Bab 3 — Hari Libur Di Keluarga Konohana
Bagian 3
“... Maaf
sudah menunggu.”
Secara
mendadak, sesi pemotretan cosplay
Shizune-san pun dimulai.
Setelah menunggu di dalam kamar beberapa saat sambil
memegang kamera yang diberikan oleh Shizune-san
kepadaku, pintu ruang ganti terbuka dan Shizune-san muncul.
Penampilannya
bukanlah pakaian pelayannya yang
biasa, melainkan—pakaian biarawati seperti yang dikenakan di gereja.
“Uwoaah…”
“A-Apa ada yang aneh?”
Karena
reaksiku yang aneh, Shizune-san pun menatapku dengan bingung.
“Tidak…
maksudku, itu sangat cocok sekali untukmu…”
“... Te-Terima kasih.”
Sepertinya
Shizune-san belum pernah dipuji tentang cosplay-nya, jadi dia menundukkan
kepalanya dengan canggung.
Faktanya,
pakaian tersebut memang sangat
cocok. Shizune-san yang sudah memiliki kesan anggun, mengenakan pakaian
biarawati, terlihat begitu pas hingga sulit dipercaya itu adalah cosplay.
Jika
harus dikomentari, mungkin rok yang dipakai
sedikit lebih pendek dibandingkan aslinya… tapi itu mungkin memang ciri khas
kostum cosplay.
“Untuk
sudut kamera… bisakah aku memintamu
memotretnya seperti ini?”
Shizune-san
membuka laptop di atas meja dan menampilkan gambar referensi.
“Baiklah.
… Jadi, kamu sudah mencari
tahu tentang ini, ya?”
“... Ya.”
Shizune-san
mengangguk malu-malu.
Karena
aku sedang membantu dalam pemotretannya,
mau tak mau dia jadi bersikap
jujur padaku. Namun, ketika Shizune-san
bersikap sejujurnya seperti ini… dia terlihat sedikit imut.
Namun—.
“... Ehm, menurutku
lebih baik kalau kamu tidak mengunggahnya ke
internet…”
“Tidak
akan. Mana mungkin aku akan mengunggahnya, jadi tenang saja. Ini hanya hobi
pribadi.”
Meskipun
aku berpikir itu tidak mungkin, jika Shizune-san mengunggah foto cosplay-nya ke internet,
suatu saat saat dia berjalan di luar, mungkin ada yang menunjuk dan berkata, “Oh,
dia orang
cosplayer!” Itu bisa berujung pada masalah bagi posisi
keluarga Konohana.
Lagipula,
kami adalah pelayan keluarga Konohana.
Dengan
pemahaman itu, kami harus menikmati hobi dengan bijak.
“Baiklah,
aku akan mulai memotretnya.”
Menggunakan
gambar yang ditampilkan di komputer sebagai referensi, aku mulai memotret
Shizune-san.
Segera
setelah itu, aku menunjukkan foto yang sudah diambil kepada Shizune-san—.
“Salah. Tolong sudutnya harus sedikit lebih ke
kanan bawah.”
“Y-Ya.”
“Mari
kita atur pencahayaannya. … Wajahku tidak perlu terlalu jelas. Fokuskan agar
kostumnya lebih menonjol.”
“Baiklah…”
Dia muncul.
Shizune-san
dalam mode kepala pelayan muncul.
Meskipun
dia memiliki hobi yang cukup tidak biasa,
Shizune-san tetaplah Shizune-san. Saat mendengarkan instruksi seriusnya, aku
juga mulai memotret dengan lebih serius.
Jika
dipikir-pikir lagi,
Shizune-san sudah biasa mengenakan pakaian pelayan. Aku sudah terbiasa, tetapi
di dunia luar, pakaian pelayan juga merupakan salah satu bentuk cosplay.
Jadi,
tidak ada yang terlalu mengejutkan jika Shizune-san mengenakan pakaian khusus
seperti ini.
Tentu
saja, itu juga karena dia mengenakannya dengan sangat baik…
“Ah…
Shizune-san, ada kerutan di sini.”
Ada
kerutan kecil di kerudung
yang dikenakannya. Karena sulit menjelaskan dengan kata-kata, aku mendekat dan
sedikit merapikan kerutan itu.
Setelah
merapikan kerutan, ketika aku menurunkan pandangan—dan bertemu dengan tatapan mata Shizune-san.
“....”
Wajah
Shizune-san yang anggun memenuhi pandanganku. … Oh tidak, aku terlalu dekat.
Namun,
meskipun aku dalam keadaan sedikit panik,
Shizune-san hanya
tersenyum lembut.
“... Terima
kasih. Jika aku terus memotret seperti ini, pakaian ini akan terlihat
menyedihkan.”
Kata-katanya
mengandung ketulusan dari hati Shizune-san.
………… Ah.
Orang
ini… benar-benar menyukai pakaian, ya…
Dia
sendiri juga mengatakan demikian, tetapi perasaannya jauh lebih dalam dari yang
aku bayangkan.
Awalnya
aku berniat untuk memotret dengan serius, tetapi setelah mengetahui perasaan
Shizune-san, semangatku semakin meningkat.
Aku
mengarahkan kamera dan mulai memotret Shizune-san.
“Apa
hasilnya sudah bagus?”
“Ya, fotonya seperti
ini.”
“...
Bagus. Sekarang aku akan mengenakan kostum berikutnya.”
Kostum
yang dikenakan Shizune-san berikutnya adalah pakaian perawat.
Pakaian itu
berwarna pink dengan rok di bagian bawah. Pakaian ini memiliki
suasana yang lebih imut, dan sepertinya Shizune-san merasa malu karena tidak
terbiasa mengenakannya di depan umum, tetapi aku memotret dengan serius.
“Aku memotretnya dengan bagus. Baju itu juga kelihatan sangat
cocok untukmu.”
“Terima
kasih. Sekarang, kostum berikutnya…”
Mungkin
karena kami berdua terlihat serius, kami melanjutkan pemotretan dengan cepat.
Kostum gothic
Lolita, seragam pelaut, penyihir, pakaian China… wajah
Shizune-san memang masih terlihat
merah padam, tetapi lebih dari itu, dia menunjukkan keinginan untuk memotret
kostum dengan baik.
Aku juga
ingin membalas perasaannya dan terus memotret.
“Itsuki-san,
bagaimana?”
“Sempurna.
Shizune-san, kamu terlihat cantik tidak peduli
apapun yang kau kenakan.”
“Be-Begitu ya … Lalu aku akan berganti kostum berikutnya.”
Dengan wajah tampak senang, Shizune-san pergi
untuk mengganti pakaian.
Sementara
itu, aku memeriksa foto-foto yang sudah aku ambil…
(………………Eh?
Bukannya ini agak
terlalu berani, ya…?)
Aku tidak
menyadarinya selama pemotretan, tetapi setelah melihat foto-foto
itu lagi, aku merasa ada yang tidak beres.
Tok mini
gadis penyihir dan belahan pakaian China… jika dilihat-lihat lagi sekarang, itu cukup berisiko.
Bagian dada dan pangkal pahanya bisa
terlihat jelas.
(……Mungkin
sebaiknya aku tidak menunjukkannya sekarang.)
Akhirnya,
kami bisa melakukan pemotretan dengan lancar. Meskipun rasa malu Shizune-san
belum sepenuhnya hilang, tapi dia
terlihat senang.
Shizune-san
belum pernah berbagi hobi cosplay dengan siapa pun sebelumnya.
Bagi
Shizune-san, hari ini adalah pertama kalinya dia bisa menikmati cosplay dan
pemotretan dengan sepenuh hati. Mengganggu itu akan sangat tidak pantas.
“Aku
sudah berganti pakaian. Silakan ambil foto lagi.”
“Serahkan
saja padaku, tung—”
Shizune-san mengenakan kostum yang membuat
tekadku yang keras langsung hancur dalam sekejap.
“Kelihatannya ini seperti pakaian dari
anime tertentu. Meskipun
bahannya agak tipis…”
Dia
sepertinya tidak terlalu tahu banyak tentang anime yang menjadi asal kostum
tersebut karena hanya tertarik pada pakaian.
Namun,
pakaian itu… bukan hanya tipis saja.
Bagian dada
dan pangkal pahanya terlihat
jelas. Renda yang melambai-lambai mencolok dan siluetnya sangat imut, tetapi
bagian pentingnya seolah tidak terlindungi sama sekali. Panjang rok juga
terlalu pendek sehingga bagian dalamnya terlihat... Apa itu kostum yang
terlihat seperti pakaian renang?
Bukan karena bahan yang tipis, tapi kainnya saja yang
sangat sedikit.
“Eh,
apa kamu yakin kita bisa terus
melakukan pemotretan...?”
“Ya.”
“Maksudku, pakaian
itu lumayan terbuka...”
“Lagipula,
hanya ada kita berdua saja yang melihatnya, jadi kamu tidak perlu khawatir.”
Tapi akulah yang khawatir...!
Namun, aku tidak yakin apakah aku bisa membujuk Shizune-san. Dalam keadaan seperti ini,
lebih baik cepat-cepat menyelesaikan pemotretan. Aku
segera mengangkat kamera dan mulai memotret.
“Itsuki-san,
kamu tidak perlu terburu-buru segala. Kita masih punya waktu, jadi
ambil gambar dengan hati-hati.”
“Y-Ya...”
Ini bukan
foto yang seharusnya diambil dengan
hati-hati.
Ngomong-ngomong,
waktu istirahatku juga
hampir habis, jadi aku tidak
banyak waktu tersisa... Shizune-san, dia sepertinya
benar-benar melupakan jadwal.
(…Bertahanlah,
kewarasanku)
Aku merasa
cukup percaya diri dengan kewarasanku.
Aku akan membuktikan kalau bisa sering manid bersama
Hinako setiap
hari bukanlah isapan jempol belaka. Namun,
ketika Shizune-san yang
biasanya sangat tertutup mengenakan pakaian seperti ini, rasanya sulit untuk
tetap tenang.
Tetapi
saat itu—ancaman yang lebih besar datang.
Tok, tok,
pintu ruangan diketuk.
“…Shizune,
kamu ada di dalam?”
Hinako telah datang.
◇◇◇◇
(Sudut
Pandang Hinako)
——Pukul setengah tiga sore.
Hinako
meletakkan pulpen dan meregangkan punggungnya yang kaku.
“……Huff…”
Belajar
yang dimulai sejak pagi akhirnya mencapai titik akhir.
Kecepatan
pelajaran yang melambat karena perhatian pada game
manajemen akan segera kembali normal. Untuk itu, dia telah melakukan banyak persiapan dan pengulangan dengan
baik.
(Umm, tugas apa lagi yang harus
dikerjakan…)
Hinako
membuka laptopnya dan memeriksa email. Di kotak
masuk, terdapat pesan yang disimpan dari ayahnya, Kagen.
Ayahnya selalu memberikan daftar tugas
di awal bulan.
Bahasa
dan budaya, logika bahasa, penelitian klasik, geografi umum, penelitian sejarah
dunia, matematika, fisika, biologi, kimia, geologi, pendidikan publik, etika,
ekonomi politik, musik, seni rupa, kerajinan, kaligrafi, bahasa Inggris,
pendidikan keluarga, ilmu informasi… bahkan pertanian, industri, perdagangan,
perikanan, keperawatan, kesejahteraan, pendidikan jasmani.
Ayahnya selalu menunjukkan bidang yang
paling perlu dipelajari oleh Hinako saat ini dengan tepat.
Hinako
sebenarnya tidak suka belajar. Malah, dia lebih membencinya. Sejujurnya, dia selalu ingin mengubah semua
waktu duduk di meja menjadi waktu tidur di tempat tidur.
Namun,
meskipun begitu, dia tidak membenci ayahnya yang memaksanya untuk belajar
terlalu banyak.
Menganalisis
tugas dengan sangat rinci tidaklah mudah. Ayahnya
pasti juga berjuang keras. Meskipun biasanya sibuk, ia masih meluangkan waktu
untuk membuat daftar tugas di sela-sela pekerjaannya.
Setelah memikirkan
hal itu, dia tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
Selain
itu—.
(……Hmm, yang ini masih bisa
ditangani.)
Sejak
Itsuki menjadi pengasuhnya,
Hinako merasa lebih baik. Bahkan,
lebih baik dari yang diperkirakan ayahnya.
Hal
tersebuut merupakan hal yang aneh. Apa yang diperlukan untuk
terus memecahkan masalah yang sulit bukanlah kecerdasan, stamina, atau
ketekunan… tetapi orang yang dicintai.
Seperti
yang dikatakan oleh seorang heroine
dalam manga shoujo. —Gadis
yang jatuh cinta tuh tak
terkalahkan.
Sekarang,
dia sedikit mengerti makna dari kalimat itu.
Di dunia
ini, ada kekuatan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.
(……Di
mana aku menaruh dokumen itu?)
Hinako
mencari-cari di atas meja, tetapi tidak
menemukannya.
Dia
teringat bahwa sebelumnya, Shizune membantunya merapikan rak buku. Ketika
menyiapkan buku referensi manajemen untuk Itsuki, dia menemukan banyak dokumen
yang tidak akan digunakan dalam waktu dekat, jadi dia meminta Shizune untuk
merapikannya, tetapi ternyata beberapa di antaranya adalah yang dia butuhkan.
Dia
keluar dari ruangan untuk mencari Shizune. Di koridor, dia melihat seorang
pelayan yang sedang membersihkan karpet.
“O-Ojou-sama. Ada apa?”
“Shizune…
dia lagi ada di mana?”
“Jika
yang Anda maksud adalah kepala pelayan, saya melihatnya baru saja masuk ke
dalam kamar bersama Itsuki-san beberapa waktu yang lalu.”
Hinako
membuka matanya lebar-lebar.
“Bersama
Itsuki… di… dalam ruangan…?”
“Y-Ya. …Ehm, apa ada sesuatu yang diperlukan?”
Pelayan
itu lupa menjelaskan bahwa mereka masuk untuk membawa bunga yang tersisa.
“…Tunjukkan
jalannya.”
“Y-ya.”
Setelah melihat
ekspresi Hinako, pelayan itu berpikir ada sesuatu yang mendesak, jadi dia
dengan cemas menunjukkan jalan menuju ke
kamar Shizune.
“Di-Di sini
kamarnya.”
“Hmm…
terima kasih.”
Setelah
tiba di depan kamar Shizune, Hinako segera mengetuk pintu.
“…Shizune,
kamu ada di dalam?”
Begitu
dia memanggilnya, Hinako bisa mendengar suara
gaduh dari dalam.
“Shizune-san! Cepat ganti bajumu…!”
“I-Itsuki-san!
Lebih baik kalau kamu jangan bersuara sekarang…!?”
Dia juga
bisa mendengar suara Itsuki.
Tanpa
berpikir panjang, dia memutar kenop pintu. Namun, pintu tersebut terkunci dan tidak bisa dibuka.
Hinako
sudah beberapa kali ke kamar Shizune, meski dia tidak ingat jalannya.
Jadi dia
tahu. Karena Shizune adalah kepala pelayan dan
mempunyai jadwal yang padat, dia biasanya tidak mengunci
pintunya saat bekerja.
Saat ini,
Shizune—pasti sedang menyembunyikan sesuatu.
“…Shizune?”
“O-Ojou-sama,
maafkan saya. Saat ini saya sedang mengganti pakaian…”
“Meski Itsuki
ada di dalam?”
“……………………”
Shizune langsung seketika terdiam.
Itu
adalah… keheningan yang berarti sesuatu.
“…Buka.”
Tok, tok,
dia mengetuk pintu.
“…Buka.”
Tok, tok,
dia mengetuk pintu.
“…Buka.”
Tok, tok,
dia mengetuk pintu.
“…Buka.”
Tok, tok,
dia mengetuk pintu.
…………。
“…Shizune?
Jangan bilang kamu mengkhianatiku…?”
…………。
……………………。
Tok,
tok, dia
mengetuk pintu.
Pelayan
yang menunjukkan jalan di belakangnya
tampak pucat.
Tok, tok,
dia mengetuk pintu.
Pintu
mulai berderit, tetapi Hinako
terus mengetuk tanpa memedulikannya.
Seperti
yang dikatakan oleh seorang heroine
dalam manga shoujo. —Gadis
yang jatuh cinta tuh tak
terkalahkan
Pintu
sekeras ini, dia bisa
menghancurkannya kapan saja.
“Sa-Saya
minta maaf telah membuat Anda
menunggu, Ojou-sama.”
Saat Hinako sedang mengangkat tinjunya untuk
mengetuk lebih keras, Shizune keluar dari ruangan. Pada saat yang sama, Itsuki
juga ikut muncul.
Mereka
berdua tampak agak panik dan
terburu-buru… dan berkeringat deras.
“Sebenarnya,
ada masalah, seragam pelayan ini robek…”
“Ja-Jadi, aku yang menjahitnya…”
“Satu-satunya
pakaian ganti adalah celemek yang bisa dilepas dari seragam pelayan, jadi …”
“Bukannya berarti Shizune-san mengganti pakaian di depan
mataku…”
Mereka
berdua sedang membicarakan sesuatu, tetapi suara mereka tidak
sampai ke telinga Hinako.
Musimnya sudah memasuki musim gugur. Di tengah cuaca
yang sedikit dingin ini, keduanya berkeringat secara tidak wajar. Selain itu,
entah kenapa, seragam pelayan Shizune terlihat berantakan. Biasanya, dia selalu
tampil sempurna, tetapi bagian dadanya tampak terbuka.
Mereka
berdua yang basah kuyup
karena keringat, dan
penampilan Shizune yang
terlihat seperti baru saja terburu-buru mengenakan pakaian.
Dalam
benak Hinako, terlintas satu adegan dari manga yang dipinjamnya dari Yuri.
Itu
adalah genre manga yang
sedikit berbeda dari manga yang biasanya dia pinjam.
“Konohana-san, manga yang aku pinjamkan
hari ini itu sebenarnya agak berani, jadi mungkin lebih baik tidak menunjukkan
kepada Shizune-san.”
“Baiklah, aku mengerti. Aku
akan membawanya pulang secara diam-diam.”
Setelah
mendengar kata-kata Yuri, Hinako membawanya pulang dan membacanya tanpa
diketahui Shizune.
Dengan
membaca manga tersebut, Hinako
untuk pertama kalinya memahami dengan jelas tentang hubungan antara laki-laki
dan perempuan. Dia tahu bahwa ada hal seperti itu, tetapi langkah-langkah
dan gerakan tertentu baru dia
ketahui.
Beberapa
kali kepalanya hampir meledak, beberapa kali dia mengalihkan pandangan, namun
demi mempersiapkan masa depan, Hinako berusaha keras membaca manga itu.
Oleh
karena itu, sekarang, mau tak mau dia jadi
membayangkan bahwa keduanya baru saja melakukan hal semacam itu—.
Pintu kamar
yang dikunci dan ketergesaan mereka hanya bisa dia anggap
sebagai alasan untuk itu—.
“……………………………………kyuu~.”
Kepalanya
menolak untuk memahami, dan Hinako pun langsung pingsan di tempat.
“Hi-Hinako matiiiii—!?”
“Tentu
saja tidak, tapi sebaiknya kita bawa dia ke ruang kesehatan!”
◆◆◆◆
――Pukul
tiga sore.
“Sepertinya
tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk saat
ini.”
Shizune-san berkata demikian sambil
melihat Hinako yang tertidur di ranjang ruang medis.
Menurut
dokter, tidak ada masalah dengan kesehatan maupun nyawanya, jadi aku dan Shizune-san
merasa lega. Keringat dingin yang mengalir pun akhirnya mulai mereda.
Sebagai
pengasuhnya, mungkin lebih baik jika aku
tetap di sini untuk menjaga Hinako...
“…………nhehe,
Itsuki…”
Hinako
sudah benar-benar tertidur nyenyak.
(…Sepertinya
dia baik-baik saja)
Meskipun
awalnya dia terlihat tidak nyaman, sekarang dia tidur dengan bahagia seperti
biasa.
Mimpi apa
yang sedang dia lihat? Sepertinya aku muncul
di dalamnya...
“Ojou-sama
selalu tidur siang pada jam ini, jadi sepertinya dia akan tidur agak lama. …Bagaimana kalau kita kembali
bekerja?”
“Ya.”
Aku juga
tahu bahwa Hinako tidur siang, jadi itu adalah ide yang baik.
“Aku
rasa kamu sudah mengerti, tetapi… tentang hobiku, tolong jaga kerahasiaannya.”
“…Aku sangat memahaminya.”
Aku
mengangguk dalam-dalam ketika Shizune-san memberi peringatan
dengan wajah yang sangat serius.
Aku tidak
memiliki hobi untuk membongkar rahasia orang lain.
“…Oh,
iya.”
“Ap-Apa?
Jangan bilang kamu meminta syarat
untuk menjaga kerahasiaan…?”
“Bukan
itu.”
Aku
segera membantah Shizune-san yang bersiap-siap. …Hobi cosplay-nya sepertinya
menjadi kelemahan yang membuatnya curiga.
Aku hanya
teringat bahwa aku ingin berkonsultasi dengan Shizune-san.
“Shizune-san,
bolehkah kita melanjutkan pelajaran bela diri? Mungkin aku akan sibuk lagi ke
depannya, jadi aku tidak yakin bisa melanjutkannya secara konsisten…”
“Saat
memasuki masa pemilihan, kamu
memang akan kembali sibuk.”
Pembicaraan
berjalan cepat, dan itu
sangat membantu.
Menjadi
konsultan. Menjadi anggota OSIS.
Jika mempertimbangkan kedua tujuan itu, pelajaran bela diri sebenarnya tidak
terlalu tinggi prioritasnya. Namun, jika aku terus-menerus tidak mengikuti
pelajaran, aku merasa sangat disayangkan
jika tubuhku yang sudah terlatih menjadi tumpul.
“Sebenarnya,
aku punya usulan yang bagus.”
Shizune-san
berkata.
“Apa kamu
masih mengingatnya
ketika kamu hampir dipecat dari tugas pengasuh
dan kamu mengalahkan para pengawal di rumah?”
“Mengalahkan?
Aku tidak ingat sampai sejauh itu, tapi ya...”
Itu
terjadi ketika aku memaksa masuk ke rumah untuk bertemu Hinako lagi.
Kejadian itu
sudah enam bulan yang lalu
sejak saat itu terjadi.
“Sejak
saat itu, para pengawal semakin bersemangat dan berlatih dengan lebih serius.
Aku sudah memberitahumu tentang itu, ‘kan?
Baru-baru ini, mereka meminta untuk memeriksa hasil latihan mereka.”
“Hasil,
ya?”
Apa
pembicaraan ini ada hubungannya denganku?
“Mereka
ingin melakukan pertandingan balas dendam.”
“…Eh?”
“Itsuki-san. Maukah kamu ikut berlatih dengan mereka?”
