.”
Sepertinya
perselisihan antara mereka berdua sudah benar-benar selesai.
Aku juga
tahu bahwa kinerja perusahaan SIS milik Suminoe-san
sedang meningkat belakangan ini.
Mungkin
saat ini Suminoe-san
sedang dalam kondisi terbaiknya, bukan saat kami bersaing dulu. Jika aku
bersaing dengannya sekarang, saat dia fokus dan ambisius untuk tumbuh, mungkin
aku akan kalah lagi.
“Maaf sudah membuat kalian berdua
menunggu~!”
Aku mendengar
suara Asahi-san dari kejauhan. Di
belakangnya ada Hinako, Taisho, dan Narika.
Tennouji-san diam-diam menyembunyikan
buku yang sedang dibacanya ke dalam tas.
Acara
minum teh akan segera dimulai. Aku merasa lega karena
percakapan tadi tidak berlanjut lebih jauh.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya