MrJazsohanisharma

Ojou-sama no Yousu ga Okashii Volume 1 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4 Ojou dan Sang Diva

 

 

Berita tentang kepindahan sang diva yang sedang hiatus itu langsung menyebar ke sekolah kami.

Wah! Dia benar-benar Habataki Otoha!

Kenapa dia pindah ke sekolah kita?!

Apa boleh bertukar informasi kontak...?

Permisi! Aku penggemar beratmu! Bisakah kita berjabat tangan?!

Begitu jam pelajaran pertama setelah perkenalannya berakhir, para siswa mengerumuninya. Menjelang akhir jam pelajaran kedua, dan kemudian ketiga, kerumunan bertambah banyak di setiap jeda waktu istirahat. Pada akhirnya, ada begitu banyak penonton sehingga kerumunan itu tumpah ruah sampai keluar kelas.

Menjelang makan siang, pihak OSIS harus turun tangan langsung untuk mengatasi situasi tersebut dan memperingatkan semakin banyaknya penonton.

Aku tidak percaya dia dipindahkan ke sekolah kita...

Ojou tampak terkulai di mejanya sejak pagi. Jarang sekali melihatnya putus asa, tapi aku tidak dapat menebak mengapa dia begitu kesal.

Kemungkinan besar pengaturan pemindahan sudah dibuat beberapa waktu lalu. Hanya waktunya yang buruk, kurasa...

Yukimichi menatap Ojou dengan pandangan penuh simpati.

...Apa hanya perasaanku saja, atau aku memang benar-benar diabaikan di sini?

Bagaimanapun juga, besarnya kerumunan itu berarti bahwa dari pagi hingga ruang kelas penutup, kami bahkan tidak bisa mendekati Otoha-san, apalagi berbicara dengannya.

Bahkan Ojou tampak ragu untuk mendekat, mungkin karena malu.

Namun, selama perjalanan pulang akhir pekan lalu, dia telah berbicara panjang lebar dengannya. Mungkin karena akulah satu-satunya koneksi bersama mereka, sebagian besar percakapan mereka berkisar pada diriku—hal-hal seperti, Apa sebenarnya hubunganmu dengan Eito? atau Apa Eito juga melayanimu? Dengan kepindahan Otoha-san, aku berharap mereka dapat memperluas interaksi mereka dan menemukan lebih banyak hal untuk dibicarakan secara langsung.

Jika itu yang terjadi, mungkin Ojou akan mendapatkan teman dekat dalam diri Otoha-san.

Uhmm, Habataki-san! Kamu pasti belum terbiasa dengan sekolah pada hari pertamamu, kan?

Jika kamu tidak keberatan, bagaimana kalau aku mengajakmu berkeliling?”

Hei  apa kamu mencoba menyerobot di depan kami?!

Persaingan atas tugas bergengsi untuk membimbing Habataki Otoha sudah dimulai. Keributan mulai semakin menyebar, dan sepertinya akan meningkat ke titik di mana OSIS harus campur tangan lagi, tetapi—

...Terima kasih. Tapi aku baik-baik saja.

Otoha-san, yang telah mempertahankan ketenangan yang tak tergoyahkan sampai sekarang, tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. Dia kemudian dengan tenang berjalan menuju tempat dudukku.

...Aku akan meminta Eito untuk menunjukkan tempat ini padaku.

Hanya dengan satu kalimat itu, suasana kelas yang tadinya berisik itu berubah menjadi keheningan yang mencekam, seolah-olah semua suara telah tersedot keluar dari ruangan.

Dan kemudian—

Apaaaaaaaaa!?

Keterkejutan kolektif para siswa meletus seperti gelombang pasang, memecah keheningan dalam sekejap.

H-Hei, Yagiri! Kamu mengenal Habataki-san!?

Tunggu, ada hubungan apa dengan kalian berdua? Bagaimana kalian bisa saling mengenal!?”

Gelombang rasa penasaran yang menyelimutinya kini mengalihkan perhatiannya sepenuhnya kepadaku. Yah, kurasa ini adalah reaksi alami saat mengetahui seseorang sepertiku yang mengenal Sang Diva.

Namun, saat ditanya, Apa sebenarnya hubungan kalian? Aku merasa kebingungan.

Bisakah aku menyebutnya kalau kita teman? Itu terdengar lancang. Kita hanyalah teman yang melarikan diri? Aku tidak dapat memikirkan kata-kata yang tepat.

Hubunganku dengan Eito adalah...

Saat aku masih berusaha mencari jawaban, Otoha-san tampaknya telah mengambil keputusan. Dia mengangkat jarinya yang ramping dan elegan ke bibirnya. Keanggunan gerakannya membuat para siswa di sekitarnya terpesona, menyaksikan dengan diam penuh perhatian.

Setelah jeda singkat, dia akhirnya berbicara.

...Itu rahasia.

Senyumnya yang lembut dan seputih salju begitu indah hingga hampir tampak fana.

Rahasia, ya. Mempertimbangkan keadaan—seperti dia melarikan diri dari rumah atau fakta bahwa dia tidak dapat bernyanyi lagi, yang keduanya merupakan privaasinyaini mungkin jawaban yang paling aman. Dibungkus dalam tabir kerahasiaan, itu adalah langkah yang bijaksana. Seperti yang diharapkan dari seorang penyanyi terkenal, dia menangani situasi seperti itu dengan kemahiran yang mudah.

Hubungan.... rahasia!?

Apa itu berarti kalian, jangan-jangan, berpacaran!?

...Itu juga rahasia.

Senyumnya yang tenang masih tidak goyah saat dia menjawab pertanyaan teman sekelasnya yang terlalu bersemangat dengan cara yang sama. Dia mungkin ingin menghindari berbicara terlalu banyak—agar tidak ada yang terucap tentang perjuangan pribadinya. Membatasi informasi yang dia bagikan seminimal mungkin adalah caranya untuk melindungi dirinya sendiri.

"Ojou, pendekatan Otoha-san sangat mengesankan. Kita bisa belajar banyak darinya.

Melindungi dirinya sendiri? Ini sih jelas-jelas serangan!

Ojou bergumam dengan campuran kekaguman dan frustrasi.

Memikirkan semua pelatihan dan pengalaman media itu dapat digunakan dengan sangat efektif... Rasanya bikin sakit kepala!

Nada suaranya berada di antara rasa hormat yang enggan dan kekesalan yang tulus. Jelas bahwa, pada saat ini, dia merasa benar-benar kalah.

...Eito, ayo pergi.

Otoha-san dengan lembut menggenggam kedua tanganku, jari-jarinya sepucat dan sehalus salju yang baru turun.

Ojou, apa ini baik-baik saja?

Tentu saja. Kurasa sebaiknya ada seseorang yang dikenalnya di sana untuk membantunya beradaptasi, jawabnya dengan senyum cerah, bangkit dengan anggun dari tempat duduknya.

Baiklah, ayo pergi? Kita tidak ingin menyia-nyiakan waktu sepulang sekolah yang berharga ini, bukan?

Sembari mengatakan itu, Ojou meraih lenganku dan memegangnya erat-erat di sisi lain yang berlawanan dengan Otoha-san.

...Tunggu, mengapa rasanya seperti dia menekanku? Kata-kata dari momen itu selama Permainan Kehidupan (sementara) kembali terngiang di pikiranku.

...Aku hanya membutuhkan Eito untuk mengajakku berkeliling, sela Otoha-san dengan tegas.

Jangan khawatirkan diriku, jawab Ojou dengan lancar. “Kita bisa melakukan apa yang pernah kita lakukan selama liburan terakhir—menghabiskan waktu bersama, hanya kita bertiga.

“....”

“.....”

“Itu bukan ‘kita bertiga’. Hanya ada aku dan Eito saja berduaan, Otoha-san mengoreksi, nadanya tidak berubah.

Ya ampun. Apa kamu melupakan tentang taman? Kita bertiga ada di sana. Dan jangan lupakan percakapan seru yang kita lakukan dalam perjalanan pulang, balas Ojou dengan senyum licik.

............................

............................

Untuk sesaat—hanya sepersekian detik—aku mendapat gambaran aneh tentang mereka berdua yang terkunci dalam duel, saling pedang beradu, sampai-sampai ada percikan api beterbangan di setiap tangkisan.

Aneh sekali. Mungkin aku hanya terlalu banyak bekerja. Aku perlu mengendalikan diri—manajemen kesehatan dasar itu penting. Sepertinya aku masih harus banyak belajar.

'Kalian bertiga'? 'Sama seperti saat liburan'? Jadi Tendou-san juga ada di sana?

Oh, kurasa itu masuk akal! Bukan hanya Yagiri dan Habataki-san—Tendou-san juga ada di sana!

Tentu saja! Karena Yagiri bekerja untuk Tendou-san.

Suasana di dalam kelas rupanya mencapai pemahaman bersama tentang hubungan di antara kami bertiga.

Ojou dengan ahli mengalihkan perhatian mereka dari keadaan Otoha-san yang lebih sensitif—insiden pelariannya dan ketidakmampuannya bernyanyi. Dengan memasukkan dirinya ke dalam narasi, dia memastikan fokus mereka teralih ke tempat lain. Sungguh, kemahiran sosialnya sama mengesankannya dengan tanggapan Otoha-san yang halus.

...Hei, Eito, gumam Yukimichi di sampingku, nadanya diwarnai ketidakpercayaan.

Ya? Ada apa?”

Maksudku, bagaimana mungkin kamu masih bisa tetap tenang dengan tekanan seperti itu di kedua sisimu? Jika itu diriku, aku sudah akan dipotong-potong menjadi ribuan bagian seperti steak yang digulung dengan buruk. Jujur saja, aku merasa terkesan, bung.

Dari mana kamu malah menyimpulkannya begitu? Ngomong-ngomong, mau ikut tur? Kamu orang yang tepat untuk mendapatkan informasi. Rasanya akan sangat membantu jika kamu bisa ikutan.”

Hati-hati dengan caramu mengatakannya, Eito.” Yukimichi menyindir, seringai masam tersungging di bibirnya saat ia mengangkat bahunya dengan dramatis.

..................................

..................................

Dari dekat, dua pasang tatapan tajam yang tak terucapkan—satu dari Ojou dan satu dari Otoha-san—menatap tajam ke arah Yukimichi.

Tatapan tajam itu terasa nyata. Apa pun langkah Yukimichi selanjutnya, sepertinya itu sudah ditimbang, diukur, dan dinilai dengan tenang.

Satu kata yang salah bisa mematikan kehidupan di dunia ini, tau?

“Lagi-lagi begitu, kamu bersikap terlalu dramatis...

Astaga. Kebiasaan buruk Yukimichi muncul lagi. Terkadang, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak melontarkan pernyataan berlebihan ini.

...Baiklah, bagaimana kalau kita pergi, Habataki-san?

...Tentu. Ayo pergi bersama-sama, Tendou-san.

Keduanya tampaknya sudah cukup akrab. Mungkin, mungkin saja, mereka sedang dalam perjalanan untuk menjadi teman baik.

 

──────✧❅✦❅✧──────

 

Di sebelah sana ada kafetaria. Mungkin agak sulit untuk mengunjunginya sekarang, tetapi setelah keadaan mulai tenang, silakan mencobanya. Makanannya mendapat ulasan bagus dari para siswa.

... Aku akan mengingatnya. Jika saatnya tiba, maukah kamu ikut denganku, Eito?

Tentu saja. Makan siang bersama kita bertiga pasti lebih menyenangkan, sela Tendou.

... Tidak harus kita bertiga.

Oh? Kalau begitu, mari kita undang Kazami dan jadikan empat orang,imbuhnya sambil menggoda.

Saat aku terus memandu mereka berkeliling sekolah, percakapan antara Ojou dan Otoha-san semakin meriah dari waktu ke waktu. Anehnya, dalam benakku, mereka hampir tampak seperti dua pendekar pedang yang saling bersilangan pedang. Tetapi tentu saja, itu hanya kelelahanku yang mempermainkanku.

(Jarang sekali melihat Ojou mengobrol sebanyak ini dengan gadis lain di sekolah. Dan Otoha-san... dia berbicara lebih banyak daripada yang dia lakukan ketimbang saat kita berdua pertama kali bertemu)

Mereka berdua sama-sama tersenyum. Sepertinya mereka lebih akrab dari yang kukira. Siapa tahu, dengan dorongan yang tepat, mereka bahkan bisa menjadi teman dekat.

“Di sini halamannya. Seperti yang bisa kamu lihat, halamannya luas dan ramai saat istirahat makan siang. Beberapa siswa bersantai di rumput, sementara yang lain menikmati permainan. Bunga-bunga indah yang bermekaran di sana merupakan hasil kerja keras klub berkebun. ...Bagaimana menurutmu? Bagaimana kalau kita duduk di bangku itu dan beristirahat sambil mengagumi bunga-bunga?

...Kedengarannya bagus. Tidak ada gunanya terus-terusan merasa tegang.

...Aku setuju. Mungkin ada baiknya kita beristirahat sebentar di sini.”

Pada waktu yang pas, tur kami membawa kami ke halaman. Aku memandu mereka berdua ke bangku yang dikelilingi bunga-bunga yang semarak.

...Aku tidak menyangka mereka akan duduk berdampingan, tetapi tetap saja, melihat mereka berdua duduk di ujung bangku yang berlawanan terasa... jauh.

Sekilas, sepertinya mereka tidak begitu akrab. Atau... tunggu. Apa jangan-jangan mereka berdua—

(—hanya merasa malu?)

Kurasa itu wajar saja. Dengan adanya aku sebagai pihak ketiga di sini, baik Ojou maupun Otoha-san mungkin merasa terlalu malu untuk bersikap hangat satu sama lain. Jika memang begitu, mungkin mereka memang lebih akur daripada yang terlihat.

(Baiklah kalau begitu.)

Aku selalu menyadari bahwa Ojou tidak punya banyak teman di sekolah ini.

Jika itu Otoha-san, dia mungkin bisa menjadi teman yang dibutuhkan Ojou—seseorang yang benar-benar bisa diajaknya menjalin pertemanan.

Mungkin ini kedengarannya lancang, tetapi mungkin aku bisa memberi mereka sedikit dorongan.

Ojou, Otoha-san. Kalian berdua pasti merasa haus, kan? Kalau begitu izinkan aku mengambil sesuatu untuk kita minum. Tolong, tetaplah di sini dan beristirahat.

Tanpa memberi mereka kesempatan untuk menjawab, aku segera meninggalkan bangku dan mulai berjalan pergi.

Aku benar-benar akan membeli minuman. Hanya saja bukan dari kafetaria sekolah atau mesin penjual otomatis. Sebaliknya, aku berencana untuk mampir ke kedai kopi di dekat sekolah.

(Semoga saja, selama jeda waktu tersebut, mereka akan menemukan cara untuk lebih terbuka satu sama lain)

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Hoshine)

 

...Aku bahkan tidak bisa memanggilnya untuk menghentikannya sebelum Eito pergi menjauh.

Sejujurnya, apa yang dipikirkan Eito sih?

…………

Habataki-san juga tampak sedikit bingung karena tiba-tiba ditinggal sendirian denganku. Aku bahkan tidak bisa menyalahkannya—sejujurnya, aku sendiri merasa sedikit gelisah.

Sampai beberapa saat yang lalu, aku memiliki momentum untuk mengendalikan si kucing garong yang licik itu. Namun, dengan kepergian Eito, dorongan itu benar-benar hilang.

Tetap saja, duduk di sini dalam keheningan yang canggung terasa lebih buruk.

…Hei.

…Apa?

Apa kamu sudah bisa bernyanyi lagi sekarang?

…Ya. Sedikit demi sedikit, aku bisa bernyanyi lagi sejak hari itu. Aku melakukannya perlahan-lahan dengan pelajaran, sambil memulihkan diri. Sementara itu, kupikir aku juga akan menikmati kehidupan sekolah. Kurasa mengalami kehidupan anak SMA dapat memperluas kemampuanku untuk mengekspresikan diri. Ditambah lagi... Aku ingin meredakan kekhawatiran ayahku.

Begitu rupanya. Syukurlah, kalau begitu.

…Apa kamu mengkhawatirkanku?

A-Apa? Ya enggaklah. Aku hanya... yah, kalau bicara soal suaramu... meskipun itu menggangguku, bahkan aku harus mengakui betapa hebatnya itu. Akan sangat disayangkan jika suaramu hilang— cuma itu saja.

...Bukannya itu sama saja dengan khawatir?

Sudah kubilang tidak!

Ugh, gadis ini—apa dia sedikit... naif?

Mungkin lebih baik mengalihkan pembicaraan.

Ngomong-ngomong. Kenapa kamu pindah ke sekolah ini?

...Aku selalu penasaran tentang sekolah ini. Sekolah ini merupakan tempat ibuku bersekolah. Tapi aku tidak tahu Eito ada di sini—itu kebetulan yang menyenangkan.

Ibumu, ya... Aku pernah mendengarkan beberapa lagunya sebelumnya. Lagu-lagunya indah—menggetarkan hati orang dan mewarnai mereka dengan emosi. Bahkan orang sepertiku harus mengakuinya.

...Tentu saja. Bagaimanapun juga, dia adalah ibuku.

Aku sudah memikirkan hal ini sejak hari yang kita lalui bersama—kamu juga bisa membuat ekspresi seperti ini, ya? Kamu selalu kelihatan lebih dingin di layar TV.

...Semuanya itu berkat Eito.

Jadi begitulah adanya. Jujur saja... Eito. Saat aku mengalihkan pandanganku darimu, inilah hal yang akan dilakukannya. Aku tahu betul hal ini, sebagai seseorang yang pernah ia selamatkan. Itu membuatnya semakin mudah untuk memahami perasaannya.

...Aku ingin tetap bersamanya. Berada di sisinya. Aku tidak ingin menyerahkannya kepada siapa pun. Baru pertama kalinya aku merasa seperti ini. Eito adalah yang pertama bagiku.

...Begitu ya.

Angin sepoi-sepoi bertiup melewati halaman, dengan lembut menbelai pipi kami.

Ya. Aku juga bisa mengerti perasaan itu.

Karena kita berdua diselamatkan oleh orang yang sama... dan kita berdua akhirnya jatuh cinta padanya.

...Ojou dari Grup Tendou. Aku hanya pernah melihatmu sebentar di sebuah pesta sebelumnya, tapi... kamu sangat berbeda dari yang kuduga.

Berbeda bagaimana? Merasa terkejut karena aku jauh lebih manis dari yang kamu bayangkan?

Menurutku kamu lebih menarik dan... menghibur dari yang kuduga.

Apa itu seharusnya pujian?"

“...Niatnya begitu.

Aku tidak yakin apa aku harus merasa senang atau tidak.

“...Kamu mempunyai paras yang cantik, menawan, pintar, atletis, dan majikannya Eito. Saingan yang tangguh.

“...Yah? Kamu sendiri juga cantik. Seperti peri yang baru saja keluar dari buku cerita. Dan meskipun itu membuatku frustrasi, bahkan aku harus mengakui bakat menyanyimu. Dibandingkan dengan calon saingan lainnya, kamu adalah lawan yang tangguh.

Melakukan percakapan yang begitu berani dengan gadis lain bukanlah sesuatu yang pernah kualami sebelumnya di akademi ini.

Itu perasaan yang aneh.

Tapi aku tidak akan kalah.

“Seharusnya aku yang bilang begitu.

Tidak peduli seberapa tangguh persaingannya, aku tidak berniat melepaskan Eito.

Ojou, Otoha-san.

Akhirnya, Eito kembali sambil membawa kantong kertas dari kedai kopi. Dilihat dari waktu dan ekspresi wajahnya, jelas-jelas ia sengaja mengincar waktu kedatangannya.

Maaf membuat kalian berdua menunggu. …Aku minta maaf atas keterlambatannya—aku dihentikan oleh seseorang yang aku kenal dalam perjalanan pulang tadi.

Tidak masalah. Kami juga bersenang-senang di sini.

…Ya. Itu percakapan yang bermakna.

“Aku senang mendengarnya.

Aku menerima kopi yang diberikan Eito kepadaku. Logo pada cangkir itu berasal dari salah satu kedai kopi di bawah naungan Grup Tendou. Tentu saja, Eito pasti tahu betul preferensiku. Espresso khusus ini mendapat sentuhanku dalam pengembangannya—aku telah memberikan saran selama pembuatannya, yang menghasilkan perubahan yang meningkatkan penjualan setelah peluncurannya…

Tunggu sebentar.

Ojou?

Naluri aku berteriak kepada aku. Ada sesuatu yang tidak beres dengan apa yang baru saja dikatakan Eito.

Eito, kamu menyebutkan sebelumnya bahwa kamu dipanggil oleh seseorang yang kamu kenal, bukan?

Ya. Memangnya ada masalah dengan itu?

Siapa dia, dan apa yang mereka inginkan?

Dia adalah anggota tim basket putri dari Kelas C. Dia bilang dia punya permintaan mendesak dariku.

Oh, begitu ya? Permintaan mendesak, ya...

Kalau tidak salah, hanya ada satu gadis dari Kelas C di tim basket. Dia seharusnya menjadi bintang yang sedang naik daun yang bahkan berhasil masuk ke tingkat nasional saat SMP. Seorang anak ajaib yang pernah ditampilkan di majalah sebagai pemain yang patut ditonton.

Dan apa hubunganmu dengannya?

“Pada suatu hari dia punya beberapa kekhawatiran tentang basket, dan aku tidak sengaja bertemu dengannya. Aku hanya mendengarkan dan membantunya berlatih sedikit.

Ah, begitu ya. Sekarang semuanya jadi masuk akal. Dulu sewaktu SMP, ada saat ketika Eito tampak asyik membaca buku tentang basket dan latihan. Ia bahkan mulai membuat bekal makan siang bento yang sangat seimbang ini di pagi hari. Aku bahkan merasa penasaran mengapa ia tiba-tiba begitu peduli dengan basket... Yah, sekarang misterinya jadi terpecahkan.

...Dan apa permintaan ini?

Sepertinya Habataki-san juga langsung mengerti.

Dia bilang kalau timnya menang di turnamen olahraga mendatang, dia ingin aku bergabung dengan tim basket putri sebagai pelatih atau, idealnya, menjadi partner latihan eksklusifnya.

Keheningan antara aku dan Habataki-san hampir memekakkan telinga.

Begitu rupanya, jadi begitu ya. Partner latihan pribadi, ya…?

Ah, aku mengerti. Jadi begitulah adanya. Ini adalah salah satu situasi di mana dimulai sebagai partner latihan dan akhirnya berubah menjadi partner hidup atau semacamnya.

Eito, aku akan pulang dari sini hari ini. Bisakah kamu mengambil tasku dari kelas? Oh, dan ambilkan juga tas Habataki-san saat kamu mengambilnya.

Dimengerti. Mohon tunggu di sini sebentar.

Tentu saja. Aku mengandalkanmu.

Setelah itu, Eito bergegas pergi lagi. Ia mungkin akan kembali lebih cepat dari sebelumnya, tetapi beberapa saat saja sudah cukup untuk apa yang ada dalam pikiranku.

Hei, Habataki-san, apa kamu tahu apa cabang olahraga berikutnya untuk divisi putri di turnamen bola nanti?

...Bola basket.

Benar. Ngomong-ngomong, apa kamu punya pengalaman bermain bola basket?

...Aku belum pernah bermain sebelumnya. Tapi aku lumayan jago dalam aktivitas fisik.

Aku juga belum banyak bermain, tapi kurasa aku punya firasat bagus untuk itu.

...Kalau begitu, kita berdua perlu latihan.

Tepat sekali. Pertama-tama, kita perlu akses ke peralatan yang tepat dan pelatih untuk membimbing kita.

...Jika kita ingin siap tepat waktu untuk turnamen, kita perlu latihan intensif. Aku tidak yakin Ojou-sama sepertimu bisa melakukannya.

Jaga ucapanmu. Aku lebih khawatir dengan penyanyi glamor di sini—kamu mungkin pingsan di tengah jalan.

...Itu omong kosong. Latihan keras adalah bagian dari kehidupanku sehari-hari.

Kami berdua saling menatap, tatapan tak tergoyahkan. ...Tujuannya jelas. Tekad kami, saling menguntungkan.

Aku akan mengurus pengaturan peralatan latihan dan mencari pelatih.

...Aku akan membereskan semua rencana sepulang sekolahku.”

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Eito)

 

Turnamen bola di Akademi Tenjoin merupakan acara besar bagi para siswa, terlebih karena acara tersebut menawarkan hadiah.

Hal ini tidak selalu terjadi. Pada suatu saat, reformasi diperkenalkan oleh OSIS dan Komite Harmoni—sebuah kelompok yang dibentuk untuk menjembatani kesenjangan antara siswa internal dan eksternal. Perubahan ini menghasilkan sistem hadiah saat ini, yang secara signifikan meningkatkan taruhan dan antusiasme untuk turnamen tersebut.

Hasilnya, suasana kelas menjadi sangat ramai dengan semangat tinggi saat para siswa menunggu. Para atlet, khususnya, tampak sangat bersemangat. Mereka yang tergabung dalam klub yang relevan dengan acara turnamen memikul beban harapan rekan-rekan mereka.

Meskipun begitu... meskipun kami berada di tim basket, kami bahkan tidak berhasil mencapai bangku cadangan, keluh seorang gadis.

Dan ditambah lagi Kelas C memiliki Oda-san...

Oda Honami. Seorang siswa baru dan sudah menjadi pemain inti di tim basket putri—atau lebih tepatnya, bintang yang sedang naik daun di dunia basket putri. Dia telah menghadapi kesulitan selama masa SMP, tetapi setelah mengatasi tantangan tersebut, dia terus bermain di turnamen nasional, membuktikan kemampuan hebatnya.

Hanya Kelas C yang memiliki Oda-san di tim basket, tetapi meskipun begitu…

Ya, tidak peduli seberapa banyak orang seperti kita yang ada di tim; itu tidak akan membuat perbedaan…

Kedua orang ini—Aikawa dan Ueno—adalah siswa internal yang memiliki pengalaman tingkat lanjut di sekolah SMP yang sama dengan Oda-san. Mereka jelas memahami tingkat keterampilannya dengan sangat baik.

Itu tidak benar, sela aku. Aikawa-san memiliki kesadaran spasial yang sangat baik dan terampil dalam membuat keputusan cepat dalam situasi yang tidak terduga. Kecepatan dan ketepatan umpanmu luar biasa. Ueno-san, kamu memiliki stamina untuk terus berlari dari awal pertandingan hingga akhir, dan akurasi tembakanmu cukup mengesankan. Yang terpenting, kalian berdua memiliki fondasi yang kokoh. Kemampuanmu untuk tetap berpegang pada dasar-dasar melalui latihan yang terus-menerus merupakan bukti dedikasimu. Apa kalian tidak mengingatnya? Selama masa SMP dulu, ketika Oda-san mengundangku untuk menonton latihan tim basket putri sebentar?

Ya, aku mengingatnya, kok. Tapi kupikir kamu hanya menonton Oda-san saja.”

Itu sama sekali tidak benar. Aku mengingat usaha semua orang di tim. Aikawa-san, Ueno-san, dan semua anggota lainnya—kalian semua bekerja keras untuk turnamen nasional. Dedikasi dan tekad kalian sama cemerlangnya dengan Oda-san.

Mungkin karena aku telah menyaksikan Ojou berjuang tanpa henti sejak dia masih muda, tidak pernah membiarkan bakatnya membuatnya sombong. Bagiku, mereka yang bekerja keras selalu tampak berseri-seri. Mendukung orang-orang seperti itu sudah menjadi sifat keduaku.

Oh iya, benar. Jika kalian mau, silakan gunakan ini dengan semua orang.

Apa ini... tas pendingin? Apa isinya?

Tas ini diisi dengan barang-barang untuk mengisi ulang energi—onigiri, bungkus jeli, dan semacamnya. Aku juga menyertakan minuman. Tolong bagikan dengan Ojou dan yang lainnya.”

Kamu sudah berusaha keras menyiapkan ini untuk kami?

Tunggu... apakah semua ini buatan tangan? Kamu harus membuatnya pagi-pagi sekali untuk menyiapkan semuanya...

“Setidaknya hanya ini yang bisa kulakukan.”

Sebenarnya, aku ingin berpartisipasi dalam pertandingan dan mendukung Ojou secara langsung. Namun, karena aku tidak bisa mengikuti pertandingan putri, hanya menawarkan bantuan kecil ini yang bisa kulakukan—dan itu membuatku sangat frustrasi.

...Terima kasih, Yagiri-kun.

Benar... kita tidak boleh menyerah sebelum pertandingan dimulai. Oke, kami juga akan melakukan yang terbaik!

Ya, silakan lakukan dengan semangat. Aku akan mendukung kalian dari pinggir lapangan.

Mendukung mereka dari balik bayang-bayang—inilah upaya terbaik yang bisa kulakukan sebagai seseorang yang melayani Ojou.

—Cukup sampai di situ, Eito.

...Angkat tanganmu dan jangan bergerak.”

Ojou dan Otoha-san mulai memasuki kelas. Keduanya telah berganti pakaian di ruang ganti dan sekarang mengenakan seragam atletik Akademi Tenjoin. Mungkin untuk memudahkan pergerakan, rambut mereka diikat ke belakang menjadi ekor kuda.

Mengapa aku disuruh mengangkat tanganku...?

““Kamu tinggal diam saja. Kumohon.””

Aku menuruti perintah itu, Tetapi aku tidak tahu mengapa aku diperintahkan untuk mengangkat tanganku. Ojou dan Otoha-san melirik sebentar ke arah Aikawa-san dan Ueno-san sebelum bertukar ekspresi yang sangat menyakitkan.

“Mustahil... hanya dalam waktu singkat saat kita sedang berganti...!?

...Efisiensi mereka... hampir menakutkan...

Aku tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi, tetapi satu hal yang pasti—keduanya telah terikat pada gelombang yang aneh. Mereka telah berlatih bersama hampir setiap hari menjelang turnamen hari ini.

Eito, sebaiknya kamu pergi ke sisi anak laki-laki sekarang.

Tapi masih ada waktu sebelum turnamen dimulai...

...Kamu tidak boleh membuat mereka menunggu.

Dengan begitu, keduanya dengan lembut tapi tegas mendorongku, praktis mendorongku ke arah Yukimichi dan yang lainnya.

Ah, um, Ojou! Semuanya! Semoga beruntung di pertandingan kalian nanti!

Aku berseru keras saat disuruh pergi, tetapi mereka sudah fokus, tekad mereka bersinar saat mereka bersiap untuk pertandingan yang akan datang.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Hoshine)

 

Aku membusungkan dadaku dengan senyum tipis dan menyatakan:

Di atas segalanya, kita punya alasan untuk menang!

Sesaat kebingungan muncul di wajah Aikawa-san dan Ueno-san sebelum mereka terkekeh.

Haha, sungguh kepercayaan diri yang luar biasa. Yah, aku agak mengerti apa yang kamu katakan.

Alasan, ya... Ya, kamu memang benar. Kita sudah sejauh ini, jadi kalah akan menyebalkan. Mari kita berikan yang terbaik!

Respons mereka membuatku dan Habataki-san mengangguk ringan.

Tepat sekali. Itulah semangatnya. Mari kita singkirkan sikap malu-malu itu dan berikan semua yang kita punya.

...Setuju. Kita bisa menang.

Perkataan Habataki-san yang tenang namun tegas hanya memperkuat energi di udara.

Ketika melihat Aikawa-san dan Ueno-san, kebimbangan dan keragu-raguan mereka hilang. Keduanya sekarang memiliki ekspresi tekad atlet yang siap menghadapi tantangan mereka.

Baiklah, mari kita melakukan sedikit pemanasan. Penting untuk benar-benar siap sebelum pertandingan!

Setuju! Jika sudah sejauh ini, kita harus mengerahkan segenap kemampuan kita!

Jadi, kami fokus pada persiapan akhir sebelum pertandingan. Tekad itu terlihat jelas, dan persatuan tim kami telah menguat. Sekarang, yang tersisa hanyalah memberikan segalanya kepada kami di lapangan.

Kami berdua, Habataki-san dan aku, menjalani latihan yang melelahkan yang membuat darah, keringat, dan air mata kami bercucuran untuk turnamen olahraga ini, aku menyatakan dengan penuh percaya diri.

““Latihan yang melelahkan...?””

Mereka berdua menatapku kosong menanggapi pernyataanku.

...Aneh sekali. Ini adalah bagian di mana mereka seharusnya terkesan dan bertepuk tangan. Apa jangan-jangan mereka salah paham dan mengira kami melakukan latihan setengah hati?

Benar sekali. Itu bukan latihan setengah-setengah. Kami menyewa seluruh fasilitas dan bahkan mempekerjakan mantan pelatih profesional untuk melatih kami secara menyeluruh.

Woah, itu luar biasa. Seperti yang diharapkan dari putri konglomerat Grup Tendou....”

Benarkah? Apa itu beneran, Habataki-san...?

Mm-hmm. Benar sekali. Aku bekerja keras karena aku benar-benar ingin menang.

Dengan ekspresi datarnya yang tidak berubah, Habataki-san mengangguk kecil dan membuat tkamu perdamaian. Melihat ekspresi kami, Aikawa-san dan Ueno-san saling bertukar pandang dan kemudian—

Pfft... heheh...

Hahaha!

Entah mengapa, mereka berdua justru tertawa terbahak-bahak.

Ah, maaf, maaf! Kami tidak mengolok-olokmu atau semacamnya.

Hanya saja... rasanya terlalu intens untuk sebuah turnamen olahraga biasa sehingga membuatku lengah... haha!

Rupanya, mereka tidak mengejek kami.

Tetap saja, aku tidak menyangka akan ditertawakan. Menjadi serius tentang sebuah turnamen olahraga merupakan hal yang wajar. Terutama karena kami bertekad untuk menghentikan pencuri kucing licik itu apa pun yang terjadi.

Tetap saja, 'latihan melelahkan yang membuat darah, keringat, dan air matamu mengucur'...?

Tendou-san, rupanya kamu itu orang yang lebih menghibur dari yang kubayangkan.”

Apa—!? Me-Menghibur?

Mereka mengatakannya lagi. Menghibur? Perkataan mereka membuatnya terdengar seperti aku semacam pelawak atau semacamnya!

...Ya. Tendou-san memang sangat menghibur. Dan menyenangkan.

Ahaha! Habataki-san, kamu juga lebih menghibur dari yang kuduga.

Ngomong-ngomong, jika kalian melakukan latihan yang begitu intens, kamu bisa saja mengundang kami untuk bergabung.

Aku telah mempertimbangkan kemungkinan itu. Tapi...

Kalian berdua punya latihan klub basket sepulang sekolah, bukan?

...Mana mungkin aku memintamu untuk memotong kegiatan klubmu hanya untuk turnamen olahraga.

Ketika aku mengatakan itu, Aikawa-san dan Ueno-san membelalakkan mata mereka karena terkejut.

Tendou-san... kamu ternyata sangat perhatian, ya?

Ya, ya. Kau lebih bisa diterima dari yang kukira.

Mereka tampaknya mencari kata-kata yang tepat, perlahan-lahan menyusun pikiran mereka.

Bagaimana mengatakannya ya... Bukannya kamu terlihat menakutkan atau semacamnya, tapi...

Kamu merasa seperti... sosok yang tidak terjangkau? Rasanya seperti kamu berada di luar jangkauan kami, sulit untuk mendekatimu. Tapi jika kamu menghibur seperti ini, mungkin kami seharusnya berbicara denganmu lebih awal.

...Jadi begitu pandangan mereka kepadaku. Bukannya aku peduli juga sih.

Yah, yah, latihan yang intens, ya? Sebagai anggota klub basket, kami tidak bisa membiarkanmu mengalahkan kami.

Ya, aku merasa bersemangat sekarang! Mari kita raih kemenangan bersama!

Pokoknya, moral mereka yang meningkat merupakan pertanda yang baik.

Kita tidak mengincarnya—kita akan menang. Jangan salah paham.

...Tidak ada pilihan lain.

Ketika Habataki-san dan aku menyatakan ini dengan tegas, Aikawa-san dan Ueno-san mengangguk setuju.

Kamu benar! Tidak ada ruang untuk ragu-ragu, ya?

Mari kita menangkan ini! Hanya kita berempat!

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Eito)

 

Saat ini, pertandingan pertama turnamen putri kemungkinan akan segera berakhir.

Aku ingin menyemangati Ojou, tetapi dia telah terlebih dahulu menghentikanku dengan berkata, Aku tidak butuh dukunganmu. Kamu bisa tunggu saja hasilnya. Dengan berat hati, aku harus menghormati keinginannya.

Mengingat kepribadiannya, dia pasti sudah mengamankan kemenangan di pertandingan pertamanya. Dengan semua sesi latihan yang dia curahkan setelah sekolah, dan mengingat perbedaan tingkat keterampilan, hampir mustahil rasanya membayangkan dia bisa kalah.

Yo, Eito! Akhirnya ketemu juga. Aku sedari tadi mencarimu, seru Yukimichi sambil berjalan ke halaman.

Yukimichi. Apa pertandinganmu akan segera dimulai?

Ya. Aku cuma ingin menanyakan kabarmu. Kamu biasanya tepat waktu, tetapi bakalan jadi bencana jika kamu datang terlambat. Ini tentang menjaga moral tetap tinggi, tahu?

Kamu tampaknya sangat bersemangat tentang turnamen ini. Apa ada alasannya?

Heh, tentu saja aku bersemangat! Bagi anak SMA, ini bukan hanya tentang mencapai tujuan akademis; kamu harus mencurahkan hatimu ke dalam olahraga, bekerja keras, dan menjalani masa muda yang murni dan sehat penuh dengan—

Dan alasanmu yang sebenarnya?

...Untuk memenangkan tiket Wonder Festival Land eksklusif itu dan menjadi magnet cewek.

“Sejujurnya. Aku suka itu.

Hadiah untuk turnamen itu bervariasi berdasarkan tingkat kelas. Untuk kelas satu, hadiahnya adalah tiket eksklusif ke Wonder Festival Land, taman hiburan yang sangat populer yang dibicarakan semua orang. Tiketnya dijual dengan harga selangit secara daring, sehingga sangat sulit didapatkan.

Ngomong-ngomong, Wonder Festival Land dioperasikan oleh anak perusahaan di bawah Grup Tendou. Beberapa atraksi didesain ulang berdasarkan saran dari Ojou, yang menghasilkan peningkatan substansial dalam pendapatan dan reputasi.

Kamu tahu, selain dirimu, rasanya sungguh mengesankan bagaimana para lelaki di kelas kita bersemangat dengan tiket taman hiburan.

Tiket eksklusif Wonder Festival Land bukan sekadar tiket saja, bung. Itu adalah kunci ajaib yang menarik perhatian para gadis di seluruh dunia. Tentu saja semua orang bersemangat tentang itu! Dan dengarkan ini baik-baik, Eito, aku merasa tidak masalah kamu mengatakan itu kepadaku, tetapi jangan berani-beraninya kamu membicarakannya di depan cowok lain.

Aku tidak merencanakannya, tetapi... mengapa tidak?

Karena jika kamu menghargai hidupmu, kamu harus tetap tutup mulut.

Masuk akal—aku menghargai hidupku. Jika aku mati, aku tidak akan bisa melayani Ojou lagi.

Wah, apa kamu melihat pertandingan basket putri kelas satu tadi? Itu gila banget, kata seseorang di dekat kami.

Yeah. Jujur saja, itu membuatku tercengang, siswa lain menimpali.

Mendengar percakapan ini di antara beberapa siswa laki-laki, mau tak mau aku jadi mendengarkan lebih dekat.

Mereka benar-benar mengalahkan Kelas D.

Dengan penampilan itu, mereka bahkan mungkin mengalahkan kelas favorit—Kelas C.

Seperti yang diharapkan dari Ojou, tampaknya pertandingannya berjalan tanpa hambatan, menghasilkan kemenangan tanpa cela.

Hei, hei, kalian. Mengapa kalian menonton basket dengan sangat serius? Itu bukan hal yang seharusnya kalian fokuskan, suara lain ikut menyela.

Pembicaraan tentang pertandingan basket yang mengesankan dari Ojou tiba-tiba terganggu oleh kedatangan seorang siswa laki-laki yang kekar. Senyumnya yang sombong dan ekspresi mengejeknya segera mengubah nada pembicaraan.

Dan apa yang kamu lihat? salah satu siswa bertanya, mengerutkan kening pada pendatang baru itu.

Bukannya itu sudah jelas? jawabnya, senyumnya melebar. Tubuh Tendou...  tubuhnya yang montok itu loh.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Yukimichi)

 

Memisahkan kelompok untuk anak laki-laki dan perempuan itu menyebalkan, ya, ‘kan? Maksudku, kenapa tidak mengajak mereka bermain basket sepulang sekolah saja? Mungkin, di tengah kekacauan ini, aku bisa, tahu, tanpa sengaja menyentuh payudaranya yang besar atau semacamnya.

Woah. Itu benar-benar hal terparah yang pernah kudengar darimu sejauh ini.

Jangan sok suci. Kalau kalian tertarik, kalian juga bisa bergabung. Siapa tahu, mungkin kalian beruntung dan bisa merasakannya.

“Mana mungkin itu bisa terjadi. Dasar idiot.

Tawa kasar siswa laki-laki kekar itu perlahan menghilang.

Sampai suaranya benar-benar menghilang, Kazami Yukimichi—aku—tidak berani memaksa diriku untuk melihat wajah Eito sama sekali.

Eito, yang berdiri mematung, tidak bergerak sedikit pun, seolah-olah tubuhnya telah berubah menjadi batu. Kalau dirinya tidak menahan diri, ia mungkin telah melepaskan niat membunuh, baik dirinya dan aku mengetahui hal itu.

Eito selalu berusaha menjadi orang yang melayani majikannya, Tendou Hoshine. Dirinya selalu sadar akan perannya dan tidak ingin mencoreng nama baik Hoshine. Sosok terbuang seperti dirinya tidak berani menodao kehormatannya. Ia tidak boleh membebani majikannya dengan masalah yang tidak perlu. Itulah sebabnya Eito selalu berusaha menjadi orang baik dan terhormat yang layak bagi majikannya.

...Yah, justru karena rasa tanggung jawab itulah dia tanpa sengaja memicu segala macam pertanda di mana-mana, yang pasti rumit bagi Tendou sendiri untuk mengatasinya.

Bagaimanapun, mungkin itulah sebabnya dirinya sekarang bersikap rendah hati—untuk menghindari menciptakan lebih banyak masalah bagi majikannya. ...Meskipun, sejujurnya, intensitas kemarahannya yang sebenarnya terpancar darinya.

...Yukimichi. Orang tadi itu, ia dari Kelas 1-E, bukan?

Y-ya... memang. Tunggu, bagaimana kamu bisa mengetahuinya?

Karena ini sekolah tempat Ojou bersekolah, aku sudah menghafal wajah, nama, dan kelas yang ditetapkan untuk semua siswa... Jadi, lawan kita adalah...

“.... Pertandingan berikutnya.

Tepat sekali. Waktunya sangat pas sekali.

Wajah Eito menunjukkan senyum ceria, tetapi aura gelap dan mengancam yang terpancar darinya sangat jelas bagiku. Aura itu begitu menakutkan sampai-sampai aku merasa bersyukur bahwa ia bukan musuhku.

Sebagai anak SMA, ini bukan hanya tentang akademis. Kita perlu mendedikasikan diri untuk olahraga, berkeringat dengan jujur, dan menikmati masa muda yang sehat. Mari kita pastikan tidak ada hama yang berpikir untuk terlibat dalam omong kosong seperti itu.

Sejujurnya, kupikir pertandingan mendatang melawan Kelas 1-E akan menjadi tantangan terbesar kita.

Bagaimanapun juga, tim sepak bola mereka—yang menampilkan pria kekar yang baru saja melangkah lebih jauh dari sekadar menginjak titik lemah Eito dan langsung menginjaknya—terdiri dari beberapa pemain terbaik di kelas kami. ...Tetapi sekarang, aku tidak merasa perlu khawatir tentang pertandingan itu. Tekad Eito sudah melampaui siapa pun di tim kami. Bahkan, mungkin lebih baik merasa kasihan pada lawan. Lagipula, ini hanyalah turnamen olahraga sekolah. Hanya pertandingan sepak bola biasa. Selama pertandingan tetap dalam batasan aturan, tidak akan ada masalah.

Misalnya, bahkan jika harga diri para pemain sepak bola itu hancur sampai-sampai mereka kehilangan keinginan untuk melakukan apa pun setelah sekolah, secara teknis itu masih dalam aturan.

Baiklah kalau begitu... kurasa kita sepaham.

Aku menggenggam kedua tanganku dalam pikiranku, diam-diam memanjatkan doa untuk pemain sepak bola kekar yang bahkan hampir tidak kukenal itu.

Ngomong-ngomong, Kelas 1-A kami meraih kemenangan telak yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengamankan tiket undangan khusus ke taman hiburan Wonder Festival Land sebagai hadiah kejuaraan.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Eito)

Hasilnya,

Sepertinya pertandingan divisi putri turnamen olahraga angkatan kelas satu di Akademi Tenjoin, Kelas 1-A milik Ojou itu berhasil memetik kemenangan.

...Itu adalah pertarungan yang sengit.

Otoha-san, berbicara di halaman sekolah, tampaknya mengenang pertandingan itu. Dia mengangguk dengan sungguh-sungguh, dengan jelas merenungkan kejadiannya.

...Seperti yang diharapkan dari bintang baru dunia basket putri SMA. Jika bukan karena kerja sama tim dan kontribusi Hoshine, kita pasti kalah.

“Benar sekali. Keterampilan Oda-san sungguh luar biasa, tetapi bagimu dan Ojou sampai bisa mengalahkan tim yang beranggotakan seseorang sehebat dirinyabahkan dengan kerja sama tim—itu adalah bukti kemampuanmu, Otoha-san.

Meskipun keterampilan individu sangat penting, pertandingan basket pada dasarnya adalah olahraga tim.

Selain itu, ini adalah turnamen olahraga, dan sebagian besar rekan satu timnya adalah amatir. Jumlah pemain juga tidak lazim dibandingkan dengan pertandingan reguler. Meskipun dalam kondisi yang tidak biasa, kecemerlangan taktik Ojou dan Otoha-san bersinar cerah.

...Tentu saja... mana mungkin aku akan kalah... dengan Otoha dan semua orang di timku...

Ojou berbicara dengan percaya diri ketika duduk di bangku di samping Otoha. Namun, dia jelas-jelas hampir tertidur, kelopak matanya tampak seperti bisa menutup kapan saja.

... Aku tidak akan... kalah... dengan beberapa... kucing garong...

Dia benar-benar kelelahan.

Ojou bersandar di bahu Otoha, hampir tertidur—tidak, dia pasti tertidur sekarang.

Dia berlatih keras untuk persiapan turnamen hari ini. Sekarang setelah ketegangannya hilang, kelelahan pasti menimpanya sekaligus, ucap Otoha-san, menatapnya dengan ekspresi lembut.

...Eito, kamu terlihat bahagia. Kenapa begitu?

Aku memang merasa senang dengan kemenangan Ojou dan Otoha-san—tetapi yang membuatku paling bahagia adalah seberapa dekatnya hubungan kalian berdua.”

Kebetulan, bangku tempat Ojou dan Otoha-san sekarang duduk adalah bangku yang sama yang mereka gunakan pada hari pertama setelah pindah.

Saat itu, mereka duduk di ujung bangku yang berlawanan. Tapi sekarang, bahu mereka bersentuhan saat mereka bersandar satu sama lain.

Pemandangan Ojou dan Otoha-san seperti ini sepertinya mencerminkan bagaimana hubungan mereka berkembang. Hal itu membuatku merasa benar-benar bahagia dan menghangatkan hatiku.

“…Benarkah?”

“Ya. Sebelum aku menyadarinya, kalian berdua mulai memanggil satu sama lain dengan nama depan kalian.”

“…Itu hanya dalam alur pertandingan.”

Mereka berdua keras kepala dan bukan orang yang paling lugas.

Aku yakin mereka sudah mengakui keterampilan satu sama lain sejak lama—mungkin saat sesi latihan sepulang sekolah. Tapi keduanya tidak mau mengakuinya, jadi mereka tidak bisa memaksa diri untuk memanggil nama depan satu sama lain.

Kemudian, karena terjebak dalam intensitas pertandingan, mereka pasti secara alami mulai memanggil satu sama lain dengan cara itu tanpa menyadarinya.

“Kalian berdua mungkin sudah menjadi teman baik, iya ‘kan?”

“…Mungkin begitu.”

Otoha-san menatap Ojou, yang tertidur lelap di bahunya, dan tersenyum lembut.

Bagiku, itu jelas—dia tampak benar-benar bahagia, hampir kegirangan.

“Hoshine adalah temanku … Ya. Temanku.”

Fakta bahwa Ojou adalah temannya tampaknya tertanam alami di hati Otoha-san.

“…Tapi, dia bukan hanya temanku saja.”

“Dan maksudmu?”

“…Dia juga sainganku.”

Saingan, ya? Itu masuk akal. Aku selalu merasakan ketegangan halus di antara mereka, seolah-olah mereka terus-menerus bersaing. Bahkan selama latihan, mereka saling mendorong maju, berkembang pesat bersama.

“…Itulah sebabnya, sebagai saingan, aku tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja.”

Setelah melirik sekilas ke Ojou yang tertidur di bahunya, Otoha-san berbalik menatapku sepenuhnya.

“…Eito. Aku ingin hadiah.”

“Hadiah… karena memenangkan turnamen olahraga?”

“…Ya. Karena aku sudah bekerja keras.”

“Memang benar. Kamu sudah berjuang sekuat tenaga,” jawabku sambil mengangguk.

…Tunggu dulu sebentar?

“Uhmm… Apa maksudmu aku harus memberimu hadiah?”

Saat aku meminta klarifikasi, Otoha-san mengangguk tegas.

“Hadiah untuk menang sebagai peserta kelas satu adalah 'Tiket Undangan Spesial Wonder Festival Land'... Ayo kita gunakan itu untuk berkencan.”

Karena aku menang dalam pertandingan sepak bola dan Otoha-san dan Ojou menang dalam bola basket, kami masing-masing punya satu tiket undangan spesial ini. Membiarkannya terbuang sia-sia akan sangat disayangkan. Selain itu—

“Ah, masalah itu. Jangan khawatir; Ojou sudah memberitahuku.”

“………………………………Apa maksudmu???”

“Kamu tahu, rencana menggunakan tiket hadiah untuk pergi ke Wonder Festival Land? Bersamaku, Otoha-san, dan Ojou—hanya kita bertiga.”

“Kita bertiga…?”

Aneh. Otoha-san bereaksi seolah-olah ini pertama kalinya dia mendengarnya.

Ojou sudah memberitahuku tadi malam. Dia berkata, 'Jika kita memenangkan turnamen olahraga, mari kita gunakan tiket hadiah sebagai hadiah dan pergi bersama, hanya kita bertiga.' Dia juga menambahkan, 'Aku yakin Habataki-san akan bertanya kepadamu tentang hal itu nanti.' Jadi secara alami, kupikir itulah maksudnya.

Kalau dipikir-pikir, tadi malam dia masih memanggilnya dengan sebutan Habataki-san. Aku sudah memperhatikan sebelumnya ketika dia memanggilnya Otoha sebagai gantinya—itu mengejutkanku sejenak.

……………………Tidak mungkin... Apa dia sudah memprediksi tindakanku sebelumnya...?!

Otoha-san menatap Ojou yang sedang tidur di bahunya dengan ekspresi terheran-heran.

...Seperti yang diharapkan dari seorang saingan... dia benar-benar lawan yang tangguh...!

? Ya, benar. Kurasa Ojou memang luar biasa.

Aku tidak begitu yakin persaingan macam apa yang dia bicarakan, tetapi karena dia berkata seperti yang diharapkan, sepertinya dia sedang memuji Ojou.

Baiklah. Ayo cepat pulang sebelum terlambat."

Aku tidak tega membangunkan Ojou yang tertidur di bangku. Dengan hati-hati, seolah sedang memegang harta karun yang berharga, aku dengan lembut menggendong Ojou dalam pelukanku.

Entah mengapa, Otoha-san menatapku dengan pandangan iri saat dia melihat ini.

... Mau bagaimana lagi. Aku akan membiarkanmu merasakan itu untuk hari ini.

Sambil berkata demikian, Otoha-san juga bangkit dari bangku.

... Tapi. Aku mungkin menginginkan hadiah yang berbeda di lain waktu. Tentu saja, darimu.

Ahaha. Jika itu sesuatu yang bisa kulakukan, aku akan melakukan apa saja untukmu.

... Baiklah. Aku akan memikirkannya.

 

──────✧❅✦❅✧──────

 

Ojou. Tolong bangun, Ojou.

Bahkan setelah kami tiba di rumah, Ojou tetap tertidur. Dia  berbaring dengan damai di tempat tidurnya, kelopak matanya tertutup saat dia bernapas dengan lembut dalam tidurnya.

Tidur terlalu banyak di siang hari akan membuatnya sulit tidur di malam hari. Idealnya, aku ingin dia bangun sekarang... tetapi karena ia, sepertiku, sudah mandi di akademi, aku juga ingin membiarkannya beristirahat sedikit lebih lama.

Sekarang sudah hampir waktunya makan malam. Tolong bangun.

Mmnn—... tidak mau...

Sepertinya dia sudah bangun, tetapi... ini masih—tidak, dia masih dalam keadaan setengah tertidur.

Membangunkan Ojou di pagi hari selalu menjadi tantangan. Biasanya, para pembantu yang mengurusnya, tetapi kadang-kadang aku dipanggil untuk melakukannya sendiri.

Eito, tidurlah bersamaku...

Aku tidak bisa melakukan itu. Ayolah, kau harus bangun.

Tidakkkkkk...

Mungkin karena dia memiliki begitu sedikit kesempatan untuk dimanja oleh orang tuanya, baik di masa kecilnya maupun sekarang, Ojou menjadi sangat kekanak-kanakan saat dia dalam keadaan mengigau. Dalam keadaan ini, dia jarang mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Aku pernah mendengar para pelayan juga sering berjuang dengan hal ini.

Salah satu pelayan pernah mengajariku sebuah trik.

Jika kamu langsung menolaknya, itu akan menjadi bumerang. Kuncinya adalah memanjakannya sedikit terlebih dahulu untuk membuatnya mau bekerja sama.

Baiklah, baiklah. Kalau begitu cuma sebentar saja, aku akan berbaring denganmu.

Aku tersenyum kecut saat aku bergabung dengannya di tempat tidur.

Mmm—...?

Saat Ojou melihat wajahku saat aku bergabung dengannya di tempat tidur, ekspresinya melembut menjadi senyum yang santai dan lembut.

Eito... Hehe~♪

Oh, dia sedang dalam suasana hati yang baik sekarang. Mungkin sebentar lagi, dia akan mulai mendengarkanku.

Peluk—♪

Masih dalam semangat tinggi, Ojou tiba-tiba memelukku. Rasanya mirip seperti seseorang yang sedang memeluk boneka atau bantal tubuh—dia melakukannya tanpa ragu-ragu sama sekali.

Tunggu… Ojou?

~”

Dia sepertinya tidak mendengarku sama sekali. Tapi satu hal yang bisa kurasakan adalah raut wajah bahagianya yang begitu murni. Setidaknya, kukira begitu karena aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Kenapa? Karena kepalaku saat ini menempel di dadanya yang berkembang dengan baik dan lembut, membuatku menjadi sulit bernapas, apalagi berpikir jernih.

Eito...

...Ini gawat. Suaranya semakin mengantuk setiap detiknya. Dia jelas-jelas berencana untuk tertidur lagi.

Tapi mana mungkin aku bisa dengan paksa melepaskannya dariku.

"Hadiah... Mmm...

......

Hadiah, ya...

Dia benar. Bukan hanya karena memenangkan turnamen olahraga, tapi hari ini juga merupakan hari yang penting—hari ketika Ojou mendapat teman baru.

Pada akhirnya, satu-satunya hadiah yang bisa kuberikan padanya adalah menuruti keinginannya sedikit.

“Happ!

Setelah berhasil melarikan diri dari bukit kembarnya yang lembut dan kenyal, aku mengamankan napasku sekali lagi, dan dengan lembut mengusap rambutnya yang halus nan lembut.

...Khusus untuk hari ini saja, oke?

Setelah melirik sekilas ke wajahnya yang manis saat tidur, aku memasrahkan diriku untuk menjadi bantal peluknya sekali lagi.

Dia mungkin akan bangun di tengah malam, tapi... yah, aku akan menghadapinya saat waktunya tiba.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Hoshine)

 

Mm...?

Kesadaranku yang samar-samar mulai terbangun.

Gelap. Hangat, nyaman... dan sensasi ini... Aku berada di tempat tidur.

Mm—...

Aku menyadari bahwa aku pasti tertidur di suatu titik tanpa menyadarinya.

Dilihat dari waktunya, sekarang mungkin masih malam. Di luar tidak cerah—gelap. Jika sudah pagi, para pembantu pasti sudah datang untuk membangunkanku.

Haruskah aku bangun? Tetapi jika aku melakukannya sekarang, aku mungkin akan terbangun dan tidak bisa tidur lagi. Selain itu, untuk beberapa alasan, aku merasakan penolakan yang tidak biasa terhadap gagasan untuk bangun hari ini.

Aneh sekali. Aku tidak pernah merasa begitu kuat untuk tidak ingin meninggalkan tempat tidurku sebelumnya. Aku selalu buruk dalam hal bangun, tetapi... kehangatan yang menenangkan ini—rasa aman ini—aku tidak ingin melepaskannya.

Itu benar. Aku tidak ingin melepaskannya... Tetapi melepaskan apa?

Bantalku? Tidak, itu tidak mungkin. Bantalku tidak sehangat ini, dan ukurannya tidak cocok.

Bantal tubuh? Tidak, itu juga bukan. Aku bahkan tidak mempunyainya.

Boneka binatang? Tidak, jelas bukan itu juga. Ukurannya terlalu besar, dan aku bersumpah aku bisa mendengar sesuatu seperti napas.

Dengan hati-hati, aku membuka mataku.

……Eito?

Sesuatu yang telah kupeluk selama ini, tanpa menyadarinya, tidak salah lagi adalah… dirinya. Satu-satunya Eito.

(Apa? Apa? Kenapa? Bagaimana?)

Aku tidak bisa memahaminya. Ada terlalu banyak informasi yang perlu diproses, dan pikiranku berputar dalam kebingungan.

Tidak. Tenanglah. Pada saat-saat seperti ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah menenangkan diri, Tendou Hoshine.

Tenanglah, tetaplah tenang, dan susun fakta-fakta tentang apa yang terjadi di depanmu.

Fakta 1: Entah bagaimana aku tertidur.

Fakta 2: Ketika aku bangun, aku memeluk Eito saat ketiduran.

Kesimpulan yang dapat kuambil dari ini adalah… tidak ada! Tidak ada kesimpulan, tidak ada sama sekali!

(Ugh, seriusan! Bagaimana aku bisa tetap merasa tenang dalam situasi seperti ini!?)

Kalau ini tentang saran perbaikan untuk atraksi taman hiburan atau menu baru di ritel kedai kopi nasional, aku bisa menghasilkan banyak ide. Kalau ini tentang meraih peringkat tinggi dalam ujian tiruan nasional atau unggul dalam olahraga, aku juga bisa.

Tapi memahami situasi ini? Itu lebih sulit dari apa pun. Sebenarnya, itu benar-benar mustahil.

…Tetap saja, kenapa Eito membiarkanku memeluknya dengan begitu tenang seperti ini?

Mungkinkah ia tidak keberatan? Tapi bagaimana kalau ia keberatan? Bagaimana kalau dirinya tidak nyaman? Pemikiran semacam itu membuatku takut, tapi… Aku perlu melihat wajah Eito. Kalau ia tampak kesal, aku harus minta maaf.

Sssshhh… ssshh

Tunggu. Makhluk menggemaskan apa ini?

…Sekarang setelah kupikir-pikir lagi, aku hampir tidak pernah melihat wajah tidur Eito. Lagipula, ia tidak tidur sampai aku tertidur lebih dulu.

Jadi ini wajah yang kamu buat saat tidur…

Imutnya. Eito memiliki wajah yang tampan, tetapi saat sedang tertidur, ia terlihat sedikit lebih polos—hampir seperti anak kecil.

Hehe...

Aku mencoba menepuk-nepuk kepalanya dengan lembut. Rambutnya begitu halus dan lembut, rasanya luar biasa saat disentuh. Mungkin aku akan bertanya apa aku bisa melakukan ini lebih sering mulai sekarang.

…………

Tapi tunggu. Apa beneran tidak masalah bahwa aku hanya merasa puas dengan menepuk-nepuk kepalanya?

Apa aku terlalu fokus pada sesuatu yang kecil (yah, itu sama sekali tidak kecil, tetapi mari kita sebut begitu untuk saat ini) dan mungkin membiarkan sesuatu yang lebih besar berlalu begitu saja?

Tenanglah. Tendou Hoshine, tenangkan dirimu.

Bernapaslah, tetap tenang, dan susun fakta-fakta dari situasi ini.

Fakta 1: Sekarang malam hari.

Fakta 2: Eito ada di sini.

Fakta 3: Kami berada di tempat tidur.

………………………………Begitu ya.

Aku tidak akan menjelaskan bagaimana atau mengapa, tetapi… mungkin, murni karena kebetulan, melalui suatu kekuatan yang tidak dapat dihindari, dan sepenuhnya karena kecelakaan (catatan: itu bukan kecelakaan dari sudut pandangku), sesuatu bisa saja terjadi di sini.

……!

Jantungku berdegup kencang di dadaku. Berdebar sangat kencang, sampai-sampai seolah memenuhi ruangan dengan iramanya.

Secara naluriah aku mulai mendekat, tetapi kemudian—tiba-tiba—aku menyadari sesuatu.

(Kami baru saja mengikuti turnamen olahraga hari ini, dan kami berdua berkeringat cukup banyak…)

Aku memang sudah mandi di akademi, untuk berjaga-jaga. Meski begitu, itu tetap menggangguku. Hanya untuk berjaga-jaga. Ya, hanya untuk berjaga-jaga. Bukannya aku terbawa suasana. Jelas bukan karena itu.

Baiklah.

Aku menepis rasa nyaman yang tak tertahankan itu sekaligus dan memutuskan untuk bangun lebih dulu.

Kabut dari sebelumnya hilang seolah-olah itu adalah kebohongan, dan kepalaku sekarang terasa jernih.

Aku akan mandi. Aku tidak boleh membuang-buang waktu, jadi aku akan menyiapkan makanan ringan saat melakukannya. Jika perutku keroncongan pada saat-saat kritis, itu bisa merusak suasana hati atau semacamnya.

Aku tidak boleh menyia-nyiakan waktu sekarang (karena ini tidak dapat disangkal hal yang benar untuk dilakukan, tidak peduli apa kata orang). Pastinya Eito juga akan segera bangun. Sebelum itu terjadi...!

Aku bergegas semampuku, membersihkan diri lebih menyeluruh daripada yang pernah kulakukan dalam hidupku, memakan makanan ringan, menggosok gigi, dan mengenakan gaun makam khusus yang kubeli khusus untuk acara seperti ini... Kemudian, aku kembali ke medan perang.

Yang tersisa hanyalah naik kembali ke tempat tidur seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku bahkan sudah menyiapkan dialogku.

[Oh, wow, sungguh mengejutkan. Aku sama sekali tidak tahu kalau kamu ada di sini.]

Sungguh penampilan yang sempurna... Mungkin aku punya bakat akting terpendam.

...Baiklah. Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja," aku meyakinkan diriku sendiri.

Meskipun rasa malu mulai menyelimuti diriku, akan tetapi keberanianku lebih besar ketimbang itu.

...Karena saat ini, aku sudah sangat menyukainya.

Yang tersisa hanyalah membuka pintu ini dan merangkak ke tempat tidur. Hanya itu saja. Tidak lebih. Itu hanya naik ke tempat tidurku—bukan masalah besar.

Aku akan masuk... Baiklah. Aku akan masuk sekarang...! Aku akan hitung sampai tiga lalu masuk...! Tiga, dua...

Ojou, apa kamu sedang bersiap-siap untuk tidur malam ini?

Ya. Yah, bukan tidur, tapi kembali ke tempat tidur. Ini pertarungan.

...? Begitu ya. Kamu tampak sangat kelelahan hari ini, jadi beristirahatlah dengan baik.

Ya. Selamat malam, Eito.

Baiklah, mari kita atur ulang.

Kali ini pasti, aku akan hitung sampai tiga dan masuk...! Tiga, dua...

Satu... Nol... ...

………………………………………………

...Eito?

“Iya, ada apa, Ojou?

...Kamu sudah bangun?

Ya. Sebenarnya, aku juga sempat ketiduran entah kapan... Maaf, aku tidak bermaksud begitu.

Begitu... Tidak, maksudku, tidak apa-apa jika kamu ketiduran, tapi...

Melihat lebih dekat, aku melihat Eito sudah … Ia mengganti seragamnya dengan kemeja, dan rambutnya tampak sedikit basah.

...Apa kamu berencana mau tidur juga, Eito?

Ah, ya. Aku sudah mandi dan bersiap-siap untuk tidur.

Jadi, saat aku masih terjaga, Eito sudah melakukan hal yang sama.

…Sungguh keterlaluan! Semua itu karena aku sempat ragu-ragu saat itu...! Ah, tidak. Itu bohong. Mana mungkin aku ragu-ragu! Itu terjadi begitu saja secara kebetulan!

Baiklah, selamat malam, Ojou.

Eito menundukkan kepalanya dengan sopan.

...Sepertinya momen itu telah berlalu lagi. Ah... Pada akhirnya, kali ini juga...

Ah, ya... Selamat malam...

Aku mulai berbalik dan kembali ke dalam kamarku, seperti yang selalu kulakukan—

...Tunggu.

Aku telah meraih ujung kemeja Eito.

Ojou?

...Hari ini, aku sudah bekerja sangat keras.

Ya, kamu memang sudah berjuang. Meskipun sangat disayangkan aku tidak bisa melihat pertandinganmu secara langsung, kurasa kamu benar-benar berusaha semaksimal mungkin.

Itulah sebabnya... aku ingin hadiah.

Aku sepenuhnya menyadari betapa anehnya permintaanku itu. Namun jika aku mundur sekarang, seperti yang selalu kulakukan, aku merasa tidak akan pernah bisa maju.

Kamu pasti lelah, dan aku juga terlalu lelah... Jadi, ya. Tidurlah bersamaku. Kurasa itu akan membantu kita berdua pulih... Tetaplah di sisiku saat aku tidur, dan itu sudah cukup... Apa permintaanku terlalu berlebihan?

Itu adalah permintaan yang sangat kekanak-kanakan dan memalukan, tetapi aku tidak mampu lagi mengkhawatirkan penampilan.

...Heh.

...Eito?"

Entah mengapa, Eito justru tersenyum.

Ah, maafkan aku. Ojou, kamu mengatakan hal yang sama persis saat kamu tidur tadi.

A-Apa!?

Gagasan bahwa aku tanpa sadar meminta hadiah... Apa-apaan itu? Agak... memalukan.

Jika kamu tidak keberatan, aku akan menjadi bantal tubuhmu yang mendukung untuk membantumu tidur dengan nyenyak.

“Ba-Baiklah... Ya. Silakan."

Sambil mengumpulkan keberanian, aku merentangkan kedua tanganku, seperti anak kecil yang meminta untuk digendong.

... Gendong aku. Sampai ke tempat tidur.

Sesuai keinginanmu, Ojou.

Setelah itu, Eito dengan lembut mengangkatku ke dalam pelukannya.

Lagipula, ini adalah hadiahmu.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Eito)

 

Ojou, yang digendong dalam pelukanku, tampak diam seperti kucing pemalu. Dia membiarkan dirinya digendong tanpa protes dan tetap diam sampai aku membaringkannya di tempat tidur. Bahkan, untuk sesaat, aku khawatir tubuhnya akan berubah menjadi batu karena seberapa kaku tubuhnya.

Apa aku... berat?

Sama sekali tidak. Kamu seringan bulu.

... Lagi-lagi begitu, kamu selalu mengatakan hal-hal seperti itu.

Aku hanya mengatakan faktanya saja.

Ojou, yang mungkin merasa malu, tiba-tiba memalingkan wajahnya dariku. Meski begitu, sambil tetap membelakangiku, dia bergumam pelan.

... Hei. Kamu tidak mau tidur denganku?

Tampaknya Ojou sedang dalam suasana hati yang sangat penuh kasih sayang malam ini. Akhir-akhir ini, aku lebih banyak melihat sisi dirinya yang ceria dan riang, jadi versi dirinya yang lebih rentan ini terasa familier.

Jangan khawatir. Aku tidak akan pergi ke mana pun.

... Tapi bukan itu yang kumaksud, tau.

Dia terdengar sedikit tidak puas, membuatku terkekeh pelan. Sembari mengumpulkan keberanian, aku dengan hormat berlutut di tempat tidur di sampingnya.

Kalau begitu, permisi.

Seprai putih bersih itu kusut karena berat badanku, dan derit samar tempat tidur menyatu dengan ruangan yang remang-remang. Aku berbaring dengan lembut di samping Ojou.

...

Sembari berbaring telentang, aku memejamkan mata.

Aku tidak begitu lemah hingga benar-benar kelelahan karena sesuatu seperti festival olahraga, tetapi aktivitas itu sudah cukup untuk memberiku latihan yang baik. Pada tingkat ini, aku merasa bisa tertidur lagi dalam waktu singkat.

...Eito. Kamu masih bangun?

“Iya, aku masih bangun."

Aku tidak tahu apa yang dilakukan Ojou dengan mata terpejam, tetapi aku bisa mendengar suara gemerisik samar. Beberapa saat kemudian, sesuatu yang hangat dan lembut menekanku.

Ojou?

...Pengganti bantal tubuh. Seharusnya itulah yang menjadi hadiahku, bukan?

Aku membuka mataku karena terkejut, dan sumber kehangatan serta kelembutan itu menjadi jelas.

Ojou yang mengenakan gaun malam merah muda lembut yang anggun sekaligus menggemaskan, menempel padaku.

Ah, memang, jawabku.

Hmm... Itu sebabnya, biarkan aku tidur seperti ini malam ini.

Tentu saja. Silakan beristirahat sesukamu.

Ojou membenamkan wajahnya di dadaku dan memejamkan matanya.

Mungkin karena jarak kami yang begitu dekat, aroma bunga yang manis—mungkin dari mandinya—melayang lembut di udara. Melihatnya bersantai dengan begitu percaya padaku, kelembutan yang dalam membengkak di dadaku.

Ketika Ojou masih muda, dia sering merasa kesepian karena orang tua tercintanya begitu sibuk dengan pekerjaan.

Namun, karena tidak ingin mereka memperhatikan hal itu, dia memendam kesedihan dan kesepiannya, terkadang menangis diam-diam sendirian (meskipun aku selalu memastikan untuk berada di sisinya saat itu terjadi).

Mungkin sebagai hasilnya, dia menjadi agak tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya atau bergantung pada orang lain.

Meskipun dia dapat menangani percakapan santai atau interaksi yang sopan dengan mudah, dia hanya memiliki beberapa orang yang benar-benar bisa dia sebut sebagai teman. Selain aku dan staf di rumah besar, mungkin hanya Yukimichi dan segelintir orang lain yang bisa melihat jati dirinya yang sebenarnya.

…Dan sekarang, Ojou telah mendapatkan teman-teman di akademi.

Kurasa ini perkembangan yang signifikan baginya, dan aku benar-benar ingin merayakannya hari ini.

Jika aku diizinkan, aku ingin memeluknya dan membiarkan kebahagiaan dan kasih sayang yang luar biasa ini mengalir dengan bebas.

Kamu bisa... memelukku jika kau mau.

—Tunggu, apa?

Ucapannya seolah-olah dia telah membaca pikiranku, membuatku sesaat tidak dapat menjawab.

Li-Lihat? Hari ini adalah festival olahraga, jadi kamu pasti merasa Lelah juga, kan?

Ah, jadi itu yang dia maksud. Ojou khawatir dengan kelelahanku.

Itu membuatku terkejut... Tentu saja, dia sangat tanggap. Dia mewarisi intuisi dari ibunya yang orang-orang bisikkan hampir bisa melihat masa depan. Tapi membaca pikiranku? Itu mustahil.

Tolong jangan khawatirkan aku. Memang benar aku sedikit memaksakan diri hari ini, tapi aku tidak terlalu lemah sampai kelelahan karena festival olahraga.

Kamu merasa lelah, bukan?

Ojou, jangan repot-repot mencemaskanku...

Eito. Kamu sangat kelelahan hari ini.

...Apa ini? Aku merasakan tekanan yang sangat besar dan tak terbantahkan.

Uh... ya. Aku merasa lelah.

Bagus. Kalau begitu, peluklah aku dan hilangkan rasa lelahmu.

Apa?

...Apa? Memangnya aku tidak cukup baik sebagai bantal tubuh?

Sama sekali tidak. Kalau boleh jujur, ini adalah kemewahan yang tidak akan pernah kudapatkan... Maksudku, tidak, bukan itu—

Hampir saja. Aku hampir terhanyut oleh kata-kata Ojou.

Um... Ojou, kamu yakin tentang ini? Jika ada yang lelah hari ini, mungkin itu Ojou.

Tidak apa-apa. Ini akan membantuku rileks.

Dimengerti. Kalau begitu, seperti yang kamu inginkan.

Ojou sudah bekerja sangat keras hari ini. Jika ini hadiahnya, maka aku akan menuruti keinginan kecilnya ini.

Permisi, kalau begitu.

Aku dengan lembut dan hati-hati memeluk Ojou di dalam pelukanku, seolah-olah sedang memeluk sepotong kaca yang rapuh.

Tubuhnya lembut, anggun, lembut, dan hangat... jenis kehadiran yang ingin kamu lindungi.

...Ah...

Jika ini membuatmu tidak nyaman, aku bisa segera menghentikannya—

Bu-Bukan begitu!

Begitu aku memeluknya, tubuhnya tiba-tiba tersentak.

Hanya saja... dipeluk seperti ini di balik selimut, jantungku berdebar kencang. Mana mungkin aku merasa tidak nyaman denganmu, Eito.

Begitu. Syukurlah kalau begitu.

Itu benar-benar melegakan. Dari lubuk hatiku, aku merasakan kelegaan yang luar biasa.

Lebih dari dibenci oleh semua orang di dunia, gambaran untuk tidak disukai oleh Ojou adalah hal yang paling menakutkan dari semuanya.

...

Sebelum aku menyadarinya, tanganku membelai lembut rambut Ojou.

Hyah!

Oh, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk—aku melakukannya secara naluriah.

“Ti-Tidak apa-apa. Jika itu Eito... kamu bebas melakukannya semaumu.

Apa yang kulakukan? Bahkan jika itu tidak disengaja, aku sudah keterlaluan. Hanya berada di ranjang yang sama, memeluknya seperti ini, sudah cukup keterlaluan. Namun, di sinilah aku, malah terbawa suasana.

...Bagaimana dengan sisanya?

S-Sisanya?

“Kamu tidak mau membelai kepalaku lagi?

Ojou menatapku dengan mata menengadah di dalam pelukanku. Melihatnya seperti itu membangkitkan dorongan jahil di dalam diriku.

...Apa itu yang kamu inginkan?

...Ya.

Kalau begitu, kau harus memintanya dengan benar.

Eh...

Bahkan aku tidak yakin apa yang kukatakan. Namun pemandangan Ojou yang biasanya ceria dan percaya diri itu bersikap begitu manis dan bergantung dalam pelukanku membangkitkan sisi lain dari diriku yang tidak kuketahui keberadaannya.

Jika kamu tidak memintanya, aku tidak akan membelai kepalamu.

Ugh...

Tanpa menyadarinya, aku mengulurkan tangan dan menempelkan tanganku di pipinya.

...Ah. Ini gawat. Melihatnya menatapku dengan mata berkaca-kaca hanya membuatku semakin kehilangan kendali diri. Ini salah. Aku tahu ini salah, tetapi aku tidak bisa berhenti.

Apa aku selalu berkemauan lemah seperti ini?

...Kumohon.

Sungguh suara yang indah bagaikan burung. Tetapi aku tidak bisa mendengarmu dengan jelas.

...Eito hari ini agak jahat."

Memang, sepertinya aku agak jahat sekarang.

Biasanya, dia akan menatapku dengan tatapan protes, tapi malam ini, Ojou tidak memiliki semangat seperti biasanya. Sikap itu hanya membuatku semakin sulit untuk menahan diri.

Apa yang Ojou ingin aku lakukan?

...Ingin kamu lakukan.

Suaranya terdengar kecil. Tapi saat aku membelai pipinya dengan lembut, wajahnya memerah, dan dia berbicara lagi.

...Aku ingin Eito-ku mengelus kepalaku.

Bagus sekali.

Mmm...

Senyum yang lolos dariku—senyum macam apa itu Aku menghindari berpikir terlalu dalam tentang hal itu sambil membelai rambutnya dengan lembut. Ojou dalam pelukanku tampak malu-malu, tetapi dia membiarkanku melanjutkan tanpa perlawanan.

Selamat malam, Ojou. Semoga kamu bisa bermimpi indah.

Jika ini terus berlanjut, sesuatu pasti akan hancur. Dengan mengerahkan sisa tekadku, aku membiarkan diriku tertidur.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Hoshine)

 

Bermandikan sinar matahari pagi yang mengalir melalui jendela, aku dipenuhi dengan rasa kekalahan yang mendalam.

..................................

Aku mengerahkan segalanya sepanjang malam tadi. Sungguh, aku melakukan yang terbaik. Aku bahkan bertekad untuk menyelesaikan semuanya saat itu juga, mengumpulkan setiap ons keberanian yang bisa kukumpulkan.

Tapi ketika aku membuka tutupnya...

“Tidak kusangka kalau aku akan kalah lagi...

Kalah. Aku benar-benar kalah telak. Itulah satu-satunya cara untuk menggambarkannya, dan tidak ada cara lain untuk menggambarkannya.

Ketika aku bangun, Eito-ku tidak lagi berada di tempat tidur. Ruang di sampingku benar-benar kosong, seolah-olah dirinya tidak pernah ada di sana.

Sebagai catatan, aku mengenakan “baju perangku, sebuah negligee. Dan pada suatu saat di malam hari, pakaian itu bergeser sedikit, dengan salah satu tali terlepas dari bahuku... tetapi tampaknya hal itu sama sekali tidak diperhatikan.

Apa aku... tidak semenarik itu?

Maksudku, aku menyadari betul bentuk tubuhku. Itulah sebabnya aku mencoba menggunakannya. Aku bertekad untuk menggunakan apa pun yang kumiliki. Namun, bahkan ketika ia melihatku dalam keadaan yang sangat acak-acakan dan tak berdaya begitu, Eito-ku tampaknya tidak melakukan apa pun.

Kurasa itu sikap yang sopan darinya. Namun, sebagai seseorang yang telah masuk dengan niat penuh untuk menang, itu sedikit mengecewakan.

…Yah, Eito tadi malam tidak persis seperti yang kusebut “jantan, tetapi… itulah pesonanya.

Ugh… itu sangat tidak adil.

Hanya mengingat bagaimana aku akhirnya memohon membuatku malu. Namun, aku juga merasa senang dengan Eito yang bertingkah nakal itu. …Yang ada justru aku mungkin benar-benar menyukai Eito yang seperti itu.

...Aku penasaran apa ia akan menggodaku lagi jika aku memintanya.

Memikirkan pemikiran yang tidak tahu malu seperti itu membuatku merasa semakin malu.

 

──────✧❅✦❅✧──────

(Sudut Pandang Eito)

 

Bermandikan sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela, aku diliputi perasaan benci pada diriku sendiri.

..................................

Dari semua hal, akhirnya aku melakukan itu pada Ojou yang kulayani.

Mmm...

Ojou sendiri kini tertidur lelap di sampingku, tampak damai dan puas.

Pakaiannya pasti bergeser saat dia tidur. Salah satu tali bahunya terlepas, membiarkan bahunya yang halus dan pucat terekspos tanpa beban apa pun di dunia ini.

...Sejujurnya. Kamu terlalu tak berdaya.

Aku membelai kepalanya dengan lembut, dan bahkan saat dia tidur, dia mengeluarkan suara lembut yang menggemaskan.

...Ya. Mulai sekarang, aku mungkin harus mencari alasan untuk menolak jika aku diperintahkan untuk bertindak sebagai bantal tubuh lagi. Aku lebih suka menghindari terulangnya situasi tadi malam demi kebaikanku sendiri.

Jari-jemariku menyisir rambutnya yang halus dan keemasan, sehalus benang sutra yang dipintal, menyisirnya dengan lembut. Di bawah sinar matahari, rambut keemasannya berkilauan dan berkilauan. Aku diam-diam mencium rambutnya yang indah itu.

Tolong jangan tawarkan aku hadiah seperti itu lagi. Itu terlalu menggoda.

Dengan ciuman terakhir itu, aku menyingkirkan dorongan nakal yang muncul, mendorongnya kembali ke lubuk hatiku.

…Tetapi sekarang setelah aku menyadari sisi diriku yang suka bertingkah jahil seperti ini, aku merasa akan menjadi tantangan yang cukup berat untuk mengendalikannya mulai sekarang.

 


Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close
Lebih baru Lebih lama