Chapter 4
Memasuki bulan Juni, cuaca yang tidak
menentu seperti musim hujan mulai berlanjut. Di tengah keadaan itu, kabar duka datang mengenai kakek Luna.
āMaaf banget ya, Ryuuto, bisa pasangkan ini
untukku?ā
Pada sore
hari upacara penghormatan,
saat Luna sedang bersiap sebelum berangkat, dia menyerahkan kalung mutiara
kepadaku.
Hari ini,
Luna mengambil cuti dari pekerjaannya di toko pakaian dengan shift pagi.
Mengenakan gaun hitam sederhana dan jaket, serta mengikat rambutnya menjadi sanggul, Luna terlihat lebih sederhana
dari biasanya, dan meskipun mungkin tidak pantas, dia sangat cantik.
Jantungku
berdebar kencang saat aku mencoba mengencangkan kalung itu, menatap tengkuknya
yang ramping dan putih, yang biasanya jarang terlihat.
āEh?
Tunggu dulu sebentarā¦ā
Sejak
kami mulai menjalani kehidupan bersama,
kadang-kadang aku memasangkan kalung untuk Luna, tetapi ini adalah bentuk
pengait yang belum pernah kulihat sebelumnya. Pengait perak yang panjang itu
memiliki bentuk yang berbeda, di mana bagian datar dimasukkan ke dalamnya, jadi
cara memasangnya sangat berbeda dari kalung biasa. Aku mengerti mengapa Luna
tidak bisa memakainya sendiri dan meminta bantuanku.
āā¦Apa ini
sudah benar?ā
āKalung
mutiara ini memang memiliki pengait yang sedikit berbeda, ākan?ā
āYa⦠ah,
sepertinya sudah benar.ā
āTerima
kasih!ā
Luna
menoleh dan tersenyum tipis. Wajahnya kali ini terlihat berbeda, tanpa
riasan.
Setelah
kembali, Luna mencuci wajahnya sekali dan merias ulang untuk pakaian berkabung.
Biasanya, kelopak matanya yang berkilau kini tampak alami, dan bibirnya juga
tidak berwarna cerah seperti biasanya, melainkan memiliki warna yang menyatu
dengan kulitnya. Suasana yang sedikit pucat di wajahnya memberikan kesan yang
rapuh dan menggoda.
āKalau kamu bagaimana, Ryuuto? Apa kamu sudah siap?ā
āYa.ā
Upacara
pemakaman besok akan diadakan secara sederhana hanya untuk keluarga, tetapi aku
juga diundang untuk hadir pada upacara penghormatan
hari ini. Karena hari Sabtu, aku tidak bekerja, jadi tidak ada masalah dengan
jadwal.
āā¦Tapi,
apa aku benar-benar boleh pergi?ā
Saat aku
bertanya dengan sedikit gugup, Luna mengangkat sudut bibirnya dan
tersenyum.
āYa. Aku
ingin kakek melihat orang yang telah kutentukan untuk menghabiskan hidup
bersamakuā¦ā
Setelah
mengatakan itu, dia mengalihkan pandangannya dariku dan tersenyum sedikit
sedih.
āSejujurnya,
aku ingin ia bertemu saat masih sehatā¦ā
āā¦ā¦ā¦ā¦ā
Aku tidak
pernah memiliki kesempatan untuk bertemu kakek dari pihak ibu Luna sampai saat-saat terakhirnya. Jika dirinya masih hidup, seharusnya aku
bisa menyapanya suatu saat, dan memikirkan hal itu membuatku merasa sedikit
sedih.
āā¦Apa tali dasi ini kelihatan aneh?ā
Aku
mengikat tali dasi hitam yang dibeli di toko serba ada dengan setelan hitam
yang kupakai saat magang. Saat aku merasa ragu dan bertanya, Luna kembali
memberikan senyuman yang sedikit lemah.
āTidak
apa-apa. Kamu terlihat keren kok.
Tidak kelihatan seperti dasi seratus yen.ā
Aku merasa
lega setelah mendapatkan persetujuan dari Luna, dan kami berdua
keluar bersama dari rumah.
Di luar,
hujan turun dengan deras.
Kami berdua berjalan dengan payung plastik menuju stasiun, sementara aku
teringat percakapan dengan Luna beberapa hari yang lalu. Kejadian di mana setelah
aku mengungkapkan tentang pergi ke luar negeri padanya di hari terakhir magang.
āā Jadi,
pekerjaan yang ingin dilakukan
Ryuuto adalah menjadi editor di perusahaan baru di Indonesia?
āā
Ya...
āā
...Begitu ya.
Jadi, itu sudah ditentukan, ya?
āā Tidak,
tapi... jika Luna tidak mau, maka...
āā Apa
Ryuuto bisa tinggal di Jepang?
āā Tidak,
aku... sepertinya tidak bisa.
āā
...Jadi, ini menjadi masalah tentang apa yang akan aku lakukan, ya...
Setelah
mengatakannya, Luna tidak berkata apa-apa lagi tentang hal itu. Meskipun ada
beberapa kesempatan untuk berbicara, Luna tidak memberikan jawaban yang jelas.
Kemudian, kabar tentang kondisi kritis kakeknya datang, dan situasinya jadi
seperti ini, sehingga pembicaraan tentang keberangkatanku ke Indonesia belum
terwujud.
āā¦ā¦ā¦ā¦ā
Aku memandang wajah Luna yang berjalan di
sampingku melalui payung plastik. Ekspresinya tampak muram, mungkin karena dia
sedang memikirkan kakeknya.
Tempat
upacara penghormatan berada
di dekat Stasiun K, jadi jika kami berada di rumah orang tua masing-masing, tempatnya lumayan dekat.
Namun, jika aku tidak tinggal bersama Luna, mungkin aku tidak akan hadir.
Sambil dibuat berguncang di dalam
gerbong kereta, aku memikirkan hal-hal
itu saat menuju ke kota yang sudah akrab.
āāāā
Setelah
naik taksi dari Stasiun K, kami tiba di gedung pemakaman yang berdesain putih
elegan. Meskipun aku belum menikah, aku merasa sedikit canggung, tetapi aku
pergi ke ruang tunggu keluarga bersama Luna.
Ruang
tunggu itu seperti ruang rapat dengan meja panjang, di mana anggota keluarga
yang mengenakan pakaian hitam duduk dan berdiri, saling menyapa dengan suara
pelan.
āLuna,
Ryuuto-kun.ā
Ibu Luna
melihat kami dan melambaikan tangan. Di sampingnya ada Kurose-san, dan kami merasa sedikit
canggung dan malu, lalu masing-masing memberi penghormatan.
āAh,
nenek.ā
Luna
menyadari seorang wanita tua yang duduk dekat dan menyapanya.
āIa adalah pacar yang tinggal bersamaku, Kashima Ryuuto-kun.ā
Luna
memperkenalkanku dengan serius, dan rasanya agak malu. Luna juga terlihat
canggung, yang membuatku merasa sayang padanya.
āSalam
kenal, nama saya Kashima Ryuuto. Saya ingin
mengucapkan... turut berduka cita...ā
Saat
mengucapkan kalimat yang tidak biasa, aku menundukkan kepala, dan neneknya
terlihat terkejut dengan ekspresi lelah, lalu berdiri dan membungkuk
padaku.
āOh, ya
ampun...ā
Karena
dia adalah nenek dari pihak ibu Luna, berarti dia adalah putri dari nenek buyut Luna, Watanabe Sayo-san, yang telah merawat kami di Chiba. Wanita kecil dan
tenang berusia sekitar enam puluh tahun ini memiliki wajah dan aura yang mirip
dengan Sayo-san.
āAduh, aduh, terima kasih telah datang
jauh-jauh. Aku sudah lama mendengar kabar tentangmu dari Yamari-chan... Kamu
kuliah di Hououdai, ya?
Sungguh luar biasa...ā
Cara
bicaranya sangat mirip dengan Sayo-san.
Dia terlihat seperti Sayo-san dua atau
tiga puluh tahun yang lalu, dan meskipun ini adalah pertemuan pertama kami,
rasanya sedikit aneh.
Sayo-san juga ada di dalam ruang
tunggu.
Dia duduk
di kursi di ujung ruangan, menekan saputangan putih di matanya, dan berbicara
dengan Mao-san yang
berdiri di depannya.
āAku
benar-benar merasa kasihan pada Yukiko-san...
Aku tidak pernah menyangka Shouji-san
akan pergi lebih
dulu dariku.ā
Yang dia
maksud adalah nama nenek dan kakek Luna.
Mengingat Sayo-san sudah
berusia sembilan puluhan, putrinya juga sudah mencapai usia lanjut, dan secara
objektif, meskipun suaminya telah meninggal, mungkin tidak terlalu awal. Namun,
bagi orang tua, anak mereka akan selalu menjadi anak yang mereka cintai.
Ketika
kami mendekat, Sayo-san tidak
menyadari kehadiran kami karena masih meratapi, jadi Luna memanggil, āNek Sayo.ā
Setelah
itu, Mau-san juga menyadari kami.
āOh, lama tidak jumpa! Apa kabar?ā
Sapaannya
yang ringan membuat suasana tegang sedikit reda, dan aku merasa sedikit
lega.
āKabarku baik-baik saja, terima
kasih...ā
āKapan-kapan datang lagi ke Chiba, ya!
Meskipun aku tidak tahu apakah aku ada di sana, tapi
nenek Sayo selalu ada.ā
āMao-kun,
apakah kamu masih bepergian?ā
āItu
memang pekerjaan, ya. Tapi, setengah tahun aku biasanya ada di rumah Nenek Sayo. Musim panas ini aku membuka rumah pantai. Baru-baru ini,
aku mulai mendapatkan keuntungan, jadi sepertinya aku akan terus melakukannya!
Tahun ini, aku akan buka mulai bulan depan, jadi pastikan untuk datang, ya! Mari kita nikmati
musim panas!ā
Mao-san bercerita dengan semangat,
tertawa ceria meskipun mengenakan pakaian berkabung, dan tampak muda dan
segar.
āWah,
benar, aku ingin pergi, Ryuuto,ā kata Luna, sejenak kembali mendapatkan keceriaan dan menatapku dengan wajah
bersinar.
āYa.ā
Kenangan
akan sinar matahari di pantai yang aku
kunjungi bersama Luna di musim panas kembali terlintas. Kesedihan festival
musim panas, serta keindahan Luna dalam balutab yukata
saat kembang api meledak... Tak kusangka
kalau itu sudah empat tahun yang lalu, kenangan itu masih
bersinar cerah dalam ingatanku seolah baru terjadi kemarin.
āAku
ingin menjadi editor dan sedang mencari pekerjaan. Bisakah kamu
memperkenalkanku kepada orang-orang di penerbitan?ā
Pada saat
itu, Kurose-san yang mengikuti kami dari belakang berbicara kepada
Mao-san.
āBoleh
saja sih, tapi yang aku kenal langsung hanyalah para editor, bukan orang HRD. Kalau
penulis, aku bisa memperkenalkannya dan itu mungkin bisa
menghubungkan pekerjaan, tapi kalau editor yang mau jadi editor, akhirnya hanya
akan berkata, āYa sudah, semoga sukses dengan ujian masuknyaā,ā
jawabnya.
āSudah kuduga, pasti begitu ya...ā
Melihat
situasi ini, sepertinya pencarian kerja Kurose-san tidak berjalan dengan baik.
Sementara aku sudah memiliki harapan untuk pekerjaan sebagai editor, aku merasa
sedikit bersalah.
Aku sudah
meminta Luna untuk tidak memberitahu Kurose-san tentang perusahaan baruku, jadi
Kurose-san seharusnya belum tahu tentang rencanaku ke luar negeri.
āRuu-chan,
Mari-chan, Ryu-kun... datanglah bermain lagi, ya...ā
Sayo-san
berkata demikian sambil terus menekan saputangan di matanya. Entah apakah dia memang
mudah menangis atau karena usianya, tetapi aku merasa tidak enak untuk
berbicara lebih jauh, jadi kami pun menjauh dari Sayo-san dan Mao-san.
Waktu
untuk memulai upacara penghormatan
semakin dekat, dan kakak Luna, Kitty-san,
juga ikut muncul bersama Raion-san.
āHiks,
kakek...ā
Kitty-san sudah menangis tersedu-sedu sejak dia muncul, dan Raion-san memeluknya
untuk menghibur. Luna juga demikian, tetapi Kitty-san
memiliki warna rambut yang cerah, sehingga meskipun rambutnya diikat, terlihat tidak
serasi dengan pakaian berkabungnya. Meskipun begitu, melihatnya berduka atas
kematian kakeknya membuat hatiku terenyuh.
āāāā
Kakek Luna meninggal pada usia tujuh puluh
tiga tahun, mungkin karena itu masih tergolong usia yang terlalu muda untuk
meninggal, banyak peserta dari generasi yang sama hadir, dan di lokasi upacara
penghormatan, sekitar tujuh hingga delapan
puluh orang, termasuk kerabat, hadir.
Selama
upacara, para biksu membacakan sutra, dan peserta lainnya melakukan
penghormatan, aku dan Luna mencoba meniru gerakan orang-orang di sekitar untuk
mengikuti alur acara.
Setelah
upacara selesai, kami diarahkan oleh panitia ke tempat jamuan setelah
upacara.
āKamu yakin aku boleh ikut?ā
Aku
bertanya lagi kepada Luna, dan dia mengangguk.
āYa, aku
juga akan ikut, jadi mari kita pergi bersama-sama.ā
Setelah
mengatakan itu, Luna menggenggam lengan jaketku.
āSebetulnya,
aku ingin kamu ada di sini...ā
Luna
berkata sambil menekan saputangan di matanya. Di akhir upacara, setelah
berhadapan dengan kakek yang terbaring di dalam peti mati, Luna tidak bisa
menahan air matanya lagi.
Melihat
ekspresi Luna yang cemas, perasaan ingin melindunginya memenuhi hatiku.
āāāā
Tempat
jamuan setelah upacara adalah ruang tatami dengan meja panjang.
Para kerabat
mulai berkumpul dan menikmati hidangan
seperti sushi sambil membicarakan tentang kakek yang telah tiada.
āSungguh, tidak kusangka akan seperti
ini...ā
Sayo-san
kembali menekan saputangan di matanya dan berkata,
āPadahal aku bisa bertemu semua orang...
Selanjutnya, aku ingin kita berkumpul untuk sesuatu yang bahagia. Semoga aku
bisa tetap sehat sampai saat itu...ā
āApa yang
kamu katakan, Nek Sayo?
Kamu pasti akan hidup sampai seratus tahun, kan?ā
Mao-san
berkata sambil bercanda.
āKalaupun
begitu, itu masih lima tahun lagi atau lebih.ā
āMemang,
benar juga.ā
Mao-san
menepuk dahi seolah menyadari sesuatu.
āJangan khawatir. Luna akan menikah dalam
waktu dekat.ā
Kurose-san
juga berusaha mencerahkan suasana dengan melihat ke arah Luna.
āHiks...ā
Saat itu,
kakak perempuan Luna, Kitty-san, membuka mulutnya sambil
menangis.
āAku merasa senang sekali masih bisa menunjukkan foto diriku
dalam gaun pengantin kepada kakek... semoga dia sempat melihatnya...ā
āTerima
kasih banyak. Kakek pasti senang melihatmu dalam gaun pengantin Kitty. Meskipun
dia cepat lupa, setiap kali ditunjukkan, dia selalu senang.ā
Nenek
berkata dengan senyum lembut.
āAku juga
ingin ia melihatnya... kakek... Tapi aku
tidak sempat...ā
Luna
kembali menghapus air mata dengan saputangan.
Aku
merasa menyesal karena tidak pernah memikirkan hal seperti ini, mengingat semua
kakek-nenek dari pihak ayah dan ibuku
masih sehat.
āLuu-chan, apa kamu juga akan segera?ā
Nenek
melihatku dengan sedikit khawatir dan bertanya kepada Luna.
Luna juga
menatapku, sedikit bingung, lalu mengangguk.
āMungkin...
aku rasa begitu...ā
Aku
sedikit terkejut. Apa itu berarti dia akan menikah dan ikut ke Indonesia
bersamaku...? Atau hanya mendaftarkan
pernikahan dan menunggu di Jepang?
Aku tahu
ini bukan saat yang tepat untuk membahas hal itu, tetapi pikiranku terus
melayang.
āāāā
Saat
acara berlangsung, para orang tua mulai berkeliling menyapa peserta sambil
membawa botol bir, sementara aku tetap di tempat bersama Luna dan
Kurose-san.
ā...Aku mau pergi ke toilet sebentar.ā
Luna
berdiri sambil menutupi matanya yang tidak bisa menahan air mata dengan
tangan.
ā..........ā
Aku
sedikit ragu, tetapi karena aku tidak
bisa mengikuti ke toilet wanita, aku tetap di tempat. Isi pikiranku terus mengingat pada apa yang dikatakan Luna sebelumnya. Jika aku pergi ke Indonesia, apa
yang akan dilakukan Luna?
āāLuna tuh tipe yang ingin bersama pacar
setiap hari, ākan?
Kelas kalian berbeda,
dan sulit untuk bertemu setelah sekolah atau di akhir pekan, itu pasti sangat melelahkan.
āāKadang-kadang
dia kelihatan murung dan mengatakan.
āAku ingin bilang lebih sering bertemu, tapi itu akan mengganggu belajar, jadi
aku tidak bisa bilang.ā
Aku
teringat ucapan Yuna-san dan Miyu-san.
ā...Umm, kira-kira
bagaimana keadaan Luna saat kelas tiga SMA dulu?ā
Karena
tiba-tiba memikirkan itu, aku jadi bertanya kepada Kurose-san yang
duduk di seberang.
āEh?ā
āAku
penasaran, bagaimana kondisi Luna
saat aku sibuk belajar untuk ujian dan tidak bisa sering bertemu. Bagaimana
pandanganmu tentang dia, Kurose-san?ā
āKenapa
tiba-tiba bertanya seperti itu? Kenapa baru sekarang?ā
Kurose-san
tersenyum sedikit dengan rasa heran sebelum membuka mulutnya.
ā...Dia
terlihat kesepian. Tapi, sepertinya dia memutuskan untuk tersenyum dan
mendukung Kashima-kun
karena tidak ingin membebanimu.ā
ā...Begitu ya.ā
āKetika
kami berdua, dia terkadang menangis. Sepertinya Nikoru-chan juga sering meneleponnya untuk menghiburnya setiap malam.ā
Kurose-san
melanjutkan sambil
mengocok gelas berisi bir yang tersisa.
āLuna adalah gadis yang ceria dan
menyenangkan, tapi dia sangat mudah merasa kesepian. Kamu sudah tahu itu, ākan?ā
Aku hanya
mengangguk tanpa berkata apa-apa.
āKarena
itu, aku merasa sangat senang dia bisa tinggal bersama Kashima-kun. Sekarang dia tidak perlu
merasa kesepian lagi.ā
Aku tidak
bisa berkata apa-apa mendengar Kurose-san mengatakan hal yang sama dengan
Yuna-san dan Miyu-san.
ā..........ā
āEh,
ngomong-ngomong, dengerin ini deh.ā
Kini,
Kurose-san yang mulai berbicara.
āYa?ā
āAku
sudah dua hari diabaikan oleh Kujibayashi-kun
di LINE.ā
Ekspresinya
menunjukkan kemarahan.
āEh?
Serius?ā
āSerius.ā
ā...Apa
yang kamu kirimkan?ā
āTidak
ada sesuatu yang aneh. Kami biasanya saling
mengirim kabar, jadi aku menulis bahwa kakekku meninggal, dan sepertinya aku
akan sibuk dengan pemakaman dan hal-hal seperti itu.ā
āBegitu...ā
Memang,
itu tidak terasa seperti konten yang bisa diabaikan.
Sebenarnya,
beberapa waktu yang lalu, aku
sudah menghentikan pengeditan LINE Kujibayashi-kun.
Ia
sudah mulai terbiasa berkomunikasi dengan Kurose-san, dan ia sendiri mulai
memahami bagian-bagian yang perlu diperbaiki. Ia
juga semakin jarang menulis kalimat yang mungkin terasa dingin atau kurang
perhatian bagi perempuan.
Aku juga
merasa sedikit canggung melakukan pengeditan, seolah-olah mengintip percakapan
teman-teman, jadi aku berpikir mungkin sudah saatnya ia mencoba sendiri, dan
aku hanya mengawasi dari jauh.
ā..........ā
Namun,
jika Kurose-san mengungkapkan ketidakpuasan seperti ini, mungkin lebih baik
jika aku memberitahunya, jadi aku melihat wajah Kurose-san sambil diam-diam
mengutak-atik ponsel untuk menghubungi Kujibayashi-kun.
Sepertinya
Kurose-san merasa sedikit khawatir
bahwa Kujibayashi-kun
mengabaikannya.
Mungkin
sebaiknya dia mendapatkan balasan dari Kujihayashi-kun.
Kurasa
ini adalah hal yang umum terjadi di antara laki-laki; dalam komunikasi antar
laki-laki, terkadang mereka merasa tidak perlu membalas pesan yang tidak
penting dengan cara memberikan tanda ādibacaā. Aku
termasuk yang lebih suka membalas dengan tulisan, tetapi ada juga teman seperti
Icchi yang sering mengabaikan pesan. Meskipun begitu, dalam komunitas
laki-laki, tidak ada yang merasa risau jika tidak ada balasan.
Namun,
saat berkomunikasi dengan Luna, dia selalu membalas dengan kata-kata, sehingga
percakapan kami terus berlanjut, dan jika balasannya terlambat, dia akan
meminta maaf. Jika itu adalah bentuk perhatian dari seorang gadis, maka aku
juga harus lebih berhati-hati.
Aku berpikir
kalau Kujibayashi-kun
mungkin saja merasa sulit untuk membalas kali ini, dan akhirnya memilih untuk
menggunakan cara umum di antara laki-laki yaitu ādibaca tanpa balasan,ā.
ā...Ah,
ada pesan.ā
Karena Luna
belum kembali, aku mengobrol santai dengan Kurose-san, dan setelah beberapa
saat, Kurose-san melihat ponselnya dan berkata demikian.
āJangan-jangan dari Kujibayashi-kun?ā
āYa,
benar. Lihat ini.ā
Di layar
LINE yang ditunjukkan Kurose-san, ada pesan yang dikirimkan sebagai berikut:
Kujihayashi
Haruku
Maafkan aku atas balasan yang terlalu lama.
Aku
mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya kakekmu.
Aku
khawatir karena kamu
pasti sangat terpukul dengan perpisahan dari keluarga yang telah tinggal
bersama selama bertahun-tahun.
Aku
bingung harus mengirimkan kata-kata apa yang bisa menghiburmu, karena kata-kata yang tidak
tepat justru bisa terasa tidak sensitif... dan dua hari sudah berlalu sambil aku memikirkan isi balasan.
Bukan
berarti aku
mengabaikanmu.
Sebenarnya,
pada saat-saat sulit seperti ini, seharusnya akulah yang diabaikan.
Aku
ingin mengirimkan beberapa patah kata
yang bisa membalas kebaikanmu
yang bersedia menghubungiku di tengah kesedihan ini, tetapi sayangnya aku tidak
bisa melakukannya, jadi mohon maafkan aku
karena membuatmu
tidak senang dengan tulisan pesanku
yang buruk.
Untuk
saat ini, aku
berdoa semoga kamu
segera menemukan ketenangan batin.
āIni
benar-benar khas Kujibayashi-kun...ā
Aku merasa
kagum karena ia bisa menulis kalimat yang terstruktur dengan baik seperti ini
di LINE.
Aku
sangat menghargai isi balasan yang tampaknya tulus dan tidak dibuat-buat,
tetapi bagaimana dengan Kurose-san?
Aku
merasa bisa mengetahui jawabannya dari ekspresi Kurose-san yang menatap layar
ponsel.
Kurose-san
tersenyum lembut.
ā...Orang
ini benar-benar berhati lembut.ā
Dia
berkata demikian sambil mengusap layar ponselnya
dengan lembut.
āAlasan kamu bisa berpikir seperti itu
karena Kurose-san juga orang yang
baik hati.ā
Saat aku
berkata demikian, Kurose-san menatapku dan tersenyum nakal.
āTapi tidak sebaik Kashima-kun juga sih.ā
Karena
suasananya bagus, aku berpikir untuk mengajukan pertanyaan yang sedikit lebih mendalam.
ā...Jika
Kujibayashi-kun mengatakan 'ayo berpacaran,' apa yang akan kamu lakukan, Kurose-san?ā
Kurose-san
tersenyum geli saat
mendengar pertanyaanku.
āMemangnya ia tipe orang
yang akan mengatakan hal seperti itu? Aku bahkan tidak bisa
membayangkannya.ā
āBenarkah?ā
ā...Karena
aku tidak bisa membayangkannya, aku juga tidak tahu bagaimana perasaanku.ā
Setelah
mengatakannya, Kurose-san meletakkan ponselnya dan kembali menatap gelas di
tangannya.
āTapi,
mungkin... aku tidak akan merasa buruk tentang itu.ā
Di sudut
mulutnya, tersimpan senyuman yang sama seperti sebelumnya.
Gaya
rambut yang diikat rapi dan pakaian hitam serba hitam. Warna hitam sangat cocok untuk
Kurose-san. Aku ingin menunjukkan senyuman lembut yang menghiasi wajahnya yang
indah ini kepada Kujibayashi-kun.
ā...Maaf ya, sudah membuatmu menunggu.ā
Akhirnya,
Luna kembali.
āAku
terlalu banyak menangis jadi riasanku lumayan
berantakan, dan meskipun sudah diperbaiki, itu masih tetap
tidak bisa sempurna.ā
āAku
juga. Karena besok masih ada upacara pemakaman,
jadi hari ini aku pulang dengan Rai-kun.ā
Kakak
perempuannya juga
datang dan memeluk Luna untuk menghiburnya.
āRyuuto-san.ā
Saat itu,
Raion-san mengajakku berbicara. Hari ini, ia terus menjadi penghibur bagi kakak
perempuan Luna, jadi
aku jarang punya kesempatan untuk menyapa dengan baik.
āLain kali jika ada kesempatan mengunjungi Kanagawa, silakan mampir ke toko
kami. Aku akan menjamu Ryuuto-san sepuasnya.ā
āRaion-san
sendiri yang akan membuatkannya?ā
āYa. Sekarang,
aku sedang belajar sedikit demi
sedikit tentang menu. Meskipun belum sebaik pamanku,
jika kamu mau, biarkan aku yang membuatnya. Kitty-chan
sangat menyukainya, jadi kurasa
tidak akan buruk.ā
āTerima
kasih banyak, aku sangat
senang.ā
Meskipun
aku merasa jarang memiliki kesempatan untuk pergi ke Kanagawa, aku menghargai
perasaan Raion-san dan mengucapkan terima kasih.
Setelah
kakak perempuan dan Raion-san pergi, aku dan Luna memutuskan untuk pulang.
Kurose-san mungkin akan tinggal bersama ibunya
sampai akhir.
āāāā
Dalam perjalanan pulang dengan kereta, Luna
terus menekan saputangan ke mata dan hidungnya.
Ketika
kami tiba di stasiun terdekat dari rumah, hujan sudah reda. Jalanan basah
kuyup, dan setiap langkah membuat air memercik dari sepatu, tetapi setidaknya
bisa berjalan tanpa payung terasa sedikit lebih baik.
Upacara
penghormatan dimulai sore hari, jadi sekarang
sudah malam sepenuhnya.
Saat
berjalan di trotoar jalan utama, Luna menempelkan saputangan ke mulutnya dan
menghirup napas.
ā...Maria dan Ibu, serta nenek, tidak menangis
sebanyak ini, kan?ā
ā...Benar
juga.ā
Aku
berpikir kembali dan menyadari hal itu. Kalau
dipikir-pikir kembali, rasanya memang aneh bahwa keluarga
yang paling dekat dengan kakek pasti merasakan kesedihan yang paling
dalam.
āPasti Maria dan yang lainnya sudah
mempersiapkan hati. Mereka sudah tinggal bersama kakek selama ini... melihat
kakek yang semakin lemah dari dekat.ā
ā...Begitu
ya...ā
āBagiku,
perpisahan ini merupakan perpisahan yang
terlalu tiba-tiba, tetapi... Maria dan yang lainnya mungkin sudah
sedikit demi sedikit mempersiapkan diri untuk berpisah dengan kakek sebelum
ini.ā
Luna berkata
demikian sembari menahan air matanya.
āKetika
terakhir kali aku menjenguk di rumah sakit, kakek sudah tidak seperti kakek
yang aku kenal. Tapi, aku tidak bisa menerimanya, dan berharap ia akan sembuh
dan kita bisa berkumpul di meja makan seperti dulu... Setelah tahu bahwa itu
tidak akan pernah terwujud, aku merasa sangat sedih.ā
Sambil
menatap kaki yang mengeluarkan bunyi cipratan,
Luna berkata demikian dengan mata yang bengkak.
āAku juga
ingin berada di samping kakek seperti Maria
dan yang lainnya.ā
Dengan
nada yang hampir tertekan, Luna melirikku sejenak.
āKetika mendengar bahwa aku akan tinggal bersama ayah, aku benar-benar terkejut.ā
Sambil aku melihat ke arah kaki Luna, aku
juga merenungkan perasaannya dan merasa sedih.
āYang
terbaik adalah kita tetap tinggal berempat seperti sebelumnya, tetapi jika itu
tidak mungkin lagi... aku ingin tinggal bersama ibu dan keluarga Kurose.ā
Karena
tidak bisa menahannya lebih lama lagi,
Luna kembali menitikkan air matanya dan mengungkapkan perasaannya.
Ada sepeda
melintas di dekat kami. Jalan yang gelap dan sepi tanpa banyak toko terasa
menyedihkan, tetapi dalam situasi seperti ini, aku merasa bersyukur.
āNenek
Shirakawa adalah orang yang ceria dan menyenangkan, tetapi yang sering kami
temui sejak kecil adalah nenek dan kakek dari
keluarga Kurose.ā
Memang,
aku juga lebih merasa akrab dengan kakek-nenek dari pihak ibuku, jadi mungkin ini merupakan hal umum bagi cucu.
Monolog Luna
berlanjut.
āPerkataan seperti 'meskipun terpisah,
kita masih terhubung'
terdengar seperti slogan yang pernah kudengar, tapi itu hanyalah kata-kata indah... ada hal-hal
yang tidak bisa dimengerti jika tidak bersama. Melihat Maria yang tidak menangis di upacara tadi, aku merasakan perbedaan antara
kami... itu sangat menyedihkan. Itulah sebabnya sekarang aku menangis seperti
ini.ā
ā...Luna
juga memiliki keluarga yang selalu bersamanya. Keluarga yang penting. Ayah dan
nenek...ā
Aku tidak
bisa menahan diri dan berkata demikian.
āMisuzu-san,
Haruna-chan, dan Haruka-chan juga.ā
ā...Benar.ā
Luna
sedikit tersenyum.
āDan
sekarang... ada Ryuuto.ā
Dia
berkata begitu sambil menatapku dengan berlinang air mata.
āRyuuto adalah keluarga terpenting
bagiku.ā
āLuna...ā
āAku
ingin selalu bersama Ryuuto.
Bersama orang yang penting, kita tidak boleh jauh satu sama lain... Aku merasa
hari ini, kakek mengajarkanku hal itu.ā
Dia menyeka air matanya dengan jari-jemarinya di
sekitar matanya dan berkata demikian.
āTapi,
aku tidak ingin Ryuuto
menyerah pada mimpinya. Aku juga tidak ingin menyerah pada mimpiku. ...Lalu,
apa yang harus kita lakukan?ā
Itulah
perasaan Luna saat ini.
āMenurutku kakek merasa sangat bahagia. Setelah menikah dengan
nenek selama lebih dari empat puluh tahun, mereka bisa bersama sampai
akhir.ā
Sambil
menatap satu titik di bawah kaki, Luna berkata
sambil berjalan.
āAku juga
ingin selalu bersama Ryuto.ā
Setelah
menatapku sejenak, dia mengalihkan pandangannya dan berbisik seolah kehilangan
arah.
āTapi,
apa yang harus kulakukan...?ā
Jawaban
untuk itu masih belum ada dalam diriku.
Saat kami
berjalan diam-diam di jalanan malam setelah hujan, suara Luna terus bergema di
telingaku.
āāāā
Dua hari
kemudian, aku makan malam
bersama Kujibayashi-kun
setelah sekian lama. Kujibayashi-kun
mengajakku, dan setelah pekerjaanku selesai, kami pergi makan malam di restoran
keluarga di Iidabashi.
Meskipun
ada kesempatan untuk bertemu di kampus,
kurasa Kujibayashi-kun
mungkin merasa khawatir tentang Kurose-san sehingga ia sengaja mengajakku.
Namun, Kujibayashi-kun
tidak banyak membicarakan Kurose-san.
Saat kami
sedang menikmati kopi dari bar minuman setelah makan, aku
akhirnya tidak bisa menahan diri dan bertanya.
ā...Apa
kamu tidak akan mengajak Kurose-san berkencan?ā
Jika
hubungan yang diinginkan keduanya adalah ātetap berteman,ā kurasa itu
sudah cukup. Tapi, mungkin sebenarnya tidak demikian, dan aku merasakannya dari
obrolan kami.
āJika Kujibayashi-kun menyatakan perasaannya, Kurose-san
sendiri yang bilang, 'Aku tidak akan membencinya,'
lho?ā
Setelah mendengar
itu, wajah Kujibayashi-kun
tiba-tiba memerah dari telinga hingga leher. Berkat
pencahayaan restoran yang terang, perubahan sekecil itu pun bisa terlihat jelas.
āā¦ā¦ā¦ā¦ā
āEh?ā
Kujibayashi-kun menggumam sesuatu,
tetapi aku tidak bisa mendengarnya, jadi aku bertanya kembali.
ā...Kamu,
jangan mengatakan hal-hal yang tidak perlu...ā
Akhirnya,
suara Kujihayashi-kun sampai ke telingaku.
āTidak,
kupikir jika aku mengetahui perasaannya,
aku bisa lebih percaya diri untuk bertindak selanjutnya. Setelah mendengar ini,
kenapa kamu malah tidak menyatakan cinta kepadanya?ā
ā...Kamu
yang bisa mengajak yang belum pernah kamu ajak bicara dan mengungkapkan
perasaanmu padanya, tidak akan pernah memahami hatiku yang rapuh seperti pecahan kaca.ā
āTidak, sudah kubilang itu sanksi
hukuman!ā
Aku tidak
bisa menahan diri untuk membela diri ketika ia menyebutku seperti pelaku teror
pengakuan cinta. Aku pernah bercerita tentang awal kedekatanku dengan Luna
kepada Kujibayashi-kun.
āMeskipun
aku pun diterima, dan berbeda dengan saat aku menyatakan cinta kepada Luna,
kamu dan Kurose-san sudah memiliki hubungan yang saling berkomunikasi lewat
LINE, jadi dari sudut pandangku, itu terlihat sangat menguntungkan!ā
āAku
tidak seoptimis dirimu.ā
āLalu,
apa yang sebenarnya kamu
khawatirkan?ā
Aku bertanya
sembari setengah terkejut, dan Kujibayashi-kun menjawab sambil
menunduk.
ā...Aku
tidak berfokus pada olahraga, dan kecepatanku biasa saja...ā
āKamu
bukan anak SD atau SMP, itu bukan satu-satunya faktor yang membuatmu disukai
gadis.ā
Jika ia mengatakan itu dengan serius,
aku merasa bersalah,
tetapi aku tidak bisa menahan tawa.
Kemudian,
Kujibayashi-kun tampak kesal dan
membuka mulutnya.
āSeringkali,
cinta adalah sesuatu yang cepat sekali menghilang.ā
ā...Itu
kata siapa?ā
āKujibayashi Haruku.ā
Apakah
itu kutipan orisinilnya?
Ia mengatakannya seolah-olah itu adalah kutipan terkenal, dan
itu membuatku sedikit tertawa.
āTapi,
aku mempercayai ada juga cinta yang tidak hilang, tau?ā
āItu hanyalah perbedaan pandangan.ā
āBegitu
ya...ā
Aku hanya
bisa tersenyum pahit.
āLalu,
menurutmu, apa cara terbaik untuk tidak kehilangan cinta?ā
āEh?
Hmm...ā
Aku
mencoba memikirkannya, tetapi dengan otakku
yang tidak berguna, aku merasa tidak bisa mencapai jawaban yang diharapkan Kujibayashi-kun, jadi aku memutuskan untuk
bertanya dengan tenang.
āApa?ā
Kujibayashi-kun
sedikit memperlambat dan membuka mulutnya.
ā...Dengan
tidak berusaha untuk mendapatkan cinta.ā
Setelah
mendengar jawaban itu, aku sedikit berpikir.
āApa tidak ada cinta yang akan hilang jika
kita tidak berusaha mendapatkannya?ā
Pertanyaan
yang aku ajukan dijawab oleh Kujibayashi-kun
dengan ekspresi yang tegas.
āJika
tidak ada, itu sama dengan tidak pernah ada sejak awal.ā
Aku
berpikir, apa benar begitu?
āāOrang
ini benar-benar berhati
lembut.
Aku
teringat senyuman kecil Kurose-san saat mengatakannya.
āāKamu,
jangan mengatakan hal-hal yang tidak perlu...
Juga
ingatan tentang wajah Kujibayashi-kun
yang memerah tadi.
Mungkin
sudah ada semacam cinta yang tumbuh di
antara mereka berdua. Entah itu persahabatan, atau
seharusnya disebut sebagai kepedulian antar manusia, atau bahkan perasaan cinta
yang nyata, aku sebagai orang luar tidak bisa dengan mudah menilainya.
Apakah
cinta tersebut akan semakin tumbuh lebih besar atau justru
hilang begitu saja, itu tergantung pada mereka berdua ke depannya.
Mereka
berdua yang tidak berpengalaman dalam cinta, dengan kepribadian sederhana yang
tidak berusaha terlalu menonjolkan penampilan yang sudah menarik, semakin membuatku berpikir kalau mereka akan terlihat menjadi
pasangan yang sangat serasi. Aku berharap, sebagai seorang
teman, hubungan mereka bisa terus berlanjut.
Dan aku
sendiri juga berada dalam situasi di mana aku tidak bisa hanya tertawa melihat
orang lain.
āā
Seringkali, cinta adalah sesuatu yang cepat
sekali menghilang.
āā¦ā¦ā¦ā¦ā
Setelah aku berpisah dengan Kujibayashi-kun dan naik kereta
sendirian, aku mulai memikirkan Luna.
Hari di
mana cinta kami hilang tidak akan datang.
...Aku berpikir
begitu.
Namun.
Masa
depan mereka berdua masih belum terlihat.
ā...Fyuh...ā
Tanpa disadari, aku mengeluarkan napas panjang
dan tersadar, lalu melihat sekeliling di dalam kereta.
Kemudian,
wajahku yang terlihat di jendela kereta yang gelap malam itu tampak lebih lelah
dari biasanya, dan dengan perasaan campur aduk, aku membiarkan diriku terbawa
oleh guncangan kereta.