
Chapter 9 — Niat Jahat Terhadap Kondo
──Di
suatu tempat di Tokyo, sudut pandang Kondo──
“Fyuh.”
Saat aku
terbangun, waktunya sudah menjelang tengah hari.
Aku membolos dari sekolah. Yah, tidak masalah sih. Aku hampir mendapatkan
rekomendasi universitas. Hari ini hanya ujian tryout untuk seluruh sekolah, bolos
sehari tidak akan mengubah apa pun.
Kurasa sudah
saatnya untuk membuang wanita ini. Sebenarnya, dia memang wanita yang sangat praktis, jadi aku bisa menyimpannya
sedikit lebih lama.
Sama seperti wanita yang aku buang saat
SMP, meskipun dia menjadi tidak masuk sekolah, tapi dia
terus mengejarku sampai SMA karena tekadnya. Dia hampir seperti penguntit, tapi jika aku sedikit
memperhatikannya dan memberinya harapan, dia akan datang kapan saja aku
memanggilnya, jadi aku tetap menyimpannya.
Raja
memang harus dikelilingi oleh berbagai wanita.
Ngomong-ngomong,
si Aono itu sepertinya mendapat perhatian dari Ichijou Ai. Menyebalkan. Dia seperti budak
yang berkorban di depan raja. Aku harus membakar semangat adik kelas lainnya
untuk membuat mereka segera tidak masuk sekolah. Mungkin Takayanagi akan
mengatakan sesuatu, tapi aku bisa mengalahkannya dan meloloskan diri.
Setelah
membuang Miyuki, enaknya siapa
target berikutnya? Jika Ichijou mencampakkanya juga, Aono pasti tidak
akan bisa bangkit lagi. Itu juga bukan skenario yang buruk. Jika idola sekolah itu menjadi milikku, rasanya pasti menyenangkan.
“Senpai,
aku menyukaimu. Kita akan bersama selamanya.”
Di
sampingku, Miyuki tidur sambil tersenyum bahagia. Dia benar-benar gadis gampangan.
Saat aku
mengelus kepalanya, dia semakin menunjukkan wajah bahagia.
Dia tampaknya
populer di kalangan pria karena citranya yang murni dan polos. Jika begitu, merusak citra yang
dimiliki para pria itu juga bukan ide yang buruk. Mungkin aku bisa membuatnya riasan ala gadis nakal dan
menjadikannya milikku. Dengan begitu, perasaan cinta yang samar dari pria lain yang menyukainya bisa hancur. Meskipun dia tidak
suka, jika dia sudah tergantung seperti ini, aku bisa mengancamnya untuk putus dan memaksanya
melakukan apapun.
Dan
setelah tidak ada yang mendekatinya, aku akan membuangnya. Itulah yang terbaik.
Dengan
api hitam menyala di dalam hati, aku memeluknya.
※※※※
“Kita
beneran bolos sekolah ya.”
Setelah
tengah hari, kami keluar dari hotel. Dia
memang siswa teladan tulen.
Sepertinya dia sedikit merasa bersalah.
“Apa
semuanya baik-baik saja? Menginap di luar?”
“Semuanya baik-baik saja. Aku bilang
kepada orang tuaku bahwa aku menginap di rumah teman perempuanku.”
Aku
merasakan ketidakcocokan pada Miyuki yang sedikit mengalihkan pandangannya.
“Ya
sudah lah. Sekolah juga akan segera berakhir, mari kita pulang.”
Memang,
setelah bolos sehari, kemarahan kemarin sudah cukup mereda. Sudah kuduga, bermain-main dengan wanita adalah cara
terbaik untuk menghilangkan stres.
Begitu kami
meninggalkan tempat itu, tiba-tiba sebuah mobil berhenti
di depan kami. Itu adalah mobil patroli polisi.
“Eh?”
Miyuki
tidak sengaja berteriak.
Apa ini?
Aku terdiam tanpa mengerti apa-apa.
Jendela
mobil polisi perlahan terbuka. Seorang polisi muda menyapa kami dengan senyuman dingin. Meski
mulutnya tersenyum, tapi tatapan
matanya tidak. Jelas-jelas ia
mencurigai kami.
“Ah,
maaf ya kalian. Sebenarnya ada laporan bahwa ada siswa SMA yang menginap di
hotel yang tidak boleh mereka masuki. Kalian tahu tentang undang-undang tempat
hiburan? Hotel itu adalah tempat yang tidak boleh digunakan oleh anak yang berusia di bawah delapan
belas tahun. Kurasa kalian tidak masalah, tapi boleh aku melihat kartu identitas kalian untuk
berjaga-jaga?”
Kami
terdiam ketakutan. Miyuki jelas-jelas
terlihat gelisah dan bergetar. Sekilas, saat aku melihat samping wajahnya, dia
terlihat sangat pucat.
“Apa
yang harus kita lakukan? Apa kita akan ditangkap?”
Perkataan
Miyuki yang merintih dalam suara pelan semakin membuatku gelisah.
Laporan?
Siapa yang melaporkan!? Kami tidak mengenakan seragam. Kami berpakaian biasa.
Jika dipikirkan secara logis, kami terlihat seperti mahasiswa. Artinya, ini
bukan laporan dari orang biasa. Apa ada yang mengenal kami...
Apa ada
yang mengkhianatiku?
Apa yang
harus kulakukan? Jika dibiarkan seperti
ini, kami akan ditangkap. Jika itu terjadi, reputasiku akan hancur, dan itu
tidak bisa diterima.
Kalau
begitu, satu-satunya hal yang harus dilakukan adalah melarikan diri dari
sini.
Tapi, keberadaan Miyuki cuma akan menjadi beban. Apa yang
harus kulakukan? Meninggalkannya?
Jika aku
melarikan diri sambil membawanya, hanya ada masa depan di mana polisi akan
mengejar kami. Apa tidak ada cara lain?
“Hei, kalian kenapa? Kenapa malah terdiam begitu? Mungkin kalian benar-benar
siswa SMA?”
Kedua
polisi itu turun dari mobil dan mendekati kami. Apa
boleh buat.
“Ayo lari,
Miyuki!!”
Aku
langsung berlari menuju stasiun. Namun, Miyuki tertinggal. Dia segera ditangkap
oleh polisi, dan seorang polisi lainnya berlari ke arahku.
Sial,
bagaimana bisa begini. Aku, aku...
Mungkin
karena aku berlari terlalu cepat, kakiku tersandung
dan aku terjatuh. Sakit sekali.
Polisi
muda yang mengejarku segera menangkapku.
“Sial,
lepaskan, lepaskan aku!!”
Dengan
sia-sia melawan, aku terpaksa merasakan waktu penuh keputusasaan saat terjatuh
di tanah.
──Di
suatu tempat di Kota,
dari sudut pandang pelapor──
Aku
mengamati seluruh kejadian dari kedai hamburger dekat hotel.
Melihat
Kondo terjatuh menggeliat-geliat di tanah
seperti ulat membuatku merasa sedikit plong.
Bolos sekolah dan menunggu di sini ternyata tidak sia-sia. Ini adalah
pemandangan yang cukup menghibur.
Dengan
ini, mereka akan ditangkap. Namun, hanya itu
saja masih tidak cukup.
Jika
mereka ditangkap, kemungkinan besar kepolisian tidak akan menghubungi sekolah. Mereka biasanya hanya akan menghubungi pihak sekolah dalam kasus-kasus khusus,
seperti ketika orang tua tidak dapat dihubungi. Begitu kata yang tertulis di
internet.
Jadi,
hanya melapor ke polisi di sini tidak akan menyelesaikan balas dendamku. Tidak ada gunanya jika pihak sekolah tidak dihubungi.
Di
sinilah foto yang merekam fakta menjadi sangat penting. Foto kemarin saat
mereka masuk ke dalam hotel
akan menjadi kartu truf yang sebenarnya.
Dan
pemandangan yang mengejutkan
terjadi di depanku sekarang.
Aku dengan dingin mengambil foto Kondo yang tergeletak di tanah dengan cara yang memalukan
dan melawan polisi menggunakan kamera ponselku.
“Baiklah,
inilah langkah yang menentukan.
Sekarang, aku ingin melihat bagaimana dirinya
berusaha melarikan diri. Raja klub
sepak bola, ya?”
Baiklah,
aku sudah mendapatkan bukti foto yang sangat berharga. Bagaimana aku akan
memanfaatkannya? Cara yang paling mudah ialah dengan
menyebarkan data ini di internet. Jika
aku melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan, efeknya pasti luar
biasa. Namun, itu hanya sebagai langkah terakhir. Pertama, aku akan melaporkan
secara anonim kepada para guru dan tim sepak bola. Jika masalah ini terungkap, kegiatan tim sepak
bola pasti akan terpengaruh besar, dan akan terjadi kekacauan.
Jika ada
upaya untuk menyembunyikannya, aku akan membagikannya di media sosial, dewan
kota, dan media massa untuk menyerangnya
habis-habisan. Jika aku tetap bergerak di belakang layar, tidak ada yang mengetahui siapa
yang memiliki data tersebut.
Aku tidak
akan bergerak karena uang.
Semua kekerasan
dan pembullyan yang mereka
lakukan dengan sangat baik tidak ada gunanya jika tidak ada yang tahu siapa yang
menggerakkannya.
Kondo.
Aku akan merampas semua yang kamu miliki. Aku akan membuatmu
merasakan keputusasaan yang sama seperti yang kurasakan saat itu.
──Sudut pandang Kondo──
Sialan, sialan, sialan. Aku tidak akan
memaafkan pengkhianat. Kami dibawa ke kantor polisi terdekat dan dimarahi oleh
polisi.
“Pada
dasarnya, siswa SMA tidak boleh membolos
dan pergi ke tempat seperti itu, oke?”
“Sepertinya
ada laporan dari ibu Amada-san karena kamu keluar malam tanpa izin.”
“Kalian berdua masih pelajar, jadi jangan
bertindak sembarangan."
Ketika
polisi menyebutkan akan menghubungi orang tua, Miyuki jelas-jelas terlihat panik dan memohon, “Tolong jangan lakukan itu”. Namun,
polisi tidak berbelas kasihan.
“Aku tidak bisa
melakukannya. Karena orang tuamu bahkan mengajukan laporan pencarian orang hilang karena kamu tidak pulang.
Mereka juga mengkhawatirkanmu. Kamu masih siswa SMA, jadi kamu
harus mengerti hal itu.”
Usai mendengar
kata-kata itu, Miyuki pun menangis tersedu-sedu.
Namun,
itu terdengar seperti harapan bagiku.
Habisnya,
memang begitu kan. Dilihat dari cara berbicaranya, sepertinya
pihak kepolisian
tidak akan menghubungi sekolah. Tadi aku sempat
panik dan melarikan diri, tapi sekarang aku harus berpura-pura menjadi siswa
teladan dan melarikan diri. Baiklah, mulai sekarang ini adalah drama yang
mempertaruhkan hidupku.
“Miyuki
tidak bersalah. Akulah yang salah karena memaksa dan mengajaknya. Dia sepertinya bertengkar
dengan orang tuanya semalam, jadi dia merasa
tidak nyaman untuk pulang. Karena itulah, aku mengajaknya ke tempat
seperti itu. Aku tidak peduli apapun yang terjadi
denganku, tetapi orang tuanya… hanya itu yang ingin
kulindungi.”
Bagaimana?
Bukannya aku terlihat seperti siswa
teladan yang berusaha melindungi seorang
gadis?
“Tidak, meskipun kamu bilang begitu, kami harus
menghubungi orang tuanya. Kami juga punya pekerjaan kami sendiri.”
Aku berhasil
memandunya. Sudah kuduga,
pihak kepolisian tidak akan menghubungi sekolah.
Dengan ini, kemungkinan rekomendasiku akan aman. Yang perlu dilakukan sekarang
adalah berharap ayahku datang dan bisa menyelesaikan semuanya.
“Kalau
begitu, aku akan meminta maaf kepada orang tua Miyuki. Asalkan Miyuki bisa merasa aman…”
Aku
berpura-pura gemetar saat mengatakan itu.
Jika aku berpura-pura menangis, semuanya akan sempurna.
Aku juga
anak seorang politisi. Aku tahu bagaimana cara menipu hati orang.
“Baiklah.
Kami akan menjelaskan kepada orang tua Miyuki. Maaf, tetapi kami harus
menghubungi orang tua. Pastikan ini tidak terulang lagi.”
Sambil
berpura-pura menjadi siswa teladan yang meminta maaf untuk kekasihnya, aku
merasa yakin bisa lolos.
※※※※
Setelah
sekitar satu jam kemudian,
ayahku datang sebagai penjamin.
“Maafkan
anak bodoh ini yang sudah menyebabkan banyak
masalah.”
Ayahku
memang politisi sejati, dirinya benar-benar meminta maaf dengan
tulus. Ngomong-ngomong, ayahku membisikkan ini di telingaku.
“Dengar baik-baik, penangkapan seperti ini tidak
akan menghubungi sekolah. Namun, ini bisa menjadi bahan skandal. Aku berencana
mencalonkan diri dalam pemilihan walikota berikutnya. Jangan terlalu banyak
bermain dengan perempuan. Jadi bersikaplah baik selama
setahun ke depan. Aku akan
menyembunyikan kejadian ini agar tidak menyebar di daerah ini. Aku akan
memastikan kalau rekomendasimu
tidak terpengaruh.”
Ah~ hidup ini rasanya terlalu mudah. Aku merasa sangat bersyukur ayahku begitu hebat. Penangkapan ini, dalam
artian tertentu, adalah prestasi!
Menjadi anak warga negara kelas atas itu luar biasa! Namun, aku tidak pernah
membayangkan bahwa reaksi orang tua Miyuki yang akan datang segera setelah itu justru jauh melebihi ekspektasiku.
──Sudut pandang Miyuki──
Apa yang
harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan? Orang tuaku sudah tahu tentang
penangkapanku. Tidak mau, tidak mau, tidak mau. Apa yang harus kukatakan kepada
ibuku? Aku bukan hanya mengkhianati Eiji. Aku adalah wanita terhina yang bahkan mengkhianati
orang tuaku. Saat
aku bergetar ketakutan, waktu penghakiman akhirnya
datang.
“Amada-san?
Ibumu sudah datang.”
Polisi
wanita itu memanggilku dengan lembut.
Saat
pintu ruangan dibuka, ibuku muncul dengan wajah pucat.
“……”
Kurasa
aku tidak akan pernah bisa melupakan ekspresi
sedih di wajahnya. Ini adalah hukuman dari Tuhan.
“Hei,
Miyuki? Kenapa kamu ada di sini? Aku sudah mencarimu dengan putus asa sejak
kemarin malam. Aku bahkan
mengambil cuti kerja. Tapi, kenapa kamu tidak bersama Eiji? Siapa pria yang
ditangkap bersamamu? Apa hubungan kalian berdua…?”
Dia bertanya padaku dengan
suara dingin yang tidak mengandung emosi.
“It-Itu….”
Aku
hampir menangis, berusaha mengeluarkan suara.
“Aku
pergi ke rumah Aono-san semalam,
tau?”
Ibuku
melemparkan kata-kata penuh keputusasaan kepadaku.
Keringat dingin di punggungku tidak berhenti mengalir. Ibuku sudah berbicara dengan
ibu Eiji. Aku tahu suatu saat ini akan terjadi. Hari itu datang dan aku takut,
jadi aku terus mengalihkan pandangan. Aku terus melarikan diri.
“…Maafkan
aku.”
Ketakutan
dan rasa malu membuatku mengeluarkan kata-kata itu.
“Kenapa
kamu malah minta maaf? Apa kamu benar-benar
merasa telah melakukan hal yang salah?”
Sampai
sejauh mana ibuku mengetahuinya? Apa aku masih bisa melarikan
diri? Atau, apa semuanya sudah diketahui? Aku takut,
aku takut, aku takut.
Bahwa akulah yang berselingkuh. Akulah yang menjebak Eiji. Karena itulah, ia
dikucilkan di sekolah.
Semuanya karena salahku. Akulah yang melakukannya.
“Ibunya Eiji-kun mengatakan
untuk tidak terlibat lagi dengannya. Dia menyuruhku untuk menanyakan rinciannya
pada Miyuki. Hei, kenapa
kamu masuk ke hotel cinta dengan pria yang tidak kukenal, bukan dengan Eiji
yang seharusnya menjadi pacarmu? Pria inilah
yang memanggilmu sebelum kamu pergi dari rumah, kan?”
Begitu ya,
jadi dia belum tahu. Ibu Eiji telah memberikan hukuman terberat padaku. Dia
memintaku untuk memilih, apa aku akan menceritakan semuanya kepada ibuku atau merahasiakannya.
“Nyonya,
tolong tenanglah. Semuanya karena salah anak bodoh kami.”
Ayah Senpai mencoba untuk menengahi.
“Kamu mendingan diam saja!! Aku sedang berbicara
dengan putriku.”
Ibuku,
yang biasanya lembut dan sabar, berteriak tanpa memberi kesempatan untuk
berbicara.
“Maaf.”
Dua orang
di depanku hanya bisa terdiam. Polisi juga memandang kami dengan cemas.
“Bagaimana,
Miyuki? Biarkan aku mendengar dari mulutmu. Aku tidak membesarkanmu sendirian
untuk hal seperti ini.”
Jeritan
penuh kesakitan itu menggema sepenjuru
ruang tunggu.
“Aku
sudah putus dengan Eiji. Kondo-senpai
yang ada di sana adalah pacarku sekarang.”
Sambil
berusaha untuk tidak berbohong, sisi diriku
yang licik muncul untuk menyembunyikan fakta. Meskipun aku mencoba menutupinya, mana mungkin aku bisa menipu
ibuku.
Plak.
Pipi
kiriku tiba-tiba terasa panas. Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Rasa kaget membuat wajahku
bergerak dan perlahan-lahan aku mulai memahami situasinya. Wajahku ditampar.
Ibuku,
yang selalu lembut, tidak pernah memukulku meskipun dia marah.
Ibuku yang lembut itu menunjukkan
kemarahan pertamanya, dan aku mengerti.
Ah, aku
benar-benar telah ditinggalkan.
Kami
tidak akan bisa kembali menjadi orang tua dan anak yang akur. Aku menyadari hal
itu. Rasanya menyedihkan, aku menyalahkan diriku sendiri, dan kemudian
menyesal.
“Maafkan
aku.”
“Kenapa
kamu malah berselingkuh? Padahal Eiji-kun sangat menghargaimu. Kenapa,
kenapa, kenapa kamu mengkhianati orang yang paling penting bagimu?! Kamu seharusnya meminta maaf padanya, bukan padaku!!”
Karena
amarah yang begitu besar, ibuku tampak kesakitan dan memegang dadanya sebelum
terjatuh.
“Ibu,
apa kamu baik-baik saja?”
Aku dengan
panik mencoba mendukungnya,
tapi ibuku bahkan menolak itu.
“Aku
tidak lagi mengerti dirimu. Aku mohon padamu,
mari kita pergi meminta maaf kepada Aono-san bersama.”
Setelah dia
berkata begitu, ibuku jatuh pingsan. Polisi yang panik berlari
mendekat, dan suasananya menjadi
kacau.
──Sudut
pandang Kondo──
Sialan. Masalah
ini menjadi semakin merepotkan. Jika ibu perempuan itu pergi ke
Aono bersama Miyuki, semuanya bisa terbongkar.
Namun,
ayahku yang cerdas segera menyadarinya.
“Sepertinya
dia mengalami anemia. Tenang saja. Setelah dia sedikit tenang, semuanya akan
baik-baik saja. Jika situasinya semakin
memburuk, kita bisa membayar uang tutup mulut. Kebanyakan
orang dewasa bisa dibeli dengan uang.”
Rasanya
sangat terbantu bahwa ia orang yang rasionalis. Ada bagusnya juga Ayahku tidak sehisteris
seperti ibu Miyuki.
Nah,
setelah masalah Miyuki beres, aku perlu
berhati-hati supaya masalah ini
tidak bocor ke pihak sekolah, dan tetap tenang sampai lulus. Dengan reputasi
buruk yang sudah menyebar, Aono akan jatuh sendiri.
Miyuki
seharusnya semakin bergantung padaku setelah ini. Karena bahkan ibu yang
seharusnya menjadi pendukung terbesarnya pun mulai menolaknya. Jika Aono dan
Miyuki terus menerus menghilang, cuma
aku yang tersisa.
Yup, dengan
begini dia sudah
menjadi budakku. Bersama junior
tim sepak bola dan gadis gampangan dari masa SMP
itu, dia ditakdirkan
untuk dieksploitasi selamanya
oleh diriku.
Sekarang,
aku penasaran, berapa
banyak budak yang bisa kubuat selama masa sekolah. Kehidupanku benar-benar cerah.