Moto Ansatsusha, Kizoku no Reijou Vol 1 Bab 9 Bahasa Indonesia

 

Catatan: Karena Penerjemah sebelumnya hilang enggak ada kabar, jadi Mimin Kareha yang bakal nerusin LN ini.

Bab 9 — Kebaikan yang Congkak dan Senyum yang Tersirat

 

“Selamat datang di kediaman kami, Pangeran Heinrich, Pangeran Evan.”

Aku terus mengabaikan surat-surat Heinrich, tetapi mengirim surat singkat kepada Evan untuk memberitahunya tentang surat-surat Heinrich. Alhasil, entah kenapa, mereka berdua datang mengunjungi rumah Violette.

Aku merasakan adanya insiden menjengkelkan yang akan datang.

“Selena, Rosemary, tolong antar para pangeran ke ruang tamu,” kata Amaryllis.

“Baik, Ibunda,” kataku.

Tentu saja, kata Rosemary.

Kupikir Heinrich sebaiknya lebih sering mengunjungi kediaman Violette karena dia sudah bertunangan dengan Rosemary, tapi dirinya justru belum pernah kemari sebelumnya. Mereka baru bertunangan enam bulan yang lalu, dan ini pertama kalinya ia ke sini. Mungkin itu sebabnya Rosemary hampir melompat-lompat kegirangan. Dia bahkan berpegangan erat pada lengannya tanpa meminta izin. Aku mengerutkan kening ketika melihatnya.

Adikmu sangat energik sekali, ya, ucap Evan dengan senyum geli sambil menyaksikan pertarungan berlangsung sementara Rosemary berpegangan erat pada lengan Heinrich. Ia tampak kurang senang dengan hal itu.

Mengapa kamu di sini? tanyaku.

Bukannya itu ssudah jelas?” jawab Evan.

“…Untuk mengawasinya?” aku menambahkan.

Senyum Evan semakin lebar mendengarnya. Aku kebetulan mendengar kalau Heinrich mau berkunjung, jadi aku memintanya untuk ikut serta.

Kebetulan memang. Aku yakin tidak ada kebetulan yang terlibat. Karena Evan yang sedang kita bicarakan, dirinya pasti mengawasi gerak-gerik Heinrich. Setelah menerima informasi itu, ia pasti akan menyuruh Heinrich membawanya, meskipun Heinrich tidak mau. Evan ingin mencegah orang lain mendapat kesan bahwa Heinrich punya hubungan dekat dengan keluarga Duke Violette.

Dan aku merasa akan terseret ke dalam sesuatu yang membosankan. Aku tak peduli siapa yang menjadi raja atau mati, asalkan mereka melakukannya di tempat yang jauh dariku. Saling bunuh saja; aku tak peduli.

“Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan dengan surat-surat yang Heinrich kirimkan padamu?” tanya Evan.

Tentu saja aku menyingkirkannya. Kalau aku tidak memilikinya, sama saja seperti mereka tidak pernah sampai, balasku.

Kurasa itu agak keterlaluan. Kalau kamu bersikeras mereka tak pernah sampai, mereka mungkin akan menyingkirkan kurir yang mengantarkan mereka.

Itu tidak ada hubungannya denganku. Itu hanya nasib buruk mereka. Sungguh malang bagi mereka, harus mengorbankan nyawa mereka karena terjebak dalam sesuatu yang konyol seperti ini.

“Bukannya kamu terlalu tak punya hati? Evan menatapku dengan tatapan menegur. Itu saja sudah cukup untuk membuat beberapa orang takut, membuat mereka berpikir ulang, tapi tidak untukku. Kematian orang lain tidak akan menyentuh hatiku saat ini.

Kalau Anda mau membantu mereka, silakan saja, Yang Mulia, kataku dengan nada formal. Aku hanya melakukan yang terbaik untuk diriku sendiri. Aku mengutamakan melindungi diri sendiri.

“…Apa itu alasanmu bersama Rick?”

Bagaimana dirinya bisa tahu kalau aku ada hubungannya dengan Rick? Aku belum memberitahu Evan apa pun tentang Serikat Bayangan. Apa Rick sendiri yang bilang sesuatu? Tidak, sepertinya tidak mungkin. Situasinya bakalan merepotkan jika orang luar tahu ada seorang anggota keluarga kerajaan adalah ketua Serikat Bayangan. Apalagi jika mereka tahu itu hanya kedok baginya untuk membasmi hama negara yang tak bisa diurus secara terbuka.

Aku harus membatasi jumlah orang yang mengetahui sebanyak mungkin untuk mengurangi risiko bocornya rahasia aku.

Kamu penasaran bagaimana aku bisa tahu? tanya Evan. Jawabannya sederhana. Aku juga punya orang-orangku sendiri. Dan kamu memang aneh sekali sampai-sampai aku memutuskan untuk menyelidikimu.

Aneh?

Ya, aneh. Terlalu aneh untuk putri seorang Duke. Kupikir kamu mungkin telah membunuh Selena Violette yang asli dan menggantikannya. Tapi, kalau kamu melakukannya, kurasa kamu akan lebih mudah berbaur. Tingkah lakumu yang biasa hanyalah memancing orang untuk mempertanyakanmu.

Aku tidak menanggapi.

Para pembunuh bayaran tidak pernah berpura-pura menjadi bangsawan. Kalaupun mereka berpura-pura, mereka tidak akan pernah menyamar selama ini. Ini bukan karena aku pembunuh bayaran kelas teri atau semacamnya.

Sejak awal, para pembunuh bayaran tidak perlu memiliki kemampuan berakting.

Kalian berdua, mau sampai kapan berbisik-bisik di sana? Heinrich menyela dari beberapa langkah di depan, entah kenapa tampak kesal sambil menatap Evan lekat-lekat.

Aku tidak begitu meyakini kalau mereka berdua memiliki hubungan baik, tapi setidaknya dia harus berpura-pura baik-baik saja saat mereka berada di rumah orang lain.

Selena-jou, aku sudah lama ingin bertemu denganmu. Kamu sudah menerima surat-suratku, kan? Aku khawatir karena kamu tak pernah membalasnya, kata Heinrich.

Surat...? Rosemary menimpali sambil menatapku tajam. Itu saja membuatku ingin mendesah, tetapi aku menahan diri dengan kegigihan seorang wanita, yang telah kukembangkan sepanjang hidup ini.

Aku tidak yakin surat macam apa yang Anda maksud, Yang Mulia,kataku. Aku pura-pura bodoh karena tidak ingin ini semakin membosankan.

Kurasa apa yang dilakukan Heinrich bisa disebut kepercayaan diri, karena ia mencoba merayu kakak perempuan tunangannya sendiri, apalagi tepat di depan orangnya langsung. Memanghnya ia tidak mengerti apa yang ia katakan?

Mereka tidak pernah sampai? tanya Heinrich. Ia menatapku penuh tanya, lalu melotot ke arah Rosemary seolah menyadari sesuatu. Rosemary begitu keras berusaha mengintimidasiku sehingga ia tidak menyadari tatapan itu.

Heinrich, kamu bertunangan dengan Rosemary-jou, Evan mengingatkannya. “Menurutku kamu tak perlu mengirim surat kepada Selena-jou. Ia melangkah santai di depanku untuk menyembunyikanku dari Heinrich.

Selena-jou adalah kakak perempuan tunanganku, Rosemary-jou. Wajar saja kalau aku mengirim surat kepadanya untuk membina hubungan persahabatan. Aku tidak punya niatan lain, kata Heinrich.

Tak seorang pun di sini yang berpikir hubungan persahabatan berarti seperti itu secara harfiah. Apalagi jika yang mengatakannya adalah Heinrich, seseorang yang terkenal karena perilakunya yang dipertanyakan.

Aku bisa membunuhnya jika saja dirinya bukan seorang pangeran.

Aku setuju, membangun hubungan baik dengan keluarga tunanganmu itu penting, tapi yang harus kamu utamakan adalah membangun hubungan saling percaya dengan Rosemary-jou, bukan dengan Selena-jou, balas Evan. Lagipula, sudah enam bulan sejak pertunangan disepakati, dan ini pertama kalinya kamu mengunjunginya.

Aku sibuk.” Heinrich mengalihkan pandangannya, tampak tidak nyaman.

Aku sudah mendengar berbagai macam rumor tentangnya, yang semuanya tidak terlalu bagus. Berdasarkan hal itu, dirinya memang sibuk. Sibuk main-main maksudnya.

Aku tidak bermaksud mengkritikmu, kata Evan, “Tapi menulis beberapa surat kepada wanita lain saat kamu belum membangun hubungan saling percaya dengan tunanganmu sendiri bisa menimbulkan kesalahpahaman, bahkan jika wanita itu masih kerabat tunanganmu. Bahkan bisa menimbulkan kerumitan dalam hubunganmu atau merusak nama baik Selena-jou.

“Aku takkan pernah membiarkan hal itu terjadi.

Benar. Kita punya wewenang untuk memastikan hal itu tidak terjadi. Itulah sebabnya kita harus lebih berhati-hati dalam bertindak daripada para bangsawan. Yang, tentu saja, juga berlaku untuk Rosemary-jou.

Semua emosi langsung lenyap dari wajah Evan, raut wajah yang semakin menakutkan karena parasnya yang menarik. Rosemary tampak tercengang, seolah tak pernah membayangkan Evan akan melancarkan serangan seperti itu padanya.

“Akan lebih baik jika kamu tidak berasumsi dan terlalu banyak bercerita kepada teman-temanmu,” katanya.

“Apa maksudmu?” tanya Rosemary.

"Teman-temanmu tidak mendengarkanmu karena mereka menerima semua yang kamu katakan begitu saja. Mereka mendengarkan karena mereka pikir itu lucu, hanya itu saja.

Sejak bertunangan dengan Heinrich, Rosemary telah menghadiri pesta teh yang diadakan oleh berbagai putri bangsawan. Di sana, dia menceritakan kepada siapa pun betapa tidak adilnya perlakuan yang diterimanya di kediaman Violette, lalu dia berusaha sebisa mungkin agar cerita-cerita itu tersebar luas.

Namun, cerita-cerita itu tidak menyebar sejauh yang diinginkan Rosemary. Hal itu tidak mengejutkan. Dirinya mungkin putri angkat keluarga Violette, tetapi dia tetaplah mantan rakyat jelata tanpa setetes darah bangsawan pun. Sekalipun dia bertunangan dengan seorang pangeran, risikonya terlalu tinggi untuk menerima cerita-ceritanya sebagai kebenaran dan menyebarkannya ke tempat lain.

Rosemary memang bertunangan dengan seorang pangeran. Seandainya Evan yang bertunangan dengannya, orang lain mungkin akan memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadapnya, tetapi tunangannya adalah Heinrich. Heinrich tidak hanya terkenal berperilaku buruk, tapi ia juga putra seorang permaisuri. Klaimnya atas takhta itu rapuh, dan tak seorang pun akan terkejut jika Raja menyerah padanya. Jika itu yang terjadi, keluarga mana pun yang terlibat dengannya mungkin akan terseret ke dalam kekacauan apa pun yang ditimbulkannya. Aku tak menyangka ada yang ingin lebih dekat dengan tunangan orang seperti itu atau membantu menyebarkan rumor berbahaya darinya.

Meskipun dia sudah berusaha keras, dunia sosial dipenuhi rumor bahwa Rosemary, sebenarnya, meremehkanku . Akulah yang menyebarkannya. Mudah saja, karena memang benar adanya. Beberapa orang mengatakan Rosemary mencoba merusak reputasiku, sementara gadis-gadis bangsawan lainnya saling menunjukkan surat-surat dari Rosemary yang berisi hal semacam itu.

Sebodoh apa sih dirinya? Kalau dia hendak menyebarkan rumor, seharusnya dia lebih hati-hati. Menuliskannya semacam ini sama saja seperti mengatakan, Hei, tolong simpan bukti ini!

“Anda kejam sekali, Pangeran Evan, kata Rosemary. “Anda membuatnya terdengar seperti aku tidak punya teman. Air mata menggenang di matanya saat dia menatapnya. Aku tahu itu air mata palsu, tetapi para pria akan mundur begitu seorang gadis mulai menangis. Mereka tidak bisa mengambil risiko reputasi buruk sebagai pria sejati yang membuat seorang gadis menangis.

Sambil berpikir demikian, aku melirik ke arah Evan, tetapi senyumnya begitu menakutkan hingga aku hampir berharap aku tidak melihatnya.

Ini hanya nasihat agar kita hati-hati memilih teman yang dekat, katanya. Kita sudah sejauh ini. Jangan berdiri di sini mengobrol. Bagaimana kalau kita pindah ke ruang tamu? Tehnya akan dingin saat kita sampai di sana.

Tentu saja, Yang Mulia, kataku, mulai berjalan lagi, menahan keinginanku untuk berkata, Pergilah saja sana.

Rosemary sepertinya menyadari air mata palsunya tak akan mempan pada Evan, sehingga dia memalingkan muka dengan kesal. Hal itu sendiri sudah merupakan pelanggaran etiket, tetapi Evan tampaknya tak ingin menunjukkannya.

Heinrich menatapku dengan pandangan khawatir, tetapi aku mengabaikannya.

Acara minum teh kami setelah itu dimulai dengan suasana yang kurang nyaman dan berlanjut dengan cara yang sama hingga akhir. Rosemary menghabiskan seluruh waktu untuk merayu Heinrich, mencoba menarik perhatiannya, tetapi entah kenapa Heinrich terus berbicara tanpa henti kepadaku, sementara Evan bahkan lebih banyak membahas topik daripada Heinrich, yang tampaknya berusaha untuk tidak kalah.

Aku muak dengan acara minum teh yang merepotkan ini dan berdoa agar hari itu segera berakhir. Namun doaku sia-sia karena kunjungan minum teh ini menjadi pemicu untuk beberapa kunjungan serupa di masa mendatang.

Selain itu, surat-surat Heinrich terus berdatangan. Hal itu berujung pada rumor-rumor aneh yang menyebar di kalangan bangsawan bahwa kami berdua, kakak beradik, sedang memperebutkan Heinrich, yang membawa berbagai masalah tersendiri. Aku kesulitan meredakan gosip yang beredar, dan Rick tertawa terbahak-bahak melihatku.

 


 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama