MrJazsohanisharma

Kimizero Jilid 9 Bab 2 Bahasa Indonesia

Chapter 2

 

Sekarang waktunya sudah memasuki akhir bulan April, dan akhirnya perabotan sudah lengkap dan barang-barang telah tertata, sehingga kehidupan mulai terasa teratur. 

Selamat datang kembali, Ryuuto

Ketika aku pulang ke rumah setelah selesai bekerja di departemen editorial, Luna datang menyambutku di depan pintu. 

“Aku pulang……!

Sambil menjawab, aku tidak bisa menahan senyum melihat penampilannya yang mengenakan pakaian rumah. Dia mengenakan setelan hoodie dan celana pendek dengan bahan berbulu berwarna pastel pink dan putih bergaris. 

Aku pernah melihatnya mengenakan pakaian rumah yang serupa sejak masa SMA, tetapi kebanyakan saat itu aku melihatnya melalui video call, jadi melihatnya secara langsung di depanku rasanya cukup mengejutkan

Seperti biasa, ritsleting di bagian dadanya terbuka cukup lebar, dan kaki putihnya yang panjang dan montok yang terlihat dari celana pendek membuatku merasa bingung harus melihat ke mana. 

“Coba tebak, apa menu makan malam kita hari ini!? 

Dia bertanya dengan menunduk dan tatapan mengharapkan, membuatku terkejut dan berpikir. 

Ehmm…… sepertinya ada bau sup miso, ya?

Apa kamu tahu sup miso yang mana?

Eh—...?

Kalau kamu bisa menebaknya dengan benar, aku akan memberimu hadiah

Eh, hadiah!? Hadiah apaan?

Kamu boleh menentukannya, Ryuuto! Aku akan melakukan apapun yang kamu suka

Ucapnya sambil mendongak ke arahku dengan tatapan mengharapkan sekali lagi, keinginanku terpancing sehingga aku merasa ingin memeluknya saat ini juga. 

Tunggu, kalau begitu aku harus berpikir serius……! 

Aku mengerutkan hidungku. 

Sepertinya jika ada kepiting atau kerang, pasti ada aroma khas yang ditambahkan, tetapi selain itu, rasa miso terlalu kuat, jadi jujur saja aku tidak tahu. 

Aku mencoba mengandalkan petunjuk lain, memikirkan menu makan malam Luna terbaru. 

Setelah kekacauan pindahan mereda, Luna mulai memasak dengan baik sejak dua hari yang lalu. Sup miso saat itu terdiri dari tahu dan rumput laut, dan kemarin ada kentang dan bawang. Jadi, hari ini……? 

Umm…… nameko?

Itu benar-benar tebakan sembarangan, tetapi aku menjawab dari bahan yang umum. Luna terkejut sejenak sebelum tersenyum kecewa. 

Sayang sekali! Itu memang jamur, tapi itu maitake! 

Begitu ya.

Ini jelas tebakan yang tidak akan berhasil. 

Kalau begitu, kesempatan kedua! Apa lauk utama kita?

Eh? Umm……

Aku sekali lagi mengarahkan hidungku ke arah dapur, dan di antara aroma miso sup, ada aroma samar seperti kecap yang terbakar. 

……Ayam teriyaki? 

Ketika aku menyebutkan apa yang pertama kali terlintas, Luna mengeluarkan suara ah sambil tersenyum canggung. 

Sayang sekali! Itu daging babi jahe goreng! 

Ah—!

Sepertinya jika aku berusaha lebih keras, aku bisa menebaknya. Seharusnya aku berpikir sedikit lebih baik. 

Sayang sekali! Hadiahnya harus ditunda dulu—!

Kalau begitu, makanan pokok! Aku pasti akan menebaknya!

“Enggak boleh—! Sudah jelas itu nasi!

Sambil tertawa dengan hal-hal seperti itu, kami menikmati makan malam. 

Selamat makan! 

Luna dan aku saling menyatukan tangan masing-masing dan mengucapkan doa serentak, lalu mengambil sumpit. 

Meja makan di rumah ini hanyalah ukuran kecil untuk dua orang yang dibeli dari IKEA. Meskipun bisa digunakan untuk satu orang, tetapi sangat pas untuk kami berdua duduk berhadapan dan menikmati makanan secara nyaman. 

Eh, gimana nih! Jahe goreng ini rasanya sangat kuat! Gawat!

Saat aku sedang mencicipi sup miso, Luna yang sudah makan jahe goreng mengeluarkan suara panik. 

Aku sudah mengikuti resep dengan baik, tapi mungkin aku salah takaran?"

Sambil berkata begitu, Luna mengambil ponsel yang diletakkan di meja dan memeriksanya. 

Ah, ini resep untuk empat porsi! Aku salah ambil yang untuk dua porsi~!

Jadi, ternyata dia menggunakan bahan bumbu dua kali lipat dari jumlah daging, sehingga rasanya menjadi terlalu kuat. Setelah mencobanya, memang benar seperti yang dikatakan Luna. 

Bagaimana? Ryuuto, kamu baik-baik saja? Kalau tidak bisa dimakan, kamu boleh meninggalkannya, oke? 

“Aku baik-baik saja, kok. Rasanya mirip seperti makanan pendamping untuk minuman sake, jadi sepertinya nasinya akan kurang. 

Sambil tersenyum canggung, Luna membuka matanya lebar. 

Begitu ya! Jadi kita bisa makan sambil minum alkohol! Kalau begitu, boleh aku minum sedikit?

Dengan berkata begitu, Luna menuju ke kulkas di dapur. 

“Kamu juga mau minum, Ryuuto? 

Ketika Luna berbalik sambil memegang sekaleng lemon sour, aku tidak bisa menahan senyum karena merasa kalau kami mirip seperti pengantin baru. 

Ya, kalau begitu, aku mau meminumnya sekaleng.

Kami berdua kemudian menggabungkan kaleng lemon sour. 

“Bersulang!

“Bersulang”

Luna yang bertingkah ceria, dan aku yang sedikit canggung. Berkat rasa lemon sour, daging jahe goreng itu berhasil masuk dengan baik ke dalam perutku dan Luna. 

……Aku jadi sedikit mabuk. 

Sambil menggosok giginya setelah makan malam, Luna menyandarkan kepalanya di bahuku. 

Ryuuto……

Dia memanggilku dengan suara manjanya yang seksi sehingga membuat hatiku berdebar. 

“Kamu mau apa sebagai hadiahnya?

Saat dia berbisik manis di telingaku, aku menjawab, Eh? sambil melihat Luna. 

Kupikir aku jadi tidak dapat hadiah karena aku salah menebak menu makan malam?

Luna menatapku dengan wajahnya yang sedikit kemerahan karena setengah mabuk, matanya tampak kosong. 

Baiklah, khusus untukmu, aku akan menurutinya~ 

Jantungku mulai berdebar kencang, tetapi pikiranku berusaha tetap tenang. 

Ehmm, jadi……

Aku membisikkan harapanku di telinga Luna. 

"……Dasar Ryuuto mesum 

Ketika aku memalingkan wajahku, Luna memandangku dengan pipi merah. 

……Tidak boleh?

Ketika aku bertanya padanya, Luna tersenyum manis dan memelukku. 

Boleh saja kok~

Aku memeluk tubuhnya yang sedikit memerah, dan kami berdua menuju ke kamar tidur dengan mesra.

 

◇◇◇◇

 

Ketika aku terbangun, Luna sedang tidur di sampingku. 

Wajahnya yang disinari cahaya pagi yang lembut dari celah tirai terlihat damai menghadap ke langit. Selimut yang menutupi hingga dadanya bergerak naik turun dengan tenang. 

Aku sudah cukup terbiasa melihat wajahnya tanpa makeup yang tetap terlihat sedikit muda dan imut. Aku merasa dia tidak perlu berdandan, karena aku menyukai Luna yang apa adanya seperti ini.

Sementara menunggu waktu alarm yang dipasang Luna berbunyi, aku menikmati momen melihat ekspresi tidurnya. Mungkin karena itu, aku terbiasa bangun sedikit lebih awal dari waktu bangunnya. 

Ketika aku terjaga, mataku langsung bertemu dengan matanya, dan saat melihat mata besar Luna, aku merasa malu dan tidak bisa menatapnya dengan leluasa. 

Bagi pria sepertiku, waktu ketika dia tidur adalah waktu yang sangat berharga untuk mengingat setiap detail penampilannya. 

Tiba-tiba, bulu matanya bergetar kecil, dan kedua matanya terbuka sedikit. 

Ryuuto…?

Tatapan lembabnya yang seakan menyimpan embun pagi membuatku merasa canggung. 

Syukurlah, Ryuuto masih ada di sini.

Luna tersenyum lembut. Saat dia membalikkan badannya untuk menghadapku, suara kain yang bergesekan terdengar erotis

Aku bermimpi Ryuuto pergi jauh dan kita tidak bisa bertemu lagi

Kata-katanya membuatku terkejut karena ada hal yang belum sempat kukatakan padanya. 

Hehe, rasanya aneh ya. Padahal itu sudah lama tidak terjadi. 

Sambil tertawa malu, Luna memelukku. 

……Iya.

Aku merasa sedikit lega karena wajahku tidak terlihat, dan dengan perasaan campur aduk, aku memeluk Luna. 

Aku mempercayai bahwa pagi bahagia ini akan terus berlanjut di masa depan.

 

◇◇◇◇

 

Kehidupan bersama kami berjalan lancar, tapi tentu saja semuanya tidak hanya penuh cinta, ada juga masalah-masalah kecil yang biasa terjadi. 

"Ryuuto, sudah kubilang jangan masukkan kaus kaki yang dibalik ke dalam keranjang cucian! 

Pada hari Minggu, saat kami selesai sarapan dan bersantai, aku mendengar suara Luna dari arah kamar mandi tempat mesin cuci berada. 

Ah, maaf.

Aku berdiri dan sambil membawa piring yang sudah selesai makan ke dapur, dan mengintip ke kamar mandi. 

Kalau dipakai, kan dibalik lagi, jadi tidak apa-apa dicuci seperti itu, kan?

Luna yang sedang memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci menoleh ke arahku sambil berkata, Eh? 

“Bukannya itu kelihatan aneh kalau menyimpannya dalam keadaan terbalik?" 

Umm…

Menurutku tidak masalah, tetapi mungkin itu tergantung pada kesadaran estetika masing-masing. 

……Baiklah, aku akan hati-hati. Maaf. 

“Mouu~, tolong ya? 

Luna tersenyum manis seraya mendongak ke arahku

Ya.

Karena aku tidak pernah mendapat teguran keras di rumah, aku merasa telah melakukan kesalahan selama ini. Kalau diingat-ingat kembali, aku tidak pernah menyimpan kaus kaki yang terbalik. 

……Hehe.

Tiba-tiba, Luna tertawa lucu. 

Ada apa? 

Saat aku bertanya, Luna berbicara dengan sedikit malu sekaligus gembira

Rasanya seperti ini, aku merasa kita sudah seperti pasangan yang tinggal bersama." 

……Memang benar.

Memang ada kesan seperti itu. Ketika aku berpikir kami melakukan hal-hal yang umum dalam kehidupan bersama, tiba-tiba aku merasa malu. 

Ryuuto, aku pikir kamu orang yang lebih teratur dariku, jadi aku merasa senang bisa mengetahui sisi baru dari dirimu! 

Luna tersenyum dan itu membuatku merasa senang juga. Dan aku bertekad untuk selalu membalik kaus kaki saat melepasnya.

 

◇◇◇◇

 

Tentu saja, ada kalanya aku juga mengetahui sisi baru dari Luna. 

Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu saat kami berencana pergi ke pusat perbelanjaan bersama. Baik saat pergi ke sekolah atau bekerja di hari biasa, Luna membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bersiap-siap. 

Aku sampai bertanya-tanya, Apa yang sedang dia lakukan? saat dia duduk di depan meja rias dan mengaplikasikan riasannya dengan teliti. Setelah itu, dia tidak keluar dari kamar tidur untuk memilih pakaian selama beberapa waktu, dan menyisir rambutnya juga memakan waktu lama. 

Hei, Ryuuto?

Saat riasannya selesai dan dia mulai memilih pakaian, Luna memanggilku dari dalam kamar. 

Dia terlihat bingung dengan dua atasan yang ada di tangannya. 

Menurutmu mana yang lebih bagus?

Akhirnya, muncul juga! Ini adalah masalah klasik yang sering didengar di mana kamu harus menebak mana yang dia anggap bagus. 

Karena hari ini hujan, aku pikir mungkin pakai sepatu bot panjang dengan rok mini, tapi aku merasa sepatu bot terlalu berat untuk musim ini, jadi kupikir sepatu bot pendek transparan mungkin bisa dipakai, tapi kalau transparan kan bisa basah, ya? Kalau basah, kaki akan dingin, jadi mungkin lebih baik atasan yang terbuat dari bahan sweater yang lebih tebal. Menurutmu bagaimana?

Setelah berkata begitu, dia mengembalikan salah satu atasan ke lemari. 

…………

Eh? Apanya yang ‘mana yang lebih bagus’? Apa aku harus memilih antara dua pilihan? Tapi, sepertinya Luna sudah memiliki jawabannya sendiri, bukan? 

……Umm, yah. Yang itu mungkin lebih bagus.

Saat aku menjawab dengan ragu, ekspresi Luna menjadi cerah. 

Benar kan! Syukurlah, terima kasih!

Dia berkata sambil tersenyum bahagia. 

“Sudah kuduga, ada baiknya berkonsultasi dengan Ryuuto!

Ahaha.

Apa itu benar-benar konsultasi? 

Tapi, tah, jika dia bisa menyusin pemikirannya setelah berbicara padaku, kurasa itu saja sudah cukup berarti. 

Setelah lima belas menit berlalu, 

……Apa masih lama?

Saat aku melihat ke wastafel, Luna sedang mengeriting rambutnya dengan catokan. 

Masih lima menit lagi!

Luna menjawab dengan suara panik. 

Rasanya hari ini aku tidak bisa tampil maksimal. Jadi butuh waktu sedikit lebih lama!

“Be-Begitu ya.

Meskipun dia sudah cantik, aku bertanya-tanya mengapa dia harus tampil maksimal seperti itu... Namun, jika Luna bilang begitu, kurasa aku tidak punya pilihan lain selain menunggu.

Ketika kami akhirnya bisa keluar rumah, di luar justru sedang hujan. 

Kami berjalan sambil memegang payung menuju stasiun dan saat naik kereta, Luna melihat dirinya sendiri di cermin jendela dan menghela napas jengkel

Ah, parah banget. Padahal sudah dikeriting dengan baik, tapi hujan malah membuatnya jadi berantakan...

"Itu bisa hilang karena air?

Luna yang tampak bingung mulai menjelaskan padaku yang tidak tahu. 

Karena kalau mandi, rambutnya pasti akan rontok, kan? Begitulah yang kumaksud...

Begitu ya. 

Tapi, basah karena air adalah hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari, dan di musim panas pasti banyak berkeringat. Aku berpikir, jika berpenampilan seperti Luna, pasti banyak batasan dalam bertindak untuk menjaga penampilannya. 

Setelah sampai di pusat perbelanjaan, Luna masih merasa tidak nyaman dengan rambutnya. 

Sayang sekali, padahal sudah dikeriting dengan baik, tapi jadi berantakan begini... 

…Tidak apa-apa. Kamu tetap kelihatan cantik, kok?

Sambil bingung harus mengatakan apa, aku mengucapkan itu. 

…Terima kasih...

Namun, Luna masih terlihat tidak senang. 

Apa lagi yang harus kukatakan... 

Setelah menunggu lama dan mendengar keluhannya, aku merasa... lalu tersadar. 

Begitu ya, jadi ini masalah perasaan. 

Aku membayangkan bagaimana perasaan Luna saat itu, yang ingin mengeriting rambutnya bahkan jika itu berarti membuatku menunggu, yang mana usahanya justru menjadi sia-sia. 

…Luna yang sekarang juga cantik, kok.

Ucapku sambil melihat ekspresinya yang masih murung.

“Memang rasanya sangat disayangkan karena sudah dikeriting tapi jadi berantakan. Luna yang keriting juga... sangat cantik. 

Kemudian, wajah Luna langsung kelihatan sumringah saat melihatku. 

Eh, senangnya!

Dia berkata demikian sambil tersenyum malu-malu

Tidak apa-apa, aku sudah bisa menunjukkan kepada Ryuuto meski hanya sebentar, jadi aku akan merasa puas!

Luna berkata dengan suara ceria dan mengangkat kedua tangannya ke belakang sambil menatap langit. 

Hehe, rasanya suasana hatiku jadi lebih baikan sekarang. 

Dia berbicara seakan-akan berbicara kepada dirinya sendiri, lalu menunduk.

Sudut mulutnya yang penuh senyuman bergerak lembut. 

“Bgitu ya, aku ingin Ryuuto memahami perasaanku. 

Kemudian, dia menatapku dan tersenyum lagi. 

Terima kasih, Ryuuto!

Luna mengatakan itu sembari tersenyum cerah, senyumannya yang begitulah yang sangat kusukai

Sejak saat itu, Luna bisa menikmati belanja sesuai dengan tujuan hari ini. 

Eh, ada Gelato Pique!

Saat berjalan sambil melihat-lihat di dalam mal, Luna berhenti di depan sebuah toko. Toko itu menjual pakaian santai berwarna pastel yang terbuat dari bahan lembut dan berbulu. Aku menyadari bahwa pakaian santai yang biasa dipakai Luna berasal dari sini. 

Boleh aku melihat-lihat sebentar?

Boleh kok. 

Setelah aku menjawab demikian, tanganku ditarik dan aku ikut masuk ke dalam toko.

Fokus utama penjualannya adalah pakaian rumah untuk wanita muda, tapi ada juga ukuran untuk bayi dan anak-anak yang dipajang, sungguh mengagumkan. Aku bahkan tidak punya ingatan mengenakan barang seimut itu saat kecil. 

Saat aku merenungkan hal itu, Luna yang masih menggenggam tanganku mulai berbicara. 

Pakaian santai Ryuuto tidak terlalu terlihat seperti pakaian santai, ya?

Begitu?

Aku menjawab sambil berpikir bahwa pakaian ini sudah terlalu kusut untuk dikenakan ke luar. 

Memang sih, mungkin berbeda dengan Luna, aku jarang membeli pakaian khusus untuk di rumah. Pakaian yang kumiliki semakin memudar warnanya dan kehilangan ketegangan kainnya, sehingga ketika sudah merasa malu untuk memakainya di luar, aku menurunkannya menjadi pakaian rumah. 

“Apa kamu tidak mau mencoba yang seperti ini?

Eh, memangnya ada yang untuk pria juga?

Ya, ada yang untuk pria juga, kok. Rasanya pasti akan terlihat bagus jika dipakai serasi dengan pacar. Lihat!”

Saat aku melihat ke arah yang ditunjuk Luna, ada dua manekin yang mengenakan piyama dengan warna berbeda. Manekin yang kecil mengenakan garis-garis berwarna pastel seperti yang dikenakan Luna, sementara yang besar mengenakan garis-garis dengan warna yang lebih elegan, mungkin sebagai contoh untuk pasangan. 

…Rasanya agak memalukan.

Ketika membayangkan diriku diselimuti bahan lembut semacam itu, rasanya aneh dan membuatku geli. 

Kamu harus mencobanya!

Luna terlihat sedikit kecewa dan meninggalkan toko itu.

 

Apa aku boleh melihat yang ini?

Saat Luna berhenti di depan toko lain, aku terdiam. 

Eh…!?

Ternyata itu adalah toko pakaian dalam untuk wanita. 

“Ka-Kalau, aku akan menunggu di sekitar sini...

Eh, kenapa? Kamu tidak mau mmebantuku untuk memilihnya?

“Me-Memilihnya…!?

Memilih pakaian dalam bersama pacarku!? Apa-apaan dengan acara yang kedengarannya seperti pasangan Bahagia itu…! 

Ta-Tapi, bukannya toko seperti ini hanya boleh dimasuki wanita?" 

“Enggak juga kok! Ada juga yang datang sendirian untuk membeli hadiah untuk pacarnya. Jadi, sudah sewajarnya kalau pasangan datang bersama-sama! 

“Wajar…?

Tapi kurasa itu tidak biasa… Setidaknya, itu bukan hal yang biasa dalam hidupku hingga sekarang. 

Sebenarnya, aku sudah ingin datang ke sini bersama Ryuuto sejak lama! Ayo dong~, boleh ya?

Ketika dia mengatakan itu dan menatapku dengan tatapan manja, aku merasa tidak tega menolaknya

Baiklah…

Pada akhirnya, aku memasuki toko pakaian dalam wanita untuk pertama kalinya dalam hidupku. 

Ah, yang ini lucu banget~

Di sisi yang berlawanan dari diriku yang merasa gelisah karena tidak tahu harus melihat ke mana, Luna dengan percaya diri menjelajahi toko. 

“Hei, hei, lihat ini deh Ryuuto, menurutmu bagaimana?

Eh!? 

Saat aku melihat ke arah yang ditunjuk, di sana terdapat set bra dan celana dalam yang digantung di rak. 

“Katanya ini bra yang bisa menambah volume! Bagaimana?

Bagaimana ya...

Rasanya malu untuk mengatakan sesuatu, dan aku juga memperhatikan pelanggan lain yang berada beberapa meter jauhnya serta kasir yang ada di sana, jadi itu membuatku semakin bingung. 

“Kurasa Luna sepertinya tidak perlu terlalu menambah volume, deh...

Eh, jadi tidak boleh menambah? 

Ti-Tidak, bukannya tidak boleh sih, tapi...” 

Luna suka pakaian yang memperlihatkan bagian dadanya, dan aku khawatir jika ada pria lain yang melihatnya

“Ehh~, kalau begitu, kamu sukanya yang seperti apa, Ryuuto? Warna atau bentuk?

“Hah...!?

Aku tidak pernah membayangkan akan ditanya hal seperti itu. 

“Mumpung di sini, jadi kasih tahu dong~! Aku sudah lama memimpikan pacarku memilihkan pakaian dalam untukku~

..........

Aku merasa sangat sehingga wajahku hampir memerah. 

Tapi, jika itu adalah mimpinya, aku harus memenuhinya... karena Luna hanya memiliki satu pacar, yaitu aku... jadi aku menguatkan diri dan menghadapi produk yang ada. 

…Aku cukup suka yang seperti ini... 

Aku menunjukkan ke arah sepasang bra dan celana dalam hitam berbahan renda yang paling menarik perhatianku. Jika Luna memakainya, dia pasti akan terlihat sangat seksi dengan kontras kulit putihnya. 

Begitu ya. Hitam, ya? Aku sudah punya yang ini... 

Luna mengeluarkan suara seperti mendengus. 

“Kupikir kamu lebih suka yang putih atau pink, yang lebih manis!" 

Yang seperti itu juga rasanya memang bagus...

Sejujurnya, jika orang yang memakainya menarik, warna pakaian dalam apa pun tidak masalah bagiku, tetapi karena Luna sedang mempertimbangkan dengan serius, aku memilih untuk diam. 

…Oke, jadi aku pilih yang ini!

Eh, kamu yakin?

Ya! Mumpung ada kesempatan begini, jadi aku ingin membeli yang sesuai dengan selera Ryuuto.

Setelah mengatakan itu, Luna mengambil set renda hitam dan menatapku dengan tatapan manja sambil tersenyum. 

Ini akan membuatmu klepek-klepek

…!

Kamu sudah melakukan seperti itu terus...! 

Sambil merasa terkejut oleh pesonanya yang seksi, aku merasa canggung. 

Apa Anda ingin mencobanya?

Luna menyerahkan produknya kepada kasir, dan dia ditanya seperti itu. 

“Aku biasanya membelinya di sini, jadi tidak apa-apa!

Terima kasih banyak! Mari saya bantu untuk proses pembayaran.

Jadi, dia sering membelinya di sini... 

Memikirkan hal itu saja sudah membuatku gelisah. 

Karena aku merasa tidak nyaman untuk menjelajahi toko sendirian, jadi aku keluar duluan dari toko dan menunggu Luna. 

Maaf sudah membuatmu menunggu

Luna keluar dari toko dengan senyuman menghiasi wajahnya

Hehe, enaknya kapan ya aku memakainya?

Dengan suasana hati yang baik, dia berkata begitu dan berjalan di sampingku. 

“Kalau Ryuuto, kapan kamu ingin melihatnya?

Eh...

Ketika dia mengatakan hal seperti itu, aku jadi merasa grogi dan malu. 

“Ka-Kapan saja... kapan saja yang Luna suka...

Baiklah~

Setelah menjawab demikian sambil tersenyum, Luna melingkarkan tangannya di lenganku seolah ingin menempel erat denganku

“Ayo makan di luar karena sudah lama banget enggak, setelah itu ayo pulang

Ya, benar.

Kelembutan dan kehangatan yang kurasakan di lengan membuatku merasa gelisah sekaligus senang. Dengan perasaan yang dipenuhi kepuasan, aku menuju ke lantai restoran bersama Luna.

 

◇◇◇◇

 

Mengingat ini adalah pertama kalinya kami hidup bersama, menurutku kehidupan bersama kami berjalan cukup lancar. 

Kami membagi pekerjaan rumah tangga secara kasar berdasarkan aturan siapa yang menyadari, dia yang melakukannya, tapi karena kami berdua memiliki sedikit waktu untuk mengurus rumah, cucian pun sering menumpuk dan debu juga mudah menumpuk. 

Ketika kami menghabiskan banyak waktu di luar karena kegiatan kuliah dan pekerjaan paruh waktu, sering kali kami hanya makan di luar dan pulang untuk tidur. 

Luna yang sibuk dengan studi sekolah kejuruannya dan pekerjaannya hanya memiliki dua hari libur dalam sebulan. Bulan ini, karena pindahan, bahkan dua hari itu pun tidak ada. Liburan panjang sudah dekat, tapi itu tidak berpengaruh pada pekerjaan di industri pakaian. 

Pada hari Minggu sebelum libur Hari Buruh, kami akan menerima tamu pertama di rumah kami. Kakak perempuan Luna, Kitty-san, dan Kurose-san. Mereka akan datang untuk makan malam di rumah kami. 

Sekitar jam tiga sore pada hari itu, Luna yang bekerja pagi pulang dari pekerjaannya. 

“Aku pulang! 

Selamat datang kembali. 

Aku berlutut di ruang tamu, menggunakan alat pembersih dengan selotip, yang biasa disebut korokoro, untuk mengangkat rambut yang menempel di karpet. 

Eh, apa kamu sudah membersihkannya, Ryuuto? 

Ya. Mungkin caranya salah-salah...

Karena aku masih pemula dalam mengurus rumah, jadi aku merasa tidak mahir... pikirku sambil tersenyum kaku. 

Terima kasih! Maaf, sebenarnya aku ingin kamu beristirahat, tapi ini benar-benar sangat membantu! 

Luna mencuci tangannya dan sibuk dengan rutinitas setelah pulang. 

Aku akan pergi berbelanja untuk makan malam! 

Ya... 

Aku merasa sedih karena meskipun kami baru bertemu, dia harus pergi lagi, tetapi saat Luna mengenakan sepatu di pintu masuk, dia menatapku. 

Ralat deh, apa Ryuuto mau ikutan juga? 

Dia mengajakku dengan ekspresi bercanda, dan aku merasa senang dan bangkit berdiri. 

Ya, aku ikut.

 

◇◇◇◇

 

Kemudian, kami pergi berbelanja di supermarket terdekat. 

“Kira-kira menu apa yang harus kita buat, ya? 

Sambil mendorong keranjang belanjaan, Luna melihat-lihat rak dan bingung. 

Ryuuto, malam ini kamu mau makan apa?

Kalau boleh memilih sesuai suasana hatiku sih, aku ingin tonkatsu. 

“Makanan yang digoreng, ya? Bukannya itu merepotkan? Apalagi besok juga harus bangun pagi.

Ya, memang... masih ada urusan minyak juga, kan?”

“Betul banget!

Ibuku menggunakan obat untuk mengerasakan minyak, tapi memikirkan semua itu membuatku malas. (TN: Di jepang, minyak bekas memasak enggak boleh dibuang sembarang begitu saja, minyak bekas perlu dipadatkan dulu memakai bahan khusus sebelum dibuang ke tempat sampah khusus)

Ketika mengingat-ingat kembali saat aku tinggal di rumah orang tuaku, aku tidak perlu repot-repot membuat makanan sendiri, jadi aku tidak memikirkan semua kesulitan itu. Sekarang, aku merenungkan hal itu. 

Kalau begitu, rasanya lebih baik jika kita membelinya di toko khusus! Mau beli? Di depan stasiun ada restoran tonkatsu, kan? 

Tidak, kalau begitu menu lain saja.

“Kamu yakin?

Ya.

Karena sepertinya harganya akan lebih mahal dibanding membuatnya sendiri, jadi sekarang bukan saat yang tepat untuk berfoya-foya dengan sesuatu yang mewah

Kamu sudah bilang akan menjamu Onee-san dan Kurose-san, kan? Kalau membeli yang sudah jadi, kelihatannya seolah-olah kamu tidak berusaha, kan?

Itu juga benar!

Luna tertawa seolah-olah baru ingat. 

Jadi, Ryuuto, ada makanan lain yang kamu mau?

Um... karaage juga makanan gorengan... bagaimana dengan babi asam manis?

“Babi asam manis?

Luna melebarkan matanya

Aku belum pernah membuatnya, tapi aku ingin menambah variasi, jadi mungkin bisa dicoba. Nanasnya juga rasanyaenak, kan?

....Ka-Kamu mau memasukkan nanas ke dalamnya? 

Ketika aku menatapnya dengan keheranan, Luna justru menatapku seolah itu hal yang biasa. 

“Hmm? Justru hidangan babi asam manis tuh harus ada nanasnya, kan?

..........

Jangan-jangan, Ryuuto, kamu tidak menyukai nanas? 

Dia bertanya dengan nada menggoda, dan aku menjawab terbata-bata

Ti-Tidak, yah... aku bukannya tidak menyukainya sih, tapi... nanas yang ada di babi asam manis... agak sulit dimakan bagiku... 

Begitu, ya.

Luna terlihat kecewa. 

Ngomong-ngomong, ayahku juga tidak menyukai nanas. Ia selalu memberikannya padaku. 

Aku akan memakannya jika disajikan. 

Hanya saja, jika aku yang membuatnya, aku tidak akan repot-repot memasukkan nanas. 

Kalau begitu, kurasa kita akan membatalkan babi asam manis. Hmm, ternyata ini lumayan sulit juga, ya. 

“Karena selera makan itu memang berbeda-beda, sih. 

“Padahal kupikir aku sudah mengetahui kesukaan makanan Ryuuto, tapi ternyata masih banyak yang belum aku ketahui ya.

Luna tersenyum pahit. Berbeda dengan memesan di restoran, ketika harus membuat sendiri, aku harus memikirkan banyak hal, dan aku ingin rasanya sesuai dengan seleraku. 

Kalau begitu, bagaimana dengan kari? 

Aku mengusulkan menu tersebut karena berpikir ini pasti bisa diterima. Makanan itu juga menu yang biasa dipakai dalam praktik memasak atau memasak saat berkemah, dan merupakan makanan favorit banyak orang. 

Seingatku, kakakmu bilang dia menyukai kari, kan? 

Oh iya, benar! Mari kita buat kari! 

Ekspresi Luna menjadi cerah. 

Tapi, memangnya tidak masalah ya memasak yang sesederhana itu? Kira-kira, apa Maria akan kecewa?

Kurose-san tidak menyukai kari? 

Tidak, keluargaku semua suka kari!

Kalau begitu, tidak apa-apa, kan?

Setelah aku mengatakan itu, Luna tertawa. 

Benar! Oh, kalau begitu, aku akan membelikannya kue Mont Blanc yang disukai Maria sebagai hidangan pencuci mulut! Aku harus mengingat untuk mampir ke toko kue di depan stasiun.

Aku akan mengingatnya untukmu. Oh, aku yang akan mendorong keranjang. Maaf, aku tidak menyadarinya.

Kemudian, aku menerima keranjang belanjaan dari Luna dan berbelok ke arah bagian sayuran. 

Maaf sudah mengganggumu. Aku sebenarnya ingin kamu bisa bersantai di hari libur.

Tidak apa-apa. ...Karena aku ingin bersama denganmu.

Saat mengutarakan perasaanku yang sebenarnya dengan malu-malu, Luna tersenyum bahagia. 

Begitu, ya. Makanya aku mengajakmu.

Dia berkata sambil meletakkan tangannya di atas tanganku yang memegang pegangan keranjang dorong

...Aku senang sudah mengajakmu. 

Kami saling bertatapan dekat dan tersenyum lembut satu sama lain. Setelah itu, kami membeli bahan-bahan untuk kari dan kue Mont Blanc sebelum pulang ke rumah.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, kami berdua berdiri di dapur. 

Aku masih belum terbiasa memasak. Saat Luna menyiapkan makanan, itu adalah masakan rumahan yang baik, tetapi saat aku yang menyiapkannya, biasanya aku hanya memanaskan makanan siap saji atau menggoreng pangsit beku. 

Meski begitu, aku merasa senang bisa melakukan sesuatu bersama Luna, jadi hari ini kami memutuskan untuk menyiapkan makan malam bersama. 

Menu yang akan kami sajikan adalah kari nasi dan bagna cauda. Bagna cauda adalah semacam salad, dan Luna sudah membeli saus bagna cauda di supermarket. 

...Entah kenapa, aku teringat saat membuat nikujaga di rumah nenek buyut Sayo.

Luna mendadak bergumam seraya berhenti memotong kentang. 

Bahan-bahan lainnya sudah mendidih dalam panci di atas kompor. Menurut Luna, kentang harus dimasukkan terakhir agar tidak terlalu lembek. 

Tingkat kemampuanku dalam memasak hampir tidak berubah sejak saat itu.

Itu bukan hal yang bisa dibanggakan, jadi aku mengatakannya sambil tersenyum kaku. 

Saat itu, aku hanya berniat membantu Luna, tetapi sekarang aku ingin lebih berguna. Aku mulai berpikir seperti itu karena kami mulai tinggal bersama. 

“Mau bagaimana lagu, Ryuuto sedang belajar untuk ujian dan jadwal kuliah yang padat.

Padahal aku tidak terlalu sibuk belajar. 

Tapi, kamu juga belajar untuk menjadi guru, kan? Kamu mengambil lebih banyak SKS daripada orang kebanyakan.

Oh ya, program pendidikan guru? Itu benar.

Karena ada orang seperti Kujibayashi-kun yang selalu belajar di sekitarku, aku masih sering merasa seperti mahasiswa yang banyak bermain. 

...Seharusnya aku lebih banyak memasak saat masih ada waktu." 

Eh, kenapa?

Karena aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah daripada kamu... Jika aku bisa memasak lebih baik, aku bisa menyiapkan makanan yang lebih baik untukmu.”

Di tengah persiapan pagi yang sibuk, aku melihat Luna berusaha keras membuat sarapan untukku, dan aku merasa gatal ingin bisa memasak. 

…Aku berharap bisa melakukannya sedikit demi sedikit. Aku akan mencari resep di situs dan mencoba membuat yang sederhana.

Ryuuto…

Luna menatapku dengan wajah bahagia, lalu sedikit merasa bersalah. 

…Maaf ya. Aku terlalu sibuk, jadi aku tidak bisa membuatkan tiga kali makan untukmu…

Eh, tidak, tidak apa-apa kok. 

Aku buru-buru membantahnya karena tidak ingin terdengar sarkastik. 

Kita bisa melakukannya Bersama-sama.

Meskipun kata-kataku mungkin kurang berdampak, aku tersenyum padanya. 

Luna juga menatapku dan membalas senyumku, 

Ya!

Dia mengangguk penuh semangat. 

…Baiklah, mari kita memasukkan kentang ini." 

Luna mengambil talenan yang berisi kentang yang sudah dipotong dan memasukkannya ke dalam panci. 

“Lalu masukkan roux juga….

Selanjutnya, Luna berusaha memasukkan roux yang dikeluarkan dari kotak. 

Luna, Luna. Bukankah kamu seharusnya mematikan api kompornya dulu saat memasukkan roux? Aku baru saja membaca cara membuatnya di kotak. 

Eh, seriusan? …Benar juga! Eh, aku selalu memasukkannya sambil mendidih! Tapi rasanya tetap enak, kan?

Sambil berkata demikian, Luna mematikan api kompor

Eh, tapi Ryuuto, cara memotong mentimunmu juga salah, kan? Ini bagna cauda!

Eh?

Karena papan talenan sudah kosong, jadi aku berusaha menunjukkan kemampuan dengan segera memotong mentimun, tapi terkejut dan berhenti. 

Karena ini salad, jadi pasti harus dipotong melingkar. Itulah yang kupikirkan saat memotongnya

Sebenarnya, bagna cauda itu apaan ya? Aku pernah mendengarnya, tetapi karena bukan menu yang pernah aku beli atau pesan, jadi aku tidak begitu paham. 

Kita menyantap sayuran yang dipotong berbentuk stik yang dicelup! Kalau begitu, itu tidak jadi stik, kan?

Ah… benar juga.

Ya ampun!

Bahkkan saat mengatakan itu, Luna tertawa. 

Kalau begitu, kita buat saja salad cincang dan tuangkan saus bagna cauda!

Salad cincang…?

Semua sayuran dipotong dadu kecil.

Oh, baiklah.”

Kalau begitu, potongan tebal yang melingkar itu pas. Dengan beberapa perubahan di berbagai aspek, persiapan makan malam pun berjalan dengan lancar.

Setelah jam enam sore, Onee-san dan Kurose-san datang berkunjung ke rumah kami. 

Permisi!" 

Permisi, maaf mengganggu.

"Selamat datang! Onee-chan, Maria. 

Wah, luar biasa! Sangat luas!

Begitu mereka masuk ke dalam ruangan, Onee-san langsung berseru. 

“Bukannya rumah Onee-chan saja yang terlalu sempit? Ruangan itu seharusnya diperuntukkan tinggal sendiri, kan? Memangnya kamu tidak mau pindah?

Mendengar perkataan Kurose-san, Onee-san hanya bisa tersenyum kaku. 

Pindah rumah itu bikin ribet, iya ‘kan? Apalagi itu juga membutuhkan biaya. Lagi pula, Rai-kun juga bisa pergi kerja dari sana, jadi mungkin kami bisa mempertimbkannya nanti kalau sudah punya anak.

Rupanya Onee-san masih tinggal di ruangan apartemen sempit itu. Aku merasa sedikit senang mengetahui bahwa tempat pertama kami dan Luna tidak hilang. 

Eh, baunya sangat harum! Malam ini kita makan kari? Horee!

Melihat Onee-san yang dengan ceria menyambut kari yang sebenarnya aku sendiri tidak yakin apa itu bisa disajikan untuk tamu, Luna dan aku saling bertukar senyum.

 

◇◇◇◇

 

Meja makan yang dikelilingi empat orang itu terasa lebih ramai dari biasanya. 

Meja makan untuk dua orang yang kami beli bisa diperpanjang dengan menarik papan yang disimpan di bawah, sehingga bisa menampung maksimal empat orang. Ketika membeli di IKEA, aku meragukan kapan fungsi ini akan digunakan, tetapi ternyata itu lebih cepat dari yang kuharapkan. 

Rasa karinya enak seperti buatan sendiri! Apa ada parutan apel di dalamnya? 

Ada, ada! 

Enaknya! Akhir-akhir ini aku hanya memakan hidangan yang siap saji, jadi rasanya senang sekali~~”

Onee-san terlihat bahagia saat menikmati kari. 

Salad ini juga berbeda dan enak.

Kurose-san berkata demikian sambil memakan salad cincang, Luna dan aku tertawa bersamaan

Benarkah? Syukurlah! 

“Sebenarnya ada sedikit perubahan menu karena ketidakmampuanku…

Begitu? Rasanya enak, sausnya terasa seperti bagna cauda.

Ahaha…

Itu memang benar. Aku merasa senang jika mereka menyukainya. 

“Aku tak pernah menyangka kalau kari babi dalam bentuk siap saji tuh sangat jarang sekali. Aku merasa sangat berstukur dengan rasa kari buatan rumah kita! 

Onee-san masih menikmati nasi kari. 

“Mungkin daging babi dalam kari itu sendiri yang termasuk minoritas? 

Eh, begitu ya? Daging apa yang biasa ada di kari rumahmu, Ryuuto-kun? 

Di rumah kami biasanya daging sapi. Yang tebal untuk direbus." 

“Bukannya itu daging mahal?!

Itu jenis makanan yang hanya bisa disajikan dengan semur daging sapi saat Natal dan sebagainya, lho?!"

Onee-san dan Luna mencondongkan tubuh mereka ke depan dengan gembira setelah mendengar jawabanku. 

“Ti-Tidak… di rumah kami tidak pernah membuat semur daging sapi, jadi mungkin itu sebagai penggantinya?” 

“Tidak, tidak, kari jauh lebih sering dibuat kali!” 

Apa kamu berasal dari keluarga kaya, Ryuuto-kun!” 

“Bukannya begitu… hidangan kari hanya muncul sebulan sekali paling banyak.” 

“Serius!? Di rumahku hampir setiap minggu ada kari!” 

“Benar! Entah kenapa selalu setiap hari Jumat!” 

“Sampai sekarang, keluarga Kurose juga begitu. Rasanya aneh, ya?” 

Kurose-san juga tertawa saat berkata demikian. 

“Di rumahku juga, kalau seminggu sekali mungkin tidak pakai daging sapi.” 

“Daging sapi memang mahal. Apalagi yang lokal.” 

Ucap Onee-san seraya menghela napas. 

“Suatu saat nanti aku akan mencoba membuatnya setelah gajian! Kari daging sapi.” 

Luna berbicara dengan ceria, dan aku pun tertawa. 

Kamu yakin? Daging sapi kan mahal?” 

“Iya. Jadi, satu kali saja setelah gajian, setiap bulan kari daging sapi. Gimana?” 

“Bagus!” 

Aku tersenyum sambil menyantap kari. 

Jika waktunya tiba, aku akan membuatnya dengan cara yang sama seperti di rumahnya Ryuuto! Hari ini seratus persen kari rumahku.” 

“Baiklah. Aku akan bertanya orang tuaku tentang cara membuat kari.” 

Saat dipikir-pikir, meskipun kami mengenakan seragam yang sama dan bersekolah di tempat yang sama, kami tumbuh di keluarga yang sangat berbeda. 

Kurasa mungkin kami perlu untuk saling mengenal budaya keluarga masing-masing dan menciptakan budaya keluarga baru. 

“…Kari daging babi juga enak, kok.” 

Sambil menyantap hidangan kariku, aku mengungkapkan perasaan yang mendalam. 

Benar, ‘kan? Kari kami selalu seperti ini!” 

Luna tersenyum bahagia. 

“Rasa ini memang menenangkan!” 

“Aneh, ya, meskipun sudah sering memakannya, tapi rasanya tidak pernah bosan.” 

Onee-san dan Kurose-san juga dengan lahap menyuapkan sendok ke dalam mulut mereka. Aku duduk di meja makan bersama orang-orang dari keluarga Shirakawa. 

“Hmm, enaknya.” 

Kari dari rumah Luna yang pertama kali aku coba memiliki rasa yang aneh namun nostalgis. Aku senang bisa merasakan rasa dari keluarga yang telah membesarkan Luna. 

Mungkin, anak-anak kami yang mungkin lahir suatu saat nanti akan menganggap kari ini sebagai kari biasa. 

Mereka mungkin akan merasa “beruntung” mendapatkan kari daging sapi spesial yang hanya muncul sebulan sekali. 

Aku membayangkan bagaimana budaya keluarga terbentuk, dan merasakan semangat untuk masa depan yang mungkin akan datang.

 

◇◇◇◇

 

“Bagaimana rasanya hidup bersama? Apa kalian sudah terbiasa? …Ah, montblanc ini enak sekali.”

Kurose-san bertanya demikian saat menikmati waktu minum teh setelah makan, Luna pun membalasnya sambil tersenyum. 

“Ya! Hanya saja, keadaannya jadi lebih sibuk dari yang aku kira, jadi kami kesulitan untuk menghabiskan waktu berdua.” 

“Tinggal bersama itu bukan tentang berkencan, tapi tentang kehidupan sehari-hari, ya.” 

Onee-san ikut menyahut sambil menikmati kopi dari mugnya. Suaranya terdengar penuh pengalaman. 

Jadi, tidak hanya sekedar hal-hal menyenangkan, tetapi juga ada hal-hal merepotkan dan sulit. Sekarang, kami benar-benar kesulitan karena tidak ada uang!” 

“Aku juga! Tapi memang, tidak mempunyai waktu senggang adalah hal yang paling sulit!” 

Luna ikut setuju. 

“Tapi, bukannya semua itu bisa diselesaikan jika punya uang? Sambil bekerja, kita bisa menyewa jasa pekerja rumah tangga, dan pulang ke rumah yang bersih dengan makanan siap saji! Jika menang undian lotre, kamu bahkan tidak perlu bekerja, kan? Semua masalah selesai!” 

“Benar juga! Mungkin aku harus beli tiket lotere!” 

Melihat Onee-san dan Luna yang antusias membicarakan mimpi-mimpi itu, Kurose-san yang sudah menyelesaikan kue montblancnya membuka suara dengan tenang. 

“…Kalau aku sih, meskipun ada uang, aku tetap ingin bekerja.” 

“Tapi itu juga jika pekerjaan yang disukai, kan?” 

Setelah mendengar Luna, Kurose-san melihat kedua kakaknya dan berkata, “Iya sih…” 

“Luna dan Onee-chan juga melakukan apa yang kalian suka dan berusaha menjadikannya pekerjaan, kan? Kalau begitu, tidak peduli berapa pun uangnya, kalian pasti ingin bekerja, ‘kan?” 

“…Iya, benar sih.” 

“Kalau sudah dibilang begitu, memang benar juha!” 

Mereka berdua langsung mengangguk setuju. 

“Jadi, sepertinya memang lebih baik kalau kita bekerja, menabung, dan menciptakan waktu luang.” 

Luna mendongak ke langit-langit seolah mengeluh. 

Mari kita berusaha sebaik mungkin. Aku akan menabung banyak uang, dan di masa tua nanti pergi berlibur bersama Ryuuto, melakukan hal-hal yang kita suka!”

Mendengar itu, aku tak sengaja membayangkan masa tua seperti itu, dan hal tersebut menghangatkan hatiku

“Aku juga! Di masa tua, aku ingin pindah ke Kamakura bersama Rai-kun.” 

Seakan-akan terpengaruh oleh Luna, Onee-san juga mengungkapkan ambisi masa tuanya. 

Karena itu tempat wisata, pasti mahal, kan?” 

“Masa? Kalau begitu aku harus menabung!” 

“Aku juga!” 

Melihat kedua kakak perempuannya yang seperti itu, Kurose-san tertawa geli. 

“Kalian berdua sudah memikirkan masa tua, ya.” 

Setelah berkata demikian, wajahnya tiba-tiba teringat sesuatu, dia melirik ke arahku sejenak, lalu kembali melihat kakak-kakaknya. 

“Ngomong-ngomong, kalian berdua, apa kalian sudah mendengar tentang kabar kakek dari ibu?” 

“Oh, ya…” 

“Aku sudah mendengarnya. Katanya ia sudah lama dirawat di rumah sakit, kan?” 

Setelah ditanya kakaknya, Kurose-san mengangguk. 

“Ya. Sekarang ia dirawat di rumah sakit perawatan paliatif, bukan di rumah sakit yang dulu… Jadi, kalian berdua harus siap-siap jika ada kabar.” 

“…Ya…” 

“…Baiklah.” 

Luna dan Onee-san mengangguk dengan wajah murung. Aku pernah mendengar sedikit dari Luna sebelumnya, bahwa kakek dari pihak ibunya yang tinggal bersama Kurose-san menderita demensia sekaligus kanker, dan terkadang harus dirawat di rumah sakit untuk pemeriksaan dan pengobatan. Namun, kali ini sepertinya kondisinya sudah serius dan harus bersiap-siap. 

“Maaf ya, padahal kalian sudah repot-repot mengundangku tapi membahas hal yang suram, Kashima-kun.” 

Kurose-san mencoba tersenyum padaku saat meminta maaf, dan aku buru-buru menggeleng. 

“Tidak apa-apa, kok. Jarang sekali kalian bertiga bisa berkumpul seperti, jadi mari kita membicarakan banyak hal.” 

“Memang, benar! Sudah lama sekali kita tidak kumpul-kumpul!” 

Luna menanggapo dengan suara ceria, dan suasana di meja makan kembali normal. 

Lagian maksudku, aku ingin bertanya tentang Maria!” 

Onee-san kemudian mengalihkan pembicaraan kepada Kurose-san. 

“Maria tuh tidak pernah berbicara tentang dirinya sendiri kecuali aku bertanya terlebih dahulu!” 

“Aku juga ingin mendengar cerita cintanya! Bagaimana hubunganmu dengan Kujirin?” 

“Kujirin?” 

“Teman kuliahnya Ryuuto! Bukannya aku pernah menceritakannya ketika kita mengobrol di rumah?” 

“Oh, aku ingat! Kalian masih berkomunikasi lewat LINE, kan? Bagaimana kabarnya!?” 

Onee-san melihat Kurose-san dengan semangat, tetapi Kurose-san tetap mempertahankan ekspresi tenang. 

“Tidak ada yang spesial kokKami hanya saling berkirim pesan LINE saja.” 

Kamu tidak pernah bertemu dengannya?” 

“Ya. Aku sedang mencari kerja, dan ia juga sibuk, jadi mungkin tidak ada waktu.” 

Kurose-san berkata dengan wajah serius sambil meneguk teh dari cangkirnya. 

“Eh~? Bukannya Kujirin tidak sedang mencari pekerjaan dan ingin melanjutkan ke pascasarjana?” 

“Ya, benar.” 

Setelah ditanya Luna, aku balas mengangguk. 

“Tapi, ujian masuk pascasarjana diadakan di musim gugur, ‘kan? Jadi ia seharusnya sibuk dengan belajarnya, kan?” 

Kurose-san berkata begitu. 

“Ya, memang begitu… tapi selama ini Kujibayashi-kun selalu belajar seperti hobi, jadi sepertinya tidak ada tekanan khusus padanya.” 

Aku belum pernah melihat mahasiswa yang belajar dengan sukarela seperti dia sebelum masuk universitas. Kupikir orang-orang seperti itu memang ditakdirkan menjadi akademisi. 

Kalau gitu, berarti ia masih punya waktu untuk berkencan dengan Maria, kan?” 

Ditanya oleh Luna, aku mengangguk lagi. 

Kurasa begitu…” 

“Kalau begitu, kenapa ia tidak mengajak Maria? Apa ia tidak menyukainya?” 

Kurasa bukan itu masalahnya…”

Kujibayashi-kun pada dasarnya bertindak berdasarkan pandangannya bahwa jika tidak ada perasaan suka, maka tidak perlu saling menghubungi. Jadi, ia mungkin berpikir bahwa "karena kita saling menghubungi, perasaanku pasti sudah disampaikan kepada lawan."

──Kalau begitu, jika Kurose-san selalu membalas pesan, itu berarti dia juga memiliki perasaan suka terhadap Kujibayashi-kun, kan? Bukankah sudah saatnya untuk mengundangnya makan?

Ketika aku mengatakan itu,

──Aku tidak mengerti cara berpikir perempuan.

Ia tetap bersikukuh dengan pendapatnya, sehingga aku pun tidak bisa memahami apa yang dipikirkan Kujibayashi-kun. Sebenarnya aku sedikit mengerti.

Kemungkinan besar, karena kurangnya percaya diri yang sering dialami oleh cowok introvert (aku juga pernah begitu), ia kesulitan untuk mengambil langkah selanjutnya. Dalam kasusku, Luna yang aktif mendekati, jadi aku terbantu, tetapi Kurose-san bukan tipe seperti itu, dan dia tidak mengerti perasaan Kujibayashi-kun, jadi hubungan mereka jadi semakin sulit.

Namun, aku merasa tidak berhak mengungkapkan perasaan Kujibayashi-kun kepada Kurose-san di sini, dan aku sendiri juga belum mendengar perasaan pasti darinya, jadi aku merasa frustrasi karena tidak bisa mengatakan apa-apa.

Tidak apa-apa. Tujuanku adalah 'membuat teman laki-laki'.

Seperti yang dikatakan Kurose-san, pada awalnya dia jatuh cinta pada Naoki Sato, seorang komikus tampan yang sudah menikah, dan aku serta Luna menyarankan agar dia membuat teman laki-laki untuk membangun kekebalan terhadap pria, yang menjadi awal hubungan dengan Kujibayashi-kun.

Awalnya memang begitu, tapi kamu juga berpikir bahwa tidak ada salahnya bisa berpacaran, kan?

Tidak masalah. Jika pihak lain tidak berniat untuk melanjutkan ke sana, aku sudah cukup dengan keadaan sekarang.

Meskipun begitu, ekspresi Kurose-san menunjukkan ketidakpuasan. Jenis ketidakpuasan apa yang dia rasakan, aku yang tidak paham perasaan perempuan tidak bisa memahaminya, tetapi setidaknya itu berarti dia memiliki perasaan lebih dari sekadar teman terhadap Kujibayashi-kun.

Kalau begitu, seharusnya Kujibayashi-kun lebih berinisiatif, tapi aku mengerti bahwa tantangan seperti itu cukup sulit bagi cowok pemalu.

…Susah ya, antara laki-laki dan perempuan.”

Onee-san mengungkapkan dengan dalam, seolah ingin merangkum seluruh kejadian.

Kalau bicara soal sulit...

Di saat itu, Luna mengerutkan wajahnya dan berkata.

“Aku tak pernah menyangka kalau tinggal bersama lebih sulit dari yang aku kira."

Apaan ini? Apa kamu sudah bertengkar dengan Ryuto-kun?

Onee-san berkata sambil menggoda, bergantian melihat wajahku dan Luna.

Bukannya begitu.

Luna menggelengkan kepala dengan bingung.

Aku juga merasa tegang, merasa penasaran dengan pembicaraan apa yang akan dia sampaikan.

“Sebelum tinggal bersama, aku berpikir seandainya aku bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah. Tapi, setelah mulai tinggal bersama, meskipun pembagian tugasnya sudah dibagi, tapi ternyata itu cukup sulit. Aku merasa senang karena Ryuuto sering membantu, tapi aku merasa bersalah karena 'aku lah yang seharusnya melakukan itu.'

Ketika Luna mengeluhkan hal itu, dan kakak perempuannya ikut mengangguk-angguk.

Ah, aku paham banget. Aku juga begitu. Selama ini, aku selalu berpikir bahwa aku ingin mengerjakan semua urusan rumah! Aku harus melakukannya!"

Serius!?

Luna terlihat terkejut. Aku juga terkejut dengan perasaan Luna yang tidak kuketahui sebelumnya. Tapi, ada hal yang terlintas dalam pikiranku.

──Terima kasih! Maaf ya, sebenarnya aku ingin kamu istirahat, tapi ini sangat membantu!

──Maaf, aku sibuk, jadi tidak bisa memasak tiga kali sehari untukmu...

Bukan hanya hari ini saja, Luna terkadang merasa bersalah saat aku mengerjakan pekerjaan rumah. Aku berpikir mungkin karena kami baru tinggal bersama, jadi dia masih merasa sungkan.

Kakak perempuannya lalu berkata kepada Luna,

Aku sekarang sudah merasa puas jika bisa melakukan hal-hal yang bisa aku lakukan sendiri. Aku tidak merasa bersalah jika meminta bantuan dari Rai-kun.

Begitu ya?

Sambil menunggu nasihat tentang bagaimana dia bisa berpikir demikian, Luna melirikku, dan kakak perempuannya tiba-tiba menatapku.

“Nee, di rumah Ryuuto-kun, apa ayahmu mengerjakan pekerjaan rumah?

Eh?

Aku terkejut dengan pertanyaan yang tak terduga dan seketika mengingat-ingatnya kembali.

…Tidak, di rumahku hampir semuanya dikerjakan oleh ibu. Dia ibu rumah tangga. Ayahku hanya membuang sampah dan kadang-kadang mencuci piring.

Setelah mendengar itu, Onee-san tertawa.

Mirip dengan rumahku.”

Benar!

Ketika kami berlima, Luna, Maria, dan aku masih tinggal bersama, ibuku tidak bekerja. Aku belum pernah melihat ayah mengerjakan pekerjaan rumah.

Setelah bercerai juga begitu. Sejak pindah ke rumah baru, nenek Shirakawa yang mengerjakan pekerjaan rumah, jadi ayah tetap tidak melakukan apa-apa. Setelah Haruna dan yang lainnya lahir, ia mulai sedikit terlibat dalam pengasuhan.

Begitu ya. Aku sudah cukup terkejut bahwa ayah kita terlibat dalam pengasuhan.

“Seriusan, meski cuma 'sedikit' sih."

Perkataan Luna membuat kakak perempuannya tertawa. Setelah itu, wajahnya menjadi lebih serius dan menunduk.

Aku menyadari sesuatu. Alasanya kenapa aku berpikir bahwa aku harus mengerjakan pekerjaan rumah, itu karena gambaran ibu saat kita masih tinggal bersama dulu.

Dia berkata demikian sambil melihat Luna.

“Bukannya itulah yang menjadi alasan kenapa Luna merasa bersalah karena tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah seperti yang kamu inginkan?

…Ah, mungkin.

Luna menunduk saat menjawab. Kakak perempuannya lalu melanjutkan.

“Sewaktu masih kecil dulu, Rai-kun selalu bersama ibunya, oke? Jadi ia berjanji pada ibunya untuk 'karena kita tinggal berdua, mari kita bagi pekerjaan rumah.' Ia selalu menganggap itu hal yang wajar, jadi setelah memutuskan untuk menikah, ia berkata, 'Aku merasa bersalah jika terlalu banyak dibantu oleh Kitty-chan. Aku ingin kamu menyisakan bagianku,'.

…Keduanya memang memiliki kesan sebagai ibu rumah tangga.

Dan kemudian, Kurose-san yang sedari tadi mendengarkan dalam diam sepertiku, mulai berbicara. 

Aku sudah lebih lama tinggal dengan ibu setelah bercerai. 

Begitu. Di rumah Kurose sekarang, ibu, nenek, dan Maria membagi pekerjaan rumah, kan?

Benar. Kalau tidak, mustahil bagi orang yang bekerja seharian di luar untuk pulang dan mengerjakan semua pekerjaan rumah. Aku melihatnya dan berpikir begitu.

Mendengar hal itu, Luna menunduk dengan ekspresi sedikit sedih. 

Begitu... Aku berpikir 'aku ingin jadi ibu rumah tangga seperti ibuku' dan berusaha mengerjakan semua pekerjaan rumah, tapi... ibuku juga sekarang sudah berbeda dari saat kami tinggal bersama. 

Benar. Itulah sebabnya kamu juga harus memperbarui cara berpikirmu, Luna. 

Onee-san mengangguk penuh semangat ketike mendengar perkataan Kurose-san

Benar sekali. Tidak apa-apa, kalau itu Ryuuto-kun, dia pasti mengerti kesulitan Luna!

Y-Ya. Tentu saja.

Rasanya seperti ada tekanan, tetapi anehnya tidak terasa buruk. Itu karena aku tahu Kurose-san dan Onee-san benar-benar mempedulikan Luna. 

Yang terpenting, aku sendiri ingin mendukung Luna. 

Kari dan salad hari ini, kami pergi berbelanja bersama dan memasaknya bersama!

Itu bagus. Rasanya benar-benar seperti pasangan yang tinggal bersama." 

“Rasanya seru sekali memasak berdua! Akan sangat baik jika bisa membuatnya di Rinkiohen. Di rumah, Rai-kun lebih ahli memasak, tapi saat ada waktu, aku juga kadang memasak. Memasak untuk orang yang disukai itu memang membuat kita bahagia.

Aku setuju banget! 

Luna mengangguk besar mendengar pernyataan kakak perempuannya

Aku juga, jika ada waktu, bolehkah aku memasak untuk Ryuuto? 

Ya, tentu saja, itu menyenangkan.

Terima kasih, Ryuuto

Dihadapan mereka berdua, dia tersenyum manis padaku dan aku merasa sedikit malu, jadi aku membalas dengan senyuman sambil mengalihkan pandanganku. 

Tinggal bersama membuat hal-hal yang sebelumnya tidak terlihat menjadi jelas. Luna ternyata lebih pekerja keras dan peduli pada keluarganya daripada yang aku duga. 

Saling memahami dan saling peduli. 

Membayangkan posisi satu sama lain. 

Mungkin, begitulah orang-orang menjadi keluarga. 

Meja makan yang dikelilingi oleh Onee-san dan Kurose-san serta kami berdua mengajarkan hal-hal seperti itu.

 

◇◇◇◇

 

Di tengah semua itu, aku menerima pesan dari Fujinami-san yang mengatakan Mari kita bertemu setelah sekian lama.

“Ada banyak hal yang ingin dibicarakan. Jadi aku ingin bertemu langsung dengan Kashima-kun untuk melaporkan beberapa hal. 

Fujinami-san langsung memulai pembicaraan setelah kami bertemu di lounge hotel di Tokyo yang telah ditentukan sebagai tempat pertemuan.

Meski ini pertama kalinya aku mengunjungi hotel ini, sejak pertama kali ditunjukkan tempat duduk, menurutku hotel ini lebih kelihatan berkelas dibanding hotel bisnis, tetapi tidak semewah hotel mewah. Suasananya pun pas untuk orang dewasa yang ingin membahas hal-hal serius. 

Lounge yang terbuka dengan langit-langit tinggi ini memiliki dekorasi tanaman tiruan di sana-sini, dan cahaya terang masuk melalui dinding kaca yang besar. Karena ini adalah hari kerja di tengah libur panjang, ada kelompok orang dewasa yang tampaknya sedang melakukan negosiasi bisnis dan para wanita yang asyik mengobrol, keduanya mengisi meja dengan proporsi yang hampir sama. 

Di tengah suasana itu, ketika dua cangkir kopi pesanan kami tiba, Fujinami-san berbicara kepadaku dengan serius. 

Pertama-tama, lokasinya. Lokasinya diputuskan akan di Indonesia. Tempat yang sering dikunjungi orang Jepang adalah Bali, tetapi ibukotanya adalah Jakarta di Pulau Jawa. 

…Begitu ya.

Aku tidak bisa merasakan apa-apa tentang negara atau tempat yang bernama Indonesia, sehingga aku hanya bisa mengangguk dengan kosong. Aku merasa malu dengan ketidaktahuanku. 

Sebenarnya, hal ini sudah diputuskan sejak lama, tetapi baru-baru ini berbagai permohonan telah disetujui, dan akhirnya bisnis ini sudah resmi diakui, jadi aku bisa membicarakannya.

Fujinami-san melanjutkan penjelasannya dengan nada yang sama seperti saat dia membahas pekerjaan di perusahaan penerbit Iidabashi

Setelah anggota utama melakukan perjalanan, kami akan mulai beroperasi secara bertahap. Aku mulai pada bulan Juli. Sebenarnya, aku ingin pergi lebih cepat, tapi ada banyak hal yang ingin aku selesaikan sementara masih di Jepang... misalnya, mengamankan lulusan baru yang menjanjikan, kan? 

Setelah mengatakannya dengan nada bercanda, wajah Fujinami-san menjadi serius. 

Jika memungkinkan, aku ingin menyelesaikan kontrak kerja dengan Kashima-kun sebelum aku pergi ke luar negeri, bagaimana menurutmu?

Eh...?

Saat aku ragu-ragu untuk menjawab, Fujinami-san menatapku dengan tatapan penasaran. 

Jangan-jangan, kamu sedang bingung? Apa kamu sudah mendapatkan tawaran dari tempat lain?

Ah... tidak, sebenarnya, aku belum memberitahu pacarku.

Saat aku mengaku, mata Fujinami-san terbelalak. 

Eh, belum? Kalian berdua sudah mulai tinggal bersama, kan? Bukannya kamu berniat untuk menikah? 

Aku memang berniat begitu, tetapi aku masih membicarakan tentang pergi ke luar negeri.

Jika kamu mau begabung dengan kami, sebaiknya aku segera memberitahunya, karena aku akan berada di luar negeri. Kita berdua harus melakukan banyak persiapan.

Begitu... ya.

Yah, kami masih ada sedikit waktu, jadi tolong selesaikan bulan depan.

…Baik.

Sekarang adalah awal bulan Mei, dan bulan depan adalah bulan Juni. Aku merasa tidak banyak waktu tersisa sebelum kontrak kerja harus diselesaikan. 

“Kira-kira, apa ada pertanyaan sejauh ini?

Isi kepalaku yang penuh dengan pemikiran tentang Luna, berusaha berpikir sambil melamun. 

…Fujinami-san, apa kamu yang menjadi presiden perusahaannya? 

Ketika aku mengajukan pertanyaan sederhana yang tiba-tiba terlintas di pikiranku, Fujinami-san tertawa geli. 

Tidak, tidak. Dalam dokumen yang aku kirimkan, ada yang menyebutkan hal itu, tetapi sepertinya kamu tidak membacanya, ya?

Eh? Ah, maaf... itu agak sulit.”

Fujinami-san memang sudah mengirimkan beberapa dokumen terkait perusahaan, tapi aku tidak merasa tertarik untuk membaca deretan tulisan yang bersifat administratif itu dan hanya mengabaikannya. 

Ada seorang mantan editor senior yang merupakan keturunan pendiri penerbit Iidabashi, dan dia adalah investor utama. Dia mengajak beberapa editor muda yang dia kenal baik secara pribadi dan profesional untuk memulai bisnis baru. Namun, karena dia lebih fokus pada manajemen, dalam hal konten operasional, mungkin aku yang akan mengelola divisi editorial baru ini. Setidaknya, aku akan menjadi atasan langsung Kashima-kun.

Begitu ya.

Apa ada lagi? Apa ada yang ingin kamu tanyakan?

Saat itu, aku memutuskan untuk bertanya tentang sesuatu yang sedikit menggangguku. 

…Fujinami-san, mengapa kamu berpikir aku cocok menjadi editor?" 

Sejak awal bekerja paruh waktu, Fujinami-san terus mengatakan bahwa aku cocok menjadi editor, dan akhirnya aku mulai mempercayainya, tapi aku masih bingung tentang apa yang membuatku kelihatan cocok, padahal aku belum melakukan pekerjaan editing yang nyata. 

Fujinami-san mendengarkan pertanyaanku sambil tersenyum sedikit dan mengambil seteguk kopi. 

…Karena aku pikir kamu adalah orang yang bisa berempati dengan orang lain.

Fujinami-san mengatakannya sambil meletakkan cangkir di piring. 

Ketika aku mendengar bahwa kamu memiliki pacar yang manis, aku merasa itu masuk akal. Aku pikir esensi dari apa yang dicari wanita dari pria adalah hal semacam itu.

Setelah mengatakannya, ia tiba-tiba menatap keluar jendela. 

Karena menghadap ke area pintu masuk, mungkin pemandangannya tidak begitu menarik, sehingga kaca jendela diproses dengan pola garis-garis seperti kaca buram, dan tidak ada pemandangan khusus yang terlihat. 

…Aku tidak cocok dengan itu. Baik sebagai editor maupun sebagai calon pacar. 

…………

Aku merasa tidak enak untuk mengiyakan atau membantah, jadi aku tetap diam, dan Fujinami-san menatapku sambil tersenyum. 

Karena itulah, aku ingin lebih fokus pada menciptakan lingkungan di mana aku bisa membina editor yang unggul, dan bersama penulis, menghasilkan karya berkualitas… mungkin semacam divisi editorial 'Showa' baru di era baru ini.

…Tapi, Fujinami-san, kamu sebenarnya adalah editor yang sangat berbakat, kan? Meskipun masih muda, kamu sudah menghasilkan banyak karya yang sukses.

Dengan niat untuk memberikan dukungan, Fujinami-san tersenyum lagi. 

Aku memang telah menghasilkan karya yang sukses, tetapi aku juga telah membuat banyak karya yang dihentikan. Aku mengerjakan banyak proyek. Kurasa aku memiliki kemampuan untuk menangani banyak hal, tetapi waktu yang aku alokasikan untuk pekerjaan ini jauh lebih banyak dibandingkan orang lain. Kepala editor Kuramaga menggodaku dengan sebutan 'perusahaan hitam satu orang'. Karena itu, aku merasa tidak puas hanya menjadi karyawan tetap di perusahaan yang sudah lama berdiri.

Setelah mengatakannya, Fujinami-san tertawa dengan nada merendah. 

Selain itu, alasan kenapa aku mampu mempertahankan mentalitas untuk terus membuat proyek baru meskipun aku terus menerus menghentikan banyak proyek karena aku tidak terlalu terikat pada setiap penulis. Ketika kita terlalu terikat, kita pasti merasa depresi ketika karya tersebut tidak laku. Ketika ide yang kita ajukan tidak terjual, kita merasa bertanggung jawab.

“Jadi begitu ya.

Melihatku mengangguk, Fujinami-san tersenyum lagi. 

Kamu mungkin tipe yang seperti itu. Tapi sebenarnya, aku ingin Kashima-kun menjadi editor yang hebat.

Aku menatapnya dengan bingung, dan Fujinami-san mulai berbicara lagi. 

“Bahkan ketika penulis bisa mengekspresikan apa yang mereka inginkan atau ketika ide kita diwujudkan, karya tersebut masih belum tentu laku atau tidak. Itu tidak terlalu berarti, jadi jangan merasa terlalu bertanggung jawab.

Aku mendengarkan dengan serius sambil mengangguk. 

Jika karya tidak laku, kita bisa merasa depresi bersama, tetapi kita harus saling membantu untuk bangkit lagi dan melanjutkan ke proyek berikutnya.

…Ya.

Meski karya tersebut tidak laku, kemampuan untuk menyelesaikan manga atau novel agar bisa dibaca orang lain sudah merupakan bakat. Jangan menyerah hanya karena satu atau dua kali gagal… Jika boleh berharap, selama orang tersebut ingin terus membuat karya untuk masyarakat, aku berharap kita bisa mendukung mereka sampai akhir.

Aku membayangkan diriku di masa depan sebagai seorang editor, dan ekspresiku menjadi serius. 

Kemudian, Fujinami-san tiba-tiba melunak ekspresinya. 

Aku sudah menyukai buku sejak kecil. Aku pernah berpikir untuk menulis sendiri. Namun, meskipun ide-ide tersebut muncul, aku tidak bisa mewujudkannya. Jadi, aku benar-benar menghormati para kreator.

Aku teringat wajah Fujinami-san yang tampak seperti anak-anak saat berbicara tentang Harry Potchari dari Kujibayashi. 

Aku ingin menghargai orang-orang. Baik dalam karya maupun dalam proses pembuatan karya. Manga milik Kamonohashi-sensei, bahkan penjahatnya pun penuh dengan kemanusiaan, kan? Itulah sebabnya aku suka manga itu. Mungkin kamu sudah tahu karena dia sering mengatakannya, tetapi di masa mudanya, ia katanya memiliki banyak selingkuhan dan hidupnya berantakan, tetapi karena ia menggambar manga seperti itu, tidak ada yang membencinya.

Setelah mengatakan itu, dirinya tersenyum seolah mengingat sesuatu yang lucu, lalu mengencangkan wajahnya untuk kembali ke topik. 

Metode sekarang, para editor tinggal menghubungi penulis yang menerbitkan karyanya di internet, hanya menerbitkan karya yang banyak view-nya, dan setelah itu bilang 'Silakan berjuang lagi di internet, ya,' tidak akan pernah membangun hubungan kepercayaan antara penulis dan editor. Aku ingin mereka bekerja sama dengan baik dan melakukan percobaan dan kesalahan hingga menghasilkan karya yang sukses.

Aku mengangguk sambil mendengarkan dengan seksama. 

Aku berharap bisa membesarkan editor yang memiliki kemanusiaan seperti itu di bawah asuhanku. Aku merasa Kashima-kun bisa menjadi editor ideal yang aku inginkan. Itulah sebabnya aku sangat ingin kamu bergabung dengan perusahaanku dan terus mengajakmu. 

…Terima kasih…

Aku merasa sedikit geli dan malu, lalu tersenyum canggung. Tiba-tiba, muncul pertanyaan sederhana di benakku. 

…Apa kamu tidak menghubungi Kurose-san? Aku pikir Kurose-san lebih bersemangat untuk menjadi editor sejak awal dibandingkan aku…

Usai mendengar itu, Fujinami-san tersenyum samar. 

Ah… untuk cewek, itu agak sulit, ya?

…?

Pertama-tama, jika tiba-tiba mengajak cewek yang baru lulus 'Mau bekerja di Asia Tenggara?' dia pasti tidak akan mau datang.

Apa iya begitu?

Apalagi, jika dia secantik dan secerdas itu, pasti ada banyak perusahaan besar di Jepang yang mengincarnya.

Tapi, Kurose-san ingin menjadi editor.

Jika dia berusaha, dia bisa jadi editor di Jepang, kan? Meskipun tidak menjadi editor, masih ada jalan lain untuk hidup bahagia.

Itu bukan keputusan orang luar, tetapi keputusan Kurose-san sendiri, pikirku. 

Ketika aku memikirkan itu, Fujinami-san tiba-tiba tersenyum dengan raut yang canggung. 

Masalahnya, mengajak cewek sendirian itu sulit. Jika aku melakukan pendekatan pribadi seperti yang aku lakukan pada Kashima-kun, pasti akan dianggap ada maksud lain, kan? Jika ada salah paham, itu akan merepotkan." 

Memang benar…

Aku penasaran apakah itu perasaannya yang sebenarnya. Fujinami-san, sebelumnya pernah mengajak Kurose-san makan berdasarkan saran dariku, jadi mungkin itu juga yang membuatnya canggung. 

Selain itu, tentang perusahaan baru, jangan terlalu banyak bilang pada Kurose-san atau orang-orang di penerbit Iidabashi. Bos kami bukan keturunan langsung dari pendiri, dan bisa terlihat seperti ada masalah keluarga kecil. Mungkin juga tidak baik jika aku menarik anak magang dari tempat lama. 

…Baiklah, aku mengerti.

Aku merasa lega tidak memberitahukan Kurose-san sebelumnya. Aku merasa tidak jujur sebagai pacar jika Luna mengetahui informasi tentang arah hidupku dari pihak ketiga, jadi aku tidak memberitahukan siapa pun selain orang tuaku.

 

◇◇◇◇

 

Setelah menyelesaikan satu pekerjaan lagi di lounge, aku meninggalkan hotel dan membuka smartphone. Ada pesan dari teman sekelompok di LINE seminar. 

[Aku sudah dapat tawaran kerja di perusahaan yang jadi pilihan utama, jadi aku akan kembali ke seminar setelah liburan!]

Aku tidak bisa menyembunyikan rasa senang yang meluap saat membaca laporan itu, dan banyak stiker selamat dan reaksi berkilauan muncul. 

Setelah aku juga memberi reaksi, aku menengadah ke langit. 

Bagaimana perasaan mereka saat menekan stiker dan reaksi untuk pesan ini?

[Kerja bagus! Selamat ya!]

Hanya satu mahasiswa tahun keempat yang membalas pesan, dia adalah mahasiswa yang ingin melanjutkan studi ke pascasarjana. 

…………

Di atas kepalaku, langit biru cerah musim semi awal terbentang. 

Aku membayangkan senyuman cerah seperti bunga matahari dari Luna, lalu menunduk. Cerita yang kudengar dari Fujinami-san membuat hatiku terbakar semangat. 

──Aku merasa Kashima-kun bisa menjadi editor ideal yang aku inginkan. 

Aku diharapkan sebagai pria dewasa yang mampu bekerja seperti Fujinami-san. 

Aku ingin berjuang sebagai editor di bawah bimbingan Fujinami-san. Aku ingin memenuhi harapan itu. Tetapi, untuk itu aku harus pergi ke negeri asing. 

…………

Saat itu, notifikasi muncul lagi di smartphone.

[Aku bisa pulang lebih awal hari ini, jadi aku yang akan masak ya

Lauknya yakiniku enggak masalah?]

Saat aku membaca pesan dari Luna, aku tidak bisa menahan senyum. 

…………

Sebaiknya, aku tidak membahas hal itu hari ini. 

Malam ini, aku akan menikmati yakiniku dengan Luna. 

Dengan pemikiran itu, aku menyimpan smartphone ke dalam saku celana dan berjalan ringan menuju stasiun.

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya

Lebih baru Lebih lama