Gimai Seikatsu Volume 14 Chapter 2 Bahasa Indonesia

 

Chapter 2 — 23 Maret (Hari Rabu) Asamura Yuuta

 

Seekor naga yang terbuat dari baja membelah langit biru yang menjulang tinggi. Rel yang mirip seperti tangga itu melengkung seperti gelombang berputar dan kembali ke tempat semula. Tak perlu ditanya lagi, jelas-jelas wahana yang memacu adrenalin. 

“Eh, kita langsung menaiki ini...?”

“Kan, kamu ingin tahu rekomendasi, kan?”

“Ya, bisa dibilang begitu.”

Rencana perjalanan hari kedua yang sudah ditetapkan diriku dan Ayase-san adalah mengunjungi taman hiburan. Kami memilih tempat-tempat yang direkomendasikan Narasaka-san. Namun, ajy dan Ayase-san tidak begitu mengenal fasilitas hiburan semacam ini. Jadi, meskipun tujuan sudah ditentukan, kami tidak memiliki pengetahuan tentang cara menikmati tempat itu, dan kami meminta Narasaka-san untuk memberikan panduan konkret pada hari itu. 

“Nuhuhuhu! Ya, jika membicarakan tentang Universal Studio Japan, sudah jelas maksudnya yang ini!”

Meskipun dia mengatakannya dengan percaya diri... 

Aku sekali lagi melihat ke arah wahana tersebut. Aku melihat kendaraan tanpa pagar yang berjalan di atas rel besi dengan kecepatan yang luar biasa. Suara teriakan yang memekik bisa terdengar sampai ke sini. Melihat kendaraan bergerak di atas rel besi dengan suara gaduh membuat detak jantungku meningkat. 

“Sepertinya menyenangkan!” kata Narasaka-san. “Aku sangat merekomendasikan ini!”

Benarkah? 

Bukankah seharusnya ada yang lebih... santai? Kupikir di taman hiburan seperti ini juga ada hal-hal yang lebih santai. 

“Kamu benar-benar, ingin menaikinya?” 

“Asamura-kun. Tidak, Yuuta-niichan!”

“Aku bukan kakak Narasaka-san.” 

Narasaka-san menggelengkan kepalanya. 

“Apa yang kamu katakan? Kakak teman berarti sama dengan kakak sendiri! Ini adalah hukum alam, Asamura-kun. Dan teman adik perempuan berarti sama dengan adik sendiri, atau begitulah yang dikatakan seseorang!”

“Tidak ada yang bilang begitu.”

“Mou, merepotkan banget sih. Sedikit saja dianggap kakak juga tidak ada salahnya, ‘kan.” 

Apa maksudnya sedikit dianggap kakak? 

“Asamura-kun, sebenarnya, meskipun mungkin tidak banyak yang tahu, di USJ ada wahana yang memacu adrenalin sebanyak jari di tangan.”

“H-Hee.”

“Dan hari ini adalah hari taman hiburan. Kita berencana untuk menghabiskan sepanjang hari menikmati USJ. Kesimpulan apa yang bisa kita ambil dari ini?” 

“...Mengunjungi berbagai atraksi di dalam taman...” 

“Nonononon!”

Entah kenapa Narasaka-san menolak dengan bahasa Prancis. 

“Tentu saja kalau kita harus menaklukkan wahana yang mengerikan dulu!”

Sepertinya itu sudah ditentukan. 

Narasaka-san terlihat sangat bersemangat dengan senyum yang cerah. Sebagai perencana, aku sangat ingin mendukungnya. Aku benar-benar berniat begitu dari lubuk hatiku. Namun, aku adalah orang yang bahkan ragu untuk naik pesawat ke Singapura saat perjalanan sekolah. Menaklukkan wahana yang mengerikan sejak pagi terasa berat. Apa tidak ada yang menolak? 

“Ayo kita pergi, Tomo-kun!” 

“Oh.”

Jadi kamu juga ikutan, ya, Maru. 

Aku penasaran apa begini yang dirasakan Julius Caesar setelah dikhianati oleh Brutus? 

Tapi, wahana yang mengerikan sebagai tumpangan pertama... Ini bukan karena aku merasa takut atau semacamnya, tetapi lebih kepada persiapan mental. 

“Asamura-kun, kamu tidak perlu memaksakan diri.” 

“Bagaimana dengan Ayase-san?”

“Aku sudah lama tidak ke sini, jadi aku sangat menantikannya.”

Karena dia takut petir dan film horor, jadi kupikir dia pasti tidak menyukai hal-hal yang menakutkan. Tapi ternyata, Ayase-san bisa naik wahana yang mengerikan. Kenapa bisa begitu? Ngomong-ngomong, dia juga tidak menunjukkan tanda-tanda takut saat naik pesawat untuk perjalanan sekolah. 

“Yah, aku juga tidak benci-benci amat...” 

“Ayo, sini-sini!”

Narasaka-san yang sudah berjalan di depan melambai-lambai memberi isyarat supaya segera menyusulnya. 

...Eh? 

Kakiku berhenti saat melihat papan nama atraksi. 

“Di sini tertulis 'Back Drop'.” 

"Itulag yang menjadi daya tariknya.”

“Tunggu, tunggu, tunggu.” 

Tentu saja tidak ada yang mau menunggu. 

Untungnya (atau sayangnya), wahana itu tidak ramai, dan kami berempat sudah duduk di wahana Back Drop dengan waktu tunggu sekitar 15 menit. Yang mengejutkanku adalah, sebelum naik, kami harus menyerahkan semua barang-barang di saku. Artinya, tubuh kami akan diguncang cukup keras. Ketika berputar, tubuh kami akan terjepit oleh gaya sentrifugal, tapi barang-barang yang tidak terikat pada tubuh akan jatuh karena gravitasi. Tentu saja, barang-barang kecil seperti kunci dan koin di saku akan jatuh. 

...Seriusan? 

Setelah menaikinya, bagian atas tubuhku terbuka ke luar, dan telapak kakiku hampir tidak menyentuh lantai sama sekali saat duduk, mungkin demi bisa memberikan sensasi seperti sedang melayang. Setelah panduan singkat dari petugas, wahana mulai bergerak di atas rel dengan suara bergetar. Ini sudah dimulai. Apa benar-benar akan bergerak dengan punggung menghadap ke arah yang dituju...? Ya, itu tertulis di sana, jadi sepertinya memang begitu. 

Aku menelan ludah tanpa sadar. 

Kenapa wahana yang mengerikan selalu mengambil waktu yang sangat lama sebelum jatuh? 

...Tidak, aku tahu. Tentu saja, jeda waktu tersebut merangsang imajinasi orang-orang dan meningkatkan rasa takut mereka. Esensi hiburannya adalah ketegangan dan pembebasan. Ketika seseorang ditegangkan hingga batasnya, dan kemudian dibebaskan secara mendalam, otak akan... bersemangat. Ya, inilah hiburannya. Meskipun terlihat berbahaya, sebenarnya wahana ini sangat aman. Jika wahana itu benar-benar berbahaya, maka tidak akan bisa dianggap sebagai hiburan. Keamanannya mungkin lebih tinggi daripada pesawat terbang. Meskipun aku tidak tahu, pasti seperti itu. Namun, sampai di mana kami sudah naik sekarang? Ketidakpastian tentang tujuan membuat orang-orang semakin merasa cemas... Dan di tengah jalan, ada atap yang menutupi dan semakin mengaburkan pandangan. 

Ketika wahana terus naik dan menanjak, bangunan dan orang-orang di tanah semakin kecil. Punggungku sedikit terangkat dari kursi, dan beban terasa pada pengaman di depan tubuhku. Kami terus menanjak, terus menanjak naik... Sampai setinggi mana kami akan naik? Ah, orang-orang itu sudah terlihat sangat kecil... 

Tubuhku terjatuh ke belakang. Suatu guncangan seperti melewati sesuatu terasa menyebar ke seluruh tubuh.

Pandanganku langsung dipenuhi dengan langit biru dalam sekejap. 

Pada momen berikutnya, pemandangan menjadi kabur. 

Aku merasakan sensasi terjatuh yang terlepas dari langit biru. Dengan kemiringan yang agak curam, aku jatuh dari belakang, lebih baik sedikit daripada jatuh bebas. Angin mengaum di dekat telingaku. Teriakan histeris terdengar serempak dari sekeliling. Sementara itu, aku berusaha menggertakkan gigiku agar tidak menggigit lidah. Suara roda yang berderak di rel bisa terdengar jelas. Meskipun musik dari speaker di dekat telinga membuat keadaan terasa sedikit lebih baik, tubuhku tetap bergetar hebat. Ini pasti aman, ‘kan? Mana mungkin kami akan dilempar ke udara di tengah jalan, ‘kan? Meskipun aku tahu itu tidak mungkin secara logika, tubuhku tetap dikuasai rasa takut. 

Aku jugua bisa mendenga teriakan dari Ayase-san yang duduk di sampingku, tetapi anehnya, teriakannya terdengar menyenangkan. 

Roller coaster yang meluncur cepat langsung turun sekaligus, naik dan turun satu demi satu saat meluncur melalui taman. 

Namun, aku tidak punya waktu untuk melihat sekeliling. Tubuhku terus terombang-ambing ke kiri dan kanan, dan percepatan yang tiba-tiba menekan tubuhku ke kursi. 

U... waaaaaaa. 

Sebelum suara terkejutku keluar, kecepatannya mulai menurun. 

Guncangannya perlahan-lahan mereda. Dalam keadaan bingung, wahana berhenti. Suara bising sebelum pengumuman dari speaker terdengar samar, dan pengumuman untuk turun mulai disiarkan. Sambil gemetaran dari sisi ke sisi,, aku memaksa kakiku yang bergetar untuk berdiri dan akhirnya berhasil turun. 

“Rasanya menyenangkan!”

“Yah, lumayan.”

Aku mendengar suara Narasaka-san dan Maru, tetapi aku tidak punya waktu untuk setuju atau berkomentar. 

“Sudah lama aku tidak menaikinya, tapi tetap saja menyenangkan!" 

Suara ceria Ayase-san terdengar sedikit jauh di telingaku. 

 

◇◇◇◇

 

Saat aku turun, kakiku terus gemetaran seperti anak rusa yang baru lahir. 

Jantungku juga berdebar kencang. Detak jantungku cepat. Dunia berguncang. Mirip seperti gempa berkekuatan 3 atau 4 skala Richter. Aku akhirnya duduk di bangku dekat wahana tersebut. 

“Saki, aku akan mencarikan minuman untukmu.”

“Ah, tunggu. Aku ikut.”

Maru dan Narasaka-san pergi entah ke mana. 

“Kamu baik-baik saja?”

Ayase-san yang membantuku sampai ke bangku duduk di sebelahku, menundukkan kepalanya untuk melihat wajahku. Wajahnya terlalu dekat. Jantungku berdebar kencang dengan cara yang berbeda. 

“Ak-Aku... baik-baik saja.” 

“Mau aku carikan ruang kesehatan untuk memeriksa kondisimu?”

“Tidak sampai sejauh itu. Maaf, sudah merepotkan.” 

"Itu tidak masalah. Jangan khawatir." 

Saat dia mengatakan ini, dia menempelkan tangannya di dahiku, tapi aku tidak demam. 

“Tanganku juga dingin, jadi mungkin aku tidak bisa merasakannya.”

Mungkin itu karena dia terus memegang palang pengaman logam. 

“Sepertinya kamu tidak demam.”

“Benarkah?”

Sambil mengatakan itu, dia mengangkat poninya dan menempelkan dahinya padaku. 

“Hmm... aku tidak tahu.”

Jika suhu tubuhku jauh lebih tinggi dari suhu tubuhnya, dia akan merasakan panas, jadi dia bisa mengetahui apakah aku demam atau tidak—seharusnya begitu. Aku berpikir bahwa Ayase-san sangat tahu tentang metode pengukuran suhu tubuh yang hanya pernah kulihat dalam cerita lama. Di zaman sekarang, di mana termometer sudah menjadi penggunaan umum, kurasa aku belum pernah melihat ada orang yang mengukur suhu dengan menempelkan dahi satu sama lain. 

Tapi yang lebih penting, mendekatkan wajahnya sampai sedekat itu justru membuat detak jantungku meningkat. Apa rasa berdebar ini disebabkan oleh wahana yang menakutkan, atau karena aku melihat wajah Ayase-san dari jarak yang bisa mengukur panjang bulu matanya? Aku tidak bisa membedakannya dari kecepatan detak jantungku. Ah, jadi ini yang namanya efek jembatan gantung—tidak, itu bukan itu. Tenangkan dirimu, Asamura Yuuta. 

Aku mengangkat wajah dan menarik napas dalam-dalam. Fyuh

Kemudian aku melihat Maru dan yang lainnya mendekat ke arahku

“Kamu sudah pulih, Asamura?

Ini. Aku membelikan minuman! 

Mereka berdua yang kembali langsung memberikan minuman padaku. 

Terima kasih.

Asamura, kamu bisa istirahat sedikit lebih lama. Kami akan cepat-cepat menyelesaikan yang berikutnya.

Selanjutnya, kita akan jadi dinosaurus dan terbang di udara!

Kalau boleh dibilang, rasanya lebih seperti ditarik oleh dinosaurus. 

Maru berkata sambil melemparkan pandangan. Saat aku menoleh, di depan ada... itu adalah pterosaurus? Ada wahana dengan model dinosaurus bersayap. Yang mengerikan, wahana itu bukanlah kendaraan berbentuk kotak yang dimasuki, melainkan menggantungkan tubuh sepenuhnya secara sejajar dengan rel. 

Maru dan yang lainnya... mau naik itu?

Kita harus cepat menjelajahinya, atau hari akan gelap sebelum kita menyelesaikan semuanya! Kita harus selesai sebelum siang, dan di sore hari, kita bisa dengan santai mencoba wahana lainnya! 

Menaiki sejumlah wahana menakutkan di waktu pagi... betapa beraninya mereka. 

“Baiklah, aku pergi sekarang!

Jika kamu mau tetap beristirahat, kita bisa bertemu di sini." 

“Ba-Baiklah.

Aku juga akan beristirahat sebentar di sini.

Ayase-san berkata demikian dan mengantarkan Maru dan Narasaka-san pergi. 

Jelas-jelas dia tidak ingin meninggalkanku sendirian. Aku merasa sudah merepotkannya. 

Maaf, Ayase-san, aku yakin kamu ingin bersenang-senang juga.

“Enggak apa-apa, kok. Yang lebih penting, sebaiknya kamu minum untuk menjaga hidrasi.

Meskipun aku tidak mengalami dehidrasi, aku merasa mulutku sangat kering, dan aku merasa jauh lebih baik setelah meneguk sedikit minuman yang diberikan (itu adalah es teh oolong)

Namun, situasi ini sama sekali tidak terduga. 

Sebelum mengunjungi USJ, aku berusaha mencari informasi dengan menjelajahi media sosial. Yang terlihat hanyalah foto-foto gadis-gadis ceria yang bersenang-senang, dan sebagian besar foto yang diposting adalah mereka yang mengenakan telinga karakter sambil menikmati minuman berwarna-warni. Sekarang aku berpikir mungkin itu adalah prasangka, tapi aku benar-benar mengira Narasaka-san juga akan bersenang-senang dengan santai— 

Namun, dari awal, kami sudah menaiki wahana yang menakutkan.

Kami mengunjungi USJ pagi-pagi sekali, dan mungkin ada untungnya aku tidak makan terlalu banyak di sarapan buffet sebelum datang. Jika perutku kenyang, mungkin aku akan merasa sedikit mual. 

“Fyuh. Aku sudah lebih tenang sekarang.

Syukurlah.

Dengan nada suara yang terdengar lega, Ayase-san mendekatkan tubuhnya ke arahku. 

Aku sedikit khawatir.

“Yah, tidak apa-apa. Aku cuma sedikit terkejut. Sekarang aku sudah baik-baik saja.

Kamu tidak perlu memaksakan diri. Jika kamu merasa tidak nyaman, aku bisa menunggu di sini sampai kamu merasa lebih baikan.

“Kalau itu sih jelas-jelas terlalu merepotkan.

Sepertinya Ayase-san juga tidak benci dengan taman hiburan seperti ini. 

Lagipula, aku sendiri juga sama

“Aku akan menjadi mahasiswa mulai musim semi nanti. Aku tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman baru. 

Aku ingin mencobanya tanpa prasangka walaupun aku merasa tidak terlalu nyaman. 

Aku mengumpulkan keberanian dan berdiri. 

Yuk, kita lanjutkan. 

Eh... serius? Kamu tidak memaksakan diri, kan? 

Tentu saja. Sebaliknya, perasaan detak jantungku yang meningkat ini justru membuatku kecanduan. 

Kamu mengatakan sesuatu yang berbahaya, ya. Aku mengerti perasaan itu karena aku menyukainya sih.

Tapi...Ayase-san melanjutkan.

Kamu bisa berhenti kapan saja jika kamu merasa tidak sanggup melakukannya, oke? 

Aku tahu kok.

Mungkin setelah menaiki wahana menegangkan berikutnya, aku akan ambruk dengan kakiku yang kembali seperti anak rusa yang baru lahir—meskipun itu mungkin terlalu berlebihan—. Aku yang dulu pasti sangat benci menunjukkan diriku yang seperti itu di depan Ayase-san. Itulah sebabnya aku terlalu memaksakan diri saat kamp pelatihan musim panas di kelas tigaku

Tapi sekarang perasaanku sedikit berubah. Aku tidak keberatan menunjukkan sisi diriku yang menyedihkan. Aku percaya Ayase-san tidak akan membenciku karena itu. 

Daripada merasa ragu untuk berubah, saat ini aku lebih tertarik mencari tahu tentang wahana yang disukai Ayase-san. Aku ingin menghargai keinginannya untuk mendukungku sama seperti aku ingin mendukungnya. 

Dan jika dia mau mendekat seperti ini, aku merasa itulah keuntungan bagiku. Meskipun aku takkan mengatakannya dengan lantang sih

“Aku akan mengirim pesan kepada Maru dan yang lainnya. Kamu mau naik yang mana?

Aku mau naik yang itu, yang ditarik pterosaurus!

...Eh? 

Itu kelihatannya menakutkan, tapi juga menyenangkan!

Aku hampir mengatakan bahwa aku lebih suka yang lebih tenang, tetapi aku menutup mulutku dan dengan senyuman kecil, aku mengangguk pada Ayase-san, Baiklah.

 

◇◇◇◇

Seperti yang dijanjikan, Maru dan Narasaka-san menghabiskan seluruh pagi untuk menaklukkan semua wahana menakutkan. 

Ha! Kenyang~kenyang~! 

Tapi kita baru mau makan sekarang, ‘kan? 

“Maksudnya aku sudah puas! Mungkin aku sudah cukup dengan wahana menakutkan untuk sementara waktu.

'Sementara waktu' menurut Narasaka berarti paling lama dua bulan... 

Jangan begitu domg, Tomo-kun. Rasanya lebih lama dari itu kok.

Sambil berkata begitu, Narasaka-san mengangkat empat jari dan tersenyum. Empat bulan... itu bukan waktu yang bisa disebut 'sementara waktu'. Maru menggelengkan kepala dengan nada lelah. 

Aku bisa tahan setengah tahun.

Itu tidak jauh berbeda dengan Narasaka-san. Kurasa kamu juga sama dengannya, Maru. 

Ngomong-ngomong, setelah itu aku menaiki dua wahana menakutkan lagi, dan itu sudah batas kemampuanku. Aku berjuang untuk menahan rasa asam yang muncul kembali ke lambungku. Ayase-san bilang dia akan terus menemaniku, tetapi aku merasa itu terlalu merepotkan, jadi aku menyerahkannya kepada Narasaka-san dan yang lainnya. Dia tampak menyesal karena hanya satu wahana yang kurang untuk menyelesaikan semuanya, tapi kurasa itu sudah lebih dari cukup. 

Restoran yang kami kunjungi untuk makan siang mengusung tema galangan kapal.

Aku mendengar bahwa itu pernah muncul dalam film, tetapi aku tidak tahu nama restorannya, jadi aku bertanya kepada Maru. Dia bilang itu adalah film tentang serangan hiu. Karena ada banyak film tentang serangan hiu, dirinya bilang, “Itu loh yang pertama,” dan langsung mengerti. 

Aku memang belum pernah menontonnya, tetapi film itu terkenal. Ia lalu mengajakku untuk menonton bersama berempat, tetapi ketika melihat Ayase-san yang mengernyitkan wajah di sebelahku, aku tersenyum kecut dan menolak. Dia tidak suka film horor. 

Mereka menjual paket sandwich dan minuman dengan harga yang cukup terjangkau, jadi kami memilih beberapa jenis berbeda sedikit demi sedikit. 

Ini, mungkin sandwich baguette? 

Ayase-san berkata demikian, tetapi Narasaka-san langsung menyangkalnya

Baguette itu roti Prancis, kan? Karena ini tidak terlihat keras di permukaannya, ini mungkin sandwich roti koppe! 

“Begitu, ya.

Meskipun saat itu sedang waktu makan siang, kami tidak perlu menunggu terlalu lama untuk sampai ke kasir. Mungkin karena ini adalah hari kerja sebelum liburan musim semi. Setelah membayar, kami menerima menu yang sesuai dengan perkiraan Narasaka-san, yaitu sandwich dengan isian daging dan udang di antara roti koppe yang lembut. Lihat, ucap Narasaka-san sambil tersenyum. Di wadah kertas tempat roti tersebut, ada gambar hiu yang menunjukkan gigi tajamnya. Dengan rahang besar, hiu itu tampak seolah akan memakan roti. Jadi, inilah hiu dari film hiu... 

Film ini... aku pasti tidak ingin menontonnya.

Ayase-san mengambil sandwich-nya dengan hati-hati. Bahkan gambar gigi di cetakan pun membuatnya takut. 

Kami berhasil mendapatkan tempat di teras yang kosong. 

Setelah duduk, kami saling menunjukkan isi sandwich masing-masing, sambil dengan semangat mengirimkan roti dan minuman ke perut kami yang semakin lapar. 

Setelah beristirahat sejenak, kami melanjutkan ke giliran sore. Kami perlahan-lahan menjelajahi atraksi yang direkomendasikan Narasaka-san. Berbeda dengan intensitas pagi yang menggebu-gebu, banyak wahana di sini yang lebih santai dan tenang. 

Yah, meskipun ada juga beberapa wahana yang selevel dengan seluncuran air. 

Ngomong-ngomong, sudah lama sekali sejak aku menyadari bahwa USJ dikenal dengan atraksi film Hollywood. Aku juga baru menyadarinya setelah banyak mencari informasi di media sosial. 

“Baru-baru ini, mereka telah melampaui batas film Hollywood dan secara aktif berkolaborasi dengan anime dan game terkenal di dunia! 

Narasaka-san menjelaskannya untukku. 

Ayase-san bertanya, Bahkan jika itu bukan film Hollywood?

Benar!

Begitu ya. 

“Yah, itulah sebabnya ada banyak papan iklan dengan desain yang terlihat familiar di mana-mana. 

Maru menambahkan, sambil menunjuk ke berbagai tempat di taman. Begitu kami masuk ke dalam taman dan melihat sekeliling, ada pemandangan yang sangat familiar bagiku dan Maru. 

Ada banyak atraksi yang diambil berdasarkan dari game dan manga. Sayangnya, kami melewatkan semuanya kali ini karena terlalu populer. Selain itu, Ayase-san hampir tidak mengenal satu pun dari mereka.

Wahana dalam rute rekomendasi Narasaka-san secara keseluruhan tidak terlalu ramai, tetapi tetap menyenangkan karena semua atraksi yang terkenal sudah ada. Suara kami berempat, terkejut dan tertawa, menggemakan di bawah langit Osaka. 

Saat matahari merah terbenam di balik taman, kaki kami sudah terasa lelah dan semua orang tampak kehabisan tenaga. Tapi itu sangat menyenangkan. 

Taman hiburan itu bagus sekali, iya kan!

Semua orang mengangguk setuju dengan kata-kata penutup Narasaka-san. Dia memang pemandu yang sangat baik. Berkat dirinya, kami jadi terlalu bersenang-senang sampai membuat kami lebih lelah daripada kemarin. 

Panduan Maaya sangat bagus. Terima kasih juga buat Maru-kun karena sudah membagikan berbagai pengetahuan yang kamu miliki.

“Iya dong. Puji terus, puji terus! 

Aku hanya mengatakan apa yang aku tahu. Mungkin ada yang salah, jadi pastikan untuk memeriksanya lagi.

Tidak, tidak. Maru memiliki pengetahuan yang lebih praktis daripada aku. Jika hanya sekadar teori, tidak akan ada artinya.

Aku membungkukkan kepala kepada Maru yang merendah. 

Ah, kalau kita bergerak sekarang, kita bisa menaiki transportasi dengan baik.

Ayase-san memeriksa jam dan berkata. Aku juga memeriksa jadwal. Kami segera menuju stasiun. Karena kami tidak mempunyai waktu untuk makan malam di restoran, jadi kami membeli bento di minimarket

Ketika kami kembali ke hotel, semua orang sudah terlalu lelah untuk berbicara. 

Kami masih ada jadwal satu hari lagi... 

Ini parah. Sepertinya kita harus tidur cepat hari ini, kata Maru. 

Semua orang entah bagaimana berhasil mengangguk setuju. Bahkan mengangguk saja sudah sangat merepotkan.

Setelah makan malam yang dibeli di minimarket, kami mandi dan segera berbaring. 

Dengan begitulah, hari kedua perjalanan kelulusan kami pun berakhir. 

Sebelum tertidur, tiba-tiba perasaan penyesalan melintas di pikiranku. 

Ah, seharusnya tidak begini. Aku seharusnya lebih aktif supaya Maru dan Narasaka-san bisa bersenang-senang... Apa yang sudah kulakukan hari ini? Aku merasa setengah waktuku terbuang sia-sia untuk memulihkan diri. 

Besok, aku bertekad untuk lebih baik, sambil berjuang melawan rasa kantuk yang menyelimutiku seperti lumpur, aku pun terjatuh ke dalam tidur. 

Dan caraku terjatuh itu, rasanya seperti terseret mundur dalam atraksi yang kami naiki siang tadi. Rasanya lebih seperti dipaksa kehilangan kesadaran daripada tidur dengan tenang. Hal itu seolah-olah melambangkan kecemasanku tentang menghadapi lingkungan baru dan kehidupan kampus yang tidak pernah kualami sebelumnya.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama