Bab 2 — Wawancara dimulai
Bagian 1
Keesokan
harinya setelah aku dipanggil ke ruang OSIS.
“Selamat
pagi, Tomonari-san.”
Saat aku
hendak masuk ke dalam
kelas A, ada seorang
siswi memanggilku.
“Aku dari
tim wawancara OSIS.
Biasanya aku menjabat sebagai wakil ketua. Hari ini, aku akan mengikuti
Tomonari-san sepanjang hari, jadi mohon kerjasamanya.”
“Terima
kasih, mohon kerja samanya juga.”
Dia
adalah orang yang menyajikan teh di ruang OSIS
kemarin. Di tangannya ada binder, dan dari saku dadanya terlihat kamera kecil.
Sepertinya, penampilannya sangat mirip dengan seorang jurnalis.
“Jam pelajaran akan segera
dimulai. Aku akan mengawasi, jadi aku berharap Tomonari-san bisa berperilaku
seperti biasa.”
“Wakil
ketua tidak ikut pelajaran?”
“Selama
wawancara, aku dikecualikan.”
Rupanya itu
lebih serius dari yang aku duga.
Namun,
seperti yang diinstruksikan oleh wakil ketua, aku berusaha untuk berperilaku
seperti biasanya. Tujuan dari liputan wawancara
ini adalah untuk menyampaikan sosokku yang asli kepada semua siswa.
Jam
pelajaran pertama adalah kimia. Guru kelas C datang ke
ruang kelas.
Ketika pelajaran
berlangsung, siswa-siswa mencatat dengan serius. Meskipun sindrom kelelahan game permainan masih tersisa, selama
pelajaran mereka bisa mengikuti pelajaran dengan
cukup baik, siswa-siswa dari Akademi Kekaisaran
memang sangat serius.
(Dulu,
aku berdoa agar namaku tidak
dipanggil...)
Aku
merasa tegang setiap kali dipanggil dan diminta untuk menyelesaikan soal di
depan semua orang. Aku pikir di Akademi Kekaisaran,
aku tidak akan pernah terbebas dari ketegangan ini—
“Sekarang,
soal tujuh... Tomonari-kun.”
“Ya.”
Karena namaku dipanggil, aku berdiri dan
menulis jawaban di papan tulis.
“Jawabannya
benar. Kamu belajar dengan baik, ya.”
“Terima
kasih.”
Aku
kembali ke tempat dudukku sembari diiringi tepuk
tangan ringan.
Ketika
aku sudah mempersiapkan dengan baik untuk pelajaran, rasa tegang itu justru
membuatku ingin dipanggil oleh guru. Perubahan ini benar-benar mengejutkan.
Dengan memiliki sedikit kepercayaan diri, pelajaran menjadi terasa lebih
menyenangkan. Jika tidak karena berusaha keras untuk mengikuti teman sekelas,
aku mungkin tidak akan bisa belajar.
Ketika aku
melihat sekilas ke arah
koridor, aku melihat bahwa wakil
ketua sedang mencatat sesuatu di kertas yang ada di bindernya.
Aku
berharap ini bisa menghasilkan penilaian yang baik, tetapi jika aku terlalu
menatapnya, mungkin akan dianggap tidak fokus pada pelajaran. Aku mengalihkan
pandangan kembali ke papan tulis.
Pelajaran
berjalan lancar tanpa hambatan, dan saatnya istirahat.
(Selanjutnya pelajaran
olahraga, ya...)
Saat aku
melihat ke arah koridor, pandangan mataku
bertemu dengan wakil ketua dan dia mengangguk. Sepertinya dia juga akan
mengawasi pelajaran olahraga.
Jika
ingin merekam sosokku yang sebenarnya, rasanya aneh jika aku terlalu banyak
berbicara, jadi aku hanya memberi anggukan dan menuju ke gedung olahraga bersama teman-teman
sekelasku.
Pelajaran
kedua. Pelajaran olahraga dimulai.
Setelah
belajar bulu tangkis dan basket, hari ini pelajaran tenis meja dimulai. Setelah
latihan rally dan servis yang sederhana, pertandingan tunggal dan ganda pun
dimulai.
“Tomonari,
sekarang!”
“Ya!”
Aku yang
berpasangan dengan Taisho dalam pertandingan
ganda, langsung merespons teriakan itu dengan melakukan smash.
Bola ping pong memantul di meja tenis dan berguling hingga ke dinding.
“Bagus!
Tomonari, kamu memang bisa melakukan apa saja, ya!”
“Cuma lagi
hoki saja.”
Karena
kami memenangkan pertandingan, aku melakukan tos
dengan Taisho dan menuju ke tempat penonton.
Di dalam Akademi Kekaisaran yang
hanya diisi oleh para putri dan putra keluarga
konglomerat, aku pikir mereka tidak akan melakukan olahraga
yang keras, tetapi ternyata tidak demikian. Sebaliknya, baik itu olahraga bola,
seni bela diri, atau atletik, semuanya diajarkan di kelas. Oleh karena itu,
siswa-siswa di akademi ini tidak hanya memiliki kepekaan halus yang didapat di
rumah, tetapi juga ketahanan yang kuat yang dibentuk melalui pelajaran yang
ketat.
“Belakangan
ini cuacanya jadi semakin
dingin, tetapi setelah berolahraga, rasanya masih tetap
panas.”
“Benar banget.”
Aku
mengusap keringatku dengan
handuk bersama Taisho.
Siswa-siswa
di Akademi Kekaisaran tidak
mengusap keringat dengan pakaian mereka. Kecuali saat pertandingan, semua orang
secara khusus menggunakan handuk yang mereka bawa untuk mengusap keringat. Ini
sangat mencerminkan sifat akademi yang elegan.
Saat aku
mengelap keringat di dahi, ada Kita yang datang dari jauh.
“Tomonari-kun.
Jika ada tips untuk servis, bisa tolong ajarkan
padaku?”
“Begini...
Untuk kasus Kita sih,
sebaiknya toss bola sedikit lebih rendah...”
Dalam
pelajaran olahraga, aku sudah bisa bersaing dengan baik sejak baru masuk,
tetapi baru belakangan ini aku mulai diminta bantuan oleh orang lain.
Menjadi baik
dalam olahraga dan mudah diandalkan oleh orang lain adalah dua hal yang
berbeda. Mungkin karena aku sudah cukup lama di akademi ini, kepribadianku
mulai dikenal, sehingga orang-orang mulai meminta bantuanku. Memikirkan hal
itu, menulis artikel tentang kepribadianku untuk pemilihan OSIS adalah kegiatan yang sangat
efektif.
Namun,
bukan hanya aku saja yang satu-satunya menjadi lebih dikenal dan
lebih diandalkan daripada sebelumnya.
Perubahan
ini lebih mencolok terjadi pada
Narika.
Ketika aku melihat
ke arah para gadis, Narika sedang
bertanding dalam pertandingan ganda.
“Ah!?”
Pasangan
Narika mengayunkan bola dari udara.
Wajahnya
tiba-tiba pucat. Rasa penyesalan karena telah mengganggu Narika terlihat jelas.
“Mi-Miyakojima-san, aku minta maaf...!”
“Tidak,
tidak apa-apa. Jangan khawatir.”
Dengan
senyum yang meyakinkan, Narika
berkata kepada pasangannya yang
membungkuk dalam-dalam.
“Itu
hasil dari usaha kerasmu. Jadi kamu tidak
perlu merasa malu.”
Setelah mendengar
jawaban Narika, wajah
gadis itu seketika langsung
memerah.
“...Onee-sama.”
Gadis itu
menatap punggung Narika yang
pergi mengambil bola dengan ekspresi terpesona.
Bukan
hanya dia saja yang
menatap Narika dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Para gadis lain yang
menunggu di tepi lapangan juga menatap Narika
dengan ekspresi terpana,
“Entah
kenapa... belakangan ini, saat
aku melihat Miyakojima-san, rasa-rasanya bisa hatiku
berdetak sangat kencang seolah-olah akan meledak...”
“Aku
juga... degupan jantung ini sebenarnya apa...?”
Aku
memutuskan untuk mengabaikan percakapan yang terdengar itu.
Narika, yang telah berkembang pesat
setelah melalui game
manajemen, kini mulai mengganggu tatanan akademi.
◆◆◆◆
Jam pelajaran
keempat telah selesai, dan istirahat siang pun
dimulai――.
Saat bel
berbunyi, ketegangan melanda diriku.
(Baiklah....kira-kira, apa yang
harus kulakukan)
Saat aku melihat ke arah koridor, wakil ketua OSIS sedang diam-diam memandang ke
arahku. Aku berharap dia akan pergi untuk makan, tetapi sepertinya dia terus
memperhatikanku selama istirahat siang.
Aku sudah
terbiasa dengan jam pelajaran
di sekolah ini setelah pindah, tetapi
masih ada satu hal yang membuatku kesulitan.
“Tomonari,
apa hari ini kamu mau ke suatu tempat juga?”
“...Maaf.”
Saat aku
mencoba keluar dari kelas dengan membawa
bento di tangan, Taisho dan Asahi-san
berjalan mendekatiku.
“Belakangan
ini, ada banyak rumor yang beredar mengenai kamu
sebenarnya pergi ke mana selama istirahat makan
siang....”
“Ada
berbagai teori. Ada yang bilang kamu diam-diam belajar sendiri. Ada juga yang
bilang kamu merasa tidak nyaman makan di depan orang lain di rumah. ...Dan ada
teori bahwa sebenarnya Tomonari adalah seorang mata-mata dan saat istirahat
siang dia melapor ke markas.”
Dimana sih sebenarnya markas itu?
Sejujurnya,
aku tidak akan terkejut jika ada mata-mata di Akademi Kekaisaran, tapi
setidaknya itu bukan aku.
“Semua
itu salah. Sebenarnya, belakangan ini aku sibuk membantu pekerjaan rumah.”
“Oh, jadi
begitu.”
Setelah
memberikan alasan yang seadanya, aku keluar dari ruang
kelas.
Dan
aku――langsung berlari menuruni tangga.
“Ah――Eh!?
T-Tomonari-san!?”
Wakil
ketua yang mengamati dari luar koridor mengeluarkan suara terkejut. Aku
berpura-pura tidak mendengar suaranya dan berlari melewati koridor menuju
gedung lama OSIS.
Setibanya
di atap gedung sekolah lama,
Hinako sudah menungguku di
sana.
“Itsuki...
terima kasih sudah datang...”
“Ah,
maaf, aku sedikit terlambat.”
Aku duduk
di samping Hinako dan membuka kotak bento.
“Ah~”
Dengan
menggunakan sumpit, aku perlahan-lahan menyuapkan makanan ke mulut Hinako.
Tentu
saja, aku tidak bisa membiarkan momen ini diliput. Jika hubungan kami terungkap
ke seluruh akademi, pemilihan ini akan berantakan.
Sambil
mengantarkan potongan daging tipis ke mulut Hinako, aku sedikit memikirkannya.
“Itsuki, apa ada yang salah...?”
“Tidak...
aku hanya berpikir sudah saatnya memikirkan alasan berikutnya.”
Aku sudah
ditanya berkali-kali tentang ke mana aku pergi saat istirahat siang. Setiap
kali, aku memberikan alasan seperti mau
bersantai atau tidur siang, tetapi sudah saatnya aku
kehabisan alasan.
“Apa kita
harus berhenti saat diliput...?”
“...Tidak.
Aku juga suka menghabiskan waktu santai seperti ini dengan Hinako, jadi mari
kita teruskan.”
Setelah
aku mengatakannya, Hinako tersenyum lembut.
“Aku
juga... merasa senang bisa bertemu diam-diam berdua seperti ini... rasanya seperti dalam manga shoujo.”
Bagi Hinako,
ini adalah momen yang tidak biasa.
Setelah
itu, Hinako berbaring di pangkuanku dan kami berdua menghabiskan
waktu dengan santai. Hinako segera tertidur, jadi aku memandang ke langit
sambil memikirkan pelajaran setelah jam kelima.
Saat
matahari tersembunyi di balik awan, aku memeriksa waktu di smartphone.
“Kurasa sepertinya sudah saatnya kita kembali.”
“Hmm.”
Aku selalu
keluar dari gedung lama dua
puluh menit sebelum bel berbunyi. Meskipun masih ada waktu, aku tidak boleh
membiarkan Hinako terlambat, jadi ini sudah pas.
Setelah
kami berdua keluar dari gedung, entah bagaimana, mata kami tertuju pada taman
yang ada di dekatnya.
Saat kami
mendekati kolam yang ada di
dalam taman, ikan koi muncul ke permukaan air.
“Ngomong-ngomong,
dulu kamu sering memberi makan ikan koi di
sini, kan?”
“Hmm...
itu menenangkan.”
Ketika
aku baru menjadi pengasuhnya,
Hinako membeli roti di kantin setelah sekolah dan memberi potongan-potongan
roti itu kepada ikan koi.
“Seingatku,
kamu pernah bilang ingin menjadi ikan koi.”
“Iya, aku
pernah bilang begitu...”
Dia
mengatakan sesuatu yang seperti, betapa menyenangkannya bisa mendapatkan
makanan hanya dengan membuka mulut.
“Tapi
sekarang, aku tidak berpikir begitu. ...Berkat Itsuki, ada banyak yang berubah.”
“Berkat
aku?”
“Iya.
...Sangat berubah.”
Hinako
meletakkan tangannya di dadanya dan berkata.
“Berkat Itsuki,
mungkin di dalam diriku... sudah terjadi dua kali ledakan besar.”
“...Memangnya ada perubahan sebanyak itu?”
Sepertinya
ada ledakan yang cukup besar hingga menciptakan alam semesta dua kali.
Namun,
memang benar Hinako telah berubah. Dia menjadi lebih terlibat dengan orang lain
dan sepertinya emosinya juga lebih kaya. Jika aku bisa menjadi salah satu
faktor dalam perubahan itu, aku merasa terhormat.
Sementara
kami bercakap-cakap, ikan koi dengan anggun berenang di kolam. Penampilan
mereka tidak berubah sejak pertama kali aku mengunjungi taman ini. ...Rasanya
sedikit menenangkan hati. Dalam segala perubahan yang terjadi, menghadapi
sesuatu yang tidak berubah terasa menyenangkan.
“Ah,
ngomong-ngomong, kolam ini kabarnya dibuat oleh OSIS
yang dulu, loh.”
“Benarkah...?”
“Waktu aku mengunjungi perusahaan IT saat game manajemen, presiden di sana
adalah alumni Akademi Kekaisaran
dan memberitahuku.”
Ternyata,
jika bergabung dengan OSIS, mereka
bisa membuat kolam sebesar ini. Tentu saja, mereka pasti mendapatkan
persetujuan dari siswa dan guru, tetapi tetap saja, itu adalah kekuatan yang
mengagumkan.
Setelah
mendengar ceritaku, Hinako tiba-tiba terlihat berpikir dalam.
“...Itsuki.
Kamu yakin tidak ingin menjadi ketua OSIS?”
“Eh,
kenapa?”
Saat aku
bertanya kembali, mata Hinako berbinar.
“Jika Itsuki
menjadi ketua OSIS... aku
ingin kamu membuat ruangan tidur yang empuk dan nyaman...!”
“...Apa-apaan itu?”
“Ruangan
yang hanya berisi bantal yang lembut dan empuk...! Selain itu, aku juga ingin
ada buffet keripik kentang...!”
“...Kedua
hal itu sepertinya bakalan sulit.”
Tidak,
mungkin ruangan tidur yang nyaman sebenarnya cukup praktis. Meskipun ini hanya
rencana yang belum pasti, jika aku menjadi wakil ketua, aku akan coba sampaikan
ide ini kepada ketua OSIS.
Saat kami berdua sedang berbicara, ada seseorang yang mendekat dari arah gedung
sekolah. Ternyata itu adalah
wakil ketua OSIS.
“Tomonari-san,
aku sudah mencarimu kemana-mana...!”
Wakil
ketua menatapku dengan tajam.
“Ya ampun,
jika kamu tidak ingin kegiatan makan siangmu diliput, seharusnya kamu bisa mengatakan itu sebelumnya. Kami juga tidak
ingin melanggar privasimu, jadi kami bisa beradaptasi sesuai keadaan.”
“Ak-Aku minta
maaf...”
Apakah
jika aku memberi tahu sebelumnya, itu akan berhasil? ...Aku berpikir jika aku
memberitahunya, mungkin
itu justru akan membuatnya semakin curiga, tetapi sepertinya itu hanya
kekhawatiran yang tidak perlu.
Setelah
memberiku sedikit teguran, wakil ketua menoleh ke arah Hinako yang ada di sampingku.
“Ngomong-ngomong,
apa kamu secara
kebetulan bertemu dengan Konohana-san?”
“...Ya.”
“...Benarkah?”
Dia
sangat menyelidik. Namun, wajahnya juga menunjukkan bahwa dia merasa bersalah.
Sepertinya dia tidak seharusnya bertanya, tetapi sikapnya menunjukkan bahwa dia
tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
Saat aku
bingung tentang bagaimana menjawabnya, Hinako membuka mulutnya.
“Itu
benar. Saat aku berjalan-jalan, aku kebetulan bertemu Tomonari-kun dan kami
mengobrol santai sambil menuju kelas.”
“...Jadi begitu ya.”
Dengan
suasana bersih yang dipancarkan Hinako dalam mode Ojou-sama nya, wakil ketua pun akhirnya
mundur dengan mudah.
Setelah
itu, kami bertiga berjalan menuju ke ruang kelas.
...Di tengah perjalanan, aku berbisik pelan kepada Hinako agar wakil ketua
tidak mendengarnya.
“Maaf,
seharusnya aku bisa mengalihkan perhatian lebih baik.”
“Ini
bukan hanya masalahmu...”
Hinako
menggelengkan kepalanya dan
memberitahu bahwa itu tidak
masalah.
“Selain
itu... Jika ada rumor aneh tentangmu yang menyebar karena aku... itu mungkin
akan mempengaruhi pemilihan...”
Rumor
aneh? Apa itu mungkin tentang hubungan yang tidak murni?
Aku rasa
tidak perlu terlalu khawatir... tetapi, mengingat suasana Akademi Kekaisaran yang
terlalu serius, jika ada sedikit saja tanda-tanda kisah percintaan, hal tersebut dapat
berkembang menjadi masalah besar.
“Terima
kasih. Aku menghargai dukunganmu.”
“Ya.
Karena aku adalah wanita yang bisa
mengendalikan diri dengan baik...!”
Hinako
berkata dengan bangga.
Kami
memasuki gedung sekolah dan berjalan di koridor.
Pada saat
itu—aku bisa mendengar suara Tennouji-san dari ruang kelas 2-C.
“Begitu rupanya! Jadi, semua keberhasilan Tennouji-san belakangan ini adalah
berkat Tomonari-san...!”
“Ya!
Tepat sekali!”
“Tennouji-san sangat berterima kasih
kepada Tomonari-san yang telah menyelesaikan masalahnya...! Apakah itu berarti di antara
kalian berdua ada ikatan yang kuat...?!”
“Iya benar sekali!
Tepat sekali desuwa!”
Dalam menanggapi wawancara dari pihak OSIS, Tennouji-san menjawab sambil mengangguk
dengan sangat ceria.
“…”
Melihat
pemandangan itu, cahaya kehidupan langsung
memudar dari tatapan mata Hinako. Dia kemudian menatap wakil ketua dengan wajah
serius.
“…Boleh aku mengoreksi apa yang aku katakan sebelumnya?”
“Eh?
Ah, iya,
tentu saja.”
“Sebenarnya,
aku dan Tomonari-kun selalu
menghabiskan waktu berdua setiap kali jam istirahat
makan siang...”
“Ber-Berdua...!?”
Oi, oi, oi,
oi, oi.
Kemana
perginya wanita yang bisa mengendalikan diri tadi...?
◆◆◆◆
Setelah jam pulang sekolah.
Saat teman-teman
sekelasku mulai pulang satu per satu, aku
juga memasukkan buku pelajaran ke dalam tas.
“Tomonari-kun.”
Saat aku sudah bersiap-siap untuk pulang, ada Kita yang berbicara
denganku.
“Kita-kun,
ada apa?”
“Aku merasa
kalau buku ini akan cocok untukmu, jadi aku ingin
meminjamkannya.”
Kita
menyerahkan sebuah buku referensi tentang teknologi IT.
Namun,
saat melihat sampulnya, aku membuat wajah serius. Mungkin isinya adalah buku
teknis untuk insinyur. Dulu, aku pasti akan meminjamnya tanpa ragu, tetapi sekarang,
setelah memutuskan untuk menjadi konsultan, bidang ini menjadi kurang prioritas
bagiku.
“Terima
kasih. Tapi, aku merasa kalau
aku sudah kurang tertarik
dengan bidang IT...”
“Menurutku
buku itu pasti bisa bermanfaat
untuk Tomonari-san.”
Saat aku
mencoba menolaknya dengan
lembut, Suminoe-san tiba-tiba menyela.
“Walaupun
sulit membedakan itu dari
sampulnya, tapi buku terssebut lebih ditujukan untuk pengusaha
daripada buku teknis. Aku rasa banyak hal yang ingin kamu pelajari juga tertulis di sana.”
“Begitu
ya...”
Setelah
dia bilang begitu, aku membuka halaman daftar isi, dan memang tampaknya ada
banyak konten yang tidak bisa dinilai
dari sampulnya saja.
Kita
melihat ke arah Suminoe-san.
“Uhmm,
jadi Suminoe-san juga membaca buku seperti ini, ya?”
“Ya.
Karena perusahaan keluargaku sering
terlibat dalam proses hulu. ...Sepertinya Kita-san lebih memprioritaskan
belajar tentang teknik, ya?”
“Iya.
Perusahaan keluargaku mengandalkan kemampuan teknis, jadi orang tuaku selalu
bilang jika aku tidak memiliki teknik, aku tidak bisa mengelola bawahanku...”
“Begitu
rupanya. Walaupun itu
cukup sulit, tetapi itu juga bisa memberikan kepuasan tersendiri.”
Saat
Suminoe-san berkata begitu, Kita bereaksi
dengan mengangguk dengan senang.
Kita
sendiri tidak mempunyai rasa minder tertentu
dan mungkin sudah merasa puas sejak awal.
“—Jadi intinya, meskipun di industri IT yang
sama, manajemen organisasi bisa sangat berbeda tergantung pada sifat perusahaannya, itulah garis besar buku itu.
Aku rasa buku ini layak untuk dibaca oleh Tomonari-san.”
“Ini
sangat membantu.”
Aku
menundukkan kepalaku kepada
Suminoe-san yang telah memberitahuku ringkasan buku saat kami berdua sedang
mengobrol.
“Kita-kun, tolong pinjamkan buku ini
padaku juga.”
“Ya.”
Kita
melihat ke arahku yang
telah menerima buku itu dan Suminoe-san, lalu ia tersenyum kecil.
“Suminoe-san,
sepertinya kamu juga ikutan mendukung
Tomonari-kun, ya?”
“Hah!?
Ti-Tidak juga kok!?”
Dia
membantah dengan sangat tegas.
Perkataannya
menarik perhatian tatapan orang-orang di sekitar kami. Menyadari
hal itu, Suminoe-san dengan sengaja terbatuk pelan untuk mengalihkan perhatian.
Meskipun tidak seburuk Hinako, dia juga cukup
pandai dalam berpura-pura.
“...Yah,
karena ia adalah orang yang pernah
mengalahkanku sekali. Jadi aku
hanya tidak ingin melihatnya dalam keadaan memalukan.”
“Tidak,
maksudku, aku selalu bilang bahwa itu bukan soal menang atau kalah…”
“ara~ara~ara…
Kerendahan hati yang berlebihan bisa menjadi racun, loh?”
“Seharusnya
aku yang bilang begitu…”
Jika aku bersikap
terbuka dan merayakan kemenangan, aku merasa Suminoe-san akan marah.
Kemudian
pada saat itu—.
“Ohohoho!
Aku datang, desuwa~!!”
“Hiafuu!?”
Begitu
mendengar suara yang familiar, Suminoe-san melompat dan mengeluarkan suara
aneh.
Orang yang masuk
ke dalam kelas kami adalah Tennouji-san, seorang gadis
berambut pirang bergelombang dan roll panjang.
“Oh,
Suminoe-san. Salam sejahtera.”
“Sa-sa-sa-sa-sa-salam sejahtera juga…!!”
Seperti biasa, Suminoe-san masih merasa tegang
di hadapan Tennouji-san. …dia masih terlalu suka padanya.
Tennouji-san
kemudian mendekat ke arahku.
“Tomonari-san,
aku datang untuk mengundangmu ke acara minum teh.”
“Eh,
sekarang?”
“Ya.
Apa kamu tidak bisa?”
“Tidak,
aku tidak keberatan sama sekali…”
Jika
acara minum teh, tentu saja anggota lain
juga akan berkumpul. Saat aku melihat ke arah Hinako, pandangan mataku bertemu dengannya dan dia
mengangguk. Untungnya, Taisho dan Asahi-san yang masih berada di kelas juga
mengangguk mendengar pembicaraan kami. Sisanya
tinggal Narika…
“Ngomong-ngomong,
sepertinya Miyakojima-san juga akan datang.”
Hebat, seperti biasa, cepat sekali kerjanya.
“Kalau
begitu, sepertinya semua orang akan hadir. …Tapi, rasanya agak mendadak, ya.”
“Acara
teh selama game
manajemen lebih banyak berupa rapat
pertemuan. Aku ingin mengadakan acara teh yang sebenarnya untuk bersantai lagi.”
Memang,
selama game manajemen berlangsung, kami lebih banyak
bertukar informasi, dan tidak banyak percakapan santai. Namun, suasana acara
teh yang sebenarnya seharusnya lebih santai.
“Selain
itu…”
Tennouji-san melihat ke arah koridor.
Di sana,
ada anggota OSIS yang
masih mengamati kami.
“Sepertinya
mereka juga tahu tentang acara pesta
teh yang mulia. Aku pikir sedikit pamer tidak ada salahnya untuk membantu kerjasama liputan.”
“Begitu rupanya…”
Acara pesta teh yang mulia. Itu adalah nama
kelompok kami yang terdiri dari aku, Hinako, Tennouji-san, Narika, Taisho, dan
Asahi-san, atau mungkin merujuk pada acara teh kami yang menjadi awal nama
tersebut. Aku sama sekali tidak tahu siapa
yang memberi nama itu, tetapi namanya telah menyebar ke berbagai tempat, dan
sepertinya cerita Tennouji-san
ini telah sampai ke telinga siswa kelas tiga.
Acara pesta teh kami pada dasarnya diadakan
secara tidak teratur, jadi ada kemungkinan tidak diadakan sama sekali sebelum
masa pemilihan. Namun… semoga ini bukan hanya perasaanku, tetapi jujur saja,
dengan ketenaran kami yang semakin meningkat, pasti ada siswa yang tertarik
melihat bagaimana acara pesta teh
kami. Jika ketua Minato
tidak menyebutkan apa pun tentang “Pojok
intip keseharian calon anggota” yang disiapkan, para siswa
mungkin merasa kecewa. Sepertinya Tennouji-san sudah memperhatikan hal itu.
Karena
ini adalah wawancara untuk menyampaikan kepribadian, aku telah memutuskan untuk
bersikap alami, tetapi acara teh ini memang kadang-kadang diadakan, jadi
bukanlah hal yang berlebihan.
“Itu
ide yang bagus.”
“Benar,
‘kan?”
Tennouji-san membusungkan dadanya
dengan bangga.
Jadi,
mari kita segera menuju kafe… pikirku, namun saat itu, ada seorang siswi dari kelas datang
menghampiri kami.
“Umm,
Tennouji-san.”
“Oh,
ada apa?”
Siswi dari kelas A itu berbicara kepada Tennouji-san dengan gugup.
“Umm,
apa mungkin Tennouji-san…
sedang berkencan dengan Tomonari-kun selama game
manajemen kemarin…!?”
“Kencan—!?”
Rambut
pirang bergelombang itu memantul dengan hebat.
Jantungku
juga ikutan melompat.
Apa
maksudnya? Apa maksudnya…!?
“Tomonari-san.”
Suminoe-san
menatapku dengan tatapan dingin seperti es.
“Tolong, jelaskan, dengan rinci. Sebelum aku
kehilangan akal sehatku.”
Dengan
gerakan yang sangat canggung, seolah-olah
semua otot di tubuhnya tegang, Suminoe-san mendekat.
Gawat,
aku merasakan ancaman terhadap hidupku.
“Eh,
tidak, sepertinya ada kesalahpahaman, tapi masalahnya
bukan itu—”
“Tapi
aku melihatnya! Aku melihat kalian berdua berjalan di museum…!!”
Ketika
aku berusaha mencoba membela diri, siswi dari
kelas itu berteriak dengan suara keras.
Suasana
seluruh kelas menjadi riuh, dan saat mendengar kata-kata
itu, ingatanku kembali muncul.
Selama gane manajemen, Tennouji-san pernah mengajakku keluar
untuk beristirahat. Kami pergi ke museum, ke kafe, dan menikmati tarian
bersama…
“……………………ah.”
“Hah!?
Apa kamu baru saja mengucapkan 'ah'!?”
Suminoe-san
langsung mencengkeram dadaku.
‘Kyaaa———!!’ teriak
para siswi di kelas dengan penuh semangat. Kata-kata seperti ‘Cinta segitiga!?’ dan ‘Perselingkuhan!?’ juga terdengar. …Sial, aku bahkan sampai melibatkan Suminoe-san
juga.
Suasananya menjadi sangat tegang. Keringat
dingin mengalir deras di punggungku.
“Sepertinya
topik acara pesta teh sudah
ditentukan, ya, Tomonari~~?”
“Yah,
Tennouji-san juga memilih waktu yang
tepat untuk mengadakan acara teh, ya~~.”
Taisho
dan Asahi-san mendekat dengan senyum jahat di wajah mereka.
Tatapan
mereka mirip seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru.
“Tomonari-kun.”
Hinako
memanggil namaku dengan suara yang indah dan jernih.
Dalam
mode Ojou-sama yang anggun, Hinako tersenyum
penuh kasih dan membuka mulutnya.
“Waktu
untuk menikmati kehidupan akademi yang santai sudah berakhir.”
Kata-kata
yang tak berperasaan itu menusuk hatiku.
Meskipun
Hinako yang mengatakan bahwa aku sebaiknya bersantai sampai masa pemilihan,
jika aku tidak bisa menjelaskan dengan baik tentang hal ini, aku akan mengalami
hari-hari yang tidak nyaman baik di akademi maupun di rumah.