MrJazsohanisharma

Kimizero Jilid 9 Bab 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4

 

Memasuki bulan Juni, cuaca yang tidak menentu seperti musim hujan mulai berlanjut. Di tengah keadaan itu, kabar duka datang mengenai kakek Luna.

 

ā€œMaaf banget ya, Ryuuto, bisa pasangkan ini untukku?ā€ 

Pada sore hari upacara penghormatan, saat Luna sedang bersiap sebelum berangkat, dia menyerahkan kalung mutiara kepadaku. 

Hari ini, Luna mengambil cuti dari pekerjaannya di toko pakaian dengan shift pagi. Mengenakan gaun hitam sederhana dan jaket, serta mengikat rambutnya menjadi sanggul, Luna terlihat lebih sederhana dari biasanya, dan meskipun mungkin tidak pantas, dia sangat cantik. 

Jantungku berdebar kencang saat aku mencoba mengencangkan kalung itu, menatap tengkuknya yang ramping dan putih, yang biasanya jarang terlihat.  

ā€œEh? Tunggu dulu sebentarā€¦ā€ 

Sejak kami mulai menjalani kehidupan bersama, kadang-kadang aku memasangkan kalung untuk Luna, tetapi ini adalah bentuk pengait yang belum pernah kulihat sebelumnya. Pengait perak yang panjang itu memiliki bentuk yang berbeda, di mana bagian datar dimasukkan ke dalamnya, jadi cara memasangnya sangat berbeda dari kalung biasa. Aku mengerti mengapa Luna tidak bisa memakainya sendiri dan meminta bantuanku. 

ā€œā€¦Apa ini sudah benar?ā€ 

ā€œKalung mutiara ini memang memiliki pengait yang sedikit berbeda, ā€˜kan?ā€ 

ā€œYa… ah, sepertinya sudah benar.ā€ 

ā€œTerima kasih!ā€ 

Luna menoleh dan tersenyum tipis. Wajahnya kali ini terlihat berbeda, tanpa riasan. 

Setelah kembali, Luna mencuci wajahnya sekali dan merias ulang untuk pakaian berkabung. Biasanya, kelopak matanya yang berkilau kini tampak alami, dan bibirnya juga tidak berwarna cerah seperti biasanya, melainkan memiliki warna yang menyatu dengan kulitnya. Suasana yang sedikit pucat di wajahnya memberikan kesan yang rapuh dan menggoda. 

ā€œKalau kamu bagaimana, Ryuuto? Apa kamu sudah siap?ā€ 

ā€œYa.ā€ 

Upacara pemakaman besok akan diadakan secara sederhana hanya untuk keluarga, tetapi aku juga diundang untuk hadir pada upacara penghormatan hari ini. Karena hari Sabtu, aku tidak bekerja, jadi tidak ada masalah dengan jadwal. 

ā€œā€¦Tapi, apa aku benar-benar boleh pergi?ā€ 

Saat aku bertanya dengan sedikit gugup, Luna mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum. 

ā€œYa. Aku ingin kakek melihat orang yang telah kutentukan untuk menghabiskan hidup bersamakuā€¦ā€ 

Setelah mengatakan itu, dia mengalihkan pandangannya dariku dan tersenyum sedikit sedih. 

ā€œSejujurnya, aku ingin ia bertemu saat masih sehatā€¦ā€ 

ā€œā€¦ā€¦ā€¦ā€¦ā€ 

Aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk bertemu kakek dari pihak ibu Luna sampai saat-saat terakhirnya. Jika dirinya masih hidup, seharusnya aku bisa menyapanya suatu saat, dan memikirkan hal itu membuatku merasa sedikit sedih. 

ā€œā€¦Apa tali dasi ini kelihatan aneh?ā€ 

Aku mengikat tali dasi hitam yang dibeli di toko serba ada dengan setelan hitam yang kupakai saat magang. Saat aku merasa ragu dan bertanya, Luna kembali memberikan senyuman yang sedikit lemah. 

ā€œTidak apa-apa. Kamu terlihat keren kok. Tidak kelihatan seperti dasi seratus yen.ā€ 

Aku merasa lega setelah mendapatkan persetujuan dari Luna, dan kami berdua keluar bersama dari rumah.

Di luar, hujan turun dengan deras. Kami berdua berjalan dengan payung plastik menuju stasiun, sementara aku teringat percakapan dengan Luna beberapa hari yang lalu. Kejadian di mana setelah aku mengungkapkan tentang pergi ke luar negeri padanya di hari terakhir magang.

── Jadi, pekerjaan yang ingin dilakukan Ryuuto adalah menjadi editor di perusahaan baru di Indonesia? 

── Ya... 

── ...Begitu ya. Jadi, itu sudah ditentukan, ya? 

── Tidak, tapi... jika Luna tidak mau, maka... 

── Apa Ryuuto bisa tinggal di Jepang? 

── Tidak, aku... sepertinya tidak bisa. 

── ...Jadi, ini menjadi masalah tentang apa yang akan aku lakukan, ya... 

Setelah mengatakannya, Luna tidak berkata apa-apa lagi tentang hal itu. Meskipun ada beberapa kesempatan untuk berbicara, Luna tidak memberikan jawaban yang jelas. Kemudian, kabar tentang kondisi kritis kakeknya datang, dan situasinya jadi seperti ini, sehingga pembicaraan tentang keberangkatanku ke Indonesia belum terwujud.

ā€œā€¦ā€¦ā€¦ā€¦ā€ 

Aku memandang wajah Luna yang berjalan di sampingku melalui payung plastik. Ekspresinya tampak muram, mungkin karena dia sedang memikirkan kakeknya. 

Tempat upacara penghormatan berada di dekat Stasiun K, jadi jika kami berada di rumah orang tua masing-masing, tempatnya lumayan dekat. Namun, jika aku tidak tinggal bersama Luna, mungkin aku tidak akan hadir. 

Sambil dibuat berguncang di dalam gerbong kereta, aku memikirkan hal-hal itu saat menuju ke kota yang sudah akrab.

 

◇◇◇◇

 

Setelah naik taksi dari Stasiun K, kami tiba di gedung pemakaman yang berdesain putih elegan. Meskipun aku belum menikah, aku merasa sedikit canggung, tetapi aku pergi ke ruang tunggu keluarga bersama Luna. 

Ruang tunggu itu seperti ruang rapat dengan meja panjang, di mana anggota keluarga yang mengenakan pakaian hitam duduk dan berdiri, saling menyapa dengan suara pelan. 

ā€œLuna, Ryuuto-kun.ā€ 

Ibu Luna melihat kami dan melambaikan tangan. Di sampingnya ada Kurose-san, dan kami merasa sedikit canggung dan malu, lalu masing-masing memberi penghormatan. 

ā€œAh, nenek.ā€ 

Luna menyadari seorang wanita tua yang duduk dekat dan menyapanya. 

ā€œIa adalah pacar yang tinggal bersamaku, Kashima Ryuuto-kun.ā€

Luna memperkenalkanku dengan serius, dan rasanya agak malu. Luna juga terlihat canggung, yang membuatku merasa sayang padanya. 

ā€œSalam kenal, nama saya Kashima Ryuuto. Saya ingin mengucapkan... turut berduka cita...ā€

Saat mengucapkan kalimat yang tidak biasa, aku menundukkan kepala, dan neneknya terlihat terkejut dengan ekspresi lelah, lalu berdiri dan membungkuk padaku. 

ā€œOh, ya ampun...ā€ 

Karena dia adalah nenek dari pihak ibu Luna, berarti dia adalah putri dari nenek buyut Luna, Watanabe Sayo-san, yang telah merawat kami di Chiba. Wanita kecil dan tenang berusia sekitar enam puluh tahun ini memiliki wajah dan aura yang mirip dengan Sayo-san

ā€œAduh, aduh, terima kasih telah datang jauh-jauh. Aku sudah lama mendengar kabar tentangmu dari Yamari-chan... Kamu kuliah di Hououdai, ya? Sungguh luar biasa...ā€ 

Cara bicaranya sangat mirip dengan Sayo-san. Dia terlihat seperti Sayo-san dua atau tiga puluh tahun yang lalu, dan meskipun ini adalah pertemuan pertama kami, rasanya sedikit aneh. 

Sayo-san juga ada di dalam ruang tunggu. 

Dia duduk di kursi di ujung ruangan, menekan saputangan putih di matanya, dan berbicara dengan Mao-san yang berdiri di depannya. 

ā€œAku benar-benar merasa kasihan pada Yukiko-san... Aku tidak pernah menyangka Shouji-san akan pergi lebih dulu dariku.ā€ 

Yang dia maksud adalah nama nenek dan kakek Luna. Mengingat Sayo-san sudah berusia sembilan puluhan, putrinya juga sudah mencapai usia lanjut, dan secara objektif, meskipun suaminya telah meninggal, mungkin tidak terlalu awal. Namun, bagi orang tua, anak mereka akan selalu menjadi anak yang mereka cintai. 

Ketika kami mendekat, Sayo-san tidak menyadari kehadiran kami karena masih meratapi, jadi Luna memanggil, ā€œNek Sayo.ā€ 

Setelah itu, Mau-san juga menyadari kami. 

ā€œOh, lama tidak jumpa! Apa kabar?ā€ 

Sapaannya yang ringan membuat suasana tegang sedikit reda, dan aku merasa sedikit lega. 

ā€œKabarku baik-baik saja, terima kasih...ā€ 

ā€œKapan-kapan datang lagi ke Chiba, ya! Meskipun aku tidak tahu apakah aku ada di sana, tapi nenek Sayo selalu ada.ā€

ā€œMao-kun, apakah kamu masih bepergian?ā€ 

ā€œItu memang pekerjaan, ya. Tapi, setengah tahun aku biasanya ada di rumah Nenek Sayo. Musim panas ini aku membuka rumah pantai. Baru-baru ini, aku mulai mendapatkan keuntungan, jadi sepertinya aku akan terus melakukannya! Tahun ini, aku akan buka mulai bulan depan, jadi pastikan untuk datang, ya! Mari kita nikmati musim panas!ā€ 

Mao-san bercerita dengan semangat, tertawa ceria meskipun mengenakan pakaian berkabung, dan tampak muda dan segar. 

ā€œWah, benar, aku ingin pergi, Ryuuto,ā€ kata Luna, sejenak kembali mendapatkan keceriaan dan menatapku dengan wajah bersinar. 

ā€œYa.ā€

Kenangan akan sinar matahari di pantai yang aku kunjungi bersama Luna di musim panas kembali terlintas. Kesedihan festival musim panas, serta keindahan Luna dalam balutab yukata saat kembang api meledak... Tak kusangka kalau itu sudah empat tahun yang lalu, kenangan itu masih bersinar cerah dalam ingatanku seolah baru terjadi kemarin. 

ā€œAku ingin menjadi editor dan sedang mencari pekerjaan. Bisakah kamu memperkenalkanku kepada orang-orang di penerbitan?ā€ 

Pada saat itu, Kurose-san yang mengikuti kami dari belakang berbicara kepada Mao-san. 

ā€œBoleh saja sih, tapi yang aku kenal langsung hanyalah para editor, bukan orang HRD. Kalau penulis, aku bisa memperkenalkannya dan itu mungkin bisa menghubungkan pekerjaan, tapi kalau editor yang mau jadi editor, akhirnya hanya akan berkata, ā€˜Ya sudah, semoga sukses dengan ujian masuknya’,ā€ jawabnya. 

ā€œSudah kuduga, pasti begitu ya...ā€ 

Melihat situasi ini, sepertinya pencarian kerja Kurose-san tidak berjalan dengan baik. Sementara aku sudah memiliki harapan untuk pekerjaan sebagai editor, aku merasa sedikit bersalah. 

Aku sudah meminta Luna untuk tidak memberitahu Kurose-san tentang perusahaan baruku, jadi Kurose-san seharusnya belum tahu tentang rencanaku ke luar negeri. 

ā€œRuu-chan, Mari-chan, Ryu-kun... datanglah bermain lagi, ya...ā€ 

Sayo-san berkata demikian sambil terus menekan saputangan di matanya. Entah apakah dia memang mudah menangis atau karena usianya, tetapi aku merasa tidak enak untuk berbicara lebih jauh, jadi kami pun menjauh dari Sayo-san dan Mao-san. 

Waktu untuk memulai upacara penghormatan semakin dekat, dan kakak Luna, Kitty-san, juga ikut muncul bersama Raion-san. 

ā€œHiks, kakek...ā€ 

Kitty-san sudah menangis tersedu-sedu sejak dia muncul, dan Raion-san memeluknya untuk menghibur. Luna juga demikian, tetapi Kitty-san memiliki warna rambut yang cerah, sehingga meskipun rambutnya diikat, terlihat tidak serasi dengan pakaian berkabungnya. Meskipun begitu, melihatnya berduka atas kematian kakeknya membuat hatiku terenyuh.

 

◇◇◇◇

 

Kakek Luna meninggal pada usia tujuh puluh tiga tahun, mungkin karena itu masih tergolong usia yang terlalu muda untuk meninggal, banyak peserta dari generasi yang sama hadir, dan di lokasi upacara penghormatan, sekitar tujuh hingga delapan puluh orang, termasuk kerabat, hadir. 

Selama upacara, para biksu membacakan sutra, dan peserta lainnya melakukan penghormatan, aku dan Luna mencoba meniru gerakan orang-orang di sekitar untuk mengikuti alur acara. 

Setelah upacara selesai, kami diarahkan oleh panitia ke tempat jamuan setelah upacara. 

ā€œKamu yakin aku boleh ikut?ā€ 

Aku bertanya lagi kepada Luna, dan dia mengangguk. 

ā€œYa, aku juga akan ikut, jadi mari kita pergi bersama-sama.ā€ 

Setelah mengatakan itu, Luna menggenggam lengan jaketku. 

ā€œSebetulnya, aku ingin kamu ada di sini...ā€ 

Luna berkata sambil menekan saputangan di matanya. Di akhir upacara, setelah berhadapan dengan kakek yang terbaring di dalam peti mati, Luna tidak bisa menahan air matanya lagi. 

Melihat ekspresi Luna yang cemas, perasaan ingin melindunginya memenuhi hatiku.

 

◇◇◇◇

 

Tempat jamuan setelah upacara adalah ruang tatami dengan meja panjang. 

Para kerabat mulai berkumpul dan menikmati hidangan seperti sushi sambil membicarakan tentang kakek yang telah tiada. 

ā€œSungguh, tidak kusangka akan seperti ini...ā€

Sayo-san kembali menekan saputangan di matanya dan berkata, 

ā€œPadahal aku bisa bertemu semua orang... Selanjutnya, aku ingin kita berkumpul untuk sesuatu yang bahagia. Semoga aku bisa tetap sehat sampai saat itu...ā€ 

ā€œApa yang kamu katakan, Nek Sayo? Kamu pasti akan hidup sampai seratus tahun, kan?ā€ 

Mao-san berkata sambil bercanda. 

ā€œKalaupun begitu, itu masih lima tahun lagi atau lebih.ā€ 

ā€œMemang, benar juga.ā€ 

Mao-san menepuk dahi seolah menyadari sesuatu. 

ā€œJangan khawatir. Luna akan menikah dalam waktu dekat.ā€ 

Kurose-san juga berusaha mencerahkan suasana dengan melihat ke arah Luna. 

ā€œHiks...ā€ 

Saat itu, kakak perempuan Luna, Kitty-san, membuka mulutnya sambil menangis. 

ā€œAku merasa senang sekali masih bisa menunjukkan foto diriku dalam gaun pengantin kepada kakek... semoga dia sempat melihatnya...ā€ 

ā€œTerima kasih banyak. Kakek pasti senang melihatmu dalam gaun pengantin Kitty. Meskipun dia cepat lupa, setiap kali ditunjukkan, dia selalu senang.ā€ 

Nenek berkata dengan senyum lembut. 

ā€œAku juga ingin ia melihatnya... kakek... Tapi aku tidak sempat...ā€ 

Luna kembali menghapus air mata dengan saputangan. 

Aku merasa menyesal karena tidak pernah memikirkan hal seperti ini, mengingat semua kakek-nenek dari pihak ayah dan ibuku masih sehat. 

ā€œLuu-chan, apa kamu juga akan segera?ā€ 

Nenek melihatku dengan sedikit khawatir dan bertanya kepada Luna. 

Luna juga menatapku, sedikit bingung, lalu mengangguk. 

ā€œMungkin... aku rasa begitu...ā€ 

Aku sedikit terkejut. Apa itu berarti dia akan menikah dan ikut ke Indonesia bersamaku...? Atau hanya mendaftarkan pernikahan dan menunggu di Jepang? 

Aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk membahas hal itu, tetapi pikiranku terus melayang.

 

◇◇◇◇

 

Saat acara berlangsung, para orang tua mulai berkeliling menyapa peserta sambil membawa botol bir, sementara aku tetap di tempat bersama Luna dan Kurose-san. 

ā€œ...Aku mau pergi ke toilet sebentar.ā€ 

Luna berdiri sambil menutupi matanya yang tidak bisa menahan air mata dengan tangan. 

ā€œ..........ā€ 

Aku sedikit ragu, tetapi karena aku tidak bisa mengikuti ke toilet wanita, aku tetap di tempat. Isi pikiranku terus mengingat pada apa yang dikatakan Luna sebelumnya. Jika aku pergi ke Indonesia, apa yang akan dilakukan Luna? 

──Luna tuh tipe yang ingin bersama pacar setiap hari, ā€˜kan? Kelas kalian berbeda, dan sulit untuk bertemu setelah sekolah atau di akhir pekan, itu pasti sangat melelahkan. 

──Kadang-kadang dia kelihatan murung dan mengatakan. ā€œAku ingin bilang lebih sering bertemu, tapi itu akan mengganggu belajar, jadi aku tidak bisa bilang.ā€ 

Aku teringat ucapan Yuna-san dan Miyu-san. 

ā€œ...Umm, kira-kira bagaimana keadaan Luna saat kelas tiga SMA dulu?ā€ 

Karena tiba-tiba memikirkan itu, aku jadi bertanya kepada Kurose-san yang duduk di seberang. 

ā€œEh?ā€ 

ā€œAku penasaran, bagaimana kondisi Luna saat aku sibuk belajar untuk ujian dan tidak bisa sering bertemu. Bagaimana pandanganmu tentang dia, Kurose-san?ā€ 

ā€œKenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Kenapa baru sekarang?ā€

Kurose-san tersenyum sedikit dengan rasa heran sebelum membuka mulutnya. 

ā€œ...Dia terlihat kesepian. Tapi, sepertinya dia memutuskan untuk tersenyum dan mendukung Kashima-kun karena tidak ingin membebanimu.ā€ 

ā€œ...Begitu ya.ā€ 

ā€œKetika kami berdua, dia terkadang menangis. Sepertinya Nikoru-chan juga sering meneleponnya untuk menghiburnya setiap malam.ā€ 

Kurose-san melanjutkan sambil mengocok gelas berisi bir yang tersisa. 

ā€œLuna adalah gadis yang ceria dan menyenangkan, tapi dia sangat mudah merasa kesepian. Kamu sudah tahu itu, ā€˜kan?ā€ 

Aku hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. 

ā€œKarena itu, aku merasa sangat senang dia bisa tinggal bersama Kashima-kun. Sekarang dia tidak perlu merasa kesepian lagi.ā€ 

Aku tidak bisa berkata apa-apa mendengar Kurose-san mengatakan hal yang sama dengan Yuna-san dan Miyu-san. 

ā€œ..........ā€ 

ā€œEh, ngomong-ngomong, dengerin ini deh.ā€ 

Kini, Kurose-san yang mulai berbicara. 

ā€œYa?ā€ 

ā€œAku sudah dua hari diabaikan oleh Kujibayashi-kun di LINE.ā€ 

Ekspresinya menunjukkan kemarahan. 

ā€œEh? Serius?ā€ 

ā€œSerius.ā€ 

ā€œ...Apa yang kamu kirimkan?ā€ 

ā€œTidak ada sesuatu yang aneh. Kami biasanya saling mengirim kabar, jadi aku menulis bahwa kakekku meninggal, dan sepertinya aku akan sibuk dengan pemakaman dan hal-hal seperti itu.ā€ 

ā€œBegitu...ā€ 

Memang, itu tidak terasa seperti konten yang bisa diabaikan. 

Sebenarnya, beberapa waktu yang lalu, aku sudah menghentikan pengeditan LINE Kujibayashi-kun. 

Ia sudah mulai terbiasa berkomunikasi dengan Kurose-san, dan ia sendiri mulai memahami bagian-bagian yang perlu diperbaiki. Ia juga semakin jarang menulis kalimat yang mungkin terasa dingin atau kurang perhatian bagi perempuan. 

Aku juga merasa sedikit canggung melakukan pengeditan, seolah-olah mengintip percakapan teman-teman, jadi aku berpikir mungkin sudah saatnya ia mencoba sendiri, dan aku hanya mengawasi dari jauh. 

ā€œ..........ā€ 

Namun, jika Kurose-san mengungkapkan ketidakpuasan seperti ini, mungkin lebih baik jika aku memberitahunya, jadi aku melihat wajah Kurose-san sambil diam-diam mengutak-atik ponsel untuk menghubungi Kujibayashi-kun.

Sepertinya Kurose-san merasa sedikit khawatir bahwa Kujibayashi-kun mengabaikannya. 

Mungkin sebaiknya dia mendapatkan balasan dari Kujihayashi-kun.

Kurasa ini adalah hal yang umum terjadi di antara laki-laki; dalam komunikasi antar laki-laki, terkadang mereka merasa tidak perlu membalas pesan yang tidak penting dengan cara memberikan tanda ā€˜dibaca’. Aku termasuk yang lebih suka membalas dengan tulisan, tetapi ada juga teman seperti Icchi yang sering mengabaikan pesan. Meskipun begitu, dalam komunitas laki-laki, tidak ada yang merasa risau jika tidak ada balasan. 

Namun, saat berkomunikasi dengan Luna, dia selalu membalas dengan kata-kata, sehingga percakapan kami terus berlanjut, dan jika balasannya terlambat, dia akan meminta maaf. Jika itu adalah bentuk perhatian dari seorang gadis, maka aku juga harus lebih berhati-hati.

Aku berpikir kalau Kujibayashi-kun mungkin saja merasa sulit untuk membalas kali ini, dan akhirnya memilih untuk menggunakan cara umum di antara laki-laki yaitu ā€˜dibaca tanpa balasan,’. 

ā€œ...Ah, ada pesan.ā€  

Karena Luna belum kembali, aku mengobrol santai dengan Kurose-san, dan setelah beberapa saat, Kurose-san melihat ponselnya dan berkata demikian. 

ā€œJangan-jangan dari Kujibayashi-kun?ā€ 

ā€œYa, benar. Lihat ini.ā€ 

Di layar LINE yang ditunjukkan Kurose-san, ada pesan yang dikirimkan sebagai berikut:

 

Kujihayashi Haruku 

Maafkan aku atas balasan yang terlalu lama

Aku mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya kakekmu

Aku khawatir karena kamu pasti sangat terpukul dengan perpisahan dari keluarga yang telah tinggal bersama selama bertahun-tahun. 

Aku bingung harus mengirimkan kata-kata apa yang bisa menghiburmu, karena kata-kata yang tidak tepat justru bisa terasa tidak sensitif... dan dua hari sudah berlalu sambil aku memikirkan isi balasan. 

Bukan berarti aku mengabaikanmu

Sebenarnya, pada saat-saat sulit seperti ini, seharusnya akulah yang diabaikan. 

Aku ingin mengirimkan beberapa patah kata yang bisa membalas kebaikanmu yang bersedia menghubungiku di tengah kesedihan ini, tetapi sayangnya aku tidak bisa melakukannya, jadi mohon maafkan aku karena membuatmu tidak senang dengan tulisan pesanku yang buruk. 

Untuk saat ini, aku berdoa semoga kamu segera menemukan ketenangan batin.

 

ā€œIni benar-benar khas Kujibayashi-kun...ā€ 

Aku merasa kagum karena ia bisa menulis kalimat yang terstruktur dengan baik seperti ini di LINE. 

Aku sangat menghargai isi balasan yang tampaknya tulus dan tidak dibuat-buat, tetapi bagaimana dengan Kurose-san? 

Aku merasa bisa mengetahui jawabannya dari ekspresi Kurose-san yang menatap layar ponsel. 

Kurose-san tersenyum lembut. 

ā€œ...Orang ini benar-benar berhati lembut.ā€ 

Dia berkata demikian sambil mengusap layar ponselnya dengan lembut. 

ā€œAlasan kamu bisa berpikir seperti itu karena Kurose-san juga orang yang baik hati.ā€ 

Saat aku berkata demikian, Kurose-san menatapku dan tersenyum nakal. 

ā€œTapi tidak sebaik Kashima-kun juga sih.ā€ 

Karena suasananya bagus, aku berpikir untuk mengajukan pertanyaan yang sedikit lebih mendalam. 

ā€œ...Jika Kujibayashi-kun mengatakan 'ayo berpacaran,' apa yang akan kamu lakukan, Kurose-san?ā€ 

Kurose-san tersenyum geli saat mendengar pertanyaanku. 

ā€œMemangnya ia tipe orang yang akan mengatakan hal seperti itu? Aku bahkan tidak bisa membayangkannya.ā€ 

ā€œBenarkah?ā€ 

ā€œ...Karena aku tidak bisa membayangkannya, aku juga tidak tahu bagaimana perasaanku.ā€ 

Setelah mengatakannya, Kurose-san meletakkan ponselnya dan kembali menatap gelas di tangannya. 

ā€œTapi, mungkin... aku tidak akan merasa buruk tentang itu.ā€

Di sudut mulutnya, tersimpan senyuman yang sama seperti sebelumnya. 

Gaya rambut yang diikat rapi dan pakaian hitam serba hitam. Warna hitam sangat cocok untuk Kurose-san. Aku ingin menunjukkan senyuman lembut yang menghiasi wajahnya yang indah ini kepada Kujibayashi-kun. 

ā€œ...Maaf ya, sudah membuatmu menunggu.ā€ 

Akhirnya, Luna kembali. 

ā€œAku terlalu banyak menangis jadi riasanku lumayan berantakan, dan meskipun sudah diperbaiki, itu masih tetap tidak bisa sempurna.ā€ 

ā€œAku juga. Karena besok masih ada upacara pemakaman, jadi hari ini aku pulang dengan Rai-kun.ā€ 

Kakak perempuannya juga datang dan memeluk Luna untuk menghiburnya. 

ā€œRyuuto-san.ā€ 

Saat itu, Raion-san mengajakku berbicara. Hari ini, ia terus menjadi penghibur bagi kakak perempuan Luna, jadi aku jarang punya kesempatan untuk menyapa dengan baik. 

ā€œLain kali jika ada kesempatan mengunjungi Kanagawa, silakan mampir ke toko kami. Aku akan menjamu Ryuuto-san sepuasnya.ā€ 

ā€œRaion-san sendiri yang akan membuatkannya?ā€ 

ā€œYa. Sekarang, aku sedang belajar sedikit demi sedikit tentang menu. Meskipun belum sebaik pamanku, jika kamu mau, biarkan aku yang membuatnya. Kitty-chan sangat menyukainya, jadi kurasa tidak akan buruk.ā€ 

ā€œTerima kasih banyak, aku sangat senang.ā€ 

Meskipun aku merasa jarang memiliki kesempatan untuk pergi ke Kanagawa, aku menghargai perasaan Raion-san dan mengucapkan terima kasih. 

Setelah kakak perempuan dan Raion-san pergi, aku dan Luna memutuskan untuk pulang. Kurose-san mungkin akan tinggal bersama ibunya sampai akhir.

 

◇◇◇◇

 

Dalam perjalanan pulang dengan kereta, Luna terus menekan saputangan ke mata dan hidungnya. 

Ketika kami tiba di stasiun terdekat dari rumah, hujan sudah reda. Jalanan basah kuyup, dan setiap langkah membuat air memercik dari sepatu, tetapi setidaknya bisa berjalan tanpa payung terasa sedikit lebih baik. 

Upacara penghormatan dimulai sore hari, jadi sekarang sudah malam sepenuhnya. 

Saat berjalan di trotoar jalan utama, Luna menempelkan saputangan ke mulutnya dan menghirup napas. 

ā€œ...Maria dan Ibu, serta nenek, tidak menangis sebanyak ini, kan?ā€ 

ā€œ...Benar juga.ā€ 

Aku berpikir kembali dan menyadari hal itu. Kalau dipikir-pikir kembali, rasanya memang aneh bahwa keluarga yang paling dekat dengan kakek pasti merasakan kesedihan yang paling dalam. 

ā€œPasti Maria dan yang lainnya sudah mempersiapkan hati. Mereka sudah tinggal bersama kakek selama ini... melihat kakek yang semakin lemah dari dekat.ā€ 

ā€œ...Begitu ya...ā€ 

ā€œBagiku, perpisahan ini merupakan perpisahan yang terlalu tiba-tiba, tetapi... Maria dan yang lainnya mungkin sudah sedikit demi sedikit mempersiapkan diri untuk berpisah dengan kakek sebelum ini.ā€ 

Luna berkata demikian sembari menahan air matanya

ā€œKetika terakhir kali aku menjenguk di rumah sakit, kakek sudah tidak seperti kakek yang aku kenal. Tapi, aku tidak bisa menerimanya, dan berharap ia akan sembuh dan kita bisa berkumpul di meja makan seperti dulu... Setelah tahu bahwa itu tidak akan pernah terwujud, aku merasa sangat sedih.ā€

Sambil menatap kaki yang mengeluarkan bunyi cipratan, Luna berkata demikian dengan mata yang bengkak. 

ā€œAku juga ingin berada di samping kakek seperti Maria dan yang lainnya.ā€ 

Dengan nada yang hampir tertekan, Luna melirikku sejenak. 

ā€œKetika mendengar bahwa aku akan tinggal bersama ayah, aku benar-benar terkejut.ā€ 

Sambil aku melihat ke arah kaki Luna, aku juga merenungkan perasaannya dan merasa sedih. 

ā€œYang terbaik adalah kita tetap tinggal berempat seperti sebelumnya, tetapi jika itu tidak mungkin lagi... aku ingin tinggal bersama ibu dan keluarga Kurose.ā€ 

Karena tidak bisa menahannya lebih lama lagi, Luna kembali menitikkan air matanya dan mengungkapkan perasaannya. 

Ada sepeda melintas di dekat kami. Jalan yang gelap dan sepi tanpa banyak toko terasa menyedihkan, tetapi dalam situasi seperti ini, aku merasa bersyukur. 

ā€œNenek Shirakawa adalah orang yang ceria dan menyenangkan, tetapi yang sering kami temui sejak kecil adalah nenek dan kakek dari keluarga Kurose.ā€ 

Memang, aku juga lebih merasa akrab dengan kakek-nenek dari pihak ibuku, jadi mungkin ini merupakan hal umum bagi cucu. 

Monolog Luna berlanjut. 

ā€œPerkataan seperti 'meskipun terpisah, kita masih terhubung' terdengar seperti slogan yang pernah kudengar, tapi itu hanyalah kata-kata indah... ada hal-hal yang tidak bisa dimengerti jika tidak bersama. Melihat Maria yang tidak menangis di upacara tadi, aku merasakan perbedaan antara kami... itu sangat menyedihkan. Itulah sebabnya sekarang aku menangis seperti ini.ā€ 

ā€œ...Luna juga memiliki keluarga yang selalu bersamanya. Keluarga yang penting. Ayah dan nenek...ā€ 

Aku tidak bisa menahan diri dan berkata demikian

ā€œMisuzu-san, Haruna-chan, dan Haruka-chan juga.ā€ 

ā€œ...Benar.ā€ 

Luna sedikit tersenyum. 

ā€œDan sekarang... ada Ryuuto.ā€ 

Dia berkata begitu sambil menatapku dengan berlinang air mata. 

ā€œRyuuto adalah keluarga terpenting bagiku.ā€ 

ā€œLuna...ā€ 

ā€œAku ingin selalu bersama Ryuuto. Bersama orang yang penting, kita tidak boleh jauh satu sama lain... Aku merasa hari ini, kakek mengajarkanku hal itu.ā€ 

Dia menyeka air matanya dengan jari-jemarinya di sekitar matanya dan berkata demikian. 

ā€œTapi, aku tidak ingin Ryuuto menyerah pada mimpinya. Aku juga tidak ingin menyerah pada mimpiku. ...Lalu, apa yang harus kita lakukan?ā€ 

Itulah perasaan Luna saat ini. 

ā€œMenurutku kakek merasa sangat bahagia. Setelah menikah dengan nenek selama lebih dari empat puluh tahun, mereka bisa bersama sampai akhir.ā€ 

Sambil menatap satu titik di bawah kaki, Luna berkata sambil berjalan

ā€œAku juga ingin selalu bersama Ryuto.ā€ 

Setelah menatapku sejenak, dia mengalihkan pandangannya dan berbisik seolah kehilangan arah. 

ā€œTapi, apa yang harus kulakukan...?ā€ 

Jawaban untuk itu masih belum ada dalam diriku. 

Saat kami berjalan diam-diam di jalanan malam setelah hujan, suara Luna terus bergema di telingaku.

 

◇◇◇◇

 

Dua hari kemudian, aku makan malam bersama Kujibayashi-kun setelah sekian lama. Kujibayashi-kun mengajakku, dan setelah pekerjaanku selesai, kami pergi makan malam di restoran keluarga di Iidabashi.

Meskipun ada kesempatan untuk bertemu di kampus, kurasa Kujibayashi-kun mungkin merasa khawatir tentang Kurose-san sehingga ia sengaja mengajakku. Namun, Kujibayashi-kun tidak banyak membicarakan Kurose-san. 

Saat kami sedang menikmati kopi dari bar minuman setelah makan, aku akhirnya tidak bisa menahan diri dan bertanya. 

ā€œ...Apa kamu tidak akan mengajak Kurose-san berkencan?ā€ 

Jika hubungan yang diinginkan keduanya adalah ā€œtetap berteman,ā€ kurasa itu sudah cukup. Tapi, mungkin sebenarnya tidak demikian, dan aku merasakannya dari obrolan kami. 

ā€œJika Kujibayashi-kun menyatakan perasaannya, Kurose-san sendiri yang bilang, 'Aku tidak akan membencinya,' lho?ā€ 

Setelah mendengar itu, wajah Kujibayashi-kun tiba-tiba memerah dari telinga hingga leher. Berkat pencahayaan restoran yang terang, perubahan sekecil itu pun bisa terlihat jelas. 

ā€œā€¦ā€¦ā€¦ā€¦ā€ 

ā€œEh?ā€ 

Kujibayashi-kun menggumam sesuatu, tetapi aku tidak bisa mendengarnya, jadi aku bertanya kembali. 

ā€œ...Kamu, jangan mengatakan hal-hal yang tidak perlu...ā€ 

Akhirnya, suara Kujihayashi-kun sampai ke telingaku. 

ā€œTidak, kupikir jika aku mengetahui perasaannya, aku bisa lebih percaya diri untuk bertindak selanjutnya. Setelah mendengar ini, kenapa kamu malah tidak menyatakan cinta kepadanya?ā€ 

ā€œ...Kamu yang bisa mengajak yang belum pernah kamu ajak bicara dan mengungkapkan perasaanmu padanya, tidak akan pernah memahami hatiku yang rapuh seperti pecahan kaca.ā€ 

ā€œTidak, sudah kubilang itu sanksi hukuman!ā€ 

Aku tidak bisa menahan diri untuk membela diri ketika ia menyebutku seperti pelaku teror pengakuan cinta. Aku pernah bercerita tentang awal kedekatanku dengan Luna kepada Kujibayashi-kun. 

ā€œMeskipun aku pun diterima, dan berbeda dengan saat aku menyatakan cinta kepada Luna, kamu dan Kurose-san sudah memiliki hubungan yang saling berkomunikasi lewat LINE, jadi dari sudut pandangku, itu terlihat sangat menguntungkan!ā€ 

ā€œAku tidak seoptimis dirimu.ā€ 

ā€œLalu, apa yang sebenarnya kamu khawatirkan?ā€ 

Aku bertanya sembari setengah terkejut, dan Kujibayashi-kun menjawab sambil menunduk. 

ā€œ...Aku tidak berfokus pada olahraga, dan kecepatanku biasa saja...ā€ 

ā€œKamu bukan anak SD atau SMP, itu bukan satu-satunya faktor yang membuatmu disukai gadis.ā€ 

Jika ia mengatakan itu dengan serius, aku merasa bersalah, tetapi aku tidak bisa menahan tawa. 

Kemudian, Kujibayashi-kun tampak kesal dan membuka mulutnya. 

ā€œSeringkali, cinta adalah sesuatu yang cepat sekali menghilang.ā€ 

ā€œ...Itu kata siapa?ā€ 

ā€œKujibayashi Haruku.ā€ 

Apakah itu kutipan orisinilnya? Ia mengatakannya seolah-olah itu adalah kutipan terkenal, dan itu membuatku sedikit tertawa. 

ā€œTapi, aku mempercayai ada juga cinta yang tidak hilang, tau?ā€ 

ā€œItu hanyalah perbedaan pandangan.ā€ 

ā€œBegitu ya...ā€ 

Aku hanya bisa tersenyum pahit. 

ā€œLalu, menurutmu, apa cara terbaik untuk tidak kehilangan cinta?ā€ 

ā€œEh? Hmm...ā€ 

Aku mencoba memikirkannya, tetapi dengan otakku yang tidak berguna, aku merasa tidak bisa mencapai jawaban yang diharapkan Kujibayashi-kun, jadi aku memutuskan untuk bertanya dengan tenang. 

ā€œApa?ā€ 

Kujibayashi-kun sedikit memperlambat dan membuka mulutnya. 

ā€œ...Dengan tidak berusaha untuk mendapatkan cinta.ā€ 

Setelah mendengar jawaban itu, aku sedikit berpikir. 

ā€œApa tidak ada cinta yang akan hilang jika kita tidak berusaha mendapatkannya?ā€

Pertanyaan yang aku ajukan dijawab oleh Kujibayashi-kun dengan ekspresi yang tegas. 

ā€œJika tidak ada, itu sama dengan tidak pernah ada sejak awal.ā€ 

Aku berpikir, apa benar begitu? 

──Orang ini benar-benar berhati lembut. 

Aku teringat senyuman kecil Kurose-san saat mengatakannya. 

──Kamu, jangan mengatakan hal-hal yang tidak perlu... 

Juga ingatan tentang wajah Kujibayashi-kun yang memerah tadi. 

Mungkin sudah ada semacam cinta yang tumbuh di antara mereka berdua. Entah itu persahabatan, atau seharusnya disebut sebagai kepedulian antar manusia, atau bahkan perasaan cinta yang nyata, aku sebagai orang luar tidak bisa dengan mudah menilainya

Apakah cinta tersebut akan semakin tumbuh lebih besar atau justru hilang begitu saja, itu tergantung pada mereka berdua ke depannya. 

Mereka berdua yang tidak berpengalaman dalam cinta, dengan kepribadian sederhana yang tidak berusaha terlalu menonjolkan penampilan yang sudah menarik, semakin membuatku berpikir kalau mereka akan terlihat menjadi pasangan yang sangat serasi. Aku berharap, sebagai seorang teman, hubungan mereka bisa terus berlanjut. 

 

Dan aku sendiri juga berada dalam situasi di mana aku tidak bisa hanya tertawa melihat orang lain. 

 

── Seringkali, cinta adalah sesuatu yang cepat sekali menghilang. 

ā€œā€¦ā€¦ā€¦ā€¦ā€ 

Setelah aku berpisah dengan Kujibayashi-kun dan naik kereta sendirian, aku mulai memikirkan Luna. 

Hari di mana cinta kami hilang tidak akan datang. 

...Aku berpikir begitu. 

Namun. 

 

Masa depan mereka berdua masih belum terlihat. 

 

ā€œ...Fyuh...ā€ 

Tanpa disadari, aku mengeluarkan napas panjang dan tersadar, lalu melihat sekeliling di dalam kereta. 

Kemudian, wajahku yang terlihat di jendela kereta yang gelap malam itu tampak lebih lelah dari biasanya, dan dengan perasaan campur aduk, aku membiarkan diriku terbawa oleh guncangan kereta.

 

 

 

Sebelumnya Daftar isi  |  Selanjutnya

Lebih baru Lebih lama