MrJazsohanisharma

Kimizero Jilid 9 Bab 4.5 Bahasa Indonesia

Chapter 4.5 — Panggilan Telepon Panjang Antara Luna dan Nikoru

 

“...Jadi, ada sesuatu seperti itu yang terjadi... Pasti rasanya sulit ya.” 

“Ya... Tentang kakek juga, tapi aku sangat terkejut karena Ryuuto akan pergi ke luar negeri.” 

“Katanya ke Indonesia, kan? Itu di mana? Apa itu terpisah dari India? Arah mana?” 

“Aku sudah mencari di peta, dan itu sangat jauh di bagian selatan Okinawa... Antara Jepang dan Australia.” 

“Apa jangan-jangan di suatu tempat di Asia Tenggara?” 

“Ya... Saat aku membayangkan bulan madu dengan Ryuuto, aku mencari informasi, dan ternyata itu negara yang ada pulau Balinya, tempat yang sangat bagus untuk berlibur.” 

Bukannya tempat bulan madu yang diimpi-impikan!” 

“Eh, kamu tidak mau?” 

“Mau, mau! Itu sebabnya lucu. Semua orang pasti memikirkannya.” 

“...Itu saat kamu berbicara dengan keluarga Sekiya-san?” 

“...Hmm, iya.” 

“Benar kan...” 

“Jangan mengkhawatirkan tentang masalahku. Sekarang kita sedang membahas Luna, kan?” 

“Tapi, sebelumnya, kamu bilang ingin berbicara dengan Nishina-kun, kan? Apa kamu sudah membicarakannya?” 

“Hmm, masih belum... rasanya sedikit sulit untuk menemukan waktu yang pas. Ren juga tampaknya sibuk dengan bimbingan belajar dan kerja paruh waktu.” 

“Bimbingan belajar?” 

“Ya. Jadi kamu juga begitu! Rasanya seperti itu.” 

Bembel untuk apa?” 

“Bimbingan masuk sekolah hukum... untuk masuk sekolah menjadi pengacara.” 

“Begitu ya...” 

“...Aku sih tidak berharap Ren menjadi pengacara, jadi jika itu benar-benar yang diinginkan sih, aku tidak masalah...” 

Memangnya tidak begitu?” 

Ia pernah mengatakan itu sebelum kami berpacaran. Luna juga pasti pernah mendengarnya, ‘kan? 'Jika ingin bersaing dengan dokter, kamu harus jadi pengacara...'” 

“Ah, karena Sekiya-san ingin menjadi dokter...?” 

“Ya. Jika ia mengejar impian itu dengan semangat seperti itu, aku berharap ia tidak melakukannya. Aku tidak menyukainya hanya karena Senpai adalah calon dokter.” 

“Benar juga...” 

“Sebenarnya, aku lebih suka jika Senpai hanyalah mahasiswa biasa... Jika begitu, mungkin aku tidak perlu mengulang sampai tahun keempat dan bisa masuk lebih cepat, dan kami bisa membuat lebih banyak kenangan menyenangkan bersama.” 

“Kalau begitu, mungkin kalian masih bersama sekarang... Dan tidak perlu pergi ke Hokkaido.” 

“................” 

“Ah, maaf ya. Aku bicara tentang hal-hal yang tidak ada gunanya...” 

“Tidak apa-apa. Aku juga sudah memikirkan hal itu berkali-kali.” 

“................” 

“Luna, apa kamu tidak membicarakannya dengan Kashima Ryuuto? Tentang apakah dirinya akan pergi ke Indonesia atau tidak.” 

“Hmm...” 

“Ada apa?” 

“Aku sudah mengalami banyak hal dengan Ryuuto... 'Mulai sekarang, kita harus saling berbicara dan menyelesaikannya bersama,' pikirku.” 

“Ya.” 

“Tapi, kadang ada hal yang bisa dipahami tanpa perlu dibicarakan...” 

“Hmm?” 

“Aku bisa mengerti apa yang dipikirkan Ryuuto. Dirinya sudah memutuskan untuk pergi ke Indonesia. Itu pekerjaan yang sangat diinginkannya. Aku bisa melihatnya dari tatapan matanya.” 

“Begitu...” 

“Karena itulah, aku merasa Ryuuto pasti ingin aku ikut bersamanya... Tapi, jika kami berbicara, dirinya pasti akan bilang, 'Kamu boleh melakukan apapun yang kamu inginkan.'” 

Ia memang pasti akan bilang begitu.”

“Aku ingin bersama Ryuuto dan menjadi pengasuh di Jepang... Tapi, aku tidak bisa memilih keduanya. Karena Ryuuto sudah memutuskan untuk pergi ke Indonesia.” 

“Begitu...” 

“Aku tidak tahu mau sampai berapa lama kita akan terpisah... Dalam situasi seperti ini, apa aku bisa hidup sendiri dan bekerja dengan baik di Jepang?” 

“Luna...” 

“Jadi, kupikir tidak ada gunanya membicarakannya... Apa aku harus menahan kesepian atau menyerah pada mimpiku... Inti pembicaraannya sudah seperti itu. Tapi aku tidak ingin menyerah pada mimpiku. Jika itu terjadi, satu-satunya pilihan adalah menunggu di Jepang tanpa Ryuuto, dan itu membuatku bingung...” 

“................” 

“...Nikoru?” 

“Hmm, aku mendengarkan. ...Aku sedang berpikir sedikit.” 

“Berpikir tentang apa?” 

“...Sejujurnya, aku ingin Luna tetap berada di Jepang. Aku tidak ingin kamu pergi ke tempat yang jauh sehingga kita tidak bisa segera bertemu.” 

“...Ya.” 

“...Tapi... aku... selalu menyesal selama ini...” 

“Eh?” 

“...Saat itu, aku tidak pergi ke Hokkaido bersama senpai... Hingga sekarang, aku masih menyesalinya.” 

“Nikoru...?” 

“...Sekarang, aku akhirnya mengerti. Aku... salah. Karena itu aneh, kan? Masih menyesalinya 'hingga sekarang'... Padahal aku sudah punya pacar bernama Ren.” 

“................” 

“Aku saat itu melarikan diri dari Ren... Dari kebaikannya...” 

“................” 

“Seharusnya, jika aku berpisah dengan senpai, aku harus sendirian... Menjadi sendirian, hancur, merasakan sakit patah hati sepenuhnya... Aku takkan bisa memulai hubungan baru kalau aku tidak pulih dari keadaan itu.” 

“...Kamu tidak bisa mencintai Nishina-kun?” 

“Aku menyukainya, loh? Selalu... itulah sebabnya, rasanya menyakitkan...” 

“................” 

“Namun, 'cintaku'... selama 22 tahun hidupku, satu-satunya orang yang pernah menjalin hubungan romantis denganku adalah Senpai.” 

“...Nikoru...” 

Hei, kenapa Luna juga ikutan menangis...” 

Habisnya... itu menyakitkan. Sudah satu setengah tahun berlalu sejak saat itu...” 

“Benar. Kenapa baru sekarang aku menyadarinya... sungguh aneh. Aku juga telah berbuat buruk pada Ren.” 

“Nikoru...” 

“...Aku harus meminta maaf pada Ren. Aku telah melakukan hal yang salah... Akhirnya, aku mengerti dengan baik. Apa yang seharusnya kukatakan pada Ren.” 

“...Ya...”

“Waktu yang diberikan padaku saat itu terlalu sedikit. Pergi ke Hokkaido atau tetap di Tokyo... Keputusan penting seperti itu tidak bisa dibuat dalam sekejap.” 

Benar sekali...” 

“Karena itulah, aku salah. Aku justru melibatkan Ren dalam keputusan yang salah... Mungkin aku telah mengacaukan hidupnya. Kurasa meminta maaf saja sama sekali tidak cukup...” 

“Tidak begitu, Nikoru... Aku rasa Nishina-kun juga merasa bahagia bisa menjadi pacar Nikoru yang selalu dia cintai, kan? Jadi, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri...” 

“...Luna...” 

“Hmm...?” 

“Aku ingin kamu tidak melakukan kesalahan yang sama denganku... Sampai kapan batas waktu untuk keputusan itu?” 

“...Ryuuto bilang ia akan menandatangani kontrak kerja pada bulan Juli.” 

“Jadi, mungkin ada waktu sekitar sebulan untuk berpikir.” 

“Ya...” 

“Saat itu, aku tidak bisa memilih untuk hidup terpisah dari ibuku dan teman-temanku, atau melepaskan pekerjaan yang sudah ditentukan di Tokyo. Tapi, jika dipikir-pikir, mungkin pekerjaan itu juga bisa dilakukan di Hokkaido. Bahkan dengan orang-orang terdekat... Tetap bisa menjaga hubungan baik meskipun terpisah, mungkin itu juga mungkin. Jadi, Luna, lakukan riset dan pikirkan dengan matang sebelum memutuskan. Jangan kehilangan fokus tentang apa yang paling penting bagimu.” 

“...Aku mengerti.” 

“Aku ingin Luna memilih jalan yang takkan membuatnya menyesal... Apapun yang kamu pilih, aku akan mendukungmu.” 

“Ya... Terima kasih, Nikoru.” 

“Sama-sama, terima kasih. Berkat Luna, aku menyadari hal-hal penting.” 

Setelah itu, Luna memutuskan panggilan telepon dan melihat pesan dari Ryuuto. Di situ tertulis, “Sekarang, aku baru saja berpisah dengan Kujibayashi-kun dan naik kereta.” 

Luna tersenyum ketika membaca pesan itu, lalu mendekatkan smartphone-nya di dada, dan menghela napas besar sambil menatap langit-langit.

 

 

 

Sebelumnya |   Daftar isi  |  Selanjutnya

close
Lebih baru Lebih lama