Otonari no Tenshi-sama Volume 11 Chapter 6 Bahasa Indonesia

Chapter 6 — Menatap Masa Depan

 

“Aku selalu merasa tidak nyaman setiap tahun pada waktu begini.

Karena hari ini Amane tidak ada kerja paruh waktu, jadi mereka berencana mengadakan sesi belajar di kelas setelah sekolah. Saat mengeluarkan buku pelajaran dari tasnya, Chitose dengan nada murung menggumamkan kata-kata tersebut. Baik Itsuki dan Chitose sama-sama serius dalam belajar, tetapi Chitose yang tidak suka belajar pasti merasa enggan untuk melakukannya.

Hal tersebut merupakan perasaan yang wajar, jadi tidak ada yang perlu disalahkan. Namun, rasanya sulit untuk belajar tanpa adanya motivasi, jadi ketika Amane mengamati Chitose, dia tampak lelah dan mengeluarkan napas berat.

Apa karena jumlah materi yang terlalu banyak?

“Bener banget. Rasanya seperti jatuh dari tebing setelah merasa senang di Hari Valentine. Kenapa kami harus mempelajari seluruh materi tahun ini, bukan hanya dari ujian sebelumnya saja?

Chitose yang masih memegang buku pelajaran membantingnya ke meja, dan Mahiru dengan lembut memperingatkan, Buku pelajarannya bisa rusak. Dia melihat buku Chitose yang sudah reyot. Sementara itu, buku Mahiru terlihat bersih tanpa lipatan atau kotoran. Meskipun ada catatan di dalamnya, setidaknya tidak ada gambar-gambar aneh atau coretan wajah tokoh terkenal seperti yang ada di buku Chitose.

“Yah, mau bagaimana lagi kalau materi yang diujikan bakalan seluas itu. Karena ujian ini merupakan pemeriksaan seberapa banyak yang kamu ingat dan kuasai dari apa yang telah dipelajari tahun ini. Ditambah lagi, ini latihan untuk ujian masuk universitas, karena ujian sebenarnya akan mencakup lebih banyak topik.

“Yah, manusia mengingat sesuatu melalui pengulangan, jadi jika kamu mulai melupakannya, sekarang bisa menjadi kesempatan yang baik untuk meninjau ulang.”

Ah, aku sama sekali tidak senang! Materinya terlalu banyak!

Buku pelajaran itu beradu dengan meja dan menyebabkan suara keras, tetapi Amane tidak bisa menghentikan kegundahan Chitose dan hanya bisa melihat buku yang malang itu, yang terkena pukulan di sampulnya.

Sekolah kita cukup padat dalam menyampaikan materi di kelas satu dan dua.

Tentang masalah materi yang terlalu luas, kita hanya bisa menyerah, Chii. Jika kita lebih konsisten belajar setiap hari, kita tidak akan mengeluh sampai sejauh ini.

Ugh, perkataan itu bikin jleb.

Upaya dan perilaku sehari-hari akan terlihat, jadi mari kita sama-sama berusaha

Perkataannya mungkin menyakiti Itsuki tanpa sadar, yang menyebabkan Itsuki mengerang, “Ugh”. Tapi ini adalah kenyataan yang tidak bisa diubah, jadi Amane berharap mereka berusaha lebih baik ke depannya.

Ujian masuk universitas adalah perang total yang menggunakan pengetahuan yang telah dipelajari dari sekolah SD, SMP, dan SMA, jadi mari anggap ujian kali ini sebagai latihan. Ini adalah kesempatan yang baik.

Hiii.

Pada waktu tahun depan, semuanya akan jauh lebih mudah. Anak-anak kelas tiga akan mempunyai waktu bebas untuk bersekolah.

Siswa kelas tiga yang sudah merasa tenang dengan ujian seperti ujian masuk bersama dan ujian negeri, di luar hari sekolah yang ditentukan, memiliki kebebasan dalam memilih untuk datang ke sekolah. Meskipun begitu, cukup banyak siswa kelas tiga yang tetap datang ke sekolah, jadi tidak ada rasa kebebasan yang terlalu nyata.

Tapi aku tahu ada neraka yang menantiku di depan.

Itu adalah jalan yang harus dilalui, jadi terimalah dengan pasrah. Kamu bisa memilih untuk tidak melaluinya, tapi jika begitu, kamu perlu menyiapkan rencana lain untuk masa depanmu.

“Perkataanmu masih saja terdengar pedas.

Apa, kamu ingin dimanjakan?

Amane bisa saja mengucapkan kata-kata yang lembut dan memotivasi, tetapi apa itu benar-benar bermanfaat bagi Chitose? Tidak.

Dirinya tidak ingin membuat Chitose terjerumus dalam jurang kelam dan sebagai teman, Amane berharap dia bisa mencapai jalur yang dia inginkan. Untuk itu, ia harus menarik motivasinya, tetapi karena dirinya tidak pandai dalam hal itu, jadi ia akan menyerahkannya kepada Mahiru.

Amane berpikir sejenak tentang apa yang harus dilakukan jika dia meminta untuk dimanjakan, tetapi Chitose segera menolak.

Eh, rasanya bakalan menjijikkan jika kamu bersikap baik padaku, jadi tidak mau.

Aku mengerti maksudmu, tapi tolong pilih kata-katamu dengan benar.

“Habisnya, Amane, kamu lebih tipe yang berpikir kalau saat-saat seperti ini, lebih baik menusukkan realitas yang menyakitkan daripada memanjakan dan membuatku terjatuh.

“Ahhh, Amane memang punya sisi seperti itu. Kamu membiarkan Shiina-san yang memberikan dukungan emosional, dan kalian berdua saling memberikan hukuman dan hadiah. Kamu tahu bahwa mengungkapkan realitas yang menyakitkan bisa dianggap buruk, jadi kamu melakukannya sendiri. Saat aku benar-benar merasa murung, kamu pasti tidak akan mengatakan hal-hal yang menyakitkan dan hanya mengamati situasi terlebih dahulu.

... Jika kamu mengerti, jangan dikatakan keras-keras juga kali, dasar bodoh.

Kenapa ia bisa begitu peka dan cepat tanggap dalam hal itu, pikir Amane sambil melotot ke arah mereka, tetapi tampaknya al itu tidak ada pengaruhnya pada mereka berdua.

Yah, aku memang mengerti itu sih, tetapi jika berbicara tentang tingkat ketegasan, Mahirun jauh lebih spartan. Aku harus mengakui bahwa aku sangat kekurangan di berbagai mata pelajaran.

Aku percaya Chitose-san akan terus mengikuti meskipun ada kesulitan. Aku meyakini hal itu berdasarkan pengalaman sebelumnya.

Uhm, Mahirun memang pandai memotivasi.

Dalam hal ketegasan, Mahiru memang jauh lebih dominan, tetapi cara berkomunikasi dan suasananya membuatnya tidak terasa berat. Dia sangat pandai membangkitkan rasa percaya diri dan mendorong orang untuk beruapaya keras, sehingga meskipun ada arahan yang tegas, itu tidak terasa mengganggu.

Ngomong-ngomong, saat Amane pertama kali bertemu dengannya, bimbingan Mahiru juga sangat tajam dan tidak memberi ampun, karena Jika aku memotivasi dengan kata-kata manis, kamu pasti akan merasa tidak nyaman. Dia benar-benar memperhatikan orang.

“Yahh, bukan berarti aku tidak punya motivasi, loh? Aku cuma merasa lelah dan melampiaskannya saja, aku tetap berniat untuk berusaha."

Aku sudah mengetahui itu.

Mahiru sepertinya juga mengerti bahwa sikap Chitose ini hanya karena malas, dan begitu dia duduk, dia pasti akan melakukannya dengan baik. Meskipun terlihat malas, dia mengeluarkan kotak pensil dan buku catatan, jadi bisa terlihat jelas bahwa dirinya siap untuk belajar.

Chitose menghela napas dalam-dalam dan dengan cekatan memutar pensil sebelum menggenggamnya, lalu mengarahkan pandangannya ke Mahiru yang selalu tersenyum seperti biasa.

Mahirun, apa kamu tidak merasa terganggu dengan segala hal tentang ujian?

Uhm, jika ditanya apa aku menyukainya atau tidak dengan ujian itu sendiri, aku lebih condong ke sisi tidak suka.

“Wah, tidak disangka.

Hal tersebut rupanya sampai membuat Itsuki terkejut juga, ia berkedip-kedip dengan mata besar dan menatap Mahiru.

Entah dia menyadari tatapan itu atau tidak, Mahiru dengan senyum santai mengusap sampul buku referensi yang diambilnya dengan ujung jarinya. Hanya Itsuki yang tahu bahwa buku referensi itu sudah sepenuhnya dikerjakan.

“Aku suka belajar, kamu tahu, karena belajar berarti mempelajari hal-hal yang tidak diketahui dan menjadikannya sebagai bekal nanti. Aku jadi merasa senang karena bisa memahami hal yang sebelumnya tidak dimengerti dan bisa melakukan hal yang sebelumnya tidak kubisa.”

Selain memiliki sifat yang serius, Mahiru juga memiliki rasa penasaran yang tinggi dan semangat untuk mengeksplorasi. Dia menikmati bisa mengetahui hal-hal yang tidak diketahui, sehingga dia melihat berbagai jenis buku dan video, serta mencoba berbagai hal sebagai hobi.

Karena itulah, Mahiru tidak merasa terbebani sama sekali dalam belajar, tetapi ketika berbicara tentang belajar untuk ujian, tampaknya ceritanya berbeda.

“Namun, belajar untuk ujian itu sedikit berbeda dari kesenanganku.”

“Berbeda?”

“Tentu saja, memahami materi yang dianggap perlu itu menyenangkan, tetapi ada unsur paksaan di dalamnya... Aku menikmati tindakan mengubah yang tidak diketahui menjadi yang diketahui secara sukarela, jadi aku tidak menemukan banyak kesenangan dalam pekerjaan yang ditetapkan oleh orang lain.”

Meskipun dia mengerti bahwa itu adalah sesuatu yang harus dilakukan sebagai seorang pelajar, Mahiru yang tersenyum tipis tampaknya berubah menjadi senyum yang mengandung kelelahan.

“Menurutmu, universitas itu tempat apa?”

“Eh? Kenapa tiba-tiba tanya begitu? Hmm, mungkin sebagai tempat persiapan terakhir untuk terjun ke dalam masyarakat? Ada banyak tempat di mana kita bisa mendapatkan kualifikasi.”

“Bagian itu juga benar. Pada akhirnya, itu digunakan untuk membantu orang mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut khususnya berlaku di masyarakat, ada penyaringan berdasarkan pendidikan, jadi kebutuhan pendidikan tinggi semakin penting.”

Universitas adalah lembaga penelitian sekaligus lembaga pendidikan, tetapi dalam masyarakat modern, banyak orang lebih membayangkan yang terakhir. Ada pemahaman yang kuat bahwa universitas adalah lembaga untuk melatih sumber daya manusia yang berkualitas untuk masyarakat.

“Menurutmu sendiri bagaimana, Mahirun?”

“Ya, aku sendiri menganggapnya sebagai lembaga untuk mencari ilmu pengetahuan. Tentu saja, aku juga percaya bahwa itu memiliki peran sebagai lembaga pendidikan, karena tujuannya juga termasuk membantu mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan budaya di bidang spesialisasi.”

“... Ngomong-ngomong, apa ini ada hubungannya dengan apakah kamu membenci ujian?”

“Jadi, kembali pada pertanyaan tentang apa yang tidak mengenakkan dari ujian masuk. Ujian masuk di masyarakat modern tampaknya merupakan tindakan untuk memenuhi standar yang ditetapkan untuk tujuan meletakkan dasar di masyarakat. Saat ini, universitas terlalu kuat sebagai pabrik produksi dalam roda gigi masyarakat. Jika berpikir tentang belajar untuk naik ke jalur produksi itu, motivasi akan lebih rendah dibandingkan dengan yang bersifat sukarela.”

“... Maksudnya?”

“Artinya, aku akan melakukannya karena diperlukan, tetapi jika aku menganggapnya cuma sebagai menjadi roda gigi masyarakat, aku sama sekali tidak merasa termotivasi.”

“Kebanyakan memang begitu.”

Meskipun disusun dengan kasar dan dipaksakan, tampaknya tidak ada kesalahan besar, Mahiru memberikan tepuk tangan kepada Amane.

“Walaupun aku sudah membicarannya sampai sejauh itu, tetapi perasaanku tidak jauh berbeda dengan Chitose-san. Ini adalah perasaan yang dimiliki sebagian besar siswa ujian. Hanya saja, aku suka belajar, jadi cuma itu satu-satunya perbedaanku dengan Chitose-san.”

“Begitu ya. Aku sih tidak mengerti rasanya bisa menyukai belajar.”

“Hmm, aku merasa pencapaian dan kepuasan ketika memahami hal-hal yang tidak diketahui melalui belajar, tetapi Chitose-san mungkin tidak merasakannya. Mungkin, Chitose-san lebih mudah merasakan pencapaian dari hasil tindakan nyata daripada belajar. Misalnya, jika kamu tidak bisa melakukan salto ke belakang tapi setelah berlatih kamu bisa melakukannya, kamu akan merasakan sebuah pencapaian, kan?”

“Ya, pastinya. Rasanya seperti 'Aku berhasil!' Jika waktu lariku semakin cepat, semangatku juga meningkat.”

“Sebenarnya bukan begitu maksudku, tetapi bagiku, belajar mempunyai makna seperti itu.”

“Jadi begitu ya!”

Wajah Chitose menjadi cerah saat dia akhirnya tampak mengerti, tetapi dia masih tidak dapat menghilangkan rasa tidak sukanya belajar, sehingga ketiga orang lainnya saling memandang dengan bingung.

“Menurutku, ketidaksukaan Chii terhadap belajar begitu kuat sehingga bahkan saat dia mulai mengerti, hal pertama yang dia rasakan adalah kelelahan dan perasaan ingin menyelesaikannya. Kegembiraannya pun hampir sirna.”

“Mungkin meskipun ada rasa pencapaian karena sudah selesai, pencapaian karena memahami hal tersebut terasa tipis.”

“Betul banget, betul banget, kamu memahamiku dengan baik... eh, kenapa kalian mulai menganalasisku? Hentikan, aku merasa telanjang!”

“Sepertinya kita perlu memikirkan cara untuk meningkatkan motivasi Chitose setelah dia benar-benar telanjang.” 

Mahiru mengucapkan hal yang terdengar berbahaya, dan Chitose secara refleks memeluk tubuhnya sendiri, tetapi Mahiru tidak menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. 

Tindakan mencari cara agar Chitose bisa termotivasi ini terasa sangat bersahabat, tetapi sebagai objek analisis, Chitose tampaknya tidak bisa tenang dan bergetar seperti hewan kecil. 

Hanya saja, Itsuki tampaknya tidak memberikan dukungan sama sekali, mungkin ia juga berpikir bahwa ini adalah hal yang perlu dilakukan. 

“Yang paling jelas dan efektif adalah imbalan, kan?” 

“Tapi meskipun ada hadiah, jika itu menjadi kebiasaan, otak akan terbiasa dengan stimulasi. Manusia tidak akan terangsang tanpa stimulasi tertentu, jadi dalam hal mendorong kemandirian, stimulasi itu sendiri penting, tetapi variasi juga menjadi lebih penting.”

“Sepertinya kita harus menggunakan metode hadiah dan hukuman, ya.”

“Tapi terlalu bergantung pada rangsangan eksternal seperti kita juga bukan hal yang baik. Akan lebih baik jika dia bisa menyiapkan atau membayangkan imbalan sendiri, tetapi keinginan dari dirinya sendiri yang paling penting.”

“Ikkun, orang-orang ini menakutkan." 

"Ini semua demi kamu, Chii, jadi terima saja.”

“Ikkun juga kejam!”

Chitose yang ditinggalkan dengan mudah, atau lebih tepatnya diawasi, tidak dipaksa oleh Mahiru yang sebelumnya sudah menyatakan, “Aku tidak akan memaksamu.” 

“Alangkah baiknya jika motivasimu muncul secara sukarela. Sejujurnya, jika kamu tidak suka, tidak apa-apa jika tetap tidak suka, karena memaksa justru bisa berdampak negatif. Terutama, jika dipaksa melakukan sesuatu tanpa memahami maknanya, itu sangat tidak menyenangkan, dan mempertahankan motivasi dalam keadaan seperti itu adalah hal yang mustahil.” 

Tidak ada orang yang senang diperintah untuk melakukan sesuatu tanpa memahami logika di baliknya. 

Pada akhirnya, motivasi berasal dari diri sendiri, jadi jika dipaksa untuk mengeluarkannya, kemungkinan besar tidak akan berhasil. Persiapan untuk memunculkan motivasi itulah yang bisa dibantu dari luar merupakan batas kemampuan mereka. 

“Namun, situasinya adalah kita terpaksa melakukannya, jadi sebaiknya memahami bahwa meskipun tetap tidak suka, kita harus melakukan yang minimal agar tidak mengganggu apa yang ingin kita lakukan di masa depan.”

Itulah yang perlu dipahami. 

Kadang-kadang, jika tidak memahami logika, hati tidak akan bergerak. Hal sebaliknya juga berlaku. 

“Apa yang ingin dilakukan di masa depan.”

“Misalnya, jika suatu saat kamu ingin memiliki pekerjaan tertentu, dan pekerjaan itu mengharuskanmu mendapatkan lisensi, maka biasanya kamu akan berusaha untuk mendapatkan lisensi itu, ‘kan?”

“Iya.”

“Tetapi, jika lisensi yang penting itu, misalnya... kamu tidak bisa mendapatkannya tanpa gelar sarjana, bagaimana?”

“……Aku harus masuk universitas.”

“Benar. Tapi, jika kamu tidak pernah pergi ke universitas, kamu tidak akan bisa mulai dari titik itu, ‘kan? Waktu yang terbuang, biasanya butuh setidaknya dua tahun, atau sekitar empat tahun. Selama waktu itu, mungkin kamu akan berpikir, 'Ah, seandainya aku lebih siap saat itu, seandainya aku tidak bermain-main.'” 

Mahiru menggambar Chitose yang tampak imut dengan ekspresi bingung di atas kertas dengan pensil tajam. Dia cukup mahir menggambar, jadi hasil dari rasa ingin tahunya dan semangat eksplorasi terlihat di sini, membuat Amane jadi sedikit tersenyum. 

“Meski ini hanya contoh dan bukan kenyataan. Namun, aku pikir sering kali kita merasa, 'Seandainya aku melakukan ini saat itu, seandainya aku berusaha lebih keras.' Penyesalan seperti itu sangat membekas.”

Mahiru berbicara seolah-olah itu adalah pengalaman pribadinya, mungkin ada penyesalan yang bahkan tidak diketahui Amane. 

Namun, tatapan tenangnya yang tidak menunjukkan penyesalan atau penderitaan itu diarahkan pada Chitose. Sebaliknya, Chitose tampak gelisah seperti gelombang riak kecil. 

“Demi menghindari penyesalan seperti itu, kita harus mempersiapkan pilihan. Karena alasan itu, aku merasa bahwa persiapan secara mental tidaklah sulit.”

"Ah, orang tuaku juga mengatakan hal yang sama. Penyesalan selalu datang terlambat, jadi lebih baik melakukan apa yang bisa kita lakukan saat itu agar tidak menyesal. Selain itu, demi meningkatkan pilihan kita, penting untuk menjaga dan mengembangkan minat dan keinginan.”

Baik Shuuto maupun Shihoko juga cukup toleran dan membiarkan Amane melakukan apa yang disukainya, tetapi mereka memang mengatakan bahwa hal-hal yang harus dilakukan sebaiknya diselesaikan lebih awal agar tidak berdampak di kemudian hari. Meskipun terkadang Amane merasa enggan, mereka dengan lembut menjelaskan alasannya dan mengatakan bahwa jika dilakukan, itu akan menjadi menyenangkan, serta memuji Amane untuk meningkatkan semangatnya.

Selain itu, setiap kali Amane ingin melakukan sesuatu atas inisiatifnya sendiri, mereka menghormati perasaannya. Itulah sebabnya Amane ada di tempatnya sekarang.

“Kalau dipikir-pikir lagi, mereka memberiku kebebasan untuk mencoba hampir semua hal ketika aku tertarik pada sesuatu, dan mereka mengajarkan tentang nilai dan kesenangan dari tantangan sejak awal. Jadi aku tidak merasa belajar itu menyusahkan, dan rasanya menyenangkan jika aku menganggapnya sebagai persiapan. Karena aku bisa melihatnya sebagai sesuatu yang harus dilakukan, aku bisa berusaha.”

“Aku yakin Shihoko-san dan Shuuto-san pasti mengajarimu pola pikir dan cara pandang seperti itu, ya. Jika mereka memaksa untuk melakukan sesuatu, mungkin tidak akan terjadi seperti itu.”

“Kurasa memang begitu.”

Jika demikian, kemungkinan besar Amane akan melawan secara biasa dan pasti akan menjadi orang yang kurang termotivasi dibandingkan sekarang.

“Pokoknya, jika kamu memahami bahwa melakukan sesuatu akan menguntungkan di kemudian hari, kurasa motivasimu akan meningkat. Aku tidak ingin kamu menyerah pada apa yang kamu inginkan, Chitose.

Ketika Amane mengakhiri perkataannya, Chitose dengan lembut berkata, Aku mengerti secara logika, tetapi...

“Gimana ya, entah kenapa, baik Mahirun maupun Amane, kalian berdua sangat memahami situasi.

Chitose mengungkapkan pendapatnya yang campur aduk antara pujian dan keheranan, dan Amane serta Mahiru saling bertukar pandang sambil tersenyum kecut karena mereka menyadari hal itu.

Kita sering mendengar bahwa kesenangan berasal dari penderitaan dan penderitaan juga berasal dari kesenangan. Aku tidak berpikir kita harus mengalami kesulitan apa pun, tetapi jika itu adalah kesulitan yang diperlukan, aku bersedia menghadapinya. Jika itu bisa mengasah diriku sebagai manusia.

Amane sempat merasa sedikit tertekan dalam sosok Mahiru yang penuh percaya diri saat berlatih setiap hari, tetapi mungkin Itsuki dan Chitose merasakan hal yang sama.

Mahiru dengan berani menunjukkan senyum cerahnya kepada dua orang yang kehilangan kata-kata.

Yah, aku akan bersantai ketika bisa, kok? Aku tidak menyukai kesulitan, aku hanya melakukannya untuk menjadi diriku yang bisa aku terima. Tanpa memaksakan diri merupakan hal yang terbaik.

Meski begitu, Shiina-san luar biasa, aku benar-benar terinspirasi. Lebih baik menyesal karena melakukan sesuatu daripada menyesal karena tidak melakukannya. ...Aku juga harus berusaha lebih keras.

Mungkin terinspirasi oleh sikap Mahiru, hanya Amane yang bisa melihat Itsuki mengepalkan tangannya di bawah meja.

Itsuki sebenarnya sudah memiliki motivasi dan tindakan yang jelas, tetapi cara berpikirnya mungkin terasa mengambang. Sekarang, dirinya tampak lebih terarah, seolah-olah menginjakkan kaki di tanah dan memandang masa depan.

Aku tidak ingin hanya aku yang berleha-leha sementara kalian berdua bekerja keras, dan pada akhirnya, aku tetap harus melakukannya, jadi aku harus berusaha.

Benar. Sekarang terserah pada Chitose-san.

Mahiru tidak akan memaksakan siapapun.

Chitose pernah mengeluh bahwa Mahiru sangat ketat dalam hal belajar, tetapi itu sebenarnya merupakan sesuatu yang diinginkan Chitose untuk diajarkan. Mahiru selalu tahu bahwa memaksakan diri tidak akan meningkatkan motivasi Chitose.

Namun, dengan Chitose yang sekarang, sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang motivasinya.

Aku akan berusaha sebaik mungkin, aku tidak ingin terpisah dari Ikkun. Jika kemungkinan terburuk terjadi, kita mungkin akan melarikan diri bersama, jadi aku juga harus berusaha kerjas untuk memastikan bahwa aku bisa menjalani kehidupan dengan baik.

Itu semangat yang bagus. Aku juga akan membantu sebisa mungkin. Mari kita segera mulai persiapan untuk ujian akhir tahun.

Ahhh!

Meskipun itu adalah momen yang sangat serius di mana semua orang bergantian berbicara tentang antusiasme mereka, tapi satu kalimat dari Mahiru membuat Chitose mengeluarkan suara menyedihkan, gemetar, dan bernada tinggi yang hanya bisa digambarkan sebagai sungguh konyol’.

Suara itu terlalu imut dan konyol untuk disebut teriakan, dan Amane tidak bisa menahan diri untuk menyipitkan matanya sambil menatap sumber suara dengan curiga.

Apa yang terjadi dengan teriakan aneh begitu segera setelah kembali ke topik awal?

Mungkin dia baru menyadari kesulitan di depan matanya. Semangat!

Kalian berdua terlihat ceria, tapi bagaimana dengan situasi kalian?

Aku? Sebenarnya, aku selalu melakukan ulasan secara berkala, dan jika berbicara tentang ujian akhir semester, aku sudah memperluas materi dan mengerjakan buku referensi secara perlahan. Ingatan itu terbangun dari pengulangan.

Aku juga belajar bersama Amane-kun, dan saat sendirian, aku biasanya melakukan ulasan atau mengerjakan buku referensi. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Amane selalu meninjnau ulang pelajaran yang dipelajari hari itu dan mempersiapkan pelajaran berikutnya saat dalam perjalanan pulang dari kerja paruh waktu, berusaha agar pekerjaannya tidak mempengaruhi nilai akademisnya. Dirinya juga berusaha memperdalam pemahaman dengan belajar bersama Mahiru.

Mahiru sendiri tampaknya sudah mempelajari materi yang diperlukan untuk ujian masuk universitas sebelumnya, jadi sebagian besar hanyalah pengulasan ulang, dan dia lebih fokus pada belajar untuk ujian dibandingkan dengan pelajaran di sekolah.

Meski demikian, dia mempertahankan peringkat pertama dengan nyaman. Jadi, kecerdasan Mahiru yang didukung kerja kerasnya bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh.

Akulah yang salah karena sudah bertanya kepada kalian berdua. Chii, ayo kita sama-sama berusaha...

Ya...

Sementara Amane dan Mahiru memiringkan kepala mereka dengan bingung, mengatakan bahwa belajar setiap hari merupakan hal yang wajar, Itsuki dan Chitose cuma mengangkat bahu mereka dengan putus asa.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama