Otonari no Tenshi-sama Volume 11 Chapter 8 Bahasa Indonesia

 

Chapter 8 — Pemesanan White Day

 

Setelah ujian akhir semester yang melelahkan akhirnya selesai, Amane dan Mahiru merasakan suasana santai yang kembali seperti beberapa minggu lalu. Perasaan lega saat beban yang ditanggung hilang tentu dirasakan oleh Amane dan Mahiru yang menghadapi ujian dengan tenang.

Selama dua minggu terakhir, mereka terus-menerus belajar setelah makan dan merapikan, jadi kini setelah selesai makan malam, mereka bisa duduk santai di meja makan dan berbincang-bincang tanpa beban.

Meskipun mereka tahu ini hanya istirahat sejenak, saat ini, seraya dipenuhi rasa aman dan pencapaian setelah ujian selesai, rasanya tidak ada salahnya untuk bersantai.

Amane yang duduk di seberang Mahiru, yang tampak rileks menikmati suasana santai, melirik kalender yang muncul di ponselnya. Waktunya sudah akhir Februari, dan perayaan White Day semakin mendekat. (TN: Buat yang belum tahu kapan hari white day, WD jatuh pada tanggal 14 Maret, sebulan setelah hari valentine)

Ia belum memberitahu Mahiru tentang rencana White Day. Amane sempat berpikir untuk memberitahunya lebih awal, tetapi saat itu Mahiru sedang fokus mempersiapkan ujian, dan ia khawatir hal itu bisa mengganggu konsentrasi Mahiru.

Ada kemungkinan Mahiru akan lebih serius dalam belajar sebagai hadiah untuk ujian, tetapi juga ada risiko bahwa dia akan terganggu dan kehilangan fokus. Jadi, Amane memutuskan untuk menyimpan informasi itu sampai ujian selesai.

Tentu saja, ia tidak pernah berpikir bahwa Mahiru akan kehilangan fokus sepenuhnya, dan dari perilaku Mahiru sehari-hari, ia merasa tidak ada masalah. Namun, Amane tidak ingin menambah elemen yang membuatnya khawatir, jadi ia memilih untuk tidak memberitahu.

“Mahiru, bisa aku berbicara denganmu sebentar?”

Dengan perut yang cukup kenyang dan merasa nyaman, Mahiru menatap Amane dengan penasaran saat dia berdiri dan memanggilnya.

“Ah, tidak masalah, tapi tunggu sebentar. Aku ingin menyimpan sisa saus daging ke dalam kulkas.”

“Aku akan melakukannya. Kamu bisa istirahat di sofa. Terima kasih seperti biasa.”

Meskipun Amane sering bertanggung jawab di hari-hari tanpa kerja paruh waktu, jika dirinya memiliki jadwal kerja paruh waktu, ia hanya bisa menyerahkan tugas memasak malam kepada Mahiru. Jadi, dalam situasi seperti ini, seharusnya Amane melakukan pembersihan dengan baik.

Karena Amane ingin memberi Mahiru waktu untuk beristirahat, jadi sebelum Mahiru sempat berbicara, ia mulai mengangkut piring-piring ke dapur, sementara Mahiru menatapnya dengan tatapan tidak puas dari balik meja.

Mou... Pekerjaanku malah diambil.”

“Sejak aku mulai kerja paruh waktu, bebanmu mulai semakin bertambah, jadi aku ingin melakukan ini. Kamu bisa bersantai saja.”

Bukannya kamu punya sesuatu yang ingin dibicarakan, Amane-kun?”

“Aku ingin berbicara setelah semuanya tenang.”

Membicarakan hal penting sambil menyisakan pekerjaan yang harus dilakukan membuat suasana tidak nyaman, dan Mahiru pasti akan terganggu oleh pikiran tersebut, jadi Amane berniat untuk segera menyelesaikannya. Untungnya, mencuci piring dan menyimpan sisa makanan dari makan malam bisa dilakukan dengan cepat, dan dalam waktu sepuluh menit, mereka seharusnya bisa siap untuk berbicara.

Amane berniat menyelesaikannya dengan cepat, tetapi Mahiru yang sebelumnya dia tahan kini datang ke dapur dengan ekspresi sedikit terkejut dan langsung berdiri di sampingnya. Dengan wajah seolah berkata “mau bagaimna lagi deh, dia tampak senang.

Kalau begitu, lebih baik kita lakukan bersama agar lebih cepat. Aku akan memindahkan sisa makanan ke wadah, jadi Amane-kun bisa mencuci piring.

Mahiru dengan gerakan yang lebih lincah daripada Amane mulai memindahkan makanan ke wadah untuk makan malam esok, dan Amane hanya bisa tersenyum kecil.

…Terima kasih.

“Seharusnya aku yang bilang begitu

Mouu, Mahiru dengan manisnya memberi sedikit dorongan pada bahu Amane, dan Amane juga tersenyum sambil berusaha memberikan dorongan yang lebih ringan, lalu membersihkan saus daging yang menempel di piring dengan pengikis.

 

 

Seperti yang dikatakan Mahiru, bekerja berdua lebih cepat daripada sendirian, dan mereka kembali ke ruang tamu untuk duduk santai di sofa. Amane ingin membuatkan teh favorit Mahiru, jadi ia meminta izin, dan Mahiru mendekat sambil menghembuskan napas ke dalam cangkir.

Amane juga dengan perlahan mencium aroma kopi susu miliknya, menunggu Mahiru untuk bersantai.

Jadi, ada apa?

Ketika uap dari teh Mahiru mulai berkurang, dia meletakkan cangkir di atas meja dan menatap Amane.

Amane merasa sedikit geli ketika ditanya seperti itu, tetapi karena pertanyaannya langsung, dirinya merasa tidak baik jika terlalu berlama-lama, jadi ia meraih telapak tangan kecil Mahiru yang ada di dekatnya.

Telapak tangan yang sedikit tertutup itu tidak menolak saat Amane menyentuhnya, dan Mahiru dengan senang hati menerima sentuhan jari Amane di kulitnya.

Ada apa? Apa ada yang salah?

Tidak, bukannya begitu… lebih tepatnya, kurasa ini merupakan hal baik untuk Mahiru.

Amane mengucapkan hal itu tepat saat jari-jemari mereka saling terjalin, dirinya merasa bahwa mungkin ada kesalahpahaman yang muncul, seolah-olah ia menyentuh Mahiru untuk menghindari rasa bersalah.

Amane membersihkan tenggorokannya, dan ekspresi lembut dan manis Mahiru berubah menjadi tatapan bingung dan kekanak-kanakan, seolah-olah dia sedang terkejut.

Mahiru, kamu sudah menanyakan preferensiku dengan baik saat Valentine, kan?

Ya, karena aku ingin kamu sangat senang.

“Jadi, aku juga ingin membuatmu merasa senang, Mahiru.

Jadi, kamu ingin bertanya tentang balasan untuk White Day?

“Kamu memang selalu peka.

Amane merasa sedikit canggung, tetapi Mahiru dengan cepat menangkap maksudnya.

Karena kamu sudah memberi sinyal, tentu saja aku bisa mengerti. Kita berdua ‘kan selalu dekat.”

Setelah tersenyum, Mahiru menggenggam tangan Amane kembali, dan Amane pun tersenyum, merasa bahwa ia tidak bisa mengalahkan Mahiru.

Jadi, aku memprediksi bahwa kamu akan bertanya, tetapi sebenarnya… aku sudah memutuskan balasan untuk White Day.

Oh, itu berbeda dari yang kamu katakan sebelumnya. Kenapa kamu harus memberitahuku?

Sebenarnya, aku bukan hanya ingin bertanya tentang balasan, tetapi aku ingat saat ulang tahun Mahiru, aku bilang bahwa terlalu banyak kejutan tidak baik, jadi aku hanya ingin memberitahu bahwa aku sedang mempersiapkannya.

Benar juga.

Kejutan tidak selalu diterima dengan baik. Seringkali, itu lebih untuk kepuasan diri si pemberi, dan terkadang bisa membuat orang yang ingin disenangkan merasa tidak nyaman.

Saat ulang tahun Mahiru, Amane tahu bahwa Mahiru memiliki kenangan buruk tentang hari itu, jadi ia meminta izin terlebih dahulu sebelum merencanakan cara merayakannya, dan berusaha membuat Mahiru merasa tenang.

Jadi, kali ini aku juga ingin memastikan tidak ada kesalahpahaman. Aku ingin memberikan balasan yang membuat Mahiru senang, dan tidak membuatmu merasa tidak nyaman.

Begitu ya. Terima kasih atas perhatianmu. Tapi aku sudah mengerti, dan tidak perlu khawatir, karena apa pun yang kamu lakukan untukku biasanya membuatku senang.

Karena aku tahu Mahiru akan senang dengan apa pun yang kulakukan, itulah yang membuatku bingung.

Meskipun sudah diperkirakan, saat kata-kata itu benar-beanr diucapkan, sebagai pihak yang menyiapkan balasan, Amane merasa ragu apakah ini benar-benar yang terbaik.

Karena itu memang kenyataannya. Balasan yang kamu siapkan dengan memikirkan tentangku itu sendiri sudah membuatku merasa senang.

Itu justru membuat harapanmu semakin tinggi. Jika itu adalah sesuatu yang asal-asalan, pasti akan muncul pertanyaan apa aku benar-benar memilihnya setelah berpikir panjang.

Apa kamu akan melakukannya dengan sembarangan?

Tentu saja tidak. Aku akan memikirkanmu dan berusaha memberikan balasan yang bisa membuatmu senang, Mahiru.

Amane tahu bahwa Mahiru biasanya akan senang dengan hadiah apa pun, dan dengan pemikiran tersebut, ia memutuskan balasan untuk White Day. Namun, ada sedikit rasa malu bagi Amane untuk mengungkapkannya.

Ah, umm, jadi begini…

Ya.

Kalau kamu tidak keberatan, aku berpikir untuk mengundangmu ke tempat kerjaku pada White Day nanti.

…Eh?

Gerakan Mahiru tiba-tiba terhenti.

Dengan ekspresi tenang menunggu kata-kata Amane, matanya terbuka lebar.

Yah, kamu selalu ingin melihatnya dari dulu, kan? Aku sudah menundanya cukup lama, tapi sekarang aku sudah terbiasa dan mendapat kepercayaan dari senior-senior, jadi kurasa sudah aman. Meskipun tidak bisa sepenuhnya eksklusif atau menghabiskan waktu hanya berdua, jika kamu baik-baik saja dengan itu

Apa itu benar-benar diperbolehkan!? Benarkah!?

Mahiru yang sebelumnya kaku kini bergerak lebih cepat dari yang diharapkan.

Dia menggenggam tangan Amane dengan kuat namun tidak menyakitkan, wajahnya memerah dan matanya dipenuhi harapan saat dia mendekat.

Senyum lembutnya tiba-tiba berubah menjadi senyum kekanak-kanakan, dan perubahan itu membuat Amane tersenyum juga, bukan karena heran, tetapi karena itu sangat menggemaskan dan menyenangkan.

Melihat senyum polos yang tidak pernah ditunjukkan di sekolah, Amane merasa lega karena ini bisa membuat Mahiru senang.

Kamu sangat antusias, ya.

Tentu saja, karena aku sudah menahan diri untuk melihat sisi keren Amane-kun.

“Entah aku terlihat keren atau tidak, itu masih diperdebatkan.”

“Bagiku, kamu kelihatan keren.

Rupanya Mahiru berniat tidak ingin mengalah, karena dia menatap Amane dengan serius, dan Amane hanya bisa mengangkat bahunya.

…Aku berpikir untuk menunjukkan sisi keren yang bisa kamu lihat. Aku merasa itu sedikit kurang sebagai balasan untuk cokelat yang kamu berikan, tetapi ini balasan terbaik yang bisa kupikirkan supaya kamu merasa senang. Apa itu kurang baik?

“Aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Aku sudah lama menantikannya."

Syukurlah.

Dari ekspresi dan gerakan tubuh Mahiru, Amane bisa merasakan betapa senangnya dia dan betapa besar harapannya.

Karena Mahiru sudah begitu senang dengan pengumuman ini, Amane sedikit khawatir apa dia akan terlalu bersemangat saat datang ke kafe. Namun, karena ini mengenai Mahiru, dia tidak akan bertindak berlebihan atau panik di tempat umum, meskipun perasaannya yang sebenarnya mungkin berbeda.

Melihat Mahiru yang tampak begitu bahagia hingga hampir bersenandung, Amane merasa sedikit tertekan dengan harapan yang tinggi itu. Namun, hal itu juga mendorongnya untuk berusaha memenuhi harapan Mahiru, jadi sekarang ia hanya akan mengamati kebahagiaan Mahiru.

“Aku sudah meminta untuk pulang lebih awal pada hari itu, jadi aku ingin menunjukkan padamu bagaimana aku bekerja dengan baik, dan setelah itu kita bisa sedikit jalan-jalan setelah aku selesai bekerja.

“Jalan-jalan…?

Ada beberapa toko seleksi di dekat tempat kerjaku. Ada toko yang menjual peralatan masak, peralatan makan, dan bahan makanan. Bagaimana kalau kita pergi bersama untuk melihat-lihat? Aku ingat kamu bilang ingin membeli talenan baru, kan? Mari kita beli bersama. Maaf jika ini terdengar kurang menarik.

Setelah tahun baru, sebuah toko roti yang buka pagi-pagi sekali dibuka di dekat rumah, jadi pada hari libur, mereka berdua sering pergi mencari sarapan, atau ketika sibuk dan tidak punya waktu untuk membuat bekal, mereka membelinya untuk makan siang.

Baik Amane maupun Mahiru adalah penggemar nasi di pagi hari, tetapi mereka juga menyukai roti, jadi mereka semakin sering menikmati roti yang baru dipanggang untuk sarapan.

Kadang-kadang mereka membeli satu roti tawar utuh, dan di situlah papan talenan dibutuhkan. Namun, baru-baru ini, Amane secara tidak sengaja merusak talenan yang dibawa oleh Mahiru.

Ada goresan yang pasti tidak akan muncul dengan penggunaan normal, dan meskipun masih bisa digunakan, itu membuat Mahiru merasa sedih.

Amane yang meminta maaf berencana untuk memberikan papan talenan baru, tetapi karena mereka akan menggunakannya berdua, ia berpikir untuk memilih sesuatu yang sesuai dengan selera mereka.

“Kamu tidak mau?

Dia sedikit khawatir apakah itu terlalu lemah sebagai balasan atau tidak cukup layak sebagai balasan, tetapi kekhawatirannya menghilang ketika Mahiru menggelengkan kepala dengan rambut pirangnya yang bergelombang.

Tidak, aku sangat senang hingga tersenyum.

Aku khawatir apa ini benar-benar bisa dianggap sebagai balasan. Rasanya seperti perpanjangan dari kehidupan sehari-hari, jadi aku merasa bimbang apa hadiah semacam ini bisa dibilang bagus.

Aku sangat mencintai kehidupan sehari-hari itu. Lagipula, ini adalah usulan yang kamu pikirkan agar aku senang, kan?

Tentu saja. Meskipun ada kekhawatiran, tapi aku lebih mengutamakan apa kamu akan senang atau tidak, dan apa balasan ini pantas untuk usaha yang kamu lakukan saat membuat cokelat.

Kalau begitu, kamu tidak perlu khawatir. Hanya dengan mendengarnya saja sudah membuat hatiku berdebar, Amane-kun.

Itu bisa terlihat dari ekspresimu.

Kata senang sangat cocok untuknya, menunjukkan suasana hati yang ceria seolah ada bunga atau not musik yang melayang-layang di latar belakang, jadi tidak diragukan sedikit pun bahwa ini adalah sanjungan

Aku merasa tidak enakan karena telah membuatmu menunggu.

Aku memang sudah menunggunya kok? ...Tapi, aku juga mengerti perasaan Amane-kun, jadi aku tidak bisa menyalahkanmu. Aku juga tidak ingin bertemu dengan Amane-kun dalam keadaan setengah-setengah, dan jika menunjukkan diri, aku ingin dilihat dalam keadaan cantik dan bersih.

Entah karena sifat aslinya, Mahiru memiliki disiplin diri yang kuat. 

Mahiru tidak menunjukkan sikap santai bahkan kepada Amane. Pada dasarnya, dia hanya menunjukkan penampilan yang rapi dan tenang. Sementara Amane, jika dengan orang yang dekat, cukup santai dan menunjukkan penampilan yang agak berantakan. 

Mungkin karena kesadaran bahwa ini adalah rumah orang lain, Mahiru terlihat sangat teratur, dan itu sedikit mengecewakan. 

(Jika kita mulai tinggal bersama, apa aku bisa memiliki lebih banyak kesempatan untuk melihat Mahiru dalam keadaan santai?) 

Memikirkan hal itu membuat Amane semakin menantikan masa depan. 

“Kamu masih terlihat lucu dengan pakaian kusut dan rambut acak-acakan, Mahitu. Atau lebih tepatnya, kamu memang imut. 

…Mulai sekarang aku harus bangun lebih cepat dari Amane-kun. Padahal sekarang kita sudah sama-sama impas.

Eh, tidak mau. Terkadang, kesenangan aku akan diambil. …Aku harus mencari cara agar Mahiru bisa tidur nyenyak.

Tolong berhenti merencanakan itu, mouu.

Mahiru menunjukkan sisi santainya pada saat yang langka, atau lebih tepatnya, sisi tak berdaya yang sangat imut, dan jika itu tidak bisa dilihat lagi, itu akan menjadi kerugian besar buat Amane

Aku harus mencari cara agar bisa melihatnya lebih sering, pikir Amane dengan serius, sementara wajah Mahiru tampak memerah dan menepuk paha Amane dengan satu tangan yang tidak tahu harus berbuat apa. 

“Intinya, aku tidak bisa memperlakukanmu secara khusus, tapi aku sudah memberitahukan tempat kerja paruh waktuku. …kumohon berharap dengan sewajarnya. Sewajarnya saja, oke.

…Jika kamu bilang begitu lebih dulu, aku akan merasa gelisah terus-menerus.

Melihat keadaan Mahiru sekarang, sepertinya kekhawatiran itu benar, jadi Amane merasa lega tidak mengatakannya sebelum ujian, sambil mengelus punggung Mahiru yang tampak gelisah. 

Maaf, tapi kupikir lebih baik jika aku mengatakannya dengan jelas. Aku juga ingin menyusun rencana dengan baik.

Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya merasa senang.

…Kamu sangat ingin melihatnya, ya.

Tentu saja. Dengan harapan penuh.

Dari setiap kata yang diucapkan Mahiru, Amane merasakan ketulusan dan sedikit kekhawatiran bahwa mungkin dia terlalu berharap. 

“Ngomong-ngomong, apa foto-foto diperbolehkan? 

…Aku akan bertanya pada Owner nanti.

Secara umum, izin diberikan hanya untuk mengambil gambar barang yang disediakan dan dekorasi dalam toko, tetapi mengambil foto karyawan tidak diperbolehkan. 

Mungkin jika yang bersangkutan memberikan izin, itu bisa saja, tetapi akan merepotkan jika pelanggan lain meniru, jadi lebih baik meminta pendapat Fumika. Jika pengambilan gambar tidak diperbolehkan, mungkin lebih baik meminta Fumika untuk mengambil foto Amane dalam seragam secara diam-diam. 

“Jadi kamu tidak merasa keberatan, ya?

“Karena aku sudah membuatmu menunggu, dan jika ini bisa menyenangkan Mahiru untuk sementara, ya sudah." 

Hehe, aku sangat menantikannya. Kalau pun tidak bisa, yah tidak apa-apa. 

Selama itu bisa menambah sedikit kebahagiaan Mahiru, Amane tidak keberatan dan ingin memenuhi keinginannya sebisa mungkin. 

Amane berjanji untuk menanyakan langsung pada pekerjaan berikutnya, dengan asumsi dirinya akan ditanya tentang Mahiru. 

Oh iya. Pada hari White Day nanti, boleh aku berganti pakaian dulu?

Boleh-boleh saja, memangnya kenapa?

“Bukan apa-apa, aku hanya ingin tampil rapi karena aku akan pergi ke tempat kerja Amane-kun.

“Kamu tidak perlu sampai segitunya… kamu hanya datang sebagai pelanggan, kan?

Itu masalah perasaanku! Lagipula, di sana nanti ada rekan kerja Amane-kun juga, bukan?

Tentu saja.

Kalau begitu, aku harus memperkenalkan diri. Aku ingin terlihat baik di hadapan mereka.

Karena dirinya bekerja di kafe dan jarang bekerja sendirian, pasti ada orang lain yang bekerja di sana. Amane belum bertemu orang-orang yang biasanya bekerja di pagi hari pada hari kerja, jadi dirinya hanya tahu nama mereka. Namun, Amane cukup akrab dengan sebagian besar orang di sana. 

Karena Amane pernah menceritakan kalau dirinya sudah memiliki pacar, jika ia memperkenalkan Mahiru, mereka pasti akan berkata, Oh, jadi dialah orangnya. 

“Karena aku ingin diperkenalkan dengan percaya diri sebagai pacarmu jadi aku harus berpakaian yang layak. Selain itu, kita akan pergi setelah itu, jadi aku ingin berdandan.

Kalau begitu, aku juga harus membawa pakaian. Karena kamu juga ingin berdandan, jadi aku tidak ingin berdiri di sampingmu hanya dengan mengenakan seragam. 

Jika itu yang ingin dilakukan Mahiru, Amane merasa tidak enakan untuk menghentikannya, dan jika dipikir-pikir, tidak baik juga jika mereka berjalan keluyuran dengan seragam, jadi lebih baik kalau mereka berganti pakaian.

Selain itu, jika dilihat dari suasana hatinya, bisa dipastikan bahwa Mahiru akan berdandan dengan baik, jadi lebih baik Amane juga menyesuaikan diri agar keduanya merasa nyaman dan serasi. Selain itu, Mahiru juga suka melihat Amane berdandan, jadi ini mungkin bisa menjadi salah satu hadiah balasan.

Amane mulai merencanakan hari White Day di dalam pikirannya seraya memutuskan dalam hati untuk memilih pakaian untuk hari itu dari lemari, dan Mahiru tersenyum malu-malu.

“...Rasanya seperti kencan yang dijadwalkan, ya.”

Kurasa memang beginilah sebenarnya acara kencan. Tapi aku benar-benar minta maaf karena sepertinya tidak bisa berlama-lama karena masalah waktu.”

Meskipun bisa dibilang ini adalah kencan, tujuan yang dituju adalah tempat kerja paruh waktu dan area pertokoan, sehingga sepertinya tidak ada daya tarik, dan mungkin akan menjadi bahan lelucon bagi Itsuki dan Chitose.

“Bagiku, meskipun menghabiskan waktu berssama merupakan hal yang penting, tetapi kepadatannya lebih penting, dan hanya dengan bersama Amane-kun saja sudah cukup memuaskanku.”

“Terima kasih atas kata-kata manisnya. Aku ingin berkencan denganmu lebih lama nanti, tapi...”

“Kalau begitu, silakan ajak aku berkencan di hari lain. ...Pergi bersama dari rumah juga baik, tapi berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat juga cukup menyenangkan.”

Belakangan ini, karena pekerjaan paruh waktu dan belajar untuk ujian, mereka tidak memiliki kesempatan untuk bersenang-senang berdua, tetapi sekarang setelah ujian selesai dan persiapan untuk White Day hampir selesai, mereka pasti akan memiliki lebih banyak waktu.

Meskipun Amane berencana untuk bekerja paruh waktu selama liburan musim semi, ia tidak berniat untuk mengisi semua hari liburannya untuk bekerja, dan Amane juga ingin menghabiskan waktu bersama Mahiru.

“Kalau begitu, mari kita pergi saat hari libur nanti. Secara pribadi, aku masih merasa belum cukup untuk balasan White Day.”

Padahal bukan begitu maksudku... tapi aku senang jika kita bisa melakukannya nanti. Aku menantikannya.”

“Benar. ...Yah, pertama-tama aku akan berusaha agar terlihat baik.”

“Aku berharap begitu, hehe.”

Melihat Mahiru yang benar-benar tampak sangat menantikannya, Amane memutuskan untuk lebih bersemangat pada hari White Day dan menggenggam tangan Mahiru yang semakin hangat.

 

 

Keesokan harinya, Amane yang memiliki sesuatu untuk dibicarakan mengenai pekerjaan paruh waktunya, pergi mengunjungi area tangga menuju depan atap tempat di mana Souji berada selama istirahat siang, dan ternyata tidak hanya Souji yang ada di sana, tetapi juga Ayaka.

Meskipun kadang-kadang dia makan dengan gadis-gadis lain, hari ini sepertinya dia makan bersama Souji, dia dengan sopan menggelar tikar piknik dan membuka bekal makanannya.

Ayaka juga terlibat, dan saat Amane berbicara tentang urusan pekerjaan paruh waktu dengan Souji, dirinya juga membahas tentang White Day, dan Ayaka tampak senang sambil bertepuk tangan dengan gembira.

Hee, jadi akhirnya Fujimiya-kun akan menunjukkan debut mode pekerjanya kepada Shiina-san, ya?”

“Aku sadar sudah membuatnya menunggu.”

“Hehe, Shiina-san sudah gelisah terus-menerus, dan kadang-kadang menatapku dengan tatapan iri.”

“Terlihat iri? Tapi kamu tidak datang saat aku ada ‘kan, Kido?”

Karena tidak ingin dilihat dalam keadaan yang tidak biasa, Amane sudah memberitahu Itsuki dan Chitose untuk tidak datang ke tempat kerja paruh waktunya, tetapi karena ada alasan bahwa Ayaka memperkenalkan pekerjaan ini padanya, jadi Amane tidak bisa mengatakan apa-apa jika penampilan seragam kafenya dilihat. Namun, bertentangan dengan perkiraannya, Ayaka tidak pernah muncul di depan Amane saat dirinya bekerja.

Sepertinya wajah Amane menunjukkan tanda tanya, dan Ayaka tersenyum canggung. “Yah, aku merasa tidak enakan kepada Shiina-san kalau aku duluan yang melihatnya.”

“Aku tidak pergi saat shift Fujimiya-kun, tetapi saat hanya ada Sou-chan, aku biasa datang bermain, atau lebih tepatnya sebagai pelanggan. Mungkin itu yang membuatnya iri.”

Kamu sengaja datang saat Itomaki-san tidak ada, ya?”

Meskipun tidak sepenuhnya bohong bahwa dia menghormati Mahiru, tampaknya itulah yang menjadi alasan utamanya.

“Karena tanteku terlalu perhatian. Aku hanya ingin melihat tempat Sou-chan bekerja, dan rasanya tidak nyaman jika pemiliknya terlalu memperhatikan.”

Meskipun dia tidak membencinya, Ayaka mengaku kurang suka jika diperlakukan seperti anak kucing yang dimanjakan, jadi dia tidak mendekat secara aktif.

“Apa kamu ingin melihat tempatku bekerja atau ingin melihat otot-ototku bergerak?”

“Hmm, keduanya?”

“Kamu sungguh serakah sekali, ya...”

Habisnya aku ingin melihat So-chan, jadi tidak masalah, kan?”

“...Itu memang benar.”

Souji tampak tidak dapat berkata apa-apa saat Ayaka tersenyum cerah dan nakal padanya, dan malah membuat huruf kanji '一' dengan bibirnya yang terkatup rapayt, membuat Souji menyadari bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa jika Ayaka menatapnya langsung.

Meskipun Soji adalah tipe yang cukup tenang, tampaknya ia memiliki perasaan yang kuat untuk Ayaka, dan ia juga bisa merasa malu, sehingga ia merasakan kehangatan dan kedekatan lebih dari sebelumnya.

“Terima kasih untuk santapannya.”

“Fujimiya.”

“Kadang-kadang aku juga ingin berada di posisi ini.”

“Fujimiya-kun selalu tidak bisa mengalahkan Shiina-san dan merasa malu, ya, sangat manja.”

“...Kido, kamu mendingan diam saja.”

“Baiklah.”

Melihatnya tertawa dan dengan patuh melangkah mundur sambil berkata “akan merepotkan kalau Fujimiya-kun memihak Sou-chan”, Amane berhasil mendesak Ayaka dan duduk dengan keras di tepi kursi, sambil berpikir bahwa dirinya mungkin bisa membantu Souji membalas dendam nanti..

Jadi, aku sudah memeriksa jadwal kerja dan mengetahui bahwa Fujimiya akan bekerja pada White Day. Dengan begini, Shiina-san akhirnya bisa tenang, ya?”

“Ya, karena aku sudah membuatnya menunggu terlalu lama.”

Mahiru sendiri tampaknya berusaha untuk tidak menunjukkan kegelisahannya, tetapi Amane tahu bahwa dia sudah menunggu dengan sabar, dan mungkin Ayaka juga merasakannya dari matanya.

Memang ada itu, tapi kamu bisa membuatnya merasa tenang. Dari yang aku dengar dari Ayaka, Shiina-san khawatir tentang Fujimiya.”

“Khawatir?”

“Ah, Shiina-san benar-benar merasa cemas karena Fujimiya-kun sangat populer.”

“Ya, aku pernah mendenganya, satu-satunya hal yang membuatku populer di kafe itu hanyalah populer di kalangan bapak-bapak atau ibu-ibu paruh baya. Ditambah lagi, merekalah yang menggodaku tentang menjodohkanku dengan cucu mereka.”

Amane sudah membahas hal itu dengan Mahiru sebelumnya, tapi orang-orang yang ia ajak berbicara ialah orang yang memiliki pengalaman hidup lebih banyak dari usianya saat ini, yang juga melibatkan pria dan wanita, membuat hal itu berbeda dari apa yang dibayangkan Mahiru.

Tentu saja, mengenai hal yang membuat Mahiru khawatir, Amane juga berusaha untuk tidak bertindak lebih dari sekadar pelayan agar tidak membuatnya cemas, dan pada dasarnya, jarang sekali ada wanita muda yang datang ke sana selama jam kerja Amane.

Namun, ia merasa ada ketidaknyamanan yang tidak bisa dihindari, jadi Amane selalu berusaha untuk memperhatikan hal itu dan memberikan dukungan.

“Aku membayangkan situasi itu meskipun aku tidak melihatnya secara langsung, tapi sepertinya Fujimiya-kun sepertinya memang lebih populer di kalangan orang dewasa yang sudah merasakan asam manis kehidupan.”

Sejujurnya, aku tidak mengerti mengapa mereka mendekatiku.”

“Ya, mungkin karena kamu memiliki aura yang jujur? Fujimiya-kun, kamu tidak terlihat seperti orang yang nakal dari auramu. Belakangan ini, auramu juga semakin lembut, terlihat lebih cerah dan jujur, seperti pemuda yang baik.

Kurasa hal itu juga bisa berlaku untuk Miyamoto-san.”

Menurut Oohashi, walaupun Miyamoto terlihat seperti anak berandalan, tetapi sebenarnya ia memiliki penampilan yang agak ringan, sementara tatapan dan sikapnya justru menunjukkan keseriusan yang kontras dengan penampilannya yang ringan.

“Orang-orang seperti Miyamoto-san yang setengah serius dan setengah humoris cenderung populer di kalangan anak muda. Ia cukup serius dan ramah, sehingga disukai oleh berbagai kalangan usia.”

Lebih tepatnya, Miyamoto-san sepertinya mendapat pengawasan lembut pelanggan tetap.”

“Ah...”

Amane penasaran apa Miyamoto tahu bahwa perasaannya terhadap Oohashi diketahui oleh pelanggan tetap? Jika tidak, mungkin lebih baik jika ia tidak mengetahuinya.

“Dan Sou-chan terlihat serius dan kekar, jadi sepertinya sulit untuk mendekatinya. Tapi, Sou-chan itu lucu, sih.”

Aku tidak senang mendengarnya.”

“Kalau begitu, aku akan memujimu dengan tampan dan lucu.”

“...Lakukan saja sesukamu.”

“Jadi, kamu setuju dengan itu ya, Kayano...”

Mungkin lebih tepatnya, ia membiarkan Ayaka melakukan apapun yang dia mau, tetapi ia menerima penilaian terakhir tanpa keberatan atau keluhan, jadi entah bagaimana, Souji tampaknya sangat toleran terhadap Ayaka.

Amane jarang melihat Souji menunjukkan emosinya dan menganggapnya sebagai orang yang dingin, tetapi di depan Ayaka, tampaknya ia tidak bisa berbuat banyak.

“Ngomong-ngomong, sepertinya Shiina-san memang khawatir tentang Fujimiya-kun yang tampaknya populer di kalangan beberapa pelanggan, jadi dia ingin melihat langsung untuk merasa tenang.”

Dia tidak meragukan sedikit pun tentang perselingkuhan, ya, Mahiru.”

“Eh, kalau itu sih bukannya mustahil? Apalagi ini tentang Fujimiya-kun.”

“Tidak mungkin, tidak mungkin.”

Apa itu berarti mereka berdua bisa dipercaya?

“...Aku merasa senang dengan kepercayaan itu, tapi itu berarti aku sangat terbuka dan terbaca dengan jelas, kan?”

“Yah, kamu sangat menyukainya sampai-sampai siapapun bisa memahaminya dengan jelas.”

“Lebih tepatnya, sepertinya tidak ada yang perlu diragukan lagi bahwa Fujimiya bekerja keras karena ia ingin melakukan sesuatu untuk Shiina-san.”

“Terima kasih atas itu.”

Ini pujian, ‘kan...? Amane merasa pipinya sedikit berkedut saat Ayaka memberinya penilaian yang tampaknya tidak berbahaya, “Cintamu kelihatan melimpah sekali.” Dirinya merasa ingin berkomentar, Apa itu baik-baik saja?”.

Mungkin dirinya perlu lebih memikirkan sikapnya terhadap Mahiru di depan orang lain. Mungkin, atau lebih tepatnya menurut pendapat mereka, ekspresi wajah Amane tampaknya tidak berfungsi dengan baik.

Amane tidak ingin menunjukkan wajahnya yang memalukan kepada orang lain, jadi ia berjanji dalam hati untuk lebih berhati-hati, sementara Ayaka tampaknya menyadari sesuatu dan tertawa.

“Aku ingin segera melihat Shiina-san menjadi lemas dan tidak berdaya.”

Sayang sekali, hanya aku yang bisa melihatnya.”

“Hmm, itu juga benar. Kalau begitu, semoga saja aku bisa segera melihat Fujimiya-kun yang malu-malu dan Shiina-san yang tersenyum cengengesan.”

Pemahamanmu mengenai kami rasanya begitu aneh.”

“Bukannya memang begitu pemahaman dari orang-orang terdekatmu? Coba tanyakan saja pada Akazawa-kun atau Chii-chan.”

“...Baiklah, mereka mungkin akan mengiyakan.”

Mungkin lebih tepatnya, mereka pasti akan mengiyakan. Baru-baru ini, Amane baru saja berbagi perasaannya terhadap Mahiru dengan Itsuki, dan pasti akan mendapatkan persetujuan serta ejekan. Dan Amane merasakan otot wajahnya berkedut melihat masa depan seperti itu.

Pasti memang begitu, ‘kan?

Sudah kuduga, ujar Ayaka sambil tertawa geli, dan ketika Amane tidak bisa menahan diri untuk memberikan tatapan penuh dendam, dia malah semakin tertawa.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama