Chapter 4
Meskipun aku
bertemu Luna setiap hari,
tetapi karena persiapan pernikahan, pindahan, dan pertemuan dengan teman-teman
sebelum keberangkatan, kami sulit untuk menemukan waktu
berdua yang tenang. Di tengah semua itu, dua hari sebelum pernikahan, keluhan Luna
akhirnya meledak.
“Ah! Aku sudah tidak bisa menunggu lagi!”
Semua itu
terjadi dalam pejalanan pulang dari
tempat pernikahan setelah menyelesaikan pesan di kartu tempat duduk.
“Ada
apa?”
Waktu sekarang menunjukkan pukul tiga sore. Di
sebuah gang tenang di Omotesando, Luna menjawab pertanyaanku.
“...Ryuuto,
apakah kamu punya waktu sampai pagi besok?”
“Eh?
Iya...”
Sampai
hari ini, aku memang sibuk dengan banyak hal, tetapi berkat itu, semua yang
perlu dilakukan sebelum pernikahan seharusnya sudah selesai.
“Aku juga sama. Aku
akan pergi ke tempat Nikoru besok sore,
‘kan? Sampai saat itu, aku punya
waktu.”
Kami
sudah membuat janji untuk perawatan di salon kuku Yamana-san besok. Yamana-san sedang
mempertimbangkan untuk menawarkan rencana ‘kursus pernikahan’ untuk pasangan yang akan
menikah, dan ini adalah pengalaman ujicoba
untuk itu.
“Iya. Aku
juga tidak punya rencana sampai saat itu.”
“Kalau
begitu...”
Setelah
mengatakan itu, Luna merentangkan tubuhnya dan membisikkan sesuatu ke
telingaku.
“Bagaimana
kalau kita pergi ke hotel cinta...?”
“Ho-Hotel...!?”
Jantungku
berdebar kencang dan
seketika pikiranku menjadi berwarna pink. hotel
cinta...! Tempat legendaris di mana pasangan datang
hanya untuk melakukan hal-hal intim...! Hari di mana aku akan menginjakkan kaki
di tempat seperti itu akhirnya tiba.
Dengan
jantung berdebar, aku mengangguk.
“Ba-baiklah...”
Aku bisa
memberi tahu orang tuaku bahwa malam ini aku akan menginap bersama Luna, jadi
tidak masalah. Kami sudah diakui sebagai pasangan suami istri oleh kedua keluarga kami.
“Ufu, hore~♡”
Luna
tersenyum bahagia dan melingkarkan tangannya di lenganku. Aku merasakan
elastisitas dadanya di siku, dan berusaha menahan tawa.
“...Ki-Kita mau ke mana?”
“Ufufu, ada
tempat yang ingin aku kunjungi~♡ Mau ikut?”
“Iya...!”
Dan begitulah, aku mengikuti Luna dan naik
kereta.
◇◇◇◇
Dan kemudian, kami akhirnya tiba di tengah-tengah wilayah Kabukicho.
Suasana Kabukicho terlihat begitu ramai dengan wisatawan menjelang malam. Ketika langitnya mulai menjadi sedikit lebih gelap,
mungkin akan muncul suasana yang agak mencurigakan.
Luna
melihat aplikasi peta dan kami sampai di tujuan.
“Eh? Bukannya ini karaoke?”
Kami menemukan sebuah bangunan yang
tampak seperti bar karaoke terkenal yang menawarkan suasana resor Bali, dan aku
memastikan kepada Luna.
“Bukan.
Ini hotel cinta. Tapi hotel ini bagian dari jaringan yang dengan tempat karaoke.”
“Eh, masa!?”
“Iya.
Kita juga bisa menikmati hidangan Honey
Toast yang sama di sini.”
“Begitu
ya...”
Meskipun aku
merasa terkesan ketika mengetahui bahwa tempat karaoke
bisa melakukan hal seperti itu, tapi aku juga
sedikit merasa takut dengan pengetahuan Luna yang mendalam.
“...Maaf ya,
karena aku baru pertama kali ke hotel cinta... mungkin ada banyak yang tidak
aku ketahui...”
Aku sudah
beberapa kali ingin pergi mengunjungi hotel cinta sejak
mulai berkencan dengan Luna, tetapi akhirnya kami segera mulai tinggal bersama,
jadi ini adalah pertama kalinya aku masuk ke hotel cinta.
Luna
pasti pernah datang ke sini dengan mantan pacarnya saat SMA... jangan-jangan dia juga pernah melakukannya di sini...? Memikirkan hal
itu membuatku merasakan sedikit rasa canggung dan kecemburuan, sesuatu yang
sudah lama tidak aku rasakan.
“Ah,
iya. Tapi ini juga pertama kali bagiku, lho?”
“Eh!?”
Aku
terkejut mendengar jawaban Luna.
“Ma-Masa?”
“Iya.
...Sebelum pacaran dengan Ryuuto, aku biasanya pergi ke rumah salah satu dari
kami saat orang tua tidak ada.”
Luna menjelaskan
dengan senyum pahit. Memang, dia mengajakku ke rumahnya di hari pertama kami
berkencan, dan kupikir itu mungkin lebih alami bagi pelajar SMA yang tidak
punya uang.
“Ta-Tapi,
aku merasa kamu sepertinya sudah tahu banyak tentang hotel cinta sejak SMA... Seperti, 'Nikoru
dan yang lainnya mau pergi ke hotel mana ya? Mungkin aman di Shibuya?' kan?”
Itu
terjadi saat kami berkencan ganda dengan Sekiya-san dan Yamana-san di akuarium.
Pada akhirnya, Yamana-san tidak melakukannya Sekiya-san.
“Eh,
apa aku bilang begitu? Dan tentang hotel cinta,
bukannya semua orang tahu kalau di Shibuya
ada banyak, ‘kan?”
“Eh,
b-begitu?”
Yah,
mungkin itu benar. Bagaimanapun juga, semua ini hanya asumsi dari
diriku. Setelah tahu bahwa Luna juga baru pertama kali mengunjungi hotel cinta, aku
merasa lebih percaya diri.
“Aku mencari
hotel di sini karena pengen berduaan dengan Ryuuto,” katanya sambil tersenyum malu
dan mengembungkan pipinya.
“Soalnya,
aku sama sekali tidak bisa mesra-mesraan
dengan Ryuuto! Padahal kita sudah
lama tidak bertemu!”
“…Jadi begitu.”
Senang
rasanya mengetahui bahwa bukan hanya aku yang merasa gelisah. Akhirnya, kami masuk ke love
hotel yang mirip dengan tempat karaoke. Begitu masuk, resepsionisnya
jelas-jelas terlihat seperti di tempat karaoke.
Aku masih
ragu apakah ini benar-benar hotel, tetapi saat berdiri di depan kasir bersama Luna,
petugas berkata,
“Apa
Anda ingin istirahat atau menginap?”
“…………”
“Untuk
menginap!”
Saat aku
tidak bisa menjawab karena gugup, Luna lah
yang menjawab.
“Baiklah.
Saat ini kami memiliki beberapa kamar yang tersedia,
Anda ingin memilih yang mana?”
“Yang itu saja!”
Luna
menjawab dengan ceria. Di layar LCD yang terpasang di kasir, foto dan harga
kamar ditampilkan, tetapi karena ini adalah hotel cinta pertamaku, aku tidak bisa
melihatnya dengan jelas.
“Baiklah,
silakan periksa nomor kamar Anda. Kamar dapat diakses melalui lift di sana.”
Kami
dipandu dengan lancar dan menerima kunci kartu.
“En-Entah kenapa, rasanya sangat berbeda banget dari yang aku bayangkan
tentang hotel cinta...
Jendela resepsionis setengah tertutup sehingga tidak terlihat petugasnya, dan kupikir kita harus pilih kamar sendiri
lewat layar sentuh...”
Entah
kenapa, itu mengingatkanku pada sebuah gambaran yang pernah kudengar.
“Tempat
semacam itu juga memang ada, ‘kan? Di sini malah terlihat seperti
hotel biasa!”
Seperti
yang dikatakan Luna, beberapa
pasangan lain juga datang satu per satu, mengantri dengan normal untuk check-in di resepsi. Termasuk petugas, tidak ada
yang tampak canggung. Rasanya
benar-benar terlihat seperti hotel biasa.
“Bahkan ada
fasilitas prasmanan juga!”
Saat aku
melihat ke arah yang ditunjuk Luna, ada area seperti prasmanan di samping resepsi. Yang ada di atas piring bukanlah makanan, melainkan produk perawatan
kulit dan perlengkapan menginap. Sepertinya kita bisa mengambil apa yang kita
butuhkan dari berbagai jenis yang tersedia.
“Ayo
kita coba!”
“Eh,
hah!?"
Karena
merasa malu, aku ingin segera ke kamar. Lagipula, ada beberapa pasangan di depan ‘prasmanan amenitas’, apakah mereka tidak merasa
malu?
Jika
seorang pria dan seorang wanita datang ke hotel seperti ini bersama-sama,
mungkin berarti mereka akan melakukan hubungan intim
di dalam kamar itu mulai sekarang....
“Hayo,
cepat~”
Saat aku
bingung dan terdiam, Luna menarik tanganku dan membawaku ke sana.
“Aku
mau ambil garam mandi~ ♡ Kira-kira enaknya warna apa
ya?”
Luna
terlihat ceria saat memilih produk mandi.
“…………”
Aku
merasa malu melihat pasangan lain dan
diperlakukan sama seperti mereka, jadi
aku hanya melihat sekeliling dengan kebingungan karena tidak tau harus
melihat ke mana.
“Umm,
Luna, ayo pergi ke sana...”
Saat aku
menunjuk ke arah yang masih sepi, Luna melihat ke sana dengan mata berbinar.
“Ah,
ada bar minuman! Itu juga harus kita ambil!”
Seraya
membawa garam mandi di tangannya, Luna berkata dengan penuh semangat sambil
menarikku lagi.
Persis
seperti yang dikatakan Luna, di
sana memang ada bar minuman.
“Wah,
keren banget, ada alkohol juga! Mumpung ada kesempatan begini, aku mau ambil sedikit anggur
putih. Ryuuto mau yang gimana?”
“Ka-Kalau
begitu, aku juga... sedikit saja.”
Ketika aku
berpikir jika ini gratis untuk para tamu yang menginap, rasanya sangat disayangkan jika aku tidak mengambilnya.
“Menakjubkan
banget! Rasanya sangat autentik
sekali!”
Luna
menuangkan anggur ke dalam gelas plastik dari
wadah yang terlihat seperti tong anggur dengan keran.
“Ini
untukmu, Ryuuto~ ♡.”
“Ah,
terima kasih...”
Aku masih
merasa canggung dan gelisah melihat sekeliling. Setelah mendapatkan garam mandi
dan anggur, kami menuju kamar.
Aku dibuat
semakin terkejut saat naik lift dan melihat informasi yang
dipajang di dalam gedung.
“Eh,
ada kolam kaki dan sauna batu juga...!?”
“Wahh,
aku jadi mau mencobanya! Tapi sepertinya sauna batu akan
panas, jadi mungkin kita coba kolam kaki dulu?”
“Eh,
ki-kita mau
pergi?”
“Ayo!
Setelah kita menaruh barang di kamar!”
“…Ba-Baiklah…”
Rasanya
sangat tidak biasa bagi pasangan yang akan berhubungan
intim... atau mungkin pasangan yang baru saja selesai berhubungan badan,
berkumpul di area bersama dan saling menunjukkan kebahagiaan mereka, dan hal itu membuat orang-orang seperti aku
yang pemalu merasa canggung.
“Asyik!
Aku jadi sangat menantikannya!”
Luna bersorak
dengan suara ceria, dan melihatnya seperti itu membuatku merasa, ya sudah,
mungkin kita bisa mencobanya... sambil berdebar-debar.
◇◇◇◇
Setelah memasuki kamar, aku akhirnya merasa terbebas dari perhatian orang lain
dan bisa bernapas lega. Di dalam kamar, aku terkejut melihat betapa bersih dan
mewahnya tempat ini.
Interior
bergaya Asia dengan perabotan berwarna cokelat tua, dan linen serta kain
berwarna putih dan merah. Meskipun karena berada di pusat kota, ukuran kamarnya
cukup kecil, tetapi kesan bersih dan stylishnya sangat kuat.
“Wah,
cantiknya! Kamarnya bergaya Bali, bikin
semangat! Mungkin bisa jadi latihan imajinasi untuk kehidupan di Indonesia nanti ♡”
“Hebat
sekali...bahkan tempat tidurnya dilengkapi kanopi juga.”
Meskipun
aku tinggal di Indonesia, aku tidak hidup di kamar resor seperti ini. Mungkin
karena aku bukan di Bali?
“Ada
televisi di kamar mandi dan bunga juga! Keren!”
Luna
berteriak saat membuka pintu kamar mandi, dan aku ikut melihat-lihat. Hanya satu bunga, tetapi ada bunga
segar berwarna ungu dan putih yang diletakkan di atas kursi mandi.
“Luar biasa
banget...”
“Itu
bunga anggrek, ‘kan? Cantik banget! Bikin semangat! Padahal hal ini tidak ada di blog yang
aku baca!”
“Kamu
mencarinya di blog?”
“Iya.
Seperti laporan pertemuan khusus gadis-gadis.
Jika ada hotel cinta yang bisa digunakan untuk pertemuan
cewek, tempatnya pasti bersih,
kan? Karena ini pertama kalinya aku pergi ke hotel cinta dengan Ryuuto, aku ingin membuat
kenangan indah di tempat yang bersih...”
Luna tampak tersipu malu saat dirinya berkata
begitu, dan dia terlihat sangat imut dengan pipinya yang memerah, pemandangan itu membuat jantungku berdebar-debar.
Sekarang
kami berada di ruang pribadi berdua... tanpa harus khawatir tentang pandangan
orang lain, aku bisa berinteraksi dengan Luna.
Setelah menyadari
hal itu, aku dengan lembut memeluk bahunya.
Aromanya
tercium.
Hangat,
lembut, dan memberikan perasaan bahagia.
“Ah,
jangan dulu, kita harus pergi ke kolam
kaki..."
Luna
tersenyum dan berkata sambil melingkarkan lengannya di punggungku.
“... Apa kita tidak bisa melakukannya nanti? Kita menginap
sampai pagi, kan?”
“Kalau
begitu, bagaimana dengan minuman anggurnya? Kapan kita minum?”
“Itu
juga nanti...”
“Bagaimana
dengan mandi...?”
“...Kalau itu sih mungkin kita
bisa melakukannya sekarang.”
Setelah
menjawab, aku mengendurkan pelukan dan saling bertatapan dengan Luna Dan saat itu, aku tidak bisa
menahan diri lagi.
Melihat
mata Luna yang sayu dan pipinya yang sedikit memerah, hasrat yang selama ini kupendam mulai muncul.
“Kalau gitu,
sebentar saja ya...?”
Luna
membuka bibirnya yang menggoda seolah
mengundang dan mendekatkan wajahnya padaku.
“Ya...”
Aku
berpikir mungkin sebentar
itu tidak mungkin, tetapi aku terpesona dengan bibirnya.
Bibirnya
yang berwarna tint seperti permen manis, mengeluarkan aroma seperti permen
Amerika, dan aku mencium bibirnya berulang kali.
“...Nmmm,
tunggu, Ryuuto...!”
Luna
mengeluarkan suara desahan lembut
yang terlihat bingung, lalu menjauhkan wajahnya.
“Aku
ingin mandi, tapi kalau sudah kebelet banget...”
Dengan
berkata begitu, dia
memelukku erat, membuatku merasa berdebar-debar.
“Ayo
melanjutkannya di kamar mandi...?”
Dia
mengatakannya dengan tatapan menggoda, hal itu
semakin membuatku terangsang.
“...Ya...”
Kami pun
pindah ke dalam kamar
mandi, dan mulai melepaskan pakaian masing-masing dengan tangan yang saling
terjalin.
◇◇◇◇
Merasakan sinar mentari pagi yang memenuhi ruangan, aku
membuka mataku sambil
mengerutkan dahi karena silau.
Tirai
renda putih yang terlihat dari balik kanopi bersinar menerangi ruangan. Aku begitu kelelahan setelah
bercinta berkali-kali dan
tampaknya tidak menutup tirai kedap cahaya
saat tidur.
“…………”
Di dalam hotel cinta pertama kami, setelah
sekian lama kami saling berpelukan... semalam kami benar-benar terbakar nafsu birahi yang begitu besar.
Aku
senang bisa mengalami hal pertama
kali bersama Luna. Rasanya senang
juga karena Luna sendiri yang mencari informasi dan mengajakku. Di atas tempat
tidur yang luas, Luna tidur di sampingku.
“……Uuh…
silau banget…”
Pada saat
yang sama, Luna mengerutkan dahi.
“Ryuuto~!
Silau tau…!”
Luna
berguling dan memelukku dari belakang, berusaha bersembunyi.
“Maaf,
aku lupa menutup tirai.”
“Aku
juga lupa~”
Luna bercanda
sambil mengelus dadaku.
“Ahaha...”
Aku
tertawa karena merasa geli, lalu berbalik
menghadap Luna.
Luna yang
terlihat sedikit lebih muda tanpa riasan,
menatapku dengan senyuman yang cerah.
“Selamat
pagi♡”
Dengan
berkata demikian, dia melompat ke dadaku dan memelukku erat.
“Nnmmm~...♡"
Saat aku
memeluknya, Luna mengeluarkan suara desahan. Kemudian, seolah menyadari
sesuatu, dia mengangkat wajahnya.
“...Padahal kita sudah
melakukan beberapa kali semalam,
tapi kamu masih bersemangat
ya?”
Dia tersenyum
nakal, membuat wajahku memerah karena malu.
“Karena
masih pagi...”
“Oh,
begitu ya.”
Sambil
tertawa, Luna tiba-tiba melompat ke atas tubuhku.
“...Jadi,
mau melakukannya seronde lagi?”
Dengan
ekspresi provokatif yang menatapku, aku tidak bisa lagi melawan godaannya.
◇◇◇◇
Dengan
waktu tersisa 30 menit hingga waktu check-out, kami bergegas menuju pemandian
kaki di atap.
“Duhh~
padahal masih ada banyak waktu, kenapa jadi
begini?”
“…Maaf
ya, karena masih muda…”
“Enggak…
aku juga menginginkannya... maaf♡”
Bahkan di
dalam lift menuju atap, kami akhirnya
saling bermesraan karena cuma ada kami berdua saja.
Setelah
sampai di lantai atas, aku membuka pintu dengan kartu kunci yang diberikan di
resepsi, dan di atap terdapat bak mandi kaki yang terinspirasi dari gaya Bali.
Ada juga sudut teras dengan meja dan kursi, sepertinya bisa minum sambil
menikmati pemandangan Shinjuku.
Ada tiga
bak mandi kaki, dan karena tidak ada orang lain, kami bisa memilih mana saja yang kami suka.
“'Mandi
Lavender' dan 'Mandi Aroma Hutan' keduanya terlihat
bagus, tapi… 'Ikan Estetika' itu apa ya? Aku jadi penasaran!”
Luna
berkata demikian dengan ceria, dan
kami menuju ke tempat 'Ikan Estetika'. Ketika kami membuka tutup untuk
menjaga suhu, banyak ikan kecil berenang di dalam bak mandi kaki.
“Eh,
apaan ini!? Apa yang terjadi kalau kaki kita dimasukkan?”
“Karena
namanya estetika, mungkin kulit akan menjadi halus karena zat yang dikeluarkan
ikan?”
“Kalau
begitu, bukannya lebih baik menggunakan airnya
saja setelah ikannya masuk?”
“Kurasa itu
ada benarnya
juga.”
Sambil
berbincang-bincang, aku dan
Luna duduk di kursi bak mandi kaki dan melepas alas kaki.
“Siap,
satu dua tiga!”
Dengan
seruan Luna, kami berdua memasukkan
kaki ke dalam bak secara bersamaan.
“Mm…?”
Aku
merasakan sentuhan ikan di kakiku.
Seketika
berikutnya.
“Mm…
ah… aaah!”
Luna
mengeluarkan suara erangan manja
dan mulai menggeliat.
“…!”
Aku juga
berusaha menahan suaraku.
Apa-apaan dengan sensasi geli ini?
Ketika aku melihat ke dalam bak, ikan-ikan
itu berkumpul di kaki kami dan mulai menyentuh kulit kami dengan mulut mereka.
“Eh!?”
Aku segera
mencari ‘Ikan Estetika’ di ponselku dengan panik. Fakta mengejutkan akhirnya muncul.
“Ikan ini
disebut Ikan Dokter, katanya mereka memakan sel-sel kulit mati manusia…!?”
“Eh!?
Jadi, kalau begitu, aku sedang dimakan
sekarang…!?"
Luna
terkejut dan kembali menggeliat.
“Mm…
mm… ah… aaah!”
Suara erangannya yang menahan geli dan gerakannya
yang menggoda membuatku semakin terangsang.
“Ehm, Luna, jangan bersuara seperti
itu di sini…!”
Karena
ini merupakan ruang umum, aku mulai panik jika
ada pria lain yang mendengar.
“Kalau
begitu, aku berhenti deh…”
Luna yang
hampir menangis karena geli mengangkat kakinya, dan di belakangnya, aku melihat
bayangan seseorang.
Sepertinya
ada pasangan yang kembali dari ruang teras menuju pintu keluar. Kami langsung
menuju kolam kaki, tetapi tampaknya ada pengunjung lain di area yang tidak
terlihat dari sini.
Rasa malu
muncul karena kami bersenang-senang mengira tidak ada orang, jadi aku mencoba
menundukkan wajahku… namun.
Pria dari
pasangan itu dan aku secara bersamaan melakukan tatapan kedua yang indah.
““Eh!?””
Suara kaget kami terdengar
serentak.
Karena,
ternyata, pria yang bertatapan denganku itu ternyata…
“Se… Sekiya-san!?”
Tidak salah lagi, ia adalah seseorang yang aku kenal dengan baik.
“…Owalah, Kupikir ada pasangan yang
berisik dan mesum, rupanya itu
kalian berdua.”
Sekiya-san
tertawa seolah merasa heran.
“Eh!?”
Luna juga
menoleh dan membuka matanya lebar-lebar karena terkejut.
“…Kalian saling kenal?”
Tanya
wanita yang berdiri di samping Sekiya-san sambil memandangnya. Dia tampak
seumur dengan Sekiya-san dan sangat cantik.
“Dia
junior di sekolah bimbel dulu.
Ya, meskipun aku jadi junior di tengah jalan.”
Sekiya-san
melontarkan lelucon yang sulit untuk ditertawakan, dan hanya dia yang tertawa
sendiri. Karena
tempatnya yang tidak nyaman dan suasana yang
canggung, kami tidak melanjutkan percakapan dan akhirnya mengucapkan selamat tinggal.
“…Sekiya-san,
jadi ia sudah kembali ke sini ya. Ryuuto, apa kamu mengetahuinya?”
“Enggak.
Tapi mungkin ia kembali untuk pesta pernikahan
kita.”
“Ah iya, benar juga! Karena
itu besok kan.”
Sambil
berbincang dengan Luna, kami kembali ke kamar dan bersiap-siap untuk check-out
dengan terburu-buru.
“Ah!”
Saat
keluar dari kamar dan menuju meja
resepsi, kami kembali bertemu pasangan Sekiya-san di depan lift. Ternyata
mereka menginap di lantai yang sama.
“Apa
kalian juga mau check-out?”
“Ya…”
Sambil
tersenyum kecut dengan suasana canggung tersebut, pintu lift terbuka, dan kami
berempat masuk ke lift yang kosong menuju bawah. Mungkin karena waktu
check-out, pasangan lain juga masuk dari lantai yang dilalui.
“Permisi!”
Dura orang yang masuk adalah seorang pria kecil
berambut pirang dengan pakaian longgar berwarna hitam, dan seorang wanita
berambut kuncir kembar yang sedikit chubby dengan pakaian bergaya punk, tampak
seumur.
“Duhh~”
“Apa sih~?!”
Aku tidak
tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi mereka berdua terus bermesraan sepanjang
waktu.
“Eh, tunggu, lift ini turun ke lantai bawag!”
“Ah,
serius? Gawat!”
Mereka berdua menertawakan
hal itu dan begitu sampai di lantai satu, mereka naik lift
yang sama untuk kembali ke atas.
“Mereka
pasangan yang tampak bahagia dan lucu, ya.”
“Benar.”
Saat aku sedang mengobrol dengan Luna sambil mengantri di
kasir, Sekiya-san yang berdiri di belakang kami tertawa
sambil berkata, “Enggak,
enggak.”
Ngomong-ngomong,
wanita yang menemani Sekiya-san duduk terpisah di sofa lobi.
“Tadi itu
jelas-jelas seperti host dan pelanggannya,
‘kan?”
“Eh?”
“Kalau
mereka pergi dari lantai kamar ke lantai atas, berarti mereka mau ke kolam
kaki, kan? Jika tidak check-out pada jam segini, itu berarti
bukan untuk menginap, tapi untuk beristirahat.
Sekarang itu sudah menjelang
waktu tutup host pagi, jadi
kemungkinan besar mereka baru saja check-in.”
“Oh, gitu
ya…”
“Hebat sekali… Sekiya-san, kamu kelihatan kayak detektif
ulung…”
Luna
terkesan sambil terlihat cemas. Beberapa kata seperti host pagi dan pendamping hotel membuatku
penasaran, tapi rasanya tidak pantas untuk bertanya. Aku akan mencarinya nanti jika mengingatnya.
“Eh, Sekiya-san
mungkin pernah jadi host, ya?”
Luna
tiba-tiba bertanya dengan wajah penuh rasa ingin tahu.
“Enggak.”
Sekiya-sa
tertawa.
“Ibuku hanya pelanggan tetap.”
“…H-Hee…”
Pernyataan
Sekiya-san yang dalam membuat Luna, yang biasanya komunikatif, terdiam dan
senyumnya membeku.
Aku
pernah mendengar sedikit tentang cerita ini. Ibu Sekiya-san merasa muak dengan suaminya yang tidak bisa
berhenti berselingkuh, jadi dia mulai keluyuran malam-malam sebagai bentuk balas dendam.
Saat kami
berbincang, giliran kami tiba dan kami berhasil check-out.
Rasanya
tidak enak jika membiarkan wanita membayar biaya hotel, jadi aku membayar
semuanya termasuk biaya makan malam yang dipesan melalui layanan kamar,
meskipun aku sedikit terkejut karena harganya
jauh lebih mahal daripada hotel bisnis biasa. Resort bergaya Bali dengan
pelayanan yang luar biasa memang tidak main-main.
“Nee Ryuuto, karena aku yang bilang
mau menginap di sini, aku akan bayar setengahnya.”
“Enggak
usah…”
“…Kalau
gitu, aku yang traktir makan siang, ya?”
“Terima
kasih.”
Aku tidak
berpikir biaya makan siang bisa menutupi biaya hotel, tapi aku senang dengan
niat baik Luna, jadi aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Pada saat
itu, Sekiya-san yang sudah menyelesaikan pembayaran mendekati kami.
“Kalian
mau ke mana setelah ini?”
“Eh? Hmm,
karena kami belum sarapan, jadi kurasa kami akan makan siang dulu…”
Aku
sedikit ragu untuk menceritakan rencana pergi ke salon kuku milik Yamana kepada
Sekiya-san, tetapi dia berkata, “Kalau gitu.”
“Bagaimana
kalau kita makan bertiga? Biar aku yang
traktir sebagai perayaan sebelum pernikahan.”
“Eh? Kamu yakin?”
“Seperti
biasa, aku memakai kartu ayahku, jadi tidak usah khawatir.”
“Tidak, bukannya begitu, tapi
orang itu…?”
Ketika
aku menunjukkan wanita yang duduk di lobi sambil memainkan ponselnya kepada Sekiya-san,
dia hanya tertawa dan berkata, “Ah...”
“Tenang saja,
karena setelah ini kami berencana untuk
berpisah.”
“Eh,
begitu ya?”
Rasa
dingin dari pernyataannya membuatku bingung… meskipun mereka sudah cukup dekat
untuk menghabiskan malam di hotel cinta ini?
“…Maaf,
tapi dia siapa?”
Dengan
hati-hati, aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Teman
sekelas SMA. Setelah aku bilang diterima di fakultas kedokteran, dia
terus-menerus bilang ‘Ayo ketemuan,’
jadi setelah bertemu, jadinya seperti ini.”
“…Apa
kalian berpacaran?”
Aku
bertanya dengan terkejut, dan Sekiya-san hanya tertawa sinis.
“Dia
sudah bertunangan dengan pacarnya.
Sekarang dia mau berkencan dengan tunangannya.”
““Eh…!?””
Aku dan Luna
berseru bersamaan.
Tepat
saat aku berpikir kalau reaksi kami mungkin akan membuat Sekiya-san
sedikit jengkel, ia mulai berbicara seolah-olah hendak mencari alasan.
“Dia
memang berkata, ‘Aku tidak keberatan
kalau kami putus,'”
“…Jadi,
dia mau putus dan berpacaran denganmu?”
“Enggak mau lah, aku tidak sudi berpacaran dengan wanita
yang cuma mau mengincar uang saja. Meskipun dia berpacaran
denganku, kalau ada pengusaha dengan
omzet lima ratus juta muncul, dia pasti akan beralih
padanya, ‘kan?
Profesi dokter enggak bisa menghasilkan
sebanyak itu, tau.”
““…………””
Aku dan Luna
terdiam, karena tidak
bisa menemukan kata-kata.
Entah
bagaimana, ia ada di dimensi yang sama sekali berbeda… membuatku merasakan
campuran rasa hormat dan ketidakpuasan yang sulit dijelaskan.
Tapi aku
tahu.
Sekiya-san
sebenarnya bukan orang seperti itu.
Karena,
saat dia berpacaran dengan Yamana-san, Sekiya-san sangat tulus terhadapnya. Ia terlalu menghargai hubungan
itu, sampai-sampai hubungan mereka hancur karenanya.
◇◇◇◇
Kami memasuki sebuah kafe restoran kasual
dekat stasiun Shinjuku yang sering dikunjungi Luna saat bekerja di bidang
fashion.
“Sejak
kapan kamu kembali ke sini?”
Di dalam
restoran yang ramai dengan pelayan yang sibuk, aku bertanya kepada Sekiya-san
sambil menikmati spaghetti telur ikan.
Kami
masing-masing memilih pasta utama dan minuman sesuai selera, tetapi kami memesan paket
sup dan salad yang sama. Luna
duduk di sampingku, menikmati spaghetti hijau dengan genovese cumi dan okra.
“Aku baru datang kemarin. Setelah
pernikahan kalian selesai, aku berencana bertemu beberapa teman dan segera kembali.”
Sekiya-san
menjawab dengan tenang sambil menyantap bolognese.
“Apa kamu
sering pergi ke hotel itu?”
Saat aku
bertanya demikian, Sekiya-san menggelengkan
kepala.
“Enggak.
Sampai kemarin, aku bahkan tidak tahu hotel semacam itu ada.”
“Oh, gitu
ya.”
“Teman
sekelasku yang tadi bilang, ‘Aku sudah
lama ingin pergi ke sini,
tapi pacarku enggak punya uang, jadi ia tidak
pernah mengajakku.’ Cewek
memang suka tempat-tempat seperti itu, iya ‘kan? Tempat
tidur dengan kanopi, misalnya. Enggak mungkin tempat
tidur itu diganti dan dicuci
setiap kali digunakan, dan banyak pasangan yang
berhubungan s*eks di sana,
pasti sangat tidak higienis.”
“…………”
Aku
tadinya bersenang-senang di tempat tidur kanopi ukuran king bersama Luna, tapi kini aku malu dan ikut
mengecil bersamanya.
“Apalagi sekarang sudah banyak aplikasi perjodohan
dan sejak masuk fakultas kedokteran, aku benar-benar tidak kesulitan dengan
perempuan.”
Sekiya-san
melanjutkan makannya sambil dengan tenang membanggakan diri, dan aku menatapnya
dari seberang meja.
“…Apa
kamu merasa baik-baik saja jika hanya
menjalani cinta yang sesaat?”
Saat aku
bertanya begitu, Sekiya-san menghentikan
tangannya yang memegang garpu dan menatapku sejenak.
“…Tidak masalah.”
Spaghetti
yang digulung tebal itu dimasukkan ke mulut Sekiya-san.
“…Aku…”
Setelah
beberapa saat mengunyah, Sekiya-san membuka mulutnya.
“Keluargaku
juga seperti itu. Aku tidak punya impian seperti kamu, yang ingin membangun
keluarga hangat dengan wanita yang kamu cintai.”
“…Tapi, bukannya itu berbeda?”
Melihat Sekiya-san
san tertawa dengan sinis, hatiku terasa tertekan.
Itu
karena Sekiya-san menceritakan semuanya padaku dengan ekspresi malu-malu di
wajahnya beberapa waktu lalu di Magical Sea.
──Ketika aku mengalami masa-masa kesulitan,
aku sering berkhayal. Menikah dengan Yamana, memiliki anak, dan aku menjadi dokter… Ketika pulang, dia
memasak makan malam sambil mengurus anak, dan menyambutku dengan ‘Selamat datang’... saat melihat itu, rasanya semua kelelahanku jadi hilang.
“Sekiya-san
san, saat kamu berpacaran dengan Yamana-san… itu berbeda, kan?”
“…Entahlah,
bagaimana ya. Aku lupa.”
Sekiya-san
berkata demikian sambil merendahkan dirinya.
“…Meskipun
aku mengingatnya, aku tidak bisa kembali.”
Sekiya-san
san melanjutkan dengan nada yang sedih.
“Dia
sekarang pasti sudah bahagia dengan pacar barunya.”
“…………”
Aku belum
memberitahu Sekiya-san tentang putusnya hubungan Yamana-san dan Nisshi.
Aku sudah
bertemu Sekiya-san sekali pada liburan musim panas tahun lalu, dan sekali lagi
sebelum keberangkatanku ke Indonesia pada liburan musim semi. Jika mau, aku
bisa memberitahunya saat itu.
Tapi,
entah kenapa, aku tidak bisa mengatakannya.
Sepertinya
Sekiya-san sudah mulai melupakan kisah cintanya
dengan Yamana-san dan bergerak maju. Aku tidak ingin mengganggunya. Aku juga tidak begitu memahami
perasaan dari sisi Yamana-san.
“…Nikoru,
dia sudah putus dengan Nishina-kun, kok.”
Jadi ketika
aku mendengar Luna mengatakan
hal itu di sampingku saat meletakkan
garpunya, aku terkejut.
“Sekarang,
dia tidak berpacaran dengan siapa pun.”
Fakta
bahwa Luna secara khusus menyampaikan hal ini kepada Sekiya-san mungkin
menunjukkan… mungkin Yamana-san masih memiliki perasaan terhadap Sekiya-san
setelah putus dengan Nisshi.
“…Hmm.”
Sekiya-san
hanya mengatakan itu.
“Ngomong-ngomong, ternyata dia benar-benar
berpacaran dengan pria itu ya.
Saat perjalanan sekolah,
dia banyak bicara tentang itu padaku.”
Sekiya-san
mengatakannya sambil tertawa, menyebabkan Tsukiai membelalakkan matanya ketika mendengar itu.
“Eh, kamu
tidak tahu…?”
“Aku
tidak tahu. Karena suamimu juga
tidak pernah mengatakan apa-apa padaku.
Tapi yah, aku bisa merasakannya.”
“Eh, maaf
aku tidak memberitahunya…”
Aku tersenyum
pahit. Ngomong-ngomong, setelah putus, Sekiya-san terlihat seperti menjalani
hari-hari penuh kesedihan, jadi aku merasa sulit untuk memberitahunya bahwa Yamana-san
segera mulai berpacaran dengan Nisshi. Lama-kelamaan, suasana seolah-olah ia
sudah tahu tentang pacar baru, jadi aku tidak terlalu memikirkan apakah dirinya mendengarnya dari orang lain.
“Cuma ingin sekadar memastikan, Sekiya-san,
apa kamu punya pacar yang serius di Hokkaido atau di tempat lain…?”
“Kalau
iya, aku tidak akan bertemu kalian di tempat seperti itu.”
Ia
mungkin merujuk pada pertemuan di hotel cinta tadi. Mendengar itu, aku hanya
bisa tersenyum pahit.
“…………”
Tiba-tiba,
pandanganku bertemu dengan Luna.
Kami
berencana pergi berdua ke salon kuku milik Yamana-san yang dekat stasiun A
untuk mendapatkan perawatan.
“……Sekiya-san,
apa kamu ada rencana lain setelah ini?”
“Tidak
ada, sih. Aku hanya berpikir untuk jalan-jalan ke toko buku.”
“Kalau
begitu, bagaimana kalau kamu ikut dengan kami sampai sore? Kami akan pergi ke
stasiun A sekarang.”
“Kalau
itu yang kalian mau, tidak masalah. …Oke, aku sudah selesai makan, jadi aku ke
toilet dulu.”
Saat Sekiya-san pergi meninggalkan tempat duduknya, Luna
menelepon salon Yamana-san.
“Ah,
halo Nikoru? Maaf mengganggumu
saat sedang bekerja.
Aku berencana pergi ke salon sesuai waktu janji, tapi apa aku boleh membawa satu temanku…?”
“Eh?
Boleh saja, tapi apa orang
itu juga menginginkan perawatan?”
Suara Yamana-san
terdengar dari ponsel Luna.
“Eh, …memangnya bisa mendapatkan perawatan?
Meski mendadak?”
“Ya.
Setelah Luna dan yang lainnya,
masih ada satu jam waktu kosong.
Karena waktu yang tidak pas, jadi tidak ada yang mengambil.”
“……Kalau
begitu, aku minta perawatan, ya.”
“Baiklah! Mau paket yang mana? Kalau dalam waktu satu
jam, bagaimana dengan perawatan kuku dan pijat tangan? Kalau hanya satu warna,
aku juga bisa pakai gel.”
“Kalau
begitu… pijat tangan saja!”
Setelah
itu, Luna mengakhiri panggilan dengan Yamana-san.
“……Apa
yang harus kulakukan? Apa aku melakukan hal yang tidak perlu…?”
Melihat
mata Luna yang cemas namun bersemangat, aku tersenyum untuk memberinya
semangat.
“Kalau
tidak berhasil, ya sudah, ia
bisa minta pijat tangan sebagai pelanggan biasa. Lagipula,
Yamana-san kan profesional.”
“Benar
juga… itu benar…”
“……Kalau
dipikir-pikir, mereka berdua pasti akan bertemu besok, ‘kan? Di pernikahan kita.”
Aku
berpikir mungkin seharusnya kita memang tidak
melakukan hal yang tidak perlu, tetapi di tempat dengan banyak tamu, orang-orang seperti Sekiya-san mungkin
tidak bisa bersikap jujur. Jika begitu, ada makna dalam menghilangkan jalan
keluar bagi kami dan membuat Sekiya-san benar-benar menghadapi Yamana-san.
Bagaimanapun, apakah kejutan ini akan berhasil atau tidak, kita tidak akan tahu
sampai mencobanya.
“Maaf sudah membuat kalian menunggu.
Kalian sudah mau pergi?”
Sekiya-san
yang kembali bertanya setelah melihatku dan Luna saling memandang.
“Ah,
tidak!”
“Kita
harus cepat makan!”
“……?”
Sekiya-san
melihat dengan heran saat aku dan Luna terburu-buru melanjutkan makan.
◇◇◇◇
“Selamat
datang!”
Sambutan Yamana-san
tetap semangat seperti suasana izakaya. Dia melihat bergantian antara aku dan Luna
yang berdiri di depan pintu, sambil tersenyum.
“Besok
sudah hari acaranya, ya. Meski aku merasa sedih sih
karena minggu depan kalian berangkat, tapi untuk saat ini, aku sangat
menantikan acara perayaan besok!”
“Aku
juga, aku sangat menantikan perawatan kuku pernikahan dari Nikoru!”
Luna
berseru dengan suara ceria. Rupanya,
kuku yang akan dia buat hari ini adalah desain khusus yang dibuat Yamana-san untuk Luna, yang tidak ada dalam sampel
toko.
“Kalau
begitu, hari ini aku akan memberikan perawatan dengan semangat… eh…!?”
Saat itu,
Yamana-san melihat ke belakang kami dengan mata terbelalak.
Sepertinya
dia melihat sosok Sekiya-san yang menunggu di bawah tangga.
Ngomong-ngomong,
aku sudah memberitahu Sekiya-san bahwa
ini adalah salon kuku Yamana-san tepat sebelum dia masuk ke gedung, sekitar
satu menit yang lalu.
“Eh…
tidak mungkin…!?”
Yamana-san
menutup mulutnya dengan kedua tangan, tampak tidak percaya.
“……Yo.”
Sekiya-san
naik perlahan-lahan ke tangga, dengan senyum yang sedikit canggung.
“Luna…!?”
Yamana-san
mengalihkan tangan dari mulutnya dan melihat sahabatnya.
“Ehehehe. Aku membawa temannya Ryuuto, Sekiya-san.”
“…………”
Yamana-san
tidak mengatakan apa-apa, tetapi melihat pipinya memerah, aku yakin kejutan
dari Luna untuk sahabatnya berhasil.
◇◇◇◇
“Kalian
berdua, datanglah kemari. Hari ini hanya aku yang bertugas,
jadi tidak ada pelanggan lain, kalian bisa duduk bersebelahan di meja
perawatan.”
Yamana-san
memang seorang profesional nail artist. Meskipun ada kejutan untuk pertemuan Sekiya-san,
dia segera beralih dan dengan cepat mempersiapkan perawatan kami. Ruangan yang
memiliki tata letak seperti apartemen satu kamar itu terlihat sedikit berbeda
dari sebelumnya, kini tampak lebih nyaman.
Aku dan Luna
menuju ke sudut perawatan yang berada di bagian dalam, di mana ada tiga meja
dengan tinggi yang nyaman untuk bekerja. Kami duduk di depan dua meja tersebut.
Di depan masing-masing meja, ada alat-alat seperti mesin untuk mengerasakan gel
dan tempat pensil yang berisi kuas dan alat-alat lainnya.
“……Silakan,
Senpai, ke sini.”
Yamana-san
kemudian mengarahkan Sekiya-san ke meja dan kursi satu orang yang dekat dengan
pintu masuk. Tempat itu memiliki suasana kafe yang stylish, mungkin untuk
memberikan tempat yang nyaman bagi pelanggan sebelum dan sesudah perawatan.
“Jika
mau, apa kamu ingin minum sesuatu?”
Yamana-san
menunjukkan selembar kertas seperti menu dan bertanya kepada Sekiya-san.
“……Kalau
begitu, aku mau yang ini, ‘Teh Hibiscus’. Aku belum
pernah mencoba ini sebelumnya.”
“Baik, aku akan membuatnya.”
Yamana-san
berkata dengan suara tegas dan menghilang ke arah belakang meja yang berada di
sisi berlawanan dari kami, mungkin untuk menyembunyikan area wastafel.
Setelah
beberapa saat, Yamana-san kembali dengan meletakkan cangkir teh di depan Sekiya-san.
“Silakan
menunggu sebentar.”
Kemudian,
Yamana-san datang ke tempat kami dan duduk di sisi meja perawatan.
“Baiklah,
ayp kita mulai ya!”
Dia mulai
dengan mendisinfeksi tangannya dan cepat mempersiapkan semuanya.
“Untuk
pengantin perempuan, kita akan melakukan desain gel kuku pernikahan setelah
menghapus kuku, dan untuk pengantin pria, kita akan melakukan perawatan parafin
dan perawatan kuku.”
“Baik,
terima kasih banyak♡”
“Terima
kasih….”
Bagiku,
kata-kata Yamana-san terdengar seperti mantra, tetapi sepertinya Luna
memahaminya dengan baik.
“Parafin
itu... apaan?”
Aku
bertanya kepada Luna saat Yamana-san sedang mempersiapkan peralatannya. Dalam pikiranku,
terbayang seorang kesatria suci yang mengenakan armor perak mengayunkan tombak
suci. (TN: Parafin terdengar mirip dengan nama
Paladin)
“Maksudnya parafin pack? Itu perawatan
pelembap dengan merendam tangan ke dalam
lilin cair dan mengoleskannya sebagai kompres!
Ini pertama kalinya aku mencobanya!”
“Eh,
lilin cair!? Apa rasanya tidak panas!?”
“Tidak
apa-apa, karena itu lilin
yang meleleh pada suhu rendah. Maksimal sekitar lima puluh derajat.”
Yamana-san
menjelaskan begoti padaku, dan
meskipun aku berpikir itu pasti panas, tampaknya tidak sampai pada suhu yang
bisa menyebabkan luka bakar. Ketika mencobanya
sendiri, panasnya hanya sesaat, dan ketika mengangkat tangan dari baskom, lilin
segera mendingin dan mengeras. Setelah mengulang proses itu beberapa kali,
tangan yang dibungkus plastik dimasukkan ke dalam sarung tangan untuk menjaga
suhu, itulah yang disebut perawatan parafin pack.
Sementara
aku menunggu, Yamana-san mulai melakukan perawatan pada Luna.
“Ngomong-ngomong,
kuku Nikoru kelihatan sangat
cantik ya! Itu untuk besok, kan?”
“Benar.
Tadi malam, aku melakukannya sendiri setelah jam
toko tutup! Dengan tema pesta yang mencolok~♡”
Jika
diperhatikan baik-baik, kuku Yamana-san berwarna pink
mencolok dengan batu besar dan glitter yang tersebar, kukunya memang kelihatan sangat mencolok.
“Kuku Nikoru
benar-benar cantik. Mungkin karena perawatannya juga,
tapi bentuk aslinya juga bagus, jadi aku iri! Tanpa perlu nail extension
saja sudah sepanjang itu. Aku sangat mengagumi kuku yang panjang!”
“Ahaha.
Luna selalu memuji kukuku.”
“Karena
setiap kali melihatnya, aku berpikir itu kelihatan
indah sekali!”
“……Terima
kasih.”
Sambil
merapikan kuku Luna, Yamana-san berkata dengan wajah lembut. Setelah sedikit ragu, dia mulai
berbicara dengan nada tenang.
“……Aku
belum pernah menceritakan hal ini kepada
siapa pun sebelumnya, tapi sebenarnya, saat SMP, jari dan kukuku sangat rusak.”
“Eh,
kenapa?”
Luna
bertanya dengan terkejut.
“Aku
sering melukai diriku sendiri. …Katanya itu adalah penyakit yang disebut ‘dermatillomania’.
Aku menggigit kulit di sekitar kuku dengan gigi, atau menariknya dengan kuku…
meskipun berdarah, aku tidak bisa berhenti. Sebelum sembuh, aku suka menggaruk di tempat yang sama lagi,
jadi lukanya semakin parah, dan ujung jariku
selalu berdarah. Ketika orang melihatnya,
mereka bertanya, ‘Ada apa?’ tetapi aku merasa malu untuk bilang kalau
itu disebabkan oleh diriku sendiri… jadi aku takut orang-orang melihat tanganku.”
“…………”
Baik Luna
maupun aku meletakkan kedua tangan di atas meja, mendengarkan cerita Yamana-san
dengan tenang.
“Aku
ingin mengatasi hal itu, jadi
aku mulai melakukan nail art.”
Meskipun
dia banyak berbicara, tangan Yamana-san terus bergerak sibuk melakukan
perawatan.
“Dengan
melakukan nail art, setidaknya kukuku bisa terlihat cantik. Jika
menghabiskan waktu untuk nail art, aku berpikir, ‘Aku ingin membuat
kuku ini terlihat lebih cantik, jadi aku ingin menyembuhkan lukanya’ dan ‘Sangat disayangkan jika
nail art ini rusak, jadi selama kukuku masih cantik, aku tidak akan
mengelupasnya,’ dan itu membantu dalam proses penyembuhan.”
Mungkin
karena dia berbicara tentang nail art yang sangat dia sukai, Yamana-san
tersenyum lembut.
“Dengan
menggunakan pemotong kutikula untuk mengangkat kutikula, dan melembapkan dengan
minyak atau krim… jika merawatnya dengan
cara begitu, pemicu untuk mengelupas yang
berupa kulit kering menjadi semakin jarang terjadi. Selama aku fokus pada nail
art, pikiranku bisa teralihkan,
dan aku tidak lagi memikirkan untuk mencabutnya…
semuanya menguntungkan. Jadi, ketika aku merasa ingin mengelupas, aku
memutuskan untuk memegang alat nail art. Seiring berjalannya waktu, aku menyadari bahwa
aku mulai menyukai nail art. Sampai-sampai ingin menjadikannya
pekerjaan.”
Saat itu,
alat pengatur waktu
berbunyi, menandakan bahwa parafin packku sudah selesai. Yamana-san menghentikan perawatan
Luna dan mengambil lilinku, kemudian memberiku pijatan ringan.
“Aku akan melakukan perawatan kukumu nanti, jadi tunggu sebentar ya.”
“Oke.”
“Ah,
rencana ini benar-benar sibuk.
Pihak pengantin pria lebih cepat selesai, jadi mungkin perlu dua orang untuk
menangani ini, atau sebaiknya menambahkan satu jenis perawatan yang lebih
santai agar lebih seimbang. Aku harus melaporkannya
kepada seniorku.”
Dia
berkata seakan bergumam pada dirinya sendiri, lalu
kembali sibuk dengan perawatan Luna.
“……Melanjutkan
pembicaraan tadi…”
Yamana
berkata sambil mengoleskan gel kuku berwarna biru muda ke
kuku Luna.
“Aku
mengerti perasaan orang-orang
yang melukai dirinya sendiri. Bagiku,
itu seperti penyakit kulit yang aku alami. Saat itu, aku merasa stres karena perceraian orang
tuaku, dan aku sangat sering membuat
lubang di telinga, jadi itu mungkin merupakan salah satu bentuk menyakiti diri sendiri.”
Aku
tiba-tiba melihat ke arah Sekiya-san.
Sekiya-san
sedang duduk di meja dengan cangkir teh
di depannya, menatap TV yang tergantung di dinding di depan kami. Acara yang
diputar adalah program varietas yang memperkenalkan restoran dan tempat makan
di kota. Suaranya sangat pelan sehingga aku rasa dia tidak mendengarnya,
mungkin ia hanya melihat teks yang muncul di layar.
“Orang
yang rela mengeluarkan uang untuk datang ke salon kuku biasanya adalah orang-orang yang bisa menghargai diri
sendiri, tapi… terkadang ada pelanggan dengan bekas luka akibat menyakiti dirinya sendiri. Ada
juga yang tampak seperti penderita penyakit kulit.”
“Eh, jadi ada juga yang begitu….”
Yamana-san
melanjutkan percakapan sambil merawat kuku Luna.
“Untuk
orang-orang seperti itu, aku akan melayani mereka dengan sangat baik. Aku ingin
mereka merasa ‘aku adalah orang yang berharga dan pantas dihargai’.”
Setelah
mengatakan itu, Yamana-san mengangkat wajahnya dan melihat Luna.
“……Hal itu juga lah yangakurasakan ketika Luna
melakukannya untukku.”
“Eh?”
Luna
bertanya dengan terkejut.
Yamana-san
menjawab sambil mengoleskan gel.
“Teman-temanku semasa SMP
benar-benar buruk… Semua orang membenci rumah mereka dan membenci diri mereka
sendiri… Apa itu disebut ‘cinta yang merendahkan’? Kami saling menjelek-jelekkan satu sama lain, tetapi
kami pikir itu adalah tanda persahabatan. Akhirnya, kami tertawa dan berkata, ‘Kita
memang sampah, ya?’”
“Ah,
mungkin aku sedikit mengerti. Ada anak-anak yang seperti itu, kan?”
Luna
tersenyum pahit. Sambil
tersenyum kembali kepada Luna, Yamana-san menundukkan kepala untuk melanjutkan
perawatan.
“……Sebenarnya,
aku cukup terluka karena ada temankku yang mengatakan
beberapa hal kritis yang tidak ingin aku dengar. Mungkin aku
berpikir, ‘Orang lain tidak akan mengatakannya, jadi anak ini berbicara
dengan jujur. Aku bisa percaya padanya.’”
Dengan
senyum sedikit mengejek diri, Yamana-san melanjutkan.
“Tapi,
Luna berbeda… Kamu
menemukan hal baik dariku dan memujiku… Kamu
memperlakukanku seolah-olah aku adalah gadis yang luar biasa. Karena ada teman
baik seperti ini, aku mulai berpikir, mungkin aku juga tidak seburuk itu… dan
aku merasa ingin mencoba menjalani kehidupan dengan lebih baik.”
“Tidak.
Aku tidak sebaik itu.”
Luna
membuka mulutnya dengan sedikit panik.
“Nikoru
sudah menjadi gadis yang luar biasa sejak awal.”
Mendapatkan
tatapan dari sahabatnya yang tersenyum, Yamana-san juga tersenyum lembut.
“Berkat
Luna, aku bisa menatap masa depan dan menjalani setiap hari seperti ini.”
Yamana-san
menggerakkan kuas di kuku Luna dengan penuh ketelitian.
Setelah mengoleskan beberapa kuku, dia meminta Luna memasukkan tangannya ke
dalam mesin pengering, sementara dia melanjutkan perawatan pada tangan yang
satunya. Proses itu diulang terus-menerus.
Sambil
fokus pada perawatan, Yamana-san terus berbicara.
“Hari
ini, aku akan menjadikanmu gadis tercantik
di dunia dengan kukuku. …Besok, kamu akan menjadi pengantin yang paling
bersinar di alam semesta.”
“Woahh! Rasanya
sudah seperti bintang!”
“Memang bintang kok.”
Mendengar
Luna berkomentar, Yamana-san menanggapinya sambil tersenyum
dan berkata,
“Bagiku,
kamu adalah bintang terindah.”
Sambil
tersenyum lembut kepada sahabatnya, Yamana-san menatap tangannya.
Pola
perak yang digambar Yamana-san dengan kuas halus tampak seperti bintang yang
bersinar di langit malam.
“Jadi, tidak masalah meskipun kita terpisah. Di mana pun aku berada, aku
akan tetap diterangi cahaya Luna yang turun dari langit, dan aku bisa terus
melangkah ke depan.”
Ketika mendengar
perkataan sahabatnya, mata Luna
mulai berkaca-kaca.
“Nikoru…”
Wajah Luna
tampak meringis, dan dia menarik tangannya yang sedang dirawat untuk mengusap
air mata dengan kedua tangan.
“Ah,
jangan! Jangan gerakkan tanganmu sebelum mengering! Jika terkena cat, kita
harus mengulangnya, tahu?!”
Dengan
satu tangan memegang kuas, Yamana-san dengan panik menarik tangan Luna dan
memanggilku.
“Oi, Kashima Ryuito! Cepat
usap ingus Luna yang meler!”
“Baik, baik!”
Aku
berdiri, mengambil tisu dari arah Yamana-san, dan mengusap wajah Luna.
“Duhhh, enggak
adil banget, Nikoru! Kenapa sekarang
membahas hal yang emosional seperti itu sih?”
Masih
dengan hidung yang meler, Luna
menatap sahabatnya dengan tatapan penuh penyesalan sambil meletakkan kedua
tangan di atas meja. Yamana-san tertawa kecil.
“Tapi besok aku harus menyampai pidato yang
formal, ‘kan? Aku hanya bisa mengucapkan kata-kata yang
baik saja, bukan?”
Pada
resepsi pernikahan besok,
Yamana-san akan memberikan pidato sebagai perwakilan teman Luna. Memang benar bahwa cerita tentang menyakiti diri sendiri atau
masa-masa sulit mungkin tidak pantas untuk acara seperti itu.
“Tapi ini
adalah pidato dariku untuk Luna, yang merupakan perasaanku sebenarnya.”
Sambil
melanjutkan perawatan, Yamana-san terus
berbicara.
“Ketika
aku menulis naskah pidato kemarin, aku berpikir, ‘Perasaanku untuk Luna
tidak bisa diungkapkan dengan ini saja!’ …Jadi hari ini, aku ingin
menyampaikannya.”
Setelah
mengatakannya, Yamana-san tersenyum. Sama seperti
sebelumnya, ketika berbicara dengan Luna, wajah Yamana-san terlihat sangat
lembut.
“Terima
kasih, Nikoru…”
Luna
tersenyum, dan perawatan kuku pun semakin mendekati penyelesaian.
“Baiklahm sudah selesai. Hadiah
dariku untukmu, Luna, ini adalah kuku pernikahan yang melambangkan persahabatan.”
Setelah
mengoleskan minyak dan krim tangan, Yamana-san membungkus tangan Luna dengan
kain basah dan berkata,
“Ayo, kamu juga harus melihatnya!”
Sambil
menunjuk tangan Luna yang sudah terbuka di atas meja, Yamana-san mulai
menjelaskan tentang nail art tersebut padaku.
“Dua batu
ini terinspirasi dari anting-anting yang pertama kali Luna berikan padaku
dengan pesan ‘Jadilah sahabatku’. Gradasi dari biru muda ke biru tua
menggambarkan laut yang disukai
Luna. Warna biru dipilih karena Luna suka biru muda dan juga karena ada
kepercayaan bahwa pengantin yang memakai sesuatu yang berwarna biru di hari
pernikahannya akan beruntung, yang dikenal sebagai ‘Something Blue’.”
“Begitu
ya! Hebat sekali, Nikoru!”
Luna
berseru dengan penuh kekaguman.
“Selain
itu, tiga batu putih susu ini adalah cincin dan anting-anting batu bulan. Di sini ada mutiara, yaitu
cincin mutiara. Setiap kuku dihiasi dengan satu batu kristal bening yang
melambangkan berlian half-eternity.”
Jika
tidak dijelaskan, itu hanya tampak seperti nail art yang berkilau dan
megah, tetapi sebenarnya mengandung berbagai episode yang telah dilalui dari masa lalu. Desain ini hanya bisa
dibuat oleh Yamana-san yang mendengar semua cerita dari Luna secara langsung.
“Dan yang
terpenting, Luna identik dengan bulan. Meskipun motif ini sudah banyak muncul
di bagian lain, aku sengaja menambah goresan tangan untuk memberi kesan seperti
bulan sabit yang dipantulkan di laut.”
“Menakjubkan… Motif ini menggambarkanku dan Maria…”
Dengan
ekspresi terharu, Luna bergumam bahagia,
dan Yamana-san tersenyum lebar.
“Coba lihat baik-baik. Di antara bintang yang digambar
dengan glitter, aku juga menyertakan yang terlihat seperti bintang laut.”
Itu
adalah tema dari anting-anting yang Luna berikan kepada Kurose-san. Semua orang mengira itu
adalah bulan dan bintang, tetapi sebenarnya itu adalah bulan dan bintang laut,
yang merupakan motif dari Luna dan Kurose-san.
“Beneran ada…!”
Luna
terpesona, matanya tampak berkilau.
Melihat reaksi Luna yang begitu, Yamana-san membuka
mulutnya.
“Terima
kasih, Luna, karena sudah membiarkanku merawat kukumu sejak zaman SMA ketika aku masih
bukan profesional.”
Yamana-san
mengungkapkan itu dengan nada yang tulus,
lalu menatap kuku Luna.
“Sebaliknya, akulah yang harus berterima kasih, Nikoru…”
Air mata
kembali menggenang di mata Luna.
“Setelah
menghapus cat kuku ini dan
mengganti dengan yang baru, mungkin aku tidak akan melakukannya lagi…”
Air mata
juga mulai mengalir di mata Yamana-san saat dia berkata demikian. Memang, sulit
untuk kembali dari luar negeri setiap bulan hanya untuk mengganti kuku, jadi
itulah yang mungkin akan terjadi.
“Semua
perasaanku untuk Luna sudah tertuang dalam kuku
pernikahan ini.”
Saat
Yamana-san mengatakan ini dengan senyuman ringan,
air mata mulai mengalir dari kedua matanya.
“Nikoru…!”
Keduanya
berdiri dan saling berpelukan di atas meja perawatan.
Ketika
aku menoleh ke belakang, aku bertemu pandang dengan Sekiya-san yang sedang meminum teh herbal yang pasti sudah
dingin, dan kami saling tersenyum sedikit.
◇◇◇◇
Setelah
mendapatkan perawatan parafin dan kuku, kedua tanganku terasa sangat halus.
Meskipun itu tanganku sendiri, aku merasa nyaman dan terus-menerus
mengusapnya.
Setelah
perawatan kami selesai, Luna dan aku berganti tempat dengan Sekiya-san, lalu
kami duduk di tempat yang mirip kafe dan memesan minuman.
“Cantiknya…”
Luna mendekatkan jari-jarinya dan mengangkat
kedua tangannya di depan wajahnya, menatap kuku
yang baru saja dikerjakan dengan mata berkaca-kaca.
Dia pasti
sedang merenungkan apa yang dikatakan Yamana-san tadi dan kenangan-kenangan
yang telah dilaluinya bersama sahabatnya.
Aku
melihat Luna dengan penuh kasih sayang,
lalu menatap Sekiya-san yang duduk membelakangiku di meja perawatan dan
Yamana-san yang mulai melakukan perawatan di hadapannya.
Yamana-san
yang menyentuh tangan Sekiya-san tampak lebih tegang daripada sebelumnya.
Perawatan yang diterima Sekiya-san adalah perawatan kuku dan pijat tangan yang
juga aku terima.
“...Aku
sudah melihatmu sejak tadi, tapi kamu terlihat keren saat bekerja.”
Setelah
beberapa saat dalam keheningan ketika
perawatan berlangsung, Sekiya-san tiba-tiba memulai
pembicaraan.
“Aku
ingin melihat lebih banyak sisimu yang
seperti itu. Aku juga ingin kamu mengungkapkan keinginanmu… aku ingin melihat
berbagai ekspresi darimu.”
“…………”
Yamana-san
tidak mengatakan apa-apa. Mungkin dia sedang fokus pada perawatan, menggerakkan
pengikir dengan hati-hati, menatap kuku yang sedang diatur tanpa berpikir.
“...Tapi,
justru akulah
yang mengekangnya. Aku selalu membuatmu merasa tidak nyaman. Dulu, aku harus
berpura-pura kuat dan berusaha tampil keren agar bisa berdiri di depanmu
sebagai ‘pacarmu’,
karena saat itu aku benar-benar berada di jurang
keputusasaan.”
Monolog
Sekiya-san berlanjut.
“Seharusnya
aku menunjukkan sisi burukku lebih banyak. Seharusnya aku bisa berkata, ‘Kehidupan Rōnin itu
sulit, tolong bantu aku, Nikoru!’ sambil menangis.”
Sekiya-san
mengatakannya dengan nada bercanda dan tertawa, dan akhirnya Yamana-san membuka
mulutnya.
“Kamu
pernah memukulku sambil berkata, ‘Jangan manja! Ini adalah cerita yang kamu
mulai!’ Jika Senpai
seperti itu yang mengatakannya.”
“Ya,
benar. Hubungan kita seperti itu memang baik.”
Sekiya-san
tertawa dengan ceria.
Ekspresi
Yamana-san tetap kaku, tetapi aku merasakan suasana di antara mereka sedikit
melunak.
“...Apa
kamu baik-baik saja?”
“Kamu
sendiri, apa kamu sudah
makan dengan baik?”
“Kamu ini mirip seperti ibu ya.”
Sekiya-san
berkata sambil tertawa, wajahnya pasti terlihat senang.
“Senpai, dari
dulu kamu tidak tertarik pada makanan, jadi
aku khawatir.”
“...Kamu
khawatir padaku, ya. Terima
kasih.”
Mendapatkan
ucapan terima kasih yang tiba-tiba, Yamana-san tampak sedikit malu.
“Jika
kamu jatuh sakit karena kekurangan gizi, itu karena
kesalahan dokter.”
“Aku
belum jadi dokter, kok. ...Tapi mungkin akan terjadi. Sekarang sudah tahun
ketiga, jadi aku baru setengah jalan. Fakultas kedokteran itu harus menjalani enam tahun pembelajaran, sementara universitas
biasa hanya empat tahun.”
“Aku
tahu. Senpai sendiri yang memberitahuku dulu.”
“Aku senang kamu mengingatnya.”
“…………”
Kembali
ada keheningan sejenak, hanya perawatan yang terus berlangsung.
Setelah
perawatan selesai, mereka
melanjutkan ke pijat tangan.
Yamana-san
yang mengoleskan krim tangan pompa ke tangannya sendiri, mulai mengoleskan krim
ke tangan Sekiya-san dan mulai memijat pangkal ibu jari.
“Mahasiswa
kedokteran tuh, entah
bagaimana, mereka semua
belajar dengan giat, dan meskipun ada yang mengalami kesulitan… ada banyak juga mahasiswa yang hidup
nyaman dengan uang orang tua mereka.”
Di tengah
itu, Sekiya-san mulai bercerita dengan pelan seolah-olah ingin mengisi kekosongan.
“Aku
mungkin terlihat seperti itu dari luar, tetapi fakta
bahwa
aku bisa mengikuti ujian ulang selama
empat tahun tidak diragukan lagi berkat dukungan finansial orang tuaku.”
Pijat
tangan terus berlanjut. Tempat mereka begitu sunyi
sehingga kami bahkan tidak bisa mendengar suara
televisi, dan satu-satunya suara yang bisa
didengar hanyalah
suara pendingin ruangan yang terdengar ketika
Sekiya-san tidak berbicara.
“Tapi… meskipun ada yang orang tuanya bercerai
dan menikah lagi, atau yang memiliki latar belakang keluarga yang rumit… tetapi
tidak banyak yang keluarganya seberantakan milikku.”
Ketika mendengar
curhatannya itu, aku teringat cerita
tentang ibu Sekiya-san yang aku dengar di hotel tadi.
Sepertinya
Luna yang duduk di sebelahku juga mendengarkan dengan seksama, wajahnya
terlihat rumit dan matanya tertunduk.
“Aku juga
pernah meniru yang lain dengan
berpura-pura seperti anak manja
dan bermain-main, tapi… entah kenapa, rasanya berbeda.”
Sekiya-san
tertawa dengan nada mengejek dirinya sendiri.
“Kamu
tahu kan, aku yang ingin melupakan masalah keluarga, yang dulu bermain pingpong
dengan kepala botak.”
Tangan
Yamana-san terhenti sesaat.
“Aku juga
tahu. Mendengarkan keluhan ibumu sepanjang malam, menghibur… dan keesokan harinya kamu mengantuk
dan terus tidur di kelas, meskipun begitu kamu masih berlari pulang setelah
klub sambil berkata, ‘Aku harus memasak makan malam untuk ibu.’”
Air mata
mengalir dari kedua mata Yamana-san saat dia melanjutkan perawatan.
“Kita berdua penuh luka, ya.”
Dengan
nada empati, Sekiya-san berkata kepada Yamana-san.
“Dulu,
saat aku menjadi kehidupan ronin,
harga diriku hancur… aku takut terluka lebih dalam, jadi kurasa aku tidak bisa
mencintaimu dengan baik.”
Suara
Sekiya-san semakin rendah seolah-olah
berusaha menahan sakit saat dirinya berbicara.
“Aku bisa menerima kenyataan itu ketika…
aku meninggalkan rumah, mendapatkan berbagai pengalaman dalam belajar dan
hubungan, dan sedikit demi sedikit bisa melihat diriku secara objektif.”
Yamana-san
terus memijat tangan Sekiya-san sambil menahan air mata di matanya.
“Ketika
aku pergi ke Hokkaido, aku sering kali
berpikir, ‘Jika aku yang sekarang’…
aku terus memikirkan tentangmu yang sudah tidak bisa diperbaiki.”
Kurasa aku
mulai memahaminya. Dari setiap perkataan
Sekiya-san, aku bisa merasakan kerinduannya
pada Yamana-san.
“...Bolehkah
aku mencintaimu lagi?”
Kata-kata
Sekiya-san membuat tangan Yamana-san berhenti lagi.
“...Memangnya itu perlu izin dariku?”
Dengan
nada sedikit cemberut, Yamana-san menatap Sekiya-san dari sudut pandangnya.
“Kamu sudah menyukaiku tanpa
izin sejak dulu.”
Bahunya
Sekiya-san bergetar pelan.
“Kamu juga, kan?”
Pipi
Yamana-san memerah dan wajahnya
terlihat malu.
“Meskipun
kita terpisah, kita pasti akan terus saling mencintai di masa depan…”
Setelah
berkata demikian, Sekiya-san meletakkan tangan yang tidak sedang dipijat di
atas tangan Yamana-san yang sedang bekerja.
“Bagaimana
kalau kita kembali berpacaran?”
Setelah
sedikit keheningan.
“...Kamu yakin? Aku takkan mengizinkanmu
bermain-main dengan wanita lain.”
Setelah
beberapa saat, Yamana-san menjawab dengan nada yang tegas, dan Sekiya-san
tertawa.
“Selama
kamu di sampingku, aku tidak perlu melakukannya seumur hidupku.”
Yamana-san
yang menggenggam satu tangan Sekiya-san dengan kedua tangannya, terus memijat
sambil meneteskan air mata.
Melihat pemandangan itu, Luna berdiri sambil
memberi isyarat padaku.
“Nikoru,
maaf mengganggu saat perawatan, tapi boleh kita membayar dulu? Aku sudah mau
pulang!”
Dengan
mata yang berkilau karena air mata, Luna memanggil ke arah meja perawatan.
◇◇◇◇
Setelah
menyelesaikan pembayaran yang sudah cukup diskon dengan harga monitor, kami
berjalan di jalanan ramai saat sore musim panas yang sedikit gelap.
“Nikoru,
apa mereka berdua bisa bersikap lebih mesra sekarang?”
Luna
berkata dengan ceria, dan aku menjawab sambil tersenyum.
“Jika
satu jam, sisa waktunya hanya
tinggal sekitar tiga puluh menit sebelum pelanggan berikutnya.”
“Oh,
begitu ya.”
Luna juga
tertawa. Kemudian, dia menyelipkan tangannya ke dalam tanganku.
Di tengah
udara panas musim panas, kulit yang bersentuhan terasa lebih lembap dari
biasanya. Efek dari parafin di tangan Luna juga cukup
berpengaruh.
“...Fufufu. Ryuuto, tanganmu halus banget.”
Pada saat
yang sama, Luna berkata dan tertawa.
“Kamu
juga.”
“Fufu, asyik♡”
Rasa
hangat menyelimuti hati kami, dan kami berjalan diam-diam sambil mengusap
punggung tangan satu sama lain dengan jari jempol. Meskipun kami sudah memasuki
pemandangan lingkungan perumahan yang biasa, kami masih sedikit kekurangan
kata-kata.
“...Pengalaman pertamaku di hotel cinta bersama
Ryuuto begitu menyenangkan.”
Luna berkata
demikian ketika sekitar tiga menit sebelum sampai di
Shirakawa.
“Terima
kasih, Ryuuto.”
“Sama-sama.
...Entah kenapa, kupikir aku
tidak akan pernah pergi ke tempat seperti itu lagi. Hanya perasaanku saja.”
“Benar, hehe. Aku juga.”
Setelah
mengalami yang pertama, ada kepuasan yang berbeda dari biasanya.
“...Ternyata
masih banyak ada hal ‘pertama
kali’ yang belum kita jalani, ya.”
“Benar.”
──
Meskipun bukan yang pertama kali, tidak masalah.
Aku
pernah berkata demikian kepada Luna saat
perjalanan kami ke
Okinawa.
Sekarang,
kami tidak terikat oleh belenggu “pertama kali” lagi. Namun, pengalaman “pertama
kali” yang kami alami bersama tetap terasa istimewa dan menyenangkan.
“Ikan estetika? Atau ikan doktor? Itu juga yang pertama!”
“Ah, sewaktu Luna mengeluarkan suara yang
menggoda, aku sempat merasa gelisah waktu itu.”
“Habisnya itu benar-benar menggelitik sih! ...Apa Sekiya-san dan yang
lainnya mendengarnya? Sangat memalukan!”
“Uwahh... aku jadi tidak mau mengetahuinya.”
Meskipun
suaranya hanya bisa didengar olehku... saat
aku berpikir begitu, Luna menggenggam tanganku erat dan mendekat.
“...Suara
yang ingin didengar kamu pasti yang lebih seksi, iya ‘kan?”
Dengan
pipi yang memerah dan tatapan menggoda, ekspresiku langsung melunak.
“...Iya.”
Aku
sendiri merasa seperti pria yang mudah terpengaruh.
Tak lama
kemudian, kami sampai di Shirakawa dan saling memandang
wajah satu sama lain sembari tersenyum.
“Besok di
‘pernikahan pertama’... mohon bantuannya, ya?”
Luna
berkata, dan aku tersenyum.
“Sama-sama.
Ah, rasanya bikin
tegang... sepertinya perutku mau sakit.”
“Aku juga
deg-degan, tapi aku sangat
menantikannya!”
Setelah
berkata demikian, dia sedikit berjinjit untuk mendekatkan wajahnya padaku.
“Ah.”
Gumam Luna, dia kemudian kembali ke posisi
semula.
“...Mungkin
aku akan menunggu sampai besok. Jika melakukannya
sekarang, rasanya kesegaran akan hilang.”
“Eh?”
Aku
sedikit kecewa karena ciuman perpisahan yang sudah menjadi tradisi
dibatalkan.
“Tolong tetap menjaga
perasaan untuk ciuman janji kita,
ya♡”
“Hmm,
baiklah.”
Meskipun
aku merasa ciuman dalam ritual bukanlah jenis ciuman seperti itu, aku pun pergi
dengan langkah lesu.
“Selamat
tinggal, pengantin pria.”
“Iya. Pengantin wanita.”
“Ehehe♡”
Setelah
melambaikan tangan dan berpisah, Luna masuk ke dalam rumah, dan saat aku hendak
kembali ke Stasiun A, aku merasakan getaran dari saku celanaku.
Ketika
aku mengeluarkan smartphone dan melihatnya, ternyata ada pesan LINE dari
Sekiya-san.
Sekiya Shuugo
Terima
kasih banyak atas semuanya
Aku
menantikan acara besok
Ketika aku membuka pesan itu, notifikasinya tidak menghilang, jadi aku
memeriksa dan ternyata ada juga pesan LINE dari Yamana-san. Sudah beberapa
tahun sejak dia mengirim pesan pribadi.
Saat
membuka layar obrolan, ada stiker penuh hati dengan karakter kelinci betina
yang sedang bercanda.
Karena
pesan dari Sekiya-san datang pada waktu yang sama, kemungkinan mereka berdua
sudah sepakat untuk mengirim pesan padaku.
“Uwah, menjengkelkan!”
Kata-kata
seperti gadis-gadis keluar sebagai suara sendiri. Sepertinya, aku terpengaruh
karena sudah setengah kaki masuk ke dalam komunitas mereka yang sudah lama.
Tapi,
wajahku tetap tersenyum.
“...Aku ikutan bersyukur buat mereka!”
Dengan
kata-kata selamat, aku mengirimkan stiker yang paling pertama muncul di obrolan
mereka, satu per satu, lalu aku menyimpan smartphone ke dalam saku celanaku dan
mulai berjalan.
Di langit
musim panas yang belum gelap, bulan sabit putih terlihat melayang di atas cakrawala.

