Jinsei Gyakuten Volume 2 Chapter 4 Bahasa Indonesia

 

Chapter 4 — Berbaikan dengan Teman Masa Kecil

 

──Sudut Pandang Endou──

 

Di taman pada sore hari, aku memeriksa perkembangan rencanaku saat ini. Aku berjasli membuat hubungan tim sepak bola menjadi berantakan. Sekarang tinggal menunggu mereka hancur secara alami. Seharusnya aku juga bisa mengucilkan Mitsuta, yang paling dekat dengan Kondo di klub itu. Pada akhirnya, isu foto itu pasti akan sampai ke telinga Kondo. Jika itu yang terjadi, dirinya pasti akan merasa putus asa karena dikhianati oleh orang yang paling dia percayai di dalam tim. 

Dan jika hubungan Kondo dengan Amada Miyuki juga hancur, ia akan sepenuhnya terkucilkan

Ini adalah rencana untuk mengembalikan keputusasaan yang dirasakan Aono kepadanya. 

Dibandingkan dengan apa yang dialami Aono Eiji, rasa sakit yang dirasakannya itu tidak ada apa-apanya... Eiji tidak hanya dikhianati oleh teman masa kecilnya, tapi dirinya juga dituduh melakukan kesalahan, sehingga dikucilkan di sekolah. Aku merasa tindakan ini sangat kejam hingga tidak bisa dianggap manusiawi. 

Oleh karena itu, aku akan sepenuhnya mengambil tempatnya. Sama seperti yang sudah ia lakukan kepada temanku. Dan Kondo yang dikucilkan pasti akan menghubungi dalang di balik kejadian ini. Aku akan menemukan semua sumber masalah dan menjatuhkan mereka bersama-sama. 

Setelah itu, aku akan menerima hukuman apapun. Jika aku bisa menjatuhkan mereka ke dalam neraka, aku rela melakukan apapun. 

“Yo, Endo! Aku jarang melihatmu belakangan ini!

Saat aku sedang berpikir keras di bangku, seseorang tiba-tiba memanggilku. Rupanya itu Imai. 

“Yah, aku hanya sedang berjalan-jalan sebentar. Imai, apa kamu sedang berlari untuk meningkatkan staminamu? Tapi, kalau dipikir-pikir, hari ini adalah hari libur, ‘kan?

Ia terlihat kehabisan napas dan mengenakan pakaian olahraga yang nyaman. Meskipun sekarang masih bulan September dan cuacanya cukup panas, dirinya tampak tidak kelelahan. Ia memang olahragawan dan akademisi sejati

Ya! Aku sengaja libur hari ini karena aku harus melakukan sesuatu. Endou, kmau jangan terlalu memaksakan dirimu. Jika ada yang terjadi, kamu bisa bilang padaku kapan saja.

Imai tersenyum lebar. Namun, ada sedikit perbedaan dalam senyumannya

Aku menyadari bahwa ia mengkhawatirkanku. 

Memang benar. Imai cerdas dan memiliki keberanian. Mungkin aku telah melakukan kesalahan ketika bertemu dengannya pada hari aku merencanakan sesuatu untuk klub sepak bola. Tidak, dirinya bukan orang yang gampang mengkhianati dan pasti akan menghormati keinginanku. Jadi, sepertinya ia sengaja berpura-pura tidak melihatnya

“Apaan maksudnya? Aku hanya berjalan-jalan saja, kok. Bukannya kamu terlalu khawatir? Meskipun baru sembuh dari sakit. 

Aku tertawa untuk mengalihkan perhatian. Hanya sedikit rasa bersalah yang menggangguku. 

Benar juga. Jadi, apa yang akan aku katakan selanjutnya adalah omong kosong dari orang yang terlalu khawatir, jadi tolong abaikan saja.

Aku merasa tersentuh dengan kebaikan hati temanku. Tanpa sadar, aku hampir melepaskan kdeok sebagai pembalas dendam yang dingin. Namun, aku berjuang keras untuk menahan dorongan itu, tersenyum dan mengangguk. 

Aku tidak tahu secara detail apa yang ingin kamu lakukan, Endou. Aku tahu ada sesuatu yang terjadi, tapi kurasa itu sesuatu yang seharusnya tidak perlu kuselidiki terlalu dalam. Tapi, tolong jangan terlalu gampang mengorbankan dirimu. Mungkin, tujuan yang kamu kejar itu akan melibatkan pengorbanan diri di akhir. Jangan mengatakan sesuatu yang menyedihkan bahwa pengorbanan diri itu adalah cara untuk membalas budi kepada Aono. 

Mendengar kata-kata itu, jantungku berdegup kencang. Detak jantungku semakin cepat, sampai aku merasa sedikit sesak. 

Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan.

“Iya, itulah sebabnya ini cuma ocehan ngelanturku saja. Tapi sebagai teman, aku ingin terus berteman baik denganmu. Aku ingin kamu tersenyum, sebagai teman. Aku meyakini Eiji juga pasti berpikir begitu. Jika kamu terluka, dirinya mungkin akan merasa sedih.”

Aku terdiam saat melihat temanku yang seolah-olah sudah memahami segalanya. 

Apa kamu tahu semua yang ingin aku lakukan? 

Aku bertanya dengan hati-hati, dan ia menggelengkan kepala. 

Aku sudah menyelidiki hubungan antara Kondo dan Endo yang menjadi pusat keributan ini. Tapi, aku tidak mendalami lebih jauh. Jadi, aku hanya bisa berspekulasi.

Tidak, jika Imai mau menyelidikinya, ia pasti bisa mencari tahu apa yang terjadi saat SMP. Dan fakta bahwa dia juga menyebut nama Aono menunjukkan bahwa ia mungkin sudah menyadari segalanya. 

Kebaikan dan kehangatan yang tulus membuatku merasa diperhatikan. Tempat yang selalu aku inginkan ternyata sudah bisa kudapatkan kembali. Aku benar-benar merasakan betapa berharganya itu. 

Namun, setelah sampai sejauh ini, aku tidak bisa mundur begitu saja. Aku tidak bisa berhenti. Demi mengalahkan Kondo dan dalang di balik semua ini. 

Terima kasih, Imai. 

Aku mengucapkannya dengan susah payah, dan Imai menanggapinya dengan tersenyum. 

“Tentu. Kalau gitu, biar kuceritakan tentang kisah masa lalu. 

Masa lalu?

Ya, mengenai bagaimana aku bisa berteman baik dengan Eiji, kamu pasti tertarik. 

“Benar. Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah mendengar tentang itu. 

“Semuanya bermula ketika kami masih SD. 

“Semasa SD? Kalian sudah berteman sejak dulu, kan? Kalian kan teman masa kecil. 

Ya, kami memang sering bermain bersama sewaktu kecil. Tapi, aku tidak menganggapnya sebagai sahabat. Mirip seperti cuma kenalan lama. 

“Hee, jadi ada masa-masa seperti itu. Sulit untuk membayangkannya sekarang.

Sambil berpikir begitu, aku teringat bahwa aku juga memiliki dua teman masa kecil. Hubunganku dengan Eri telah berakhir, dan dengan satu laginya menjadi jauh. Karena aku telah mengatakan hal yang buruk kepadanya yang berusaha membantuku. Tidak ada yang bisa dilakukan. Semuanya karena salahku

Jadi, meskipun aku sendiri yang mengatakan ini, aku sebenarnya cukup pandai melakukan banyak hal, dan karena itulah aku dijauhi di kelas. Kalau diingat-ingat lagi sekarang, semuanya itu salahku, kami harus menari sebagai persiapan lomba olahraga, dan aku bisa mengingatnya dengan cepat, tetapi gadis di sebelahku kesulitan dalam olahraga dan tidak bisa mengimbangiku. Sekarang aku mengerti. Kalau tidak bisa, ya sudah. Dia hanya bisa belajar secara perlahan-lahan. Tapi, saat itu aku masih anak-anak.

Aku mengangguk sambil mendorongnya untuk melanjutkan. 

Jadi, tanpa sadar aku langsung mengatakannya. Kenapa kamu malas sekali sih? Sekarang kupikir-pikir lagi, ucapanku memang terdengar cukup kejam. Akibatnya, gadis itu mulai menangis, dan hampir semua orang di kelas melihatku dengan tatapan sinis. Aku menjadi semakin dikucilkan, dan tidak ada yang mau berbicara dengan kecuali Eiji.

“Jadi Aono masih mau berbicara denganmu, ya.

“Itulah yang menakjubkan darinya. Dirinya rela mengambil risiko dikucilkan juga, tapi ia tetap memperlakukanku seperti biasa. Bukan hanya itu saja. Ia bahkan sedikit demi sedikit membimbingku agar bisa kembali ke dalam lingkaran kelas. 

Membimbing? 

Ketika ada soal pertanyaan sulit, ia segera mulai mengandalkanku. Lalu, dirinya menciptakan suasana di mana aku bisa dengan lembut mengikuti Eiji. Itu juga dengan sedikit bercanda. Ketika terjadi masalah di kelas, Eiji mulai memperlakukanku seolah-olah aku adalah penasihatnya. Ia berusaha mengembalikan kepercayaan dari teman-teman di kelas. Dengan begitu, jarakku dengan teman-teman di kelas semakin dekat, bahkan ada laki-laki yang mulai bercanda denganku seperti yang dilakukan Eiji.”

Begitu ya. Ternyata Aono memang orang yang hebat.

Ya, aku diselamatkan berkat dirinya. Mungkin ia sudah melupakan semuanya. Meskipun ia melakukan hal yang begitu besar. Atau mungkin karena dia memang orang yang besar hatinya. Karena itulah, aku seharusnya lebih cepat menyadari masalah pembullyan kali ini. Namun, aku terlambat bertindak dan telah melukainya sampai tidak bisa diperbaiki. Aku ini, pria yang tidak tahu berterima kasih.

Itu tidak benar. Hanya saja waktunya tidak pas. Lagipula sekarang, kamu berusaha keras untuk Aono.

“Karena hanya itu yang bisa kulakukan. Dia adalah harapanku, mirip seperti matahari. Aku tidak akan pernah memaafkan orang-orang yang melukainya. 

Aku sangat memahaminya. Aku juga salah satu yang diselamatkan oleh Aono. 

Bagaimana dengan Endo?

Ngomong-ngomong, aku berteman dengan Imai melalui Aono, jadi aku belum membicarakannya. Jika ia sedang menyelidiki masa laluku, sepertinya tidak masalah untuk membicarakannya. 

Jadi, aku harus mengulang setahun karena Kondo dan kawan-kawannya. Tidak banyak orang yang mau mengulang setahun di masa SMA. Jadi, meskipun aku masuk, aku tidak bisa membuat banyak teman. Tapi, aku sudah siap dengan itu. Aku tidak keberatan jika aku sendirian. Lagipula, setelah memalui masa-masa tidak sekolah dan berhasil masuk SMA, orang tuaku sangat senang sampai menangis, jadi aku merasa berharap lebih itu terlalu berlebihan.

Sekarang giliran Imai untuk mendengarkan. 

“Seperti yang kamu ketahui, orang-orang sepertiku itu langka, jadi rumor tentangku semakin menyebar dan terlalu dibesar-besarkan. Lalu, saat pergantian tempat duduk pertama di kelas, aku duduk dekat Aono. Aku terus membaca novel, hanya berharap waktu berlalu. Tiba-tiba ia berkata, 'Endo, aku juga suka penulis itu.'

Itu memang khas Aono. 

Aku terkejut. Dirinya tiba-tiba memanggil nama depanku dengan santai, dan berbicara seolah-olah kami sudah berteman lama. Sejak saat itu, kami terus membicarakan novel. Ia bahkan mengajakku ke restoran cepat saji setelah sekolah karena katanya masih ingin berbicara. Kami berdua makan kentang ukuran L dan terus berbicara. Jarak antara kami jadi aneh.

“Itu memang bikin ngakak. 

Tapi, berkat Aono, aku bisa mulai berbicara dengan orang lain, dan mendapatkan teman seperti Imai.

Ah.

Sayang sekali saat pemilihan jurusan di tahun kedua, kelas kami terpisah.

“Orang itu juga ingin berbicara denganmu.

Itu bisa terjadi setelah semuanya selesai. Ketika aku di SMP, aku melarikan diri tanpa berjuang, sehingga orang baik seperti Aono menjadi korban orang itu. Jadi, aku tidak bisa memaafkannya. Aku merasa harus mengeluarkan orang itu dari sini. 

Aku sengaja tidak mengatakan lebih dari itu. Imai juga mengerti. 

Setelah itu, kami berdua terdiam. 

Baiklah, aku akan kembali sekarang. Tapi kamu selalu bisa memberitahuku jika kamu membutuhkan sesuatu. Lagipula, kamu juga teman penting bagiku. 

Dengan mengatakan itu, Imai kembali berlari. Mungkin ia mendengarkan musik saat berlari. Ia sedang mengoperasikan ponselnya. Aku juga harus pulang.

Karena besok aku harus bangun pagi-pagi juga.

Saat berpikir begitu dan berusaha keluar dari taman, aku melihat seorang gadis berpakaian seragam dari sekolah lain. Ketika aku mencoba untuk lewat... 

Tunggu, Kazuki, kamu Endou Kazuki, kan? 

Suaranya terdengar sangat familiar. Suara seorang gadis. 

Itu suara dari satu lagi teman masa kecilku, berbeda dengan Eri. Dia adalah gadis yang berusaha membantuku bangkit ketika aku dikhianati oleh Eri. 

“Ini aku, Doumoto Yumi. Apa kamu mengingatnya? 

Seolah-olah waktu terhenti sejenak. Kenapa dia ada di sini... tidak, ada yang aneh tentang Imai tadi. Dirinya tahu tentang masa laluku di SMP. Artinya, ia mendengar cerita dari orang-orang yang terlibat di SMP. Apa semua ini bagian dari rencananya? 

Orang yang sudah lama ingin aku minta maaf kini tersenyum di hadapanku. Senyumnya tidak berubah dari yang dulu. Karena itulah, aku tanpa sadar berbicara seolah-olah aku masih sama seperti dulu. 

Yumi... Mana mungkin aku melupakanmu. Sudah lama kita tidak ketemu, ya. 

Suara lembut dari teman masa kecil yang sudah lama tidak kudengar. Nada bicaranya kini jauh lebih tenang. Rambutnya yang dulunya panjang berwarna coklat keemasan kini sudah dipotong pendek. Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah pada hari kelulusan setelah aku mengurung diri. 

Setelah ditinggalkan Eri dan merasa putus asa hingga tidak masuk sekolah, ada banyak teman yang datang menjengukku. Namun, karena aku tidak ingin bertemu siapa pun, aku menolak mereka dengan dingin, dan jumlah kunjungan itu perlahan berkurang. 

Di antara mereka, Yumi lah satu-satunya teman masa kecilku yang terus datang hingga akhir. 

Senang sekali rasanya bisa melihatmu. Karena tidak ada kabar sama sekali, kupikir kamu benar-benar sudah melupakanku. 

Dia tersenyum sedikit sedih. Melihatnya, hatiku terasa nyeri. 

“Mana mungkin aku bisa melakukannya. Aku tidak punya hak untuk itu.

Akhirnya, aku merasa takut dengan kebaikannya. Aku memiliki trauma dari Eri yang dulunya sangat baik tetapi berubah. 

Hak? Apa itu? Meskipun begitu, aku merasa kesepian karena tidak ada kabar darimu.

Dia berbicara seolah mengeluh, tidak ada perubahan dari yang dulu. 

Aku telah menolak Yumi yang telah bersikap baik padaku dengan cara terburuk. Aku tidak bisa menghubungimu. Aku bahkan tidak memiliki hak untuk bahagia. 

Aku adalah pengecut yang melarikan diri dari kebaikannya. Setelah kejadian itu, teman-temanku dari SMP menjauh. Itulah nasib yang pantas didapatkan bagi orang pengecut seperti diriku. 

Kamu masih baik, ya, seperti biasanya.

Baik? Aku?

Aku terkejut mendengar ucapannya yang tak terduga itu dan bertanya lagi. 

Iya. Sejujurnya, bahkan sekarang jika kupikir-pikir lagi, kurasa aku terlalu tidak peka. Karena aku mencoba melewati batas yang seharusnya tidak kulewati tanpa mempertimbangkan perasaan Kazuki yang paling menderita dan ingin dibiarkan sendiri. Aku selalu menyesali hal itu. Karena Kazuki orang yang baik, jadi kupikir kamu terlalu menyalahkan dirimu sendiri, tapi aku juga bersalah. Maafkan aku.

Saat itu. Hari kelulusan SMP. Dia mengantarkan buku kenangan dan sertifikat kelulusan ke rumahku saat aku tidak masuk sekolah. Hanya dia yang aku percayai, jadi orangtuaku mengizinkannya masuk ke dalam kamarku.

 

※※※※

 

Hei, Kazuki? Sebentar saja tidak masalah. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan saat liburan musim semi? Tinggal di kamar saja hanya akan membuatmu merasa tertekan.

Dia selalu peduli padaku. 

Tapi kurasa aku merasa cemas karena tidak bisa mengikuti ujian masuk dan tidak bisa menghadiri upacara wisuda. Aku melampiaskan rasa frustrasiku padanya. 

Berisik. Kamu tidak akan pernah mengerti perasaanku. Kamu sih enak. Sekarang ada kehidupan SMA yang menyenangkan menantimu. Berbeda denganku... Entah itu rasa simpati atau rasa keadilan yang diwariskan dari ayahmu, itu hanya menggangguku. Tolong, tinggalkan aku sendiri. 

Hanya mengingat kata-kata itu saja sudah sangat menyakitkan. Yumi setiap hari berusaha agar aku tidak tertinggal dalam belajar, mengantarkan lembaran tugas dan formulir pendaftaran ujian negeri. 

Dan aku justru melemparkan kata-kata jahat kepada orang yang telah berbuat baik padaku. 

Dia pun mulai menangis tersedu-sedu seolah tali kesabarannya sudah putus. 

Maafin aku ya. Aku memang tidak mengerti perasaan Kazuki sama sekali. Ini benar-benar sebuah pemaksaan yang kejam. Maafkan aku.

Mendengar kata-katanya, rasa penyesalan yang mendalam menghantamku. Aku benar-benar pria yang tidak tahu diuntung

Terombang-ambing oleh kebencian dan penyesalan pada diri sendiri, aku tidak bisa berkata apa-apa. 

Beberapa detik kemudian, dia berkata, Maafkan aku, aku pulang sekarang, lalu keluar dari kamarku. Terakhir, dia meninggalkan kata-kata, Selamat tinggal, Kazuki. Aku sudah lama memendamnya karena kamu berpacaran dengan sahabatku, Eri, tapi... Sebenarnya, aku menyukaimu.

 

※※※※

 

“Semuanya berkat dirimu, Yumi. Sekarang aku bisa bersekolah di SMA seperti ini.

Kami duduk di bangku dan berbicara perlahan. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, rasanya kalimat tersebut datang dari lubuk hatiku

Begitu ya. Syukurlah kika aku bisa membantumu melangkah sedikit lebih maju. Apa campur tanganku yang berlebihan sedikit ada manfaatnya?

Itu bukan campur tangan yang berlebihan. Saat itu, aku melampiaskan kemarahan... Kini aku sadar betapa berartinya semua itu. Memang, kita baru menyadari pentingnya sesuatu setelah kehilangannya. 

Dia tersenyum lembut. 

Hei, Kazuki. Aku sudah mendengar banyak hal dari Imai-kun. Ia pintar. Ia langsung menyadari bahwa kamu sedang bermasalah dan sepertinya melakukan banyak penyelidikan. Menggunakan media sosial dan sebagainya. Ia akhirnya sampai menghubungiku melalui berbagai teman.

Ternyata begitu. Ini... 

Jadi, izinkan aku untuk mengatakannya. Ini adalah kata-kataku sendiri. Maafkan dirimu sendiri. Tidak ada alasan bagi Kazuki untuk tidak berhak bahagia. Aku adalah orang yang paling mengerti itu. Selain itu, teman-teman dari SMP juga mengkhawatirkanmu. Meskipun mereka sibuk dengan ujian dan mencari pekerjaan, mereka semua sangat peduli dan membantu Imai dalam mencari solusi untukmu. Mereka senang mendengar bahwa kamu bersekolah di SMA dan memiliki teman baik seperti Imai.

Kenangan tentang tempat yang penuh kasih itu tiba-tiba membanjiri kepalaku. Aku teringat akan kehangatan yang sudah kupendam dalam-dalam untuk menjadi seorang pembalas dendam. 

Tapi… aku…” 

Wajah teman-temanku yang telah kutolak dengan kejam muncul berulang kali dalam pikiranku. 

“Jadi, berbahagialah, Kazuki. Karena kamu orang yang sangat baik.” 

Dia menggenggam tanganku yang dingin. Tangan yang dingin itu perlahan mulai menghangat. 

“Terima kasih.” 

Hanya itu yang bisa kukatakan. 

“Kazuki, beri tahu aku kontakmu.” 

Aku merasa itu adalah kata-kata penyelamat yang seharusnya menghubungkanku dengan dunia yang hangat. Tanpa sadar, aku meraih tangan hangat dan lembut yang terulur itu.

 

※※※※

──Sudut pandang Doumoto Yumi──

 

Aku berhasil berbaikan dengan Kazuki. Ia juga memberitahuku kontak barunya yang telah berubah. Sebenarnya, aku ingin berbicara lebih banyak, tapi aku tidak bisa menemukan kata-kata yang pas untuk mengutarakannya. Kurasa Kazuki masih terbebani oleh Kondo dan pacarnya. 

Bukan sebagai hubungan pria-wanita, tetapi karena rasa tanggung jawab bahwa ia seharusnya menghentikan mereka berdua supaya mereka tidak lepas kendali. Imai-kun memberitahuku garis besar apa yang terjadi sekarang. Tampaknya ia sudah melakukan banyak penyelidikan demi bisa membantu Kazuki dan temannya, Aono-kun, dan berhasil sampai padaku melalui beberapa teman. 

Teman-teman lain juga mengatakan, 

Syukurlah, aku senang melihat Kazuki melangkah maju.” 

Aku juga berpikir begitu. Kazuki benar-benar bergerak maju. Oleh karena itu, aku berharap dirinya berhenti melakukan hal-hal berbahaya. Ia tidak perlu terluka lebih jauh. 

Namun, dirinya pergi. Ia mengatakan klaau masih ada hal yang harus ia selesaikan. 

“Hei, Kazuki… Jika semuanya sudah berakhir, maukah kamu kembali padaku? Maukah kamu memberitahu jawabanmu waktu itu?” 

Aku berbisik pelan kepada Kazuki yang sudah pergi. 

Hari itu, hari terakhir aku bertemu Kazuki. Aku bertindak egois. 

Aku ingin membantu Kazuki yang terpuruk. Aku ingin pergi bermain berdua seperti dulu dan tertawa bersama. Itulah sebabnya aku tidak bisa menyerah, pergi menemuinya, dan mengantarkan berbagai hal. Aku berniat melanjutkannya meskipun sudah masuk SMA. 

Namun, setelah mendengar kata-katanya, aku menyadari bahwa itu hanya membuatnya semakin tertekan. 

Karena itulah, aku melarikan diri. Aku takut, merasa bahwa aku telah menghancurkan hidup Kazuki, dan itu sangat menakutkan. 

Meskipun begitu, aku tidak ingin dia melupakan diriku, dan aku menyampaikan perasaanku. 

Kazuki bukannya tidak mau menjawabku. Ia tidak bisa bertemu denganku karena aku takut mendengar jawabannya. Jika dirinya mengatakan kalau aku sudah merusak hidupnya dan menolakku, aku pasti tidak akan bisa bangkit kembali. 

Itu bukanlah perasaan sebenarnya dari Kazuki. Ia hanya mengucapkan kata-kata yang tidak ingin kudengar saat merasa tertekan dan sedikit marah. Aku tahu itu, tapi aku tidak bisa melangkah maju. 

Itulah sebabnya aku sangat berterima kasih kepada Imai-kun. Tanpanya, aku tidak akan punya keberanian untuk melangkah maju lagi di hadapan Kazuki. 

Ia memanggilku Yumi lagi. 

Saat ini, cuma itu saja sudah cukup. 

Oleh karena itu, aku mohon Tuhan… tolong jangan buat dirinya menderita lagi

Teman masa kecilku yang sangat kucintai sudah terluka cukup parah… 

Kumohon, tolong maafkan dirinya.

 

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama