Roshidere Jilid 10 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4 — Otak Alisa Dihancurkan Berulang Kali

 

“Oi, Yuki, Alya sedang melihat! Alya sedang melihat kita, lho! 

“Tidak ada salahnya ‘kan~, kita tinggal tunjukkan saja padanya… Weeei~, Bendahara-chan, apa kamu melihatnya~? Masachika sedang memelukku di tempat tidur loh~! 

Jangan campur adukkan semuanya. Lepaskan 

Menerima tatapan dingin dari Alisa, Masachika mencoba mendorong Yuki menjauh. Namun, Yuki tetap menggenggam leher Masachika dengan kedua tangannya dan tidak mau melepaskannya.  

“Mou~, kamu kenapa sih, Masachika-kun? Bukannya kita berdua baru saja berpelukan begitu mesra~? 

Sambil mengeluarkan suara manis dengan nada seperti putri, Yuki mulai bersikap manja. 

Pada saat itu, Alisa berjalan mendekati mereka lalu dengan cepat menarik kerah belakang Yuki dan memisahkannya dari Masachika. 

Ah~~~lohh~~~~~”

Yuki berteriak dengan suara datar yang dibuat-buat sambil menggulingkan tubuhnya dengan cara yang komikal. Alisa memandangnya dengan tatapan mata dingin dan mencoba mengalihkan pandangannya ke arah Masachika—tetapi, dia melihat bokong Yuki yang terbuka tiga kali. 

Eh!?

“Oi~ Mary, cepat sembunyikan Mary~! 

Ups, maafkan aku.

Alisa menunjukkan ekspresi langka dengan mata terbelalak, hampir tertawa, dan Masachika mengalihkan pandangannya untuk memanggil Yuki. Kemudian, Yuki yang terbaring dalam posisi konyol mirip seperti adegan di komik lama, bangkit dan merapikan rok. Dia menatap Alisa sambil mengangkat alisnya. 

Oi, oi, pretty girl… Apa yang terjadi dengan wajahmu? Kalau kamu hampir tertawa hanya karena ini, kamu takkan bisa bertahan di rumah ini, loh~?” 

Jangan merendahkan martabat keluarga Suou. Hanya kamu satu-satunya yang aneh di rumah ini.

Benar sekali. Aku yang aneh ini, akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat kakek dan ibuku tertawa dari tempat yang tidak terlihat. Mari kita sebut saja, kunjungan ke rumah Suo yang tidak boleh tertawa...

Seriusan, hentikan itu, oke? Jangan pernah menunjukkan Jodie-mu dari belakang kakek, ya? Seriusan! 

Jodie...?

“Ini dia, Jodie.

“Hhhh!?

Saat Yuki mengangkat roknya untuk menunjukkan celana beruangnya, Alisa kembali menutup mulutnya lagi karena dia hampir tertawa terbahak-bahak

Kemudian, setelah entah bagaimana berhasil menahan tawa yang hampir keluar, dia menatap Yuki dengan campuran rasa kagum dan keheranan. 

Kamu benar-benar bisa menyembunyikan sifat aslimu di sekolah, ya...

Ini adalah penyamaran yang sangat baik, kan?

Ya, seriusan.... Sampai-sampai aku mengira kamu punya kepribadian ganda.

“Ara~ara~sampai dicurigai kepribadian ganda segala.... sebut saja itu sebagai 'mode Ojou-sama', oke?

Ugh, kepalaku lama-lama jadi ikutan gila...

Dengan sikap, cara bicara, dan bahkan nada suara yang berubah drastis, Yuki membuat Alisa menggelengkan kepala dan mengeluarkan suara yang belum pernah dia dengar sebelumnya. Melihat itu, Masachika berpikir bahwa Yuki yang bersemangat terlalu berlebihan untuk Alya yang serius,” Ia kemudian turun dari tempat tidur dan mendekati Alisa. 

Baiklah, Alya, mari kita pergi ke kamarku sebentar." 

Oh, aku juga~ aku juga~!

Namun, sebelum Alisa sempat menjawab, Yuki mencondongkan tubuhnya ke atas ranjang dan memeluk Masachika. 

Whoa... Enggak, kamu sih jangan ikutan! 

Kenapa sih, jangan tinggalin aku dong... ayo, aku mau naik!

Jangan naik, jangan naik!

Adiknya yang lincah itu mulai memanjat dengan tangan di bahu kakaknya dan kaki melilit tubuhnya. Masachika berusaha bertahan agar tidak terjatuh sambil memberikan komentar. Namun, Yuki tidak peduli dan memegang bagian bawah dada Masachika dengan kedua kakinya, lalu memeluk kepala kakaknya dengan erat. 

“Enggak mau~! Padahal kita baru saja berbaikan! Aku tidak mau jauh darimu! Jangan tinggalkan aku!

Aduh, aduk, tunggu, leherku bisa sakit, hentikan! 

Melihat Yuki yang bermain-main seperti anak TK, pipi Alisa mulai berkedut

…Hei, apa kalian berdua selalu seperti ini…?

“Hmm? Itu sih, tentu saja— 

Tidak, itu tidak benar. Rasanya lebih mirip seperti hujan yang membuat tanah menjadi padat.

“Mouu~, kamu kenapa sih, Onii-sama Apa kamu merasa malu karena ada Alya di sini?

Kenapa kamu—

Bersikap lebih manja dan menjadi lebih lengket dari biasanya? Hanya karena mereka berdamai, tidak mungkin hanya itu... Saat berpikir sejauh itu, Masachika tiba-tiba menyadari. Dia melihat ke atas dengan tatapan curiga. 

Kamu mulai menikmatinya, kan?

Merasa Yuki berhenti mengusap pipinya di atas kepala, Masachika melanjutkan. 

Ini pertama kalinya kamu menunjukkan sisi itu di depan teman, jadi... pasti kamu merasa senang, kan?

…Seperti yang diharapkan dari My sweet Onii-chansama. Kamu tahu segalanya dariku.

Yuki berkata demikian dengan nada serius dan melompat turun dari tubuh Masachika. Dia kemudian tersenyum sedikit minta maaf kepada Alisa dan berkata, 

Maaf ya, Alya-san. Ini pertama kalinya aku menunjukkan sisi seperti ini di depan orang lain selain keluargaku dan Ayano... jadi aku sedikit terlalu bersemangat.

Ah, be-begitu

Ekspresi muram Alisa langsung memudar, dan dia bergumam, Aku, yang pertama… lalu menunjukkan ekspresi yang sedikit angkuh namun tampak senang. 

Yah, jika itu yang pertama kalinyakurasa mau bagaimana lagi.

Hehe, terima kasih. Itu sebabnya aku sangat menyukai Alya-san.

“Be-Begitu? Terima kasih...

Alisa terkejut sejenak ketika mendengar pernyataan langsung yang tiba-tiba, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan sibuk memainkan rambutnya. Itu jelas merupakan cara untuk menyembunyikan rasa malunya. 

((Dia memang gampangan banget, ya…)) 

Suara batin kakak beradik itu secara tidak sengaja bersatu. Kemudian, Yuki dengan senyum lebar mengangkat kedua tangannya. 

Kalau begitu, mari kita berpelukan untuk berdamai. Tenang saja, tidak ada niat buruk sama sekali, kok!

Apa yang kamu katakan dengan wajah om-om hidung belang seperti itu?

Saat Yuki mulai berlari dengan kedua tangannya menggenggam di ketinggian bahu, Masachika menangkap kerahnya dengan kuat untuk menghentikannya. Beberapa detik kemudian, tampaknya Alisa juga menyadari maksud dari tindakan itu, lalu cepat-cepat menyilangkan kedua lengan di depan dada dan mundur. 

“Ka-Kamu ini... maksudku, kenapa kamu begitu tertarik dengan payudara? Bu-Bukannya kamu juga punya sendiri? 

Hah... itulah sebabnya kamu masih gadis yang polos." 

Dengan Masachika masih memegang kerah bajunya, Yuki menggerakkan bahunya dengan ekspresi kesal. 

Dengarkan baik-baik! Di dunia ini, ada empat jenis payudara... Payudara yang tidak bisa diremas. Payudara yang bisa diremas. Payudara yang bisa digenggam. Dan... payudara yang bisa dijepit.

“Memangnya itu hal yang harus dikatakan dengan ekspresi bangga?

Tanpa menghiraukan komentar dingin dari kakaknya, Yuki terus mengangkat tangannya ke dadanya. 

Aku memiliki payudara yang bisa diremas. Ayano memiliki payudara yang bisa digenggam. Sedangkan Alya-san... sepertinya sudah bisa dijepit." 

“Ap-Apanya...”

Eh? Tentu saja maksudnya adalah titi 

Pengemasan!

Masachika melemparkan adiknya ke atas tempat tidur, menggulungnya bersama selimut, dan sebagai sentuhan terakhir, meletakkan bantal di atas wajahnya, mengabaikan suara “guhee” dari Yuki dan mengarahkan Alisa ke arah pintu. 

Ayo, kita pergi. Jika terus bersama orang ini, rasanya pasti akan melelahkan. 

“Pria yang mencoba membawa seorang wanita ke kamarnya untuk alasan yang masuk akal berhak ngomong apaan sih... bukannya yang begitu~ jauh lebih melelahkan~? Bukannya main tusuk-tusukkan jauh lebih melelahkan~? 

Yup, sebaiknya jangan mendengarkan omongannya. 

Mengabaikan suara teredam dari bawah bantal, Masachika mendorong Alisa keluar. Saat mereka hampir keluar dari ruangan, dia memberi tahu Ayano yang berdiri di samping pintu dengan suara pelan. 

(Karena dia terlalu bersemangat setelah sembuh, tolong biarkan dia istirahat.)

(Baik, saya mengerti.)

“Hm? Ayano?

(Ada apa?)

Masachika merasa ada yang aneh dengan ekspresi Ayano yang mengangguk dan menatap wajahnya dengan seksama, tetapi Ayano hanya menundukkan kepala dengan ekspresi datar seperti biasanya. 

…Baiklah, aku menyerahkan sisanya padamu. 

Ya.

Masachika berpikir dalam hati, Apa itu cuma perasaanku saja? dan mengikuti Alisa keluar dari ruangan. 

Kemudian sambil mengkhawatirkan perilaku Ayano, dirinya menuju ke bekas kamarnya, membuka pintu, dan menyambut Alisa. 

Silakan masuk... meskipun aku tidak tahu apa bisa menyebut ini kamarku.

Permisi...

Alisa yang masuk dengan sedikit ragu-ragu diikuti oleh Masachika yang menutup pintu dari belakang. Kemudian, Alisa perlahan-lahan melihat sekeliling ruangan di mana waktu seolah berhenti beberapa tahun, tampak sepenuhnya melupakan keributan sebelumnya, dan bergumam dengan emosi mendalam

“Jadi kamu dibesarkan di sini, ya?

Ya, aku juga terkejut ruangan ini masih seperti ini.

…Boleh aku menyentuhnya?

Silakan. 

Dengan izin Masachika, Alisa berdiri di depan rak buku, menarik buku terdekat dan membolak-balik isinya sambil mengerutkan dahi. 

Kamu membaca ini saat masih SD?

Hm? Mana, mana? ....Oh, aku ingat pernah membacanya. Tapi rasanya aku tidak sepenuhnya memahaminya saat itu.”

Masachika terkekeh sambil menatap buku tentang sejarah modern dan urusan dunia yang dipegang Alisa dengan penuh rasa nostalgia. 

“Begitu... ya, rasanya jadi mulai terasa nyata.

"Eh? Apanya?

Saat Masachika mengangkat pandangannya, matanya bertemu dengan senyuman Alisa. Dia menunjukkan sekeliling ruangan dengan tatapannya dan berkata dengan suara lembut, 

“Bahwa kamu pernah menjadi Suou Masachika... dan berusaha keras untuk menjadi penerus keluarga Suou di rumah ini... semuanya itu merupakan kenyataan. Ya. Sekarang, aku akhirnya mengerti.

...

Di mata Alisa yang berbicara, mungkin dia sedang membayangkan sosok Masachika yang masih kecil belajar dengan giat. Masachika tidak tahu harus bereaksi bagaimana dan hanya mengangguk samar, lalu Alisa bergumam

Kamu juga... sudah berusaha keras, ya?

Eh?

Ah, tidak. Aku berpikir... bahwa kamu itu orang yang bisa melakukan apa saja tanpa perlu berusaha.

Setelah melihat tatapan bingung Masachika, Alisa sedikit merasa canggung, lalu dia melihat rak buku yang penuh dengan buku tebal dan melanjutkan, 

Tapi kamu benar-benar berusaha sejak kecil. Upayamu pasti lebih keras dariku... setelah memikirkan hal itu... ya. Aku merasa sangat menyesal telah salah paham tentangmu.

...

Itu adalah sesuatu yang belum pernah dipikirkan Masachika sebelumnya, sehingga dirinya tidak bisa langsung memahaminya. Namun, Alisa menyentuh punggung buku di rak sambil berbicara dengan suara lembut, 

Setiap buku di sini... setiap usaha yang kamu lakukan membentuk dirimu yang sekarang... aku sangat senang bisa menyadari hal itu.

...

Masachika terdiam ketika mendengar kata-kata yang tak terduga tersebut

Usaha. Dirinya merasa bahwa itu adalah sesuatu yang paling jauh darinya. 

Selama ini, Massachika merasa bisa beradaptasi dengan baik hanya dengan bakat yang diwarisi dari orang tuanya. ...Ya, ia selalu berpikir demikian. Namun... 

(Usaha sebagai Suou Masachika...) 

Jika dipikir-pikir, memang ada hal-hal yang terlintas. 

(Setelah dipikir-pikir kembali.... alasan aku bisa masuk Akademi Seirei itu karena aku belajar dengan giat saat tinggal di rumah ini...) 

Meskipun Masachika memiliki kemampuan belajar yang luar biasa, sulit untuk masuk ke sekolah SMA yang paling sulit di Jepang hanya dengan enam bulan belajar untuk ujian. Hal itu mungkin bisa dilakukan karena dirinya sudah belajar dengan fokus untuk masuk Akademi Seirei saat tinggal di rumah ini. 

(Dari rumah ini, aku belajar keterampilan sosial yang membuatku bisa berbicara dengan siapa saja. Sikap yang tidak membuat orang lain merasa tidak nyaman.)

Tak diragukan lagi, semuanya berkat usahannya di masa lalu sehingga Masachika mampu bersaing dengan anak-anak dari kalangan kelass atas di Akademi Seirei, walaupun ia berasal dari keluarga kelas menengah

(Dan, kemampuan bermain pianoku juga...) 

Bagi Masachika, piano adalah pusat dari hari-hari bahagianya bersama ibunya, sekaligus menjadi pemicu keretakan hubungan mereka, dan simbol dari cinta dan benci terhadap ibunya. Namun... piano tersebut kini bermanfaat dalam kampanye pemilihan. Kemampuan Masachika dalam menggagalkan konspirasi Yushou dan mendapatkan dukungan dari Elena merupakan hasil dari kerja kerasnya dalam mengasah keterampilan bermain piano. 

(Ah, begitu ya...) 

Dirinya tidak perlu menyangkal hari-hari yang telah dilaluinya sebagai Kuze Masachika. Ia tidak perlu merasa bahwa itu adalah kesalahan. Itulah yang diajarkan Alisa padanya tiga hari yang lalu. 

Dan itu juga berlaku untuk Suou Masachika. Sekali lagi, Alisa mengajarinya tentang hal ini. Hari-hari di mana dirinya berusaha keras untuk menjadi penerus keluarga Suou. Ia ingin memenuhi harapan kakeknya dan mendapatkan pujian dari ibunya... Namun, Masachika kehilangan nilai dari kedua hal tersebut dan menganggapnya semua sia-sia pada hari-hari itu. 

(Tapi... Alya mengakuinya.) 

Hanya itu saja. Hanya dengan hal itu, Masachika merasa bahwa dirinya sangat dihargai. Dirinya bisa merasa bahwa hari-hari itu tidaklah sia-sia. 

...

Eh, a-ada apa? 

Tanpa disadari, buliran air mata perlahan-lahan mengalir dari sudut mata Masachika. 

Alisa terkejut dan membuka matanya lebar-lebar, lalu dengan penuh perhatian bertanya, tetapi Masachika sendiri tidak mengerti arti dari air mata ini. Mungkin ini adalah... air mata Suou Masachika. 

(Ah, sekarang aku bisa...) 

Massachika merasa bisa mengakui diri masa lalunya yang ingin dipuji oleh ibunya. Diri yang menolak saat merasa kecewa dengan ibunya. Ia menyadari bahwa dirinya merupakan orang bodoh yang berjuang untuk sesuatu yang tidak berharga, dan bahwa ia hanyalah Suou Masachika yang murni dan polos yang telah diabaikan. 

Apa kamu baik-baik saja...?

Alisa menyentuh pipi Masachika dengan tatapan khawatir. Sentuhan dingin itu membuat Masachika menyadari bahwa pipinya terasa panas. 

Ah, tidak, aku baik-baik saja—

Masachika berusaha tersenyum seperti biasanya dan ingin mengalihkan perhatian... tetapi entah mengapa kata-kata tersebut tidak bisa keluar. 

(Begitu rupanya, sebenarnya aku tidak baik-baik saja selama ini...) 

Dirinya menyadari hal itu. 

Aku... 

Eh?

Aku...

Dengan suara lembut Alisa dan sentuhan tangan yang canggung mengusap pipi, Masachika perlahan mengeluarkan suara bergetar. 

Aku..... benar-benar, sudah berusaha keras... ‘kan?” 

…Iya.

Aku ingin dipuji oleh ibuku... jadi, aku sudah berusaha keras selama ini...! 

Ketika Masachika mulai menumpahkan semua unek-unek dari lubuk hatinya, air mata mengalir deras. Namun, pada saat yang sama, ia merasakan sedikit demi sedikit beban di dadanya mulai ringan... Masachika memejamkan matanya. Alisa terus mengusap pipinya dengan lembut. 

 

◇◇◇◇

 

Kamu sudah sedikit tenang?

Ah, iya.

Sudah berapa lama waktu berlalu? Saat air mata mereda, hati Masachika terasa luar biasa tenang. 

(Aneh sekali, sekarang aku tidak merasakan penderitaan apapun melihat pemandangan di rumah ini...) 

Perasaan tidak nyaman seperti menggores kenangan pahit yang terpendam di dalam hati. Perasaan yang selalu mengikutinya selama berada di rumah ini kini sepenuhnya menghilang. 

Semua ini berkat gadis yang sekarang ada di sampingnya... Masachika mengambil tangan Alisa yang ada di pipinya, menempelkan dahinya di punggung tangannya, dan berlutut di tempat itu. 

Eh, Ma-Masachika-kun!?

Sambil menggenggam tangan Alisa, Masachika menatap wajahnya yang bingung dan dengan tulus mengungkapkan. 

Terima kasih, Alya. Kata-katamu... telah menyelamatkanku yang sekarang dan diriku yang dulu. Perkataanmu itu membuatku mulai bisa melangkah maju setelah sekian lama terhenti. Sungguh, aku benar-benar sangat berterima kasih padamu. 

Alisa membelalakkan matanya ketika mendengar kata-kata tulus Masachika... dengan ekspresi sedikit malu, dia mengalihkan pandangannya. 

Ekspresi itu, curang banget... 

Eh?

“In-Ini sudah cukup, ‘kan! Mouu! Rasanya memalukan, jadi cepatlah berdiri!

…Iya, iya.

Saat Alisa berteriak dengan suara yang tak tertahankan, Masachika berdiri dengan senyum masam. 

…Tapi, apa yang kukatakan tadi itu berasal dari hati, oke? Aku benar-benar berterima kasih padamu, Alya." 

Ah, ya... aku juga memiliki hal yang bisa kuucapkan terima kasih, jadi kita saling berterima kasih, kan?

Setelah mengatakan itu dengan nada yang datar, Alisa menambahkan pelan, Berkatmu, duniaku jadi terlihat lebih luas... 

…Begitu ya. Baiklah, mari kita anggap saja begitu.

Melihat partner-nya mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi tersipu, Masachika mengangguk dengan wajah lembut. Lalu, ia menyeka jejak air mata dan mengubah nada bicaranya menjadi lebih ceria. 

Ngomong-ngomong, aku sudah menceritakan semuanya pada Alya, jadi mungkin aku harus menjelaskan situasi yang lebih detail kepada orang-orang yang diundang ke pesta ulang tahun.

Eh...? Ah iya, ngomong-ngomong, katanya Nonoa-san dan Sayaka-san sudah tahu tentang hubunganmu dengan Yuki.

Eh? Siapa yang memberitahumu?

…Dari Nonoa-san sendiri. Dan... maafkan aku." 

Hah? Kenapa?

Masachika terkejut ketika Alisa tiba-tiba menundukkan kepalanya, dan Alisa berkata dengan penuh penyesalan. 

Semalam Nonoa-san bertanya apa kamu baik-baik saja pergi ke rumah Suou... saat itu, aku tidak sengaja memberitahunya bahwa kamu berencana kembali ke rumah Suou.

O-Ohh, begitu ya? Hmm, kurasa dia tidak akan membicarakannya dengan aneh, jadi tidak apa-apa...

Masachika mencoba memahami situasi dan berpikir bahwa mungkin Alisa merasa khawatir dan tidak sengaja membicarakan masalahnya dalam bentuk curhat. 

(Hmm? Gadis itu khawatir tentang seseorang...?) 

Sekilas perasaan aneh itu melintas di pikirannya, tapi Masachika segera berpikir bahwa mungkin itu hanya rasa penasarannya dan mengabaikannya. Namun, meskipun Masachika sudah memaafkannya, ekspresi Alisa masih terlihat tidak ceria. 

Begitu sih, tapi... aku berpikir kamu lebih dulu mengungkapkan rahasiamu kepada Nonoa-san dan Sayaka-san dibandingkan aku... Jadi, aku merasa sedikit marah dan tanpa sengaja membicarakan masalahmu padanya... jadi, maafkan aku.

“AAh, jadi begitu...

Akhirnya Masachika menyadari apa yang membuat Alisa merasa bersalah dan mengangguk. 

Tidak, kurasa wajar saja kamu mengeluh begitu, jadi kamu tidak perlu khawatir. ...Benar, rasanya tidak bisa disalahkan jika kamu berpikir begitu. Tapi, asal kamu tahu saja, sebenarnya Nonoa pernah bertemu denganku di masa lalu. Aku juga tidak mengingatnya, tetapi katanya kami pernah bertemu di acara pertunjukan piano.

Oh, jadi begitu... 

Iya. Karena dia mengetahui kalau aku memiliki nama belakang Suou dan... ada alasan samar yang mengatakan bahwa mataku dengan Yuki kelihatan mirip, jadi dia bisa menebaknya. Dan kemudian, Sayaka mengetahuinya dari Nonoa. 

Begitu rupanya. Aku benar-benar minta maaf, aku...

Tidak, itu benar-benar tidak masalah.

Masachika menghentikan Alisa yang ingin menundukkan kepala sekali lagi, sambil berpikir samar di sudut kepalanya, Eh? Sepertinya ada sesuatu yang terlupakan... Namun, ia kembali melanjutkan pembicaraan. 

Jadi, kurasa sudah saatnya memberitahu anggota lainnya bahwa aku dan Yuki adalah saudara kandung. Mereka pasti takkan membicarakannya ke orang lain... Tentu saja, aku harus berdiskusi dengan Yuki juga. 

…Begitu. Jika kamu merasa itu tidak masalah, kurasa itu juga tidak apa-apa. 

Setelah mengatakan itu, Alisa sedikit menundukkan kepalanya. 

“Tapi kalau begitu, Yuki-san... itu...

Alisa merasa ragu-ragu untuk mengatakannya, tetapi Masachika yang menangkap maksudnya langsung melambaikan tangan. 

Tidak, kurasa dia tidak akan mengungkapkan sifat aslinya, kan? Cukup membicarakan bahwa kami adalah kakak beradik kandung saja...

Oh, begitu. Iya, benar...

…Ngomong-ngomong, aku ingin menanyakan sesuatu padamu, apa kamu baik-baik saja tadi? Aku bisa membayangkan kalau Yuki terus-menerus menggodamu... 

Mengingat Alisa yang memukul-mukul dadanya dengan wajah cemberut, Masachika bertanya dengan penuh perhatian, dan Alisa tersenyum pasrah seolah-olah sudah menyerah. 

(Oh, sepertinya dia sudah menyerah untuk berpikir) 

Masachika hampir mengangguk sebagai tanda setuju... tapi, tiba-tiba Alisa menangkap kerahnya dengan kedua tangannya. 

Apa itu! Hei, apa-apaan sih dia itu!? 

“Ah, jadi kamu belum bisa mencerna semuanya ya... Hmm, aku juga tidak tahu apa itu.

Meskipun Alisa mengguncangnya ke sana kemari dengan ekspresi yang menakutkan di wajahnya, Masachika tahu betul perasaannya dan tidak bisa membantahnya

“Gadis itu... meskipun aku tidak ingin mengatakannya, di dalam kepalanya pasti ada yang tidak beres, kan!?

Hmm, aku tidak bisa membantahnya sama sekali. 

Sebenarnya, Masachika sudah berkali-kali memiliki pemikiran kalau ‘dia itu gila’ tentang Yuki dalam mode adik perempuannya, jadi dirinya tidak bisa membantah. Bagi Alisa yang hanya tahu tentang mode Ojou-samanya, perbedaan tersebut pasti terasa lebih mencolok. 

Justru karena ia memahami situasi tersebut, Masachika hanya menerima kemarahan Alisa dengan tenang... Namun, ketika Alisa berhenti dan mulai menghembuskan napas berat, ia mengangkat kedua tangannya dan berkata. 

Ahh~ Aku sih cuma bisa memberi satu saran... jangan coba-coba berbicara dengan Yuki dalam keadaan seperti itu. Ketika dia bercanda dengan serius, dia sering berbicara tanpa berpikir, hanya mengikuti suasana dan semangat. Jadi, tidak ada gunanya mencoba memahami kata-kata yang tidak keluar dari otaknya.

Jadi, apa yang harus kulakukan...? 

“Kurasa mau tak mau kamu harus menjawab dengan nada yang sama... meskipun itu kelihatannya sulit, yah.... kurasa mau tak mau kamu harus membiasakan diri.

Aku tidak ingin terbiasa dengan itu.

Tenang saja, jangan khawatir. Kamu sudah bisa menanggapi leluconku lebih baik daripada sebelumnya, kan? Aku yakin kamu pasti bisa! 

Kamu malah mengatakannya dengan santai sekali... maksudku, kamu sadar bahwa kamu sedang mempermainkanku, kan? 

Uh... ya, gitu deh.

Alisa menatap Masachika dengan tajam, lalu menghembuskan napas dan melepaskan tangannya dari kerahnya. Setelah melihat kemeja Masachika yang kusut dan dasi yang berantakan, dia sedikit mengerutkan alisnya dan mulai merapikannya dengan bibir yang sedikit mengerucut. 

Yah... aku minta maaf karena sudah melampiaskan kemarahanku padamu. 

Tidak masalah kok. Aku mengerti perasaanmu yang sulit untuk langsung melampiaskan kemarahanmu padanya yang kecil dan baru pulih. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku ikut bertanggung jawab atas apa yang membuatnya menjadi seperti itu...

“Begitu....Ngomong-ngomong, bagaimana caramu mengikat ini? Sepertinya selalu condong ke satu sisi.

“Jadi kamu melakukan ini tanpa mengetahui caranya?

“Mau bagaimana lagi, aku belum pernah mengikat dasi sebelumnya...

Ugh, kalau gitu, kamu tidak perlu memaksakan diri untuk merapikannya... 

Aku tidak suka menyerah di tengah jalan!

Meskipun kamu bilang begitu, aku juga tidak bisa tahu situasi sekarang tanpa cermin.

Meskipun Masachika menundukkan pandangannya sejauh mungkin, simpul dasi di lehernya tidak terlihat. Sebagai gantinya, yang terlihat adalah wajah cantik Alisa yang berjuang keras membenarkan dasi dengan ekspresi serius. Kulitnya yang putih halus dan mata berkilau yang dikelilingi bulu mata panjang. Setelah menatapnya dari jarak yang sangat dekat, Masachika tiba-tiba merasa malu karena pernah menangis di depan gadis ini. 

(Mumumu... sangat memalukan...) 

Ditambah lagi, situasi di mana dasinya sedang diperbaiki membuatnya merasa seolah kembali menjadi anak kecil... Masachika pun menundukkan wajahnya. 

Mm... Baiklah. Bagaimana dengan ini?

Alisa melepaskan tangannya dari dasi dan menatap wajah Masachika dengan cepat. Melihat Masachika yang berpaling seolah menyembunyikan sesuatu.... Alisa berkedip beberapa kali, lalu dengan ekspresi terkejut, dia langsung menutupi dadanya dengan cepat dan melangkah mundur. Melihat sikap itu, Masachika menyadari bahwa ia sedang dituduh melakukan sesuatu yang tidak pantas, dan buru-buru menyuarakan pembelaannya

Tunggu sebentar. Sepertinya kamu salah paham tentang seuatu?

Salah paham...?

Aku tidak melihatnya. Sungguh, aku tidak melihatnya sama sekali.

Apanya?

Jadi, umm... maksudku tentang... dadamu.

Kalau begitu, kenapa kamu berpaling dengan wajah canggung dan malu-malu begitu? 

Itu karena... 

Masachika terdiam dan tidak bisa menjawab karena harga diri sebagai pria, Alisa kemudian semakin menurunkan tatapannya. 

“Kamu benar-benar bejat... Jadi, kamu memang melihatku dengan cara seperti itu, ya?

Tidak, itu mungkin salah paham! Kurasa kamu sudah mendengarkan pembicaraanku dengan Yuki... tentang payudara besar, kan? Itu hanya untuk menyamakan pembicaraan dengan Yuki! Seriusan! Aku hanya menjawab dengan semangat yang sama!

Jadi, kamu mengakui bahwa kamu menganggapku memiliki payudara besar?

Itu... karena, sebenarnya memang besar, ‘kan... 

Dalam situasi yang hanya akan menggali lubang lebih dalam dan hanya akan berujung pada pelecehan seksual, Masachika mengecilkan suara dan mengalihkan pandangan. 

Tapi, sungguh, aku tidak melihatnya dengan cara yang cabul... bahkan sekarang, aku benar-benar tidak melihat dadamu... 

…Oh, benar juga. Masachika-kun, kamu tidak menganggap pakaian yang tidak terbuka sebagai cabul, kan? 

Tidak, uh, yah, iya. 

Masachika semakin mengalihkan pandangannya dan menjawab dengan ragu-ragu di mulutnya... di luar jangkauan pandangannya, ekspresi Alisa berubah. 

“~~

Setelah sebelumnya menunjukkan ekspresi dingin, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi ekspresi menyenangkan dan sumringah seolah-olah menemukan lawan yang bisa diajak bermain. Tanpa sadar, ekspresinya sangat mirip dengan yang ditunjukkan Yuki kepada Alisa sebelumnya, tetapi Alisa tidak mengetahuinya dan perlahan-lahan mendekati Masachika. 

Jadi... kamu berpikir aku terlihat seksi dalam pakaian renang, kan? 

…Tanpa komentar.

Diam dianggap sebagai persetujuan.

…Tanpa komentar.

Oh iya, benar juga.... ngomong-ngomong, sewaktu aku memakai gaun saat malam festival kemarin, kamu juga sangat antusias mengintip dadaku... Apa kamu juga berpikir itu kelihatan seksi saat itu?

“Mau sampai kapan ini bakal berlangsung? 

Sampai kamu mengakui semuanya dengan jujur. 

Kenapa kamu berusaha mencoba membuatku mengaku!? 

Karena aku merasa tidak nyaman jika pasanganku selalu melihatku dengan cara seksual.

Pada tahap ini, nada suara Alisa sepenuhnya kehilangan nuansa penghinaan, dan digantikan oleh nada geli yang menyenangkan. Masachika pun menyadari hal ini dan mengerutkan alisnya sambil menatap Alisa. 

Tidak, seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku tidak selalu menatapmu dengan cara seksual. Seriusan. 

Mengenai hal ini, Masachika benar-benar berbicara jujur, jadi ia menegaskan ketidakbersalahannya dengan nada yang lebih tegas... Namun, bertentangan dengan perkiraannya, Alisa tidak menunjukkan tanda-tanda gentar. Dia menyipitkan mata dengan anggun dan mengangkat dagunya, bertanya. 

“Hmm~? Meskipun begitu, sepertinya kamu selalu mencuri pandang ke arah dadaku?

…Itu karena naluri pria.

“Hee, jadi, kamu tidak memandangku dengan cara seksual, ya? 

Tentu saja.

Oke, baiklah. 

Alisa menjawab dengan nada yang sepertinya tidak sepenuhnya percaya pada jawaban Masachika, dia lalu menyilangkan tangan di bawah dadanya dan dengan sengaja mengangkat bahunya. Payudaranya yang montok nan mengesankan terdorong ke atas dari bawah dan terlihat menonjol ke depan. 

Sekilas, kupikir kamu jelas-jelas melihatnya? 

Itu jelas-jelas curang.

Curang apanya? Jika tidak ada yang terbuka, kamu tidak akan melihatnya dengan cara yang mesum, kan? 

Kamu menyadari apa yang sedang kamu lakukan, kan? Lagipula, terkejut melihatnya bukan berarti aku melihatnya dengan cara seksual.

Sambil menghela napas dalam-dalam, Masachika sengaja membuat wajah lelah dan berkata. 

Ngomong-ngomong, kenapa kamu terkadang bersikap agresif seperti itu?

Agresif seperti apa?

“Sudah kubilang, itu... seperti saat malam festival kemarin, yang itu...

Yang itu?

Jadi... tidak, kamu pasti tahu maksudku, ‘kan!

Alisa dengan sengaja mengangkat alisnya seraya berpura-pura tidak tahu sehingga membuat Masachika tidak bisa menahan diri untuk berteriak. Kemudian, dengan ekspresi curiga di wajahnya, Alisa mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menyilangkan lengan kirinya di bawah dadanya, dan dengan tangan kanannya.... dia membuka kancing ketiga dari kemeja putihnya dan menariknya ke samping. 

Maksudnya yang begini? 

“Ka-Kamu?!

Dari celah kemejanya, Masachika bisa melihat dua bukit kembar yang besar terlihat saling berdekatan membentuk lembah yang jelas dan... bahkan bra berwarna biru muda pun terlihat sedikit, membuat Masachika mau tak mau jadi menatapnya. 

“Ara~, jelas sekali kalau pandangan matamu jadi berubah. 

Namun, dirinya terkejut oleh suara Alisa yang sangat menyenangkan, sehingga Masachika mengerahkan semua akalnya untuk menarik pandangannya dari situ dan berteriak dengan suara campur aduk. 

“Su-Sudah kubilang! Kenapa kamu tiba-tiba melakukan hal seperti itu?!

…Karena reaksimu sangat menghibur? 

Kamu, kamu ini... badanmu pasti terlalu tegang!

Masachika menggertakkan giginya karena benar-benar terguncang dan menggaruk kepalanya dengan kedua tangan sambil mengeluarkan suara. 

Ngomong-ngomong, serius, jangan lakukan hal seperti itu pada pria…!

Kenapa?

Karena kamu tidak bisa mengeluh apapun jika terjadi sesuatu!

Setelah mengucapkan itu dengan nada lepas, Masachika menatap Alisa dengan tajam. Namun, Alisa tidak terpengaruh dan kembali menyilangkan tangannya, mengangkat bahunya dengan bingung. 

Ara, kamu mau menyentuhnya? 

!?

“Aku sama sekali tidak keberatan, kok? Jika kamu mau menyentuhnya. 

Alisa menekan dengan kuat dari bawah, semakin memperlebar celah bajunya dan memperlihatkan lembah yang menggoda. 

“Tapi... Kamu harus mengatakannya dengan jelas jika kamu ingin menyentuhnya. 

Alisa tersenyum menggoda dan bersuara dengan nada provokatif. 

Masachika yang sudah terbiasa melihat Alisa dalam seragamnya, kini terhenti berpikir karena pemandangan tidak realistis di mana dadanya yang montok terlihat sedikit dari bawah pita merahnya. 

Di otaknya yang terhenti, suara Alisa yang sedikit malu dalam bahasa Rusia kembali terdengar

Apa kamu mau mencoba.... menjepit sesuatu di sini? 

(~~~~~!!) 

Pernyataan bombastis yang keluar dari mulut Alisa membuat pikiran Masachika mendidih── 

(Hei! Kamu pasti tidak tahu apa yang harus dijepit, kan!?) 

Alisa mungkin salah paham bahwa itu maksudnya tentang tangan karena setelah memijat dan menggenggam muncul kata menjepit. Begitu menyadari... saat yang sama suara akal sehatnya bergema di dalam otak, Bagaimana mungkin bisa melakukan sesuatu pada gadis yang begitu polos ini! Masachika menggenggam tinjunya erat-erat, mencakar telapak tangannya dengan kuku. 

Ugh, ggg...

Sambil menggeram, dia menundukkan wajahnya dan menatap ke bawah. Kemudian, dengan suara yang terdengar seperti memuntahkan darah, Masachika menyatakan. 

“Aku ingin menyentuhnya, tapi aku tidak akan menyentuhnya... karena aku ini, seorang pria sejati...!

Dengan ekspresi pahit yang membuat Masachika ingin berkomentar seolah-olah dia sedang melakukan seppuku, Alisa mengedipkan matanya beberapa kali sebelum tertawa kecil. 

“Araa~ begitu ya? Tapi dengan wajah yang begitu tegang, kurasa kamu tidak terlihat seperti pria sejati atau semacamnya.”

Pria sejati ialah seseorang yang behasil mengatasi hawa nafsunya sendiri.

“Fufu, benar juga... kamu memang seorang pria sejati. 

Jadi, mm, apa kamu bisa mengancingkannya kembali?

Mm~?

Alisa mencondongkan tubuhnya dan menatap Masachika, yang memohon sambil menunduk. Lalu dia menyeringai lebar dan berkata, 

Kalau begitu, sebagai imbalan karena aku sudah memperbaiki dasimu... maukah kamu mengancingkannya untukku?

Ugh, apa?!

Kalau kamu seorang pria sejati, kamu pasti bisa mengancingkannya dengan rapi, kan?

Dia mengatakannya dengan senang hati sambil duduk tegak, Alisa lalu menyilangkan kedua tangannya di belakang. Pose itu seolah-olah dia tidak berniat memasangnya sendiri, membuat Masachika terdiam. 

(Eh, seriusan?!) 

Masachika tak kuasa menatap wajah Alisa dengan tajam, tetapi Alisa tetap tersenyum gembira... Masachika merasa bingung. 

(Tidak, jelas-jelas ini sudah terlalu berlebihan!! Apa yang terjadi?! Kamu, biasanya sangat memegang teguh prinsip moral, kan?! Apa kamu terpengaruh oleh sesuatu dari Yuki?!)

Jangan-jangan ini kerena rasa persaingannya dengan Yuki yang terlihat sangat akrab dan selalu menempel erat padaku. Meski begitu, ada yang namanya batasan juga kali... Setelah berpikir sejauh itu, Masachika tiba-tiba menyadari. 

(Tidak, ini bukan persaingan... lebih mirip seperti dia berusaha melampiaskan emosinya padaku? Karena dia sudah dipermainkan dan diolok-olok Yuki.) 

Yuki sedang menggila dan menggodanya secara sepihak, memperlakukannya seperti mainan... apa dia tanpa sadar melampiaskan stres itu kepada Masachika? Jika dipikirkan baik-baik, dia sendiri pernah mengeluh, Aku bakalan jadi gila... 

(Begitu rupanya. Sebagian dari rasa kesal karena sudah dipermainkan Yuki dan sebagian lagi karena dia ingin menggodaku ya...) 

Menyadari hal itu, Masachika merasa tenang, lalu dengan ekspresi kasihan, ia meletakkan tangannya di kedua bahu Alisa dan berkata lembut. 

Alya, kamu pasti merasa Lelah, ya...

…Apa-apaan dengan reaksimu yang mirip seperti dokter di rumah sakit itu?

Masachika yang tiba-tiba beralih dari pria sejati menjadi dokter membuat Alisa sedikit kecewa. Namun, Masachika menggelengkan kepalanya dengan tatapan sedih. 

Tidak, tidak apa-apa. Aku mengerti perasaanmu.

Apa-apaan dengan cara bicaramu yang menjijikkan...

Alisa menatapnya dengan tatapan tajam ketika Masachika berbicara dengan nada feminin yang mencurigakan, lalu Alisa melepaskan tangannya yang disilangkan di belakang dan mengangkatnya hingga ke dadanya. 

Benar, pasanglah kancingnya dengan benar, oke? Karena kamu seorang gadis, jadi kamu harus menjaga kesehatanmu dengan baik.

Masachika merasa lega karena Alisa tampaknya kembali ke akal sehat... namun, itu hanya berlangsung sesaat. Karena Alisa tersenyum lebar dan berkata, 

Kalau tidak cepat dikancingkan... jumlah kancing yang terbuka akan bertambah, lho?

Dengan tekanan dari dalam yang seolah-olah akan meledak, Alisa meletakkan tangannya di kancing kedua. Dalam serangan yang tidak terduga, Masachika membuka matanya lebar-lebar dan tersentak mundur. Melihat reaksinya itu, Alisa tersenyum menggoda dan perlahan-lahan membuka kancingnya── 

Jangan sok pamer begitu meski kamu masih perawan ting-ting yang mulus!! BANG!

…Tiba-tiba, peluru tajam terdengar dari arah pintu. Dan, peluru itu pergi tanpa jejak.

““........””

Mereka berdua dibuat tertegun bersamaan, menatap pintu yang sebentar terbuka dan kemudian tertutup. 

…Apa-apaan itu? Tadi? 

…Apa yang baru saja terjadi?"

Mereka berdua bergumam dengan linglung, tapi mereka akhirnya memahami apa yang baru saja dikatakan. Alisa menggenggam kedua tangannya erat-erat, matanya terbuka lebar, dan dia mengeluarkan suara terengah-engah. 

Eh, ha...? Apa... apa yang dia katakan? Ap-Apa dia barusan bilang pe-perawan? Eh, maksudnya mulus itu apa...? 

Meninggalkan Alisa yang tampak tidak bisa tenang dalam berbagai arti, Masachika mendekati pintu, membukanya, dan memeriksa koridor. Namun, sosok adiknya sudah tidak ada di sana. 

Memang benar kalau aku masih... tapi, kenapa... maksudnya, sampai mana dia mendengar... eh, sebenarnya aku sedang... kok, jadi terlihat seperti, pelacur, begini!?

Saat Masachika berbalik, Alisa tampak cepat kembali ke kesadarannya. Melihat wajahnya yang semakin memerah, Masachika menyimpulkan bahwa lebih baik baginya untuk tidak ada di sini, lalu berkata dengan suara pelan

“Beristirahatlah dengan tenang.

Setelah berkata demikian dan menutup pintu, Masachika menghela napas. 

(Aku terselamatkan... tidak, aku diselamatkan. Apa bisa dianggap begitu?) 

Masachika bertanya pada dirinya sendiri dan sedikit menggelengkan kepala sebelum menuju ke kamar Yuki. Setelah mengetuk dan menerima jawaban, dirinya masuk dan menemukan Yuki tersenyum menantang seperti bos terakhir yang menunggu penantangnya di atas kursi. 

“Oya? Apa kamu baik-baik saja meninggalkan Alya-san? My brother yo~.

Kamu ini... apa maksudnya dengan perkataanmu tadi? 

“Yang mana?

Apa maksudmu dengan mulus... sejak kapan dan bagaimana kamu bisa mendengar percakapan di dalam? 

“Jika ditanya bagaimana, itu sih...

Yuki mengambil gelas dari meja dekatnya, membalikkan gelas itu, dan menempelkan bagian bawahnya di telinga. 

“Begini, dengan menempelkan gelas ke pintu.

Betapa klasiknya. Eh, apa itu benar-benar bisa didengar?

Tidak, jujur saja tidak terlalu kedengarannya... tapi entah kenapa, aku bisa merasakan kalau Onii-chan sedang panik dan Alisa tampak senang, jadi aku merasa Alisa sedikit terbawa suasana. 

Apa-apaan dengan kemampuan yang bisa mendeteksi kehadiran itu...”

Hehe, aku memiliki sensor ahoge yang bisa mendeteksi gelombang komedi romantis... 

“Gitu, ya.

Yuki terlihat ceria sambil menunjuk kepalanya dan mengatakan hal-hal konyol, tapi ketika Masachika memberikan reaksi dingin, dia segera melepaskan sikap berlebihan itu dan mengangkat bahu. 

Jadi, kalau ditanya dari mana aku mendengarnya, mungkin jawabannya adalah aku tidak mendengar apa-apa? Oh, dan soal perawan mulus, ya? Yah, aku cuma berpikir kalau Alya-san kelihatan seperti gadis perawan polos yang belum pernah melihat 'tit*t'.

Apanya yang 'tit*t', memangnya kamu masih anak SD!? 

Ah, ngomong-ngomong, maksudku 'tidak tumbuh' dalam arti perawan mulus──”

“Mendingan tidur saja sana. 

Masachika dengan cepat mendekat, mengambil gelas dari tangan Yuki, menggendongnya ala putri, membawanya ke tempat tidur, menutupi dengan selimut, dan membaringkannya dengan lembut. 

“Zzzzzzz.

Baiklah, dia sudah tidur.

Saat Masachika mengangguk puas, diirnya mendengar suara ketukan pintu, dan Ayano masuk dengan membawa botol kecil. 

Masachika-sama...?

Dia pasti mengira Masachika bersama Alisa. Melihat Ayano yang memiringkan kepalanya dengan penuh tanda tanya, Masachika berbicara pelan. 

(Aku percayakan sisanya padamu. Oh, dan juga...) 

Masachika merasa sedikit ragu sejenak dan menutup mulutnya. Namun segera setelah itu, ia menguatkan tekad dan menatap langsung ke mata Ayano. 

(Kamu tahu ibu sedang ada di mana?)

(Yumi-sama, ya...? Jika Anda mencari Yumi-sama, dia mungkin ada di kamarnya...)

(Begitu ya, terima kasih.)

(? ...Ah, dan nenek bilang jika Anda tidak keberatan, dia ingin mengundang anda untuk makan malam... Alisa-san juga diundang.) 

(...Tidak, aku akan menolak. Alisa juga pasti makan malam di rumahnya.)

(Baiklah, saya mengerti.)

...

Masachika mengamati ekspresi Ayano yang menunduk. 

(? Ada yang salah?)

(...Ayano, apa ada sesuatu yang terjadi?)

(Tidak, tidak ada apa-apa...)” 

(Benarkah?)

Entah kenapa, Masachika merasa ada yang berbeda dari biasanya, tetapi jika itu hanya perasaannya, ia memutuskan untuk menerima. 

(Jika ada sesuatu yang terjadi, kamu bisa mencertikannya padaku atau Yuki kapan saja, oke?)

(Ya, terima kasih.) 

(...Hmm.)

Masachika dengan lembut meletakkan tangannya di kepala Ayano dan keluar dari ruangan. 

…Baiklah. 

Dirinya mengumpulkan keberanian dan memutuskan untuk menuju ke kamar ibunya. 

 

◇◇◇◇

 

Masachika-san... eh, benarkah?

Ruang piano keluarga Suou. Masachika membuka tutup tuts piano besar yang terpasang di sana, sementara Yumi mengamati dari pintu masuk ruangan. 

Seolah-olah takut untuk mendekat, tapi juga tidak bisa melarikan diri, Yumi tidak bergerak dari tempatnya. Setelah melirik ibunya sejenak, Masachika menatap tuts piano dan mulai berbicara. 

Sebenarnya, aku tidak begitu menyukai piano.

“!!

Merasa kehadiran Yumi yang terkejut, Masachika melanjutkan tanpa melihat ke arahnya. 

Yah, bukan hanya piano saja sih... Semua les yang aku ambil di rumah ini, aku tidak terlalu ingat pernah merasa suka atau senang saat melakukannya.

Meskipun terdengar seperti sindiran, Masachika mengungkapkan perasaannya tanpa emosi negatif. Yumi terus mendengarkan dengan tenang. 

Tapi baru-baru ini... aku melakukan sesi mendadak dengan teman-teman band di sekolah. Saat itu, entah kenapa, aku merasa senang... Kupikir itu adalah pengalaman pertamaku menikmati musik.

Masachika melihat sekeliling ruangan piano yang hampir tidak berubah sejak dulu dan tersenyum kecil. Tidak ada lagi rasa sakit di matanya, hanya ada kerinduan yang menyentuh dan kehangatan terhadap masa lalu. 

Aku teringat... dulu sekali. Ketika aku dan Yuki masih sangat kecil... sepertinya, sebelum kami mulai belajar piano dari guru piano... aku pernah bermain piano bersama ibu. Yah, aku tidak tahu apakah itu bisa disebut 'bermain'.

Sebenarnya, rasanya lebih seperti mereka hanya mengganggu permainan ibunya. Yuki yang suka usil sejak kecil, akan menyela saat ibunya bermain dan mengeluarkan nada rendah yang keras. Sementara Masachika sendiri, dengan nada tinggi yang mungkin tidak bisa disebut sebagai harmoni, ikut menambah suara. Meski begitu, ibu mereka hanya tersenyum lembut dan menyesuaikan diri dengan permainan anak-anaknya. 

Walaupun kami hanya mengeluarkan suara sesuka hati... tapi aku menyukai masa-masa itu.

Tanpa mengetahui dasar-dasar piano dan tanpa niat untuk memainkan lagu, mereka hanya bermain-main dengan ibu dan adiknya melalui piano. Saat itu, Masachika pasti menikmati piano. Dirinya menyukai piano. 

Dirinya menyampaikan dengan jelas perasaan tersebut kepada ibunya. 

Aku... suka piano ibu. Sungguh.

Mata Yumi terbelalak mendengar kata-kata Masachika. Sambil terus menatap matanya, Masachika memohon dengan tulus. 

Jadi... maukah Ibu memainkannya untukku? 

Jika begitu, Masachika merasa bisa mengingatnya. Saat mulai belajar piano dengan serius dan berusaha untuk memainkannya dengan baik, dirinya kehilangan... perasaan bahwa meskipun tanpa tujuan, ia bisa menikmati piano dengan murni. Dan juga... perasaan Suou Masachika yang menyayangi ibunya. 

Setidaknya sekali saja. Kumohon, bisakah Ibu melakukannya?” 

Yumi menerima tatapan putranya dalam keheningan... Dia hampir mengalihkan pandangannya sesaat, tapi kemudian dia menutup mata dan menatap Masachika kembali. 

…Baiklah.

Kemudian, Yumi melangkah masuk ke dalam ruangan piano──

 

◇◇◇◇

 

Tiba-tiba, bunyi permainan piano menggema di dalam rumah keluarga Suou

Ayano, yang sedang mengawasi Yuki di samping tempat tidur, mendongak sejenak dan menyadari bahwa suara itu berasal dari Yumi, sambil berpikir dalam hati, Mengapa di waktu sekarang?”.

Namun, ketika nada baru ditambahkan ke dalam permainan, Ayano terbelalak. 

Eh... 

Suara keterkejutannya terlepas dari mulutnya tanpa disadari

Bunyi itu jelas berbeda dari pertunjukan pertama. Ayano sangat mengenal baik bunyi itu... hanya saja, permainan itu terdengar cukup canggung untuk pemilik bunyi yang dia pikirkan. Namun... 

(Ah...) 

Tidak ada niat khusus untuk bermain dengan baik, dan sebenarnya tidak terlalu baik, bahkan terdengar seolah-olah hanya saling membalas tuts. Namun, permainan itu sangat menggugah hati Ayano. 

(Ah, ah...!) 

Ayano memejamkan mata, mencengkeram roknya, dan menyembunyikan wajahnya. Di hadapannya... Yuki sedang berbaring di tempat tidur sambil tersenyum tenang menghiasi wajahnya.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama