Shimotsuki-san Jilid 2 Bab 6 Bahasa Indonesia

 

Chapter 6 — Pertanda Akhir yang Bahagia

 

Maish ada tersisa seminggu sebelum festival budaya. Di tengah kesibukan itu, aku kembali dijemput Mary-san dan diseret ke dalam limusin.

Ya ampun, tak kusangka bakalan Kotaro lagi. Kebetulan sekali. Mau ngobrol sebentar?

“Walau kamu bilang begitu, tapi jelas-jelas kamu sedang mengintai.”

Sudah, sudah, jangan bilang begitu... Ini cuma obrolan ringan. Ceritanya sebentar lagi mencapai klimaks, kan? Anggap saja ini semacam reli sebelum babak final.

(Tetap saja… Bahasa Jepang Mary-san sungguh mengesankan. Seperti yang diharapkan dari seorang heroine yang sempurna. Dia mungkin unggul di setiap bidang yang bisa dibayangkan.)

“Tinggal seminggu lagi, dan aku bisa menjerumuskan Ryoma ke dalam keputusasaan yang mendalam... Ah, aku tak sabar melihatnya. Aku penasaran seperti apa raut wajahnya nanti setelah aku menolak pengakuannya?

Dan dia juga punya bakat nyata dalam berakting.

Di hadapan Ryuzaki, dia memainkan peran sebagai karakter heroine yang ceria dan polos—dan dia berhasil melakukannya dengan sempurna.

Dirinya sudah sepenuhnya berada di bawah pengaruh Mary-san. Jadi, aku tidak perlu khawatir tentang Ryuzaki.

Namun jika menyangkut Mary-san… mungkin itu belum cukup.

Kecuali dia akhirnya sangat mencintai Ryuzaki hingga dia menyerah pada romcom pembalasan’-nya, kita tidak akan bisa menghancurkan skenarionya.

Itulah sebabnya aku memutuskan sudah waktunya untuk bertindak.

“Ada satu hal yang menggangguku.”

Oh? Kalau ada yang kamu pikirkan, aku mau mendengarnya. Lagipula, meminta pendapat dari pihak ketiga bisa sangat berarti bagi seorang kreator.

Terima kasih. Mungkin cuma perasaanku saja, tapi... bukannya Ryuzaki mungkin masih punya perasaan pada Shiho? Sejak kita bertemu dengannya di pusat perbelanjaan, perasaan itu terus menggangguku.

Saat aku mengatakan itu, Mary-san mengangkat sebelah alisnya sedikit.

Oh… dan apa yang membuatmu berpikir begitu?”

Ryuzaki secara aktif menghindari Shiho—seperti, berusaha keras untuk menjauhinya. Bukannya itu berarti ia masih memendam perasaannya? Kalau ia benar-benar menyukaimu sekarang, dirinya pasti tidak akan peduli lagi pada Shiho.

...Aku benar-benar pandai mengatakan hal-hal yang kedengarannya masuk akal.

“Ada benarnya juga. Aku tidak punya bukti kuat untuk menyangkalnya.

Tampaknya Mary-san tidak bisa begitu saja menertawakannya.

Hm. Waktu aku mendengar kamu dan Shiho mau berkencan, kupikir bakal seru kalau kita ketemu kalian berdua secara kebetulan, jadi aku dan Ryoma pergi ke mal... tapi kurasa keinginan kecilku itu malah mengingatkan Ryoma pada Shiho.

“Itulah sebabnya, menurutku akan lebih baik jika Ryuzaki semakin jatuh cinta padamu.”

Baiklah. Aku berhasil mengarahkan pembicaraan ke arah yang aku inginkan.

“…Memangnya kamu beneran berpikir itu mungkin?”

“Aku punya beberapa ide. Misalnya—”

Aku ceritakan padanya rencanaku untuk membuat Ryuzaki jatuh cinta pada Mary-san. Meski, lebih tepatnya, itu lebih merupakan rencana agar mereka tumbuh lebih dekat dan berakhir dengan akhir yang bahagia.

Jadi, sebenarnya, itu adalah strategi untuk membuat mereka berdua lebih intim.

“Hm… yah, kedengarannya lumayan.”

Setelah mendengarkanku, Mary-san memberikan respon yang baik.

Tapi kenapa tiba-tiba mau bekerja sama? Sampai sekarang, kamu sama sekali tidak terlihat termotivasi... jangan bilang kamu sedang merencanakan sesuatu?

Pada saat yang sama, Mary-san tampak curiga padaku. Tentu saja begitu… Aku sudah memperkirakan reaksi ini juga.

Saat Shiho melihat Ryuzaki, dia kembali kosong—sama seperti sebelumnya. Karena itulah, meskipun kemungkinannya kecil, aku ingin menghilangkan kemungkinan mereka terlibat lagi... Aku ingin menghapus Ryoma Ryuzaki, sang 'protagonis', untuk selamanya. Supaya Shiho tidak terluka lagi.

Aku sudah menyiapkan jawaban yang tepat. Tentu saja, aku mencampurkan sebagian kebenaran dengan kebohongan supaya lebih sulit dilihat.

Nihihihi. Aku mengerti sekarang. Hm, menarik... menghilangkan rintangan untuk melindungi seseorang. Aku tidak membenci pemikiran seperti itu.

Mary-san pintar. Biasanya, orang sepertiku tidak akan bisa menipunya. Tapi karena dia jenius, dia terlalu percaya diri… dan meremehkanku.

“Tidak mungkin orang seperti dirinya bisa membodohiku.”

Justru karena dia berpikir seperti itu, maka aku mampu memanipulasinya dengan mudah.

Sekarang, aku akan memicu sebuah peristiwa yang membuat tokoh heroine utama jatuh cinta pada protagonis.

Untuk menjatuhkan kreator ini… dan mengubahnya menjadi “gadis yang sedang jatuh cinta” biasa.

 

◇◇◇◇

(Sudut Pandang Mary Parker)

 

Apa yang ditunjukkan Kotaro… jauh di lubuk hatiku, aku sendiri sudah merasakannya.

Kadang-kadang, rasanya seperti Ryoma sedang berbicara dengan orang lain, bukan dengan diriku.

“Mary, hari ini cuacanya cukup dingin—pastikan kamu menjaga dirimu sendiri.”

Tuh, ‘kan? Begitu saja. Seolah-olah dia berbicara kepadaku, seolah-olah aku ini gadis yang lemah dan sakit-sakitan.

Hahahaha! Amerika jauh lebih dingin, loh? Kalau cuma segini saja—aku bisa pakai baju lengan pendek dan tetap baik-baik saja!"

Aku menanggapinya dengan nada riang, sambil tertawa seolah itu hanya lelucon. Baru kemudian Ryoma seakan ingat bahwa akulah yang ada di sampingnya. Ia berkedip beberapa kali dan kembali ke dunia nyata.

“…Ah, ya. Kamu benar. Maaf, aku tidak tahu apa yang kukatakan.”

“Jangan-jangan kamu khawatir sama aku!? Terima kasih—Ryoma, kamu manis banget, aku mencintaimu!

Haha. Makasih. Aku senang mendengarnya.

Ryoma kelihatan tidak membenci dengan kasih sayangku—malahan, dia tampak sedikit senang.

“Ah, maaf. Aku mau ke toilet sebentar.”

“Oke! Sampai jumpa sebentar lagi~♪”

Sepulang sekolah. Kami sedang berlatih drama di ruang kelas yang kosong ketika Ryoma bangun untuk ke toilet. Dilihat dari tingkah lakunya… ia pasti punya perasaan padaku.

Tetap saja, aku tidak bisa menahan perasaan sedikit gelisah.

Aku benar-benar tidak ingin berpikir dia masih terpaku pada Shiho... tapi untuk amannya, aku akan memastikan hati Ryoma lebih condong ke arahku.

Saat Ryoma keluar, aku berjalan mendekati Kotaro yang tengah membaca naskah di sudut kelas.

Kotaro, apa kamu punya waktu sebentar? Aku mau ngadain operasi 'Dimarahi dan Jantungku Berdebar♪ Makasih Udah Marah Demi diriku' hari ini.

Ini, tentu saja, bagian dari rencana yang berkelanjutan untuk membuat Ryoma jatuh cinta padaku.

“Aku tidak pernah memberinya nama yang konyol seperti itu.”

“Tapi mudah dimengerti, kan?”

Dirinya mengusulkan sesuatu seperti,Bagaimana kalau ada acara di mana Ryuzaki memarahimu? Rasanya ini saat yang tepat untuk mencobanya.

'Kamu begitu peduli sampai-sampai kau marah padaku... Aku sangat senang! Kurasa aku semakin jatuh cinta padamu, Ryoma♪' ... Bukan berarti orang-orang biasanya mengatakan hal-hal semudah itu.

Ini adalah salah satu peristiwa tipikal protagonis dan heroine utama. Sejujurnya, aku tidak pernah menyukai pemandangan seperti ini.

'Aku marah cuma karena aku peduli padamu'—bukankah menurutmu itu semacam pelecehan emosional? Seperti om-om hidung belang yang menggurui perempuan di bar-bar khusus wanita.

“Apakah kamu yakin itu perbandingan yang baik untuk dilakukan oleh seorang siswa SMA?”

Bukannya itu pada dasarnya itu hal yang sama? Pokoknya aku berencana untuk dimarahi Ryoma sekarang.

Jadi, apa yang harus kukatakan agar dia benar-benar marah? Aku tidak mau terlalu jauh. Aku ingin mendengar pendapatmu.

“Hmm biar kupikir-pikir dulu... Sejujurnya, aku bahkan tidak ingin membayangkan apa yang sebenarnya dipikirkan orang itu, tapi... mungkin ia kesal kalau orang-orang menjelek-jelekkan orang terdekatnya. Seperti gadis-gadis yang berteman dengannya—misalnya Yuzuki, atau Kirari.

Begitu. Kedengarannya seperti sesuatu yang akan dilakukan seorang protagonis.

Ryoma sangat percaya diri, jadi kalau kamu menghinanya secara langsung, ia mungkin akan menanggapinya dengan “Apalah, cuma omongan orang saja.

Namun, jika ada seseorang yang menghina salah satu heroine pendukung—yang menjadi sumber kepercayaan diri, atau lebih tepatnya, kesombongannyaia mungkin merasa seperti ada yang mengejek harta miliknya yang sangat berharga.

Dan Ryoma takkan marah demi gadis-gadis itu—melainkan demi dirinya sendiri. Mungkin itulah logika di balik saran Kotaro. Ia benar-benar memikirkan semuanya dengan matang.

Baiklah, aku setuju. Koutaro, sebaiknya kamu bersembunyi di lemari perlengkapan di sana. Kalau cuma kita berdua, Ryoma akan lebih mudah marah.

Karena sekarang latihan khusus untuk para pemain, jadi tidak ada orang lain di sekitar. Jika Koutaro juga tidak terlihat, Ryoma akan lebih terbuka mengungkapkan perasaannya.

Eh... apa aku benar-benar perlu di sini? Kalau dia tahu, rasanya bakalan gawat.

Karakter sampingan hampir tidak punya eksistensi. Ia tidak mungkin menyadari keberadaanmu.

“Aku… tidak bisa menyangkalnya…”

“Lebih mudah bagi kita berdua untuk berbagi catatan setelahnya jika kamu memperhatikan apa yang terjadi.”

Setelah mendengar itu, Kotaro dengan enggan mengangguk kecil. Dan dengan begitu, aku mendorongnya ke dalam lemari perlengkapan dan menunggu Ryoma kembali.

Beberapa menit berlalu. Saat aku melirik jam, Ryoma muncul tak lama kemudian.

Hm? Orang itu tidak ada di sini?

Maksudmu Kotaro? Katanya ada urusan dan pulang! Nihihi~♪

Begitukah? Yah, aku sih tidak peduli dengan Nakayama... tapi tetap saja, suasana hatimu sedang bagus, ya? Sepertinya kamu sedang bersenang-senang.

Bahkan orang bebal seperti Ryoma tampaknya menyadari perubahan itu—mungkin karena aku memastikan untuk tersenyum cerah.

Seperti yang diharapkan dari Mary, aktris papan atas. Penampilanku sempurna.

Itu karena aku bisa berdua denganmu, Ryoma!

“Itu bukan hal yang perlu dibanggakan. Kita sudah sering berduaan.

Ehh? Tapi itu jarang banget di sekolah, ya? Karena selalu ada gadis lain di sekitar sini...

Dan kemudian, aku mengucapkan namanya keras-keras.

Seperti, Kirari! Dia selalu berada di dekatmu, dan jujur saja, itu agak menggangguku, tau? Rasanya seperti dia menghalangi hubunganku dan Ryoma. Aku kurang menyukainnya tau~

Sengaja dibuat ceria. Aku merangkai kata-kata dengan nada riang, polos, dan bebas dari niat jahat. Dan tepat saat aku membidik—ekspresi Ryoma berubah.

Hei, tunggu sebentar.

Seperti yang diprediksi Kotaro… ia tidak tahan jika ada yang menghina salah satu gadis yang mengaguminya.

Itu bukan cara yang baik untuk mengatakannya. Kedengarannya itu tidak seperti dirimu, Mary.

Dia tidak tampak marah, tetapi perubahan suasana hatinya jelas serius.

Kirari tidak menghalangi. Dia hanya berusaha akrab dengan kita... tidak, denganmu , Mary. Mungkin kalian berdua tidak cocok, tapi dia sudah berusaha dengan caranya sendiri untuk menjembatani kesenjangan itu. Jangan meremehkan usahanya.

Bagaimana mungkin dirinya bisa mengatakan itu dengan wajah datar?

Kalau Kirari tidak menyukaiku, mungkin itu karena gara-gara Ryoma. Tapi, seperti yang kuduga dari seorang protagonis—ia bersembunyi di balik ketidaktahuannya untuk membebaskan diri. Rasanya pasti menyenangkan, berada di posisi itu.

Bahkan saat pikiran-pikiran itu memenuhi kepalaku, aku berhati-hati agar tidak sedikit pun terlihat di wajahku.

Sebaliknya, aku memasang ekspresi sedih dan lesu.

M-Maaf... Aku tidak bermaksud meremehkannya atau semacamnya, oke? Itu cuma bercanda, jadi jangan terlalu marah, ya?

Meski cuma bercanda, mengejek seseorang tetap salah. Aku tahu kamu tidak bermaksud jahat, tapi kamu harus lebih berhati-hati dengan komentar yang menyakiti seseorang. Hal-hal seperti itu bisa membuat orang membencimu suatu hari nanti.

Kamu benar… Aku akan lebih berhati-hati lain kali.”

Aku berpura-pura berpikir.

Aku menunduk, menundukkan pandanganku, melengkungkan bahuku ke dalam—berpose penuh penyesalan—lalu, Ryoma menepuk kepalaku pelan.

Maaf kalau ucapanku terdengar kasar. Tapi aku bilang begitu karena aku peduli padamu, Mary. Kuharap kamu bisa mengerti.

Ia berubah dari dingin menjadi baik dalam sekejap—

Rasanya seperti pelecehan emosional. Aku tidak suka.

Iya! Itu karena kamu baik sekali, Ryoma! Makasih ya udah marah demi diriku!

Hanya mengatakannya saja sudah membuat bulu kudukku merinding.

Maksudku, serius deh—gadis macam apa yang senang dimarahi?

Koutaro, yang mengintip melalui celah lemari perlengkapan, mungkin sedang meringis sekarang. Ini adalah pemandangan yang benar-benar aneh—tetapi Ryoma tidak menyadarinya sama sekali.

Ia hanya dapat menafsirkan segala sesuatu dengan cara yang nyaman baginya, dan ia tampaknya menganggap ucapan terima kasih atas hal itu adalah hal yang wajar.

Haha. Aku bukannya baik atau gimana-gimana. Biasa aja.

Kamu tidak biasa! Kamu baik banget sejak kita ketemu... ingat? Kamu pernah menolongku waktu itu!

Pagi itu, saat aku sedang berjalan-jalan dengan anjing, aku hampir tertabrak mobil—dan Ryoma menyelamatkanku.

Tentu saja, semuanya itu rekayasa. Aksi mobilnya juga—semuanya direncanakan dengan matang agar tidak ada bahaya yang berarti.

Namun Ryoma tidak tahu itu.

Dirinya yakin telah menyelamatkan hidupku.

Dan itulah sebabnya ia berpikir aku punya alasan untuk menyukainya.

Meskipun itu sama sekali tidak pernah terjadi... protagonis yang malang.

“Ya, Mary, kamu agak linglung.”

“Hahahah ya ampun!

Aku tertawa dan merangkul bahunya. Akhir-akhir ini, aku mulai meningkatkan kontak fisik kita. Itu juga salah satu saran Kotaro.

“Aku benar-benar orang sembrono, jadi sebaiknya kamu terus mengawasiku, oke?”

Saat aku mengatakan itu, Ryoma tersenyum gembira.

Ya, tentu saja. Serahkan saja padaku... apa pun yang terjadi, aku akan melindungimu.

“Makasih! Oh, dan kalau aku berbuat jahat, pastikan untuk memarahiku, ya? Ayahku bahkan tidak pernah memarahiku, jadi rasanya agak menyegarkan hari ini. Aku mungkin agak gugup~

Haha. Yah... ya, mungkin cuma aku yang bakal marah sama kamu demi kamu. Aku juga akan terus mengawasimu mulai sekarang.

Kyah~♪ Kamu bilang 'mulai sekarang'… tunggu, tunggu, jangan-jangan itu lamaran? Ryoma, jangan bilang—kamu sebenarnya…?”

Ti-Tidak! Bukannya begitu, oke?!

“…Bahkan jika seperti itu, aku tidak akan keberatan.”

"Hah? Apa-apaan itu tadi?"

“Bu-Bukan apa-apa! Aku cuma ngomong sendiri, kok!?

Jadi, kami memainkan percakapan buku teks lainnya. Tidak ada yang baru, tidak ada yang orisinal—hanya jenis dialog yang bisa kamu temukan di mana saja.

Namun melalui itu, ikatan antara Ryoma dan aku tumbuh lebih dalam.

Beberapa hari terakhir ini penuh dengan kejadian seperti ini.

Ryoma adalah protagonisnya, jadi momen-momen genit ini terjadi secara rutin tanpa disadarinya. Dan dengan bantuan Koutaro di balik layar, kini aku bisa berkata dengan yakin bahwa aku telah sepenuhnya merebut hati Ryoma.

Hmm… dengan keadaan saat ini, semuanya seharusnya baik-baik saja.

Tiga hari lagi menuju festival budaya. Semuanya sudah siap.

Ryoma benar-benar jatuh cinta padaku.

Yang tersisa adalah menunggu saat yang tepat.

Nihihi. Aku tidak sabar untuk melihat ekspresinya nanti saat aku mengkhianatinya.

Jantungku berdebar kencang karena antisipasi.

Setiap kali aku melihat Ryoma, aku merasa gelisah.

Aku mungkin mulai bersemangat.

Ketika aku membayangkan si protagonis kehilangan kesabarannya—jantungku tak henti-hentinya berdebar kencang.

 

◆◆◆◆

(Sudut Pandang Koutaro)

 

Dari dalam lemari perlengkapan, aku memperhatikan mereka berdua dengan saksama. Melalui celah sempit itu, aku dapat melihat Mary-san dan Ryuzaki saling tersenyum.

Mereka tampak… sungguh bahagia.

Melihatnya tersenyum seperti itu menggugah sesuatu yang aneh dalam diriku.

Karena saat pertama kali kami bertemu, Mary-san memiliki aura kemahakuasaan yang luar biasa dalam dirinya…

Namun sekarang, dia tampak seperti gadis lainnya.

Dia benar-benar tampak seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta.

Pandangan matanya menyipit, pipinya mengendur, sudut mulutnya terangkat pelan… seluruh wajahnya memerah, dan ada kilatan di matanya.

Tidak terasa ada sedikit pun kebohongan dalam senyum itu.

Aku harap ini berhasil.

Akhir-akhir ini, aku berpura-pura menjadi sekutu, mengatur segala sesuatunya agar Ryuzaki dan Mary-san semakin dekat. Aku juga harus tetap waspada agar dia tidak menyadari niatku yang sebenarnya... tapi semua usaha itu hampir berakhir.

Tiga hari lagi festival budaya, ya…

Ketika saatnya tiba, Mary-san mungkin akan mencoba menyelesaikan romcom pembalasan karma yang ditulisnya sendiri.

Tapi aku tidak akan membiarkannya.

Tepat sebelum akhir, aku akan membuatnya menyadari perasaannya yang sebenarnya.

Kisah yang Mary-san ciptakan tidak akan berakhir dengan rasakan akibatnya’.

Justru akan berjalan begini:

“Setelah segalanya, Mary-san menemukan kebahagiaan.”

Dan mereka hidup bahagia selamanya.

Aku ingin menutup kisahnya dengan sesuatu yang sederhana seperti itu.

…Meskipun, aku sebenarnya tidak tahu apakah ini akan berhasil.

Suara hati yang tiba-tiba itu membuatku mengerutkan kening tanpa berpikir.

Namun aku meyakinkan diriku sendiri bahwa itu bukan apa-apa—dan sekali lagi, berpura-pura tidak mendengarnya.

 


Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama