Chapter 3.5 — Panggilan Telepon Panjang Antara Akari-chan dan Marimero
“Tu-Tunggu
dulu sebentar, Marimero,
apa maksudnya ini!?”
“Ah,
Akari-chan. Tumben sekali
kamu meneleponku… Sekarang sudah lewat jam delapan, apa kamu
sudah menidurkan anakmu?”
“Bukan itu
masalahnya! Apa-apaan dengan
pesanmu itu tadi!? 'Aku punya pacar' seriusan!?”
“…Seriusan kok.”
“Dengan siapa!?
Jangan-jangan dengan si anak Houou itu!?”
“…Iya.”
“Boong!?
Gimana caranya!?”
“Ugh…
apaan sih, berisik banget…”
“Eh,
suara itu, apa itu
Ijichi-kun?”
“Iya!
Yusuke ketularan flu dari Yuuri dan sekarang sedang berbaring di tempat tidur karena demam.
Yuuri memanggilku
sambil menangis, jadi sekarang aku sedang di kamar tidur.”
“Eh!?
Apa kamu baik-baik saja? Yuuri-kun juga sedang tidak enak badan, kan? Kalau kamu
menelepon, bukankah ia tidak bisa tidur?”
“Ah,
tidak masalah! Yuuri sudah
hampir sembuh, dan sekarang ia sedang menyusui! Sekarang ia juga sudah makanan pendamping, tapi kalua sedang tidak enak badan, ia selalu minta susu. Ia sudah sedikit tenang karena sudah meminumnya kok?”
“U-uh….”
“Jadi
jangan khawatir, terus saja bicara!?”
“Tidak,
harusnya kamu khawatir, Akari… kepalaku sakit
banget. Suaramu menggema di kepalaku…”
“Berisik
banget! Sekarang bukan saatnya mengkhawatirkan itu!
Marimero akhirnya mendapatkan pacar
pertamanya tau!?”
“Eh,
Kurose-san!? Serius? Orang macam apa pacarnya!?”
“Tu-Tunggu,
tolong hentikan itu, Akari-chan! Jangan libatkan
Ijichi-kun dalam pembicaraan ini…!”
“Jadi,
jadi!? Kenapa kalian bisa pacaran!?”
“…Sebenarnya, aku akan bekerja sebagai
editor di perusahaan yang sama dengan Kashima-kun, dan aku akan pergi ke
Indonesia.”
“Eh…
itu serius?”
“Iya…
Ketika aku memberitahukan hal itu kepadanya, ia jatuh dari tangga dan
patah tulang.”
“Eh!?
Apa maksudnya!?”
“Ketika
aku mengunjunginya, ia mengungkapkan perasaannya, dan kami jadi pacaran…”
“Tunggu,
tunggu, itu sama sekali tidak masuk akal! Rasanya
seperti plot mendadak dalam manga yang dibatalkan! Pertama-tama, Indonesia!? Kapan kamu
berangkat!?”
“Mungkin
musim gugur? Sekitar bulan
Oktober…”
“Bukannya
itu sebentar lagi! Eh, kapan kamu kembali!?”
“Kashima-kun
bilang beberapa tahun, jadi kurasa butuh beberapa tahun untuk kembali ke Jepang."
“Berberapa
tahun itu maksudnya berapa lama!? Eh,
tunggu, aku sangat kesepian…”
“…Akari-chan, jangan-jangan kamu menangis?”
“Emosimu
seperti roller coaster.”
“Yusuke kamu berisik! …Hiks… eh, jadi
bagaimana dengan pacarmu itu?”
“Eh,
apa maksudnya?”
“Kamu
pernah mengatakan sesuatu seperti, 'Aku tidak tahu apakah seseorang
menyukaiku kecuali mereka mengatakan bahwa mereka menyukaiku' Jadi, ketika dia bilang suka,
kamu baru menyadarinya!?”
“…Iya.
Maksudku, ketika aku mendengar ia mengalami kecelakaan dan berpikir ia mungkin
mati, saat itulah aku menyadari… Aku sudah bersikeras, berusaha meyakinkan diri
bahwa aku tidak menyukainya
sampai ia menyatakan perasaannya.”
“…Eh,
bikin nangis… romansa di tengah ancaman kematian… mirip seperti Titanic…”
“Sama di
sebelah mananya!? Jelas-jelas
itu berbeda! Aku tidak tahu sih
karena belum pernah menontonnya!”
“Eh,
tunggu, Akari-chan? Jangan bilang kamu
menggunakan panggilan speaker?”
“Karena
Yusuke terlihat ingin mendengarnya.”
“Jangan
pedulikan aku, silakan teruskan
saja.”
“…Sebenarnya…
agak sulit dibicarakan…”
“Apa
kalian sudah berciuman?”
“Yusuke, itu namanya pelecehan seksual! Tapi, aku
juga sangat penasaran!”
“Belum.
…Maksudku, 'menjadi pacar' juga sulit untuk diputuskan.”
“Eh?
Apa maksudnya?”
“Dirinya bilang kalau ia menykaiku,
tapi sepertinya dalam pikirannya, itu sudah selesai setelah dia menyampaikannya
padaku.”
“Maksudnya
apa lagi? Ini terlalu membingungkan!”
“Ah,
tapi aku bisa sedikit mengerti perasaannya.
Ketika aku mengungkapkan perasaanku pada Akari dulu, rasanya memang seperti itu.”
“Eh,
sewaktu festival budaya sekolah? Di
mana aku tolak habis-habisan?”
“Iya.
Setelah ditolak habis-habisan,
aku merasa seolah-olah mau mati saja karena diomeli. Karena aku sedang kasmaran dan itu sangat menyiksa, aku
hanya ingin mengatakannya dan merasa lega. Perasaan orang lain dan apa yang
akan terjadi setelahnya bukanlah prioritas.”
“…Begitu
ya. Ia juga bilang, 'Kalau mati
tanpa mengatakannya, aku akan menyesal,' jadi mungkin ia hanya ingin
mengatakannya.”
“Eh,
tapi bukannya hal semacam itu tidak
bisa diterima untuk pihak gadis!
Seharusnya ia memikirkan semuanya sebelum mengatakannya.”
“Bagaimanapun,
sepertinya ia tidak pernah menyangka
bahwa kami justru saling menyukai.”
“Aku
mengerti, tapi kalau ditolak, itu benar-benar canggung…!”
“Ketika
aku bertanya, 'Apa itu berarti kita resmi
berpacaran?' ia
dengan serius bilang, 'Kamu akan pergi ke Indonesia, jadi bagaimana caranya?' dan
ketika aku memberitahunya, 'Seperti
biasa, kita hanya perlu berkomunikasi lewat LINE, dan kita resmi berpacaran,' sepertinya dia tidak bisa
memahaminya.”
“Eh,
apa maksudnya!? Apa itu berarti hubungan jarak jauh tidak mungkin!?”
"Tidak,
pertama-tama, cowok introvert itu
biasanya memiliki pemahaman yang sangat rendah tentang fenomena 'pacaran'…
maafkan aku.”
“Di
ruang rumah sakit, aku terus-menerus mendesaknya
yang terbaring di tempat tidur dengan berkata, 'Sebaliknya, kenapa kita
tidak pacaran!? Kamu menyukaiku, ‘kan!?'
dan akhirnya dia bilang, ‘Kalau begitu, ayo berpacaran'...”
“Wah,
Marimero, kamu hebat! Bikin nangis!”
“Hal itu
juga mungkin menjadi hadiahnya tersendiri,
ya...”
“Jangan
ngomong aneh-aneh, menjijikkan tau!
…Tapi, karena kamu berangkatnya bulan
Oktober, jadi kurasa kalian masih
ada waktu, kalian masih
bisa melakukan hal-hal seperti pasangan sebelum kembali ke Jepang, ‘kan?”
“Iya,
benar juga. Kita juga langsung ngewe pada hari kita jadian,
‘kan?”
“Jangan
cengengesan begitu, itu menjijikkan!
…Jadi, bagaimana dengan itu?”
“Eh,
hmm… sepertinya sulit… Ia masih
dalam pemulihan patah tulang yang butuh sebulan…”
“Setelah
sebulan, berarti masih bulan Agustus, ‘kan? Masih ada banyak waktu!”
“Kalau
mengikuti ritme seperti Akari-chan dan yang lainnya, mungkin iya…”
“Kalau
kalian berdua mengikuti ritme kita,
bisa-bisa kalian berdua berubah menjadi
papa mama.”
“Wah,
kalau itu bakal jadi bagaimana!? Kalau
tiba-tiba hamil setelah pergi ke Indonesia, itu akan jadi awal dari neraka
pengasuhan anak sendirian di luar negeri! Hati-hati!”
“Sudah
kubilang, kita tidak akan sampai ke situ, jadi tidak
apa-apa. Fufufu.”
“Ya,
tapi…”
"Yah…"
“…Kita
akan mengikuti ritme kita sendiri. Sama seperti
sebelumnya, dan akan terus seperti itu.”
Setelah
berkata demikian, Marimero
mengakhiri panggilan yang kacau balau dan membuka pesan yang masuk di
ponselnya.
Dia
membaca pesan yang tertulis, “Apa
pekerjaanmu sudah selesai? Ketika aku sendirian di ruang rumah sakit, aku
merasa sedikit kesepian. Aku sudah keluar dari rumah sakit dengan selamat,” dan mulai mengetik balasan
dengan senyuman.
