Selasa,
23 April - Kenangan. Penyergapan. Badai musim semi.
Menurut ramalan cuaca, badai musim
semi akan melanda pada malam hari ini.
Sejak pagi Mariko tidak bisa
tenang dan terus gelisah.
Apa Dia cemas karena cuacanya? Pikirku
dan bertanya padanya. Tapi nampaknya, bukan cuaca yang Dia khawatirkan
melainkan tentang keluarganya.
Mariko memiliki adik yang
berusia sekitar anak SMP, Chitose-chan. Dia menyadari perilaku adiknya terasa aneh
baru-baru ini ... dan dia khawatir kalau mungkin adiknya mendapatkan pacar.
Chitose-chan yang aku kenal adalah
seorang gadis pemalu. Setidaknya itulah kesan yang aku punya karena dia selalu
bersembunyi di balik Mariko.
Jadi, rasanya sedikit
mengejutkan kalau dia punya pacar. Dia seperti bebek muda yang mengejar orang
tua dan mengikuti Onee-channya ... Aku pikir Mariko terlalu overprotective.
Saat itu, Dia terlalu malu untuk
melakukan kontak mata denganku, yang mana adalah sahabat Mariko.
Aku menasehatinya "Tidak
peduli seberapa banyak kau khawatir, itu tidak ada gunanya kecuali kau
melihatnya sendiri, aku yakin tidak apa-apa".
Mariko menanggapi dengan putus
asa "kurasa kamu benar". Dia tampak cukup cemas.
Tidak peduli bagaimana pacarnya,
sepertinya Mariko merasa cemas hanya dengan mengetahui kalau itu lelaki. Tentu
saja, jika adikku mendapat pacar ... aku juga akan khawatir.
Adikku juga, suatu hari nanti akan
menemukan seseorang yang mereka cintai.
Meski aku harus memberkatinya
sebagai kakak mereka, namun masih membuatku sedikit ... gelisah.
Aku entah bisa memlalui
pelarajaran di kelas dan segera pulang ke rumah, perubahan harian pada kunci
elektrik masih terus berlanjut.
Aku berdiri di depan pintu
kamar 601 dan membunyikan bel. Kuncinya sudah membuka pintu, namun memasuki
kamar seorang adik tanpa mengetuk rasanaya sangat tidak sopan. Harus ada
menunjukkan rasa hormat.
Namun, Tomomi si penyuka game
mungkin telah terlalu focus pada game-nya.
Pintu tidak membuka ... Aku
mencoba membukanya sedikit dan melihat ke dalam.
Bukannya mendengar tembakan dan
ledakan, aku justru menemukan ... Tomomi duduk dalam posisi bersimpuh dan
menunggu diriku. Dia mengenakan pakaian
T-shirt dan celana jeans pendek khasnya.
"Aku sudah menunggumu,
Nii-chan!"
Dia menatapku dengan ekspresi
kaku dan mencoba untuk berdiri.
"Kenapa kau melakukan itu?!"
"Aku sangat menantikan
Nii-chan sampai-sampai aku merasa sedang menunggu perilisan permainan epik.
Baiklah, aku berdiri! Yeahh!"
Karena dia duduk bersimpuh,
kakinya masih terasa kaku, dan Tomomi yang biasanya lincah, berlari ke arahku
layanya seperti zombie.
Aku pun menangkapnya.
Di saat dia memelukku, aku
merasa tekanan lembut nan elastis pada diriku.
"Nii-chan, aku tidak bisa merasakan
kakiku! Ini kesemutan yang super ekstra!"
"Sudah berapa lama kau
duduk dalam posisi seperti itu?"
"Sekitar tiga puluh menit.
Mufuun, Aku sangat senang bisa
mendapatkan pelukan dari Nii-chan."
"Ayo pergi ke ruang tamu
dulu. Apa kau bisa berjalan?"
"Kumohon tolong bawa aku
mirip dengan gendongan ala putri."
"Akan kulepas kau nanti."
"Jangan, jangan,
jangaaaannn. Cih. Nii-chan pelit."
Aku membiarkan Tomomi menyender
pada bahuku dan kami tiba di ruang tamu. Dia duduk di sofa dan meregangkan
kakinya. Aku juga duduk di sofa. Ruangan ini tidak banyak berubah dari
sebelumnya, masih ada speaker dan TV besar. Serta model plastik yang masih
menghiasi rak-rak.
"Jadi, untuk apa Nii-chan
datang ke sini? Apa kamu datang untuk manja-manjaan denganku?"
"Manja-manjaan ... tentu
saja aku berpikir untuk mengakrabkan diri bersama Tomomi sebagai saudara
..."
"Aku menolak!"
Tomomi mencodongkan badannya ke
depan dari sofa dan menyela perkataanku. Aku mengalihkan pandanganku dari
dadanya yang mengguncang.
"Nii-chan, lihat ke arah
sini dengan benar."
"Y-ya, maaf ... kau
menolak?"
Dia mengangguk.
"Apa Nii-chan ingin
membuatku menjadi adiknya?"
"Tentu saja. Tidak hanya
Tomomi, aku ingin kalian semua menjadi adikku. Aku tidak tahu apa yang harus
dilakukan, tapi aku berniat seperti itu."
"Bukannya sudah bilang
kalau aku tidak ingin menjadi adikmu, ‘kan? Sebaliknya, aku siap untuk
membuatmu menjadi kakakku."
"Jadi, apa itu ada
bedanya?"
Tomomi penuh semangat
mengangguk lagi.
"Yup. Aku tidak ingin
dilindungi oleh Nii-chan. Setidaknya aku ingin sejajar denganmu. Itu sebabnya aku
tidak ingin kamu membuatku menjadi adikmu. Oleh karena itu, aku bilang
'Haruskah aku membuatmu menjadi kakak ?!'."
Setelah selesai mengatakan itu,
dia menunduk dan tersipu.
"Tapi, aku yang ingin
manja-manjaan dengan Nii-chan juga benar. Aku ingin bersenang-senang selama
waktu yang kita habiskan bersama, aku ini seorang Onee-chan saat ada saudara
lainnya, bukan? Putri sulung ? Aku sedang dalam posisi yang mengharuskanku
untuk bertindak dengan tanggung jawab."
"Y-ya, kau benar."
"Itu sebabnya saat hanya
ada kita berdua, aku ingin dimanjakan oleh Nii-chan sebanyak mungkin ..."
Isi hati seorang gadis
sangatlah rumit, tetapi tidak serumit hati kecil Tomomi.
"Kau tidak ingin aku
membuatmu menjadi adikku, tapi kau ingin dimanjakan olehku ... jadi itu maksudmu?."
"Jika Nii-chan tidak
keberatan dengan itu, aku siap membalas pertandingan menggelitik atau bertanding meminum soda sekali teguk.
Aku sudah menyiapkan banyak pertandingan."
"Tapi bukannya kau ingin
dimanja?"
Tomomi mengerutkan bibirnya dan
memutar tubuhnya.
"Aku hanya ingin Nii-chan
memperhatikan diriku! Tapi, dimanja bukanlah satu-satunya hal yang aku
inginkan. Aku sendiri tidak tahu perasaanku. Layar Statusku telah menunjukkan
bahwa aku dalam keadaan 'bingung'
untuk sementara waktu sekarang."
Dia membuat wajah bermasalah
dan mengangkat alisnya.
"Te-tenang. Pertama-tama,
ambil napas dalam-dalam."
*
Suu ... haa ... suu ... haa! * , Bahkan saat Dia mengambil
napas dalam-dalam Tomomi terus gelisah.
"Aku belum memenangkan
pertandingan apapun, tapi apa aku boleh meminta sesuatu dari Nii-chan?"
"Selama itu sesuatu yang
bisa aku lakukan."
"A-Aku ingin pangkuan
bantal."
Jika dia sudah setenang itu,
maka tak masalah. Saat aku mengangguk, Tomomi melompat dan jatuh tepat di
sebelahku, dia meletakkan kepalanya di atas pangkuanku.
"Jadi ini yang namanya
pangkuan bantal Nii-chan, rasanya sedikit tinggi."
Aku menanggapinya dengan
candaan.
"Memang, Kelihatannya
penyesuaian ketinggiannya kurang bagus."
Meski kepalanya di atas
pangkuanku, Tomomi membiarkan semua kekuatan di tubuhnya melemas.
"Apa kau merasa tenang?"
"Rasanya nyaman sekali,
Nii-chan. Umm ... Nii-chan, apa kau tahu tentang Papa?"
"’Papa’ maksudmu ... tentang Jinya-san?"
Kesadaranku tentang beliau
sebagai ayahku cukup ambigu ... mungkin itulah alasanku memanggilnya
'Jinya-san'.
Untuk Tomomi Taishido, Jinya
juga ayahnya.
"Yup. Aku tidak pernah
bertemu dengannya. Apa kamu pernah, Nii-chan?"
"Ya, pernah. Tapi, aku tidak
tahu kalau beliau adalah ayahku. Seorang paman baik yang terkadang datang
bermain ... itulah yang kurasakan."
"Hee. Jadi Papa orang yang
baik ya."
"Ia mendengarkan semua
permintaanku ... tapi saat aku mengingat itu, rasanya seperti bukan seperti
seorang ayah. Sebaliknya, rasanya lebih seperti tukang sihir atau Santa
Claus."
"Apa-apaan itu? Aku tahu
kalau identitas asli Santa Claus adalah Papa, tapi untuk identitas asli Papa
adalah Santa Claus?"
"Itu perumpamaan yang
aneh, tapi memang seperti itu kesannya. Memang rasanya samar, tapi gambaran
seorang ayah yang aku miliki adalah orang yang kuat dan menakutkan. Tapi,
Jinya-san jauh dari gambaran itu ..."
Tomomi menanggapi dengan "Hmmm" penuh emosi. Aku terus bercerita.
"Lebih penting lagi, apa
kau benar-benar tidak pernah bertemu dengannya?"
"Iya."
Dia mengangguk.
"Omong-omong, apa yang kau
lakukan sebelum datang ke sini? Kau
tidak pernah datang ke sini untuk bertemu Jinya-san, ‘kan?"
"Yeah. By the way, aku selalu berada di rumah
saudara Mama. Aku tidak ingat dengan baik, tapi tampaknya aku ini anak yang
bermasalah ... itulah yang aku pikirkan sekarang. Lagipula, kerabatku terasa
seperti orang asing ... mereka bukan keluargaku."
Ketika Tomomi bergumam dengan
nada depresi, aku mulai membelai kepalanya.
"Hei! Nii-chan, itu
pelanggaran!"
"Ma-maaf. Jadi, Kau ingin
digelitik?"
"Bukan itu maksudku ...
aku hanya terkejut karena itu mendadak sekali. Umm ... aku tak keberatan kalau
kamu terus melakukan itu. Gunakan serangan kejutan semua yang Nii-chan punya!
Aku menerima tantanganmu!"
Tomomi mengalihkan wajahnya
saat ia berbaring di pangkuanku, tapi itu bukanlah nada seseorang yang sedang
marah.
Lalu, Dia berkata lagi.
"Nii-chan, ceritakan lebih
banyak tentang Papa."
"Walau kau bertanya
padaku, aku tidak tahu, apa yang harus kukatakan ..."
Tomomi sama sekali tidak
mengetahui apapun tentang Taishido Jinya, mungkin hal ini juga berlaku pada
Selene, Sayuri, Yuuki serta Mika. Aku tidak tahu apa alasannya, tapi Beliau
hanya bertemu denganku, putra sulungnya ... Dia adalah seorang ayah yang buruk.
"Apa pun tak masalah.
Sudah berapa kali kamu bertemu?"
"Sekitar sebulan
sekali."
"Apa yang kamu lakukan
saat bertemu Papa?"
Fakta bahwa hanya aku yang
diberi perlakuan istimewa menusuk ke dadaku seperti jarum. Sepertinya Tomomi
menebak apa yang aku pikir dan berkata dengan ceria.
"Kamu tidak perlu merasa
bersalah karena diriku. Aku sendiri yang menanyakannya."
Aku merasa lega di dalam
pikiranku.
"Umm ... kami pergi keluar
untuk makan bersama-sama. Selain itu, Ia membawaku ke mall dan membelikanku
beberapa mainan. Seperti yang sudah aku bilang, Ia seperti Santa Claus yang
datang sekali dalam sebulan. Ia mendengarkan apa pun permintaan egoisku."
"Apa Ia orang yang
baik?"
"Ya, Ia adalah orang yang
lembut."
"Begitu ya..."
Tomomi membalas dengan nada
kesepian.
"Dengar, aku juga ... kita
juga diberi dukungan, bukan hanya Nii-chan yang istimewa."
Dia mengkhawatirkan tentang
diriku.
"Hei Tomomi, mengenai
dukungan dan semua yang sudah ada . Aku pikir kita perlu berbicara dengan
Murasaki-san."
Dia mendongakkan kepalanya dan
berbalik menatapku.
"Kalau begitu, ayo pergi
sekarang, Nii-chan!"
"Sekarang?"
"Jika kita pergi, lebih
cepat lebih baik."
"Kau benar. Kalau begitu,
ayo pergi."
Aku bangkit dari sofa, Tomomi
yang ada di sampingku menggeleng dengan penuh semangat.
"Aku takkan membiarkan
Nii-chan pergi sendiri."
"Kau akan membantuku untuk
membujuknya?"
"Yup. Karena aku ini ‘kan
putri sulung. Karena aku sejajar dengan putra sulung, Kau dapat mengandalkanku.
Aku ingin meminjamkan kekuatanku untuk Nii-chan."
Dia mengatakan begitu bangga
dan sombong sambil menepuk dadanya. Aku mengangguk sambil mengalihkan
tatapanku dari tonjolan yang
mengeluarkan suara *boing*.
"Maaf ... tidak, terima
kasih Tomomi. Ini sangat menggembirakan."
"Jika aku tidak salah, dia
ada di kamar 202."
"Eh? Kenapa kau bisa
tahu kamar Murasaki-san?"
"Umm, ya! Aku mendengarnya
dari Mika. Ayo segera ke sana, Nii-chan?"
"Tapi apa ini tak apa-apa?
Hari ini adalah giliranmu, Tomomi, bukannya kau ... ingin dimanjakan?"
"Ngga apa-apa, ngga
apa-apa. Ayo kita selesaikan pembicaraan cepat dan selama Nii-chan
mempedulikanku itu semua okaay
."
Meski begitu, dia tidak mau
menjadi adikku …... bukan...
Tanganku ditarik oleh Tomomi,
dan kami meninggalkan ruangan bersama-sama.
uuuu
Setelah turun ke lantai dua
dengan lift, kami berdiri di depan kamar 202 yang ada di sebelah ruangan Mika.
Tentu saja hari ini, kunci elektrikku tidak bereaksi ke kamar 201 atau 202.
Tomomi dan aku menyilangkan
tangan tepat di depan pintu.
"Jenis penyergapan seperti
apa yang bagus, Nii-chan?"
"Heyy, siapa juga yang mau
nyergap ... apa kita tidak bisa membunyikan bel pintu dengan normal?"
"Tapi kita tidak bisa
memberi kejutan jika seperti itu kan? Kalau kita menyerangnya dari depan, kita
bisa menyerang pertahanannya. Kita perlu menyerang musuh dari sudut yang tidak
diharapkan dan mendorong untuk menang!"
Teori pendekatan taktis
miliknya. Baginya bisa memikirkan gagasan seperti itu, dia benar-benar seorang
gamer pro ... aku merasa terkesan.
Ada beberapa poin yang benar
mengenai apa yang dikatakan Tomomi.
Untuk menerobos penjagaan
Murasaki-san, kita mungkin perlu mengambil tindakan khusus. Tapi, akan lebih
baik lagi jika kita tidak menyinggung perasaan dirinya.
Tomomi mengintip ke kamera
interkom.
"Aku punya ide."
"Sebelum kita
menjalankannya, apa kau bisa jelaskan idemu itu?"
"Fakta bahwa Nii-chan
mungkin akan datang sudah dalam dugaan Murasaki-san. Pertama, aku akan
memanggil Murasaki-san sendiri. Nii-chan akan berjongkok di depan pintu
sehingga Nii-chan tidak kelihatan di kamera."
"Oh-ho, aku paham.
Terus?"
"Aku akan memanggil
Murasaki-san dengan mengatakan 'Ada
sesuatu yang ingin kubicarakan'. Saat Murasaki-san membuka pintu, Nii-chan
akan muncul. Dan kemudian, Nii-chan akan meletakkan kaki di celah pintu sehingga
tidak bisa ditutup."
"Tapi bukannya itu
berarti, Murasaki-san yang sedang terkejut akan menutup pintu dan kakiku akan
terluka?"
"Tahan itu, Nii-chan. Ada
adegan seperti itu di film dan game detektif. Jika kamu mencemaskan sedikit
rasa sakit, maka semuanya akan TAMAT. Jika Nii-chan tidak ingin melakukannya,
bagaimana kalau aku saja yang melakukannya?"
"Ba-Baiklah. Ayo lakukan
rencana itu."
Aku berjongkok di dekat dinding
sebelah kanan pintu masuk dan bersembunyi di titik buta pintu, kakiku sudah
bersiaga.
Di bawah interphone, Tomomi menurunkan tubuhnya. Kami akan terlihat seperti
orang yang mencurigakan jika ada orang lain yang melihat adegan ini.
"Baiklah, Ayo bersiap
Nii-chan."
Tomomi menekan tombol
interphone, tapi tidak ada jawaban. Dia mungkin tidak ada di dalam, atau
mungkin dia tidak ingin menjawab setelah melihat wajah Tomomi dari kamera.
Saat aku masih memikirkan itu,
pintu kamar 202 tiba-tiba terbuka dan Murasaki-san melangkah keluar.
Terlebih, dia setengah
telanjang.
Tubuhnya hanya ditutupi dengan
handuk tipis. Rambutnya yang sebagian basah tidak ditutupi dengan apa pun. Di
kulitnya, tetesan air yang meluncur bisa terlihat.
Aroma lembut sabun bisa tercium
darinya.
Tampaknya, Murasaki-san
bergegas keluar dari kamar mandi untuk menjawab. Sekarang dia mengangkat
suaranya panik.
"Apa yang terjadi Mika-sa
..."
Garis pandang Murasaki-san
telah menangkap keberadaanku.
Sejak nama Mika muncul, dan
Murasaki-san menurunkan tatapannya ... itu berarti dia salah paham dan berpikir
kalau yang memanggilnya adalah Mika.
Dia melihat kalau aku sedang
berjongkok di sudut yang nampak seakan aku mencoba melihat pantatnya.
"KYYAAAAAAAAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa"
"Maaf, aku minta maaf! Ini
… umm, eh, Cuma salah paham!"
Aku juga ikut berteriak.
"Eh, err, Murasaki-san,
Nii-chan memiliki sesuatu untuk dibicarakan!"
Murasaki-san kehilangan
ketenangannya dan berusaha menutup pintu. Tomomi juga merasa bingung dan dia
berusaha menahan pintu agar tidak bisa ditutup Murasaki-san.
"Tunggu Murasaki-san!
Tolong dengarkan dulu apa yang Nii-chan katakan!"
"Tiiidddaaaaaaaaaaaaaaakkkkkk!"
Pada awalnya Murasaki-san
mencoba untuk menutup pintu dengan satu tangan, tapi kemudian menggunakan
keduanya. Dan saat itulah ... handuk yang melilit tubuhnya mulai terlepas.
Tepat sebelum pintu ditutup
dengan bunyi keras, penampilan Murasaki-san yang mirip seperti bayi yang baru
dilahirkan telah terbakar kuat ke dalam ingatanku.
Semenit kemudian, Tomomi dan
aku melihat smartphone-ku saat e-mail dari Murasaki-san mengatakan 'Tunggu 10
menit.'.
Tepat sepuluh menit kemudian,
Murasaki-san muncul di depan kami dengan rambut yang kering dan mengenakan jas.
Dia mengenakan kacamata tanpa
bingkai. Begitu ya, jadi dia biasanya memakai lensa kontak.
Meski begitu, dia sangat tenang
seakan teriakannya beberapa waktu yang lalu tak pernah terjadi.
Murasaki-san mengangguk ringan.
"Aku minta maaf atas
gangguan tadi."
Aku menjawab dengan panik.
"A-Aku juga meminta maaf.
Harap jangan dipikirkan."
Ah, apa yang sudah aku katakan.
Murasaki-san tidak berekspresi dan wajahnya seperti topeng noh. Dia mengundang
Tomomi dan aku untuk masuk ke dalam.
"Kamu memiliki sesuatu
yang ingin dibicarakan. Apa bisa diceritakan lebih rinci?"
"Maaf mengganggu."
"Nii-chan, Kamu tadi
melihat Murasaki-san dalam keadaan telanjang, bukan?"
"H-hei! Apa yang kau katakan
..."
Tomomi menyikutku, tatapannya
terlihat mengarah ke wajah Murasaki-san.
Ekspresinya tidak berubah sama
sekali, Setelah meyakinkan itu, Tomomi melemaskan bahunya dengan santai.
Sepertinya di sepuluh menit
tadi, Murasaki-san sudah memasuki mode penuh penjagaan.
Kami berjalan ke ruang tamu.
Hanya ada peralatan dan furnitur sederhana, bahkan tidak ada TV di sana.
Langit di luar jendela ditutupi
dengan awan tebal, Ruangan itu remang-remang.
Murasaki-san menyalakan lampu,
Tomomi dan aku duduk di sofa berdampingan. Setelah aku duduk, Murasaki-san
mulai menatap wajahku.
"Apa urusanmu."
"Um, tentang sebelumnya
... aku minta maaf."
"Apa maksudmu?"
Kata-katanya tidak menunjukkan
kalau dia marah, tapi Murasaki-san tampak dingin dan jauh. Tomomi sekali lagi
menjelaskan dengan lancang.
"Maksud Nii-chan, fakta
kalau Ia melihat Murasaki-san telanjang."
Tomomi mungkin mencoba untuk
membuat marah Murasaki-san.
Tapi Murasaki-san langsung
membalas tanpa jeda sedikitpun.
"Itu kecerobohanku. Aku
yakin kalau Mika datang untuk bermain ... tidak, aku memiliki pemikiran yang
keliru bahwa ada masalah yang mendesak dan segera membutuhkan bantuanku."
Penampilannya tidak berubah,
tapi Murasaki-san mungkin ... gemetaran.
"Ayo Nii-chan, kembali ke
topik utama!"
Tomomi mengedipkan mata
kepadaku, sepertinya dia melihat keadaan aneh Murasaki-san juga.
"Umm, Murasaki-san. Apa
kau bisa memberitahu kami mengenai situasi ini? Meski sekarang sudah melewati
batas waktu dua minggu, aku masih belum memutuskan untuk memilih siapa yang
akan jadi adikku. Seharusnya dukungan yang diberikan sudah berhenti dan
semuanya akan berpisah, bukan? Mengapa hal itu tidak terjadi?"
Murasaki-san menatapku sejenak.
"Aku tidak bisa menjawab
itu."
Marah karena Dia menolak untuk
menjawab, Tomomi mengangkat alisnya.
"Kenapa tidak bisa
menjawab?"
"Aku tidak bisa
mengungkapkan wasiat almarhum."
Sekali lagi, ini karena apa
yang dikatakan di wasiat ......
Saat aku memikirkan tentang hal
itu, aku mengingat ketika pertama kali mendengar tentang hal itu, aku merasa
kewalahan dengan kata-kata ini.
Surat wasiat macam apa yang
sudah Taishido Jinya tinggalkan?
Tomomi mulai merasa tidak
sabaran.
"Kalau begitu, kita bisa
tetap seperti ini selamanya?"
"Aku tidak bisa menjawab
itu."
Sementara Tomomi mengucapkan
kata-kata ini dengan bersemangat, Murasaki-san membalasnya seolah-olah dia
adalah dinding es.
Suasana mulai memanas dan
tampaknya bisa meledak kapan saja. Aku juga merasa kesal saat hanya mendengar
jawaban 'Aku tidak bisa menjawab itu’,
tapi itu juga fakta kalau kami bisa hidup seperti ini berkat dirinya.
Dan bahwa kita bisa menjadi
seperti sekarang, juga berkat Murasaki-san yang mempersiapkan segalanya.
"Kenapa kamu tidak mau
menjawabnya!"
Ketika Tomomi gemetar karena
marah, aku menepuk-nepuk lembut bahunya untuk menenangkannya.
Seharusnya aku yang marah.
Tapi aku tidak bisa. Aku tidak
berpikir kalau Murasaki-san adalah orang yang dingin. Dia menyukai Mika, meski
keliru mengenai Mika, dia langsung melangakah keluar untuk menemuinya meski
sedang berada di kamar mandi.
"Tomomi, Murasaki-san
menjalani tugasnya untuk melindungi kerahasiaan. Aku pikir dia takkan
mengatakannya sekarang."
Murasaki-san tidak bereaksi
terhadap kata-kataku. Dia tidak membenarkan atau membantah. Itu tampak seperti
ada 'sesuatu' yang mengikat mulut Murasaki-san. Tomomi hanya bisa mendesah.
"Nii-chan juga harus marah
padanya."
Tomomi menunduk dan mengucapkan
itu. Murasaki-san berbalik ke arahku sekali lagi.
"... Maaf, Tolong pergi
sekarang."
Dia menunduk meminta maaf.
Rencana kita datang kesini
adalah untuk memeriksa apakah kita bisa membuatnya bicara untuk memperbolehkan
kita menghabiskan waktu lebih lama. Tidak, bahkan jika dia ingin mengungkapkan
hal itu, aku tidak memiliki jaminan dia akan melakukannya.
Aku berdiri dari sofa.
"Um, kalau begitu ... aku
akan memberitahu apa yang kurasakan. Mustahil bagiku untuk memilih satu orang.
Jika aku harus memilih antara harta dan adik, aku akan memilih adik. Namun,
karena aku seorang siswa SMA yang tidak memiliki uang ... itu sebabnya, Jujur
saja. aku tahu kalau ini keegoisanku. Tapi setidaknya tolong jangan hilangkan
dukungan untuk semua adikku."
"Aku harap kamu bisa
meninggalkan ruangan ini."
Sepertinya tidak ada yang aku
bisa harapkan lagi. Murasaki-san sekali lagi terdiam dan tertunduk.
*****
Tomomi langsung menggembungkan
pipinya seusai meninggalkan kamar 202.
"Nii-chan, kenapa kau membantu
Murasaki-san! Apa kau senang karena melihat tubuh telanjang dewasanya?"
"Kau salah! Itu
kecelakaan!"
"Hhmmp ... hey, mungkinkah
Nii-chan lebih menyukai gadis yang lebih tua? Apa gadis yang lebih muda tidak
tertarik? Apa usia yang sama masih masuk di zona aman?"
"Mengapa kau mendadak
bertanya begitu?"
"Omong-omong, bagaimana
teman sekelas masa kecilmu itu?"
"I-Ini tidak ada
hubungannya dengan Mariko, ‘kan?"
Begitu aku berbicara nama
Mariko, Tomomi menjadi lebih cemberut. Jangan tersinggung hanya karena aku
tidak memberitahumu.
"Hmph! Oh iya, Nii-chan!
Ayo kita makan burger untuk menghibur diri kita sendiri! Aku dengar ada menu
baru di sana."
Menu baru yang dia bicarakan
pasti burger pedas. Hanya mengingat itu saja sudah membuat bibirku membengkak.
Apalagi makan selama dua hari berturut-turut, bibirku tak bisa menahannya.
"Maafkan aku tentang itu
Tomomi. Sebenarnya, aku sudah makan itu kemarin bersama Selene. Itu benar-benar
sulit. Makan dua hari berturut-turut
sedikit ..."
"Jadi Nii-chan benar-benar
pergi kencan dengan Selene ?!"
"Karena Selene sedikit hikkikomori, aku ingin membuat dia ke
luar untuk sementara waktu."
"Begitu ya ... Kamu bukan
hanya Nii-chan-ku. Yup! Kalau begitu,
ayo pergi ke sebuah restoran keluarga, dan bermain monhun dengan ponsel kita sampai tengah malam!" (TN : Monster
Hunter)
"Aku tidak akan bermain
denganmu, tapi aku tak keberatan menemanimu ke sebuah restoran keluarga."
Lagipula, kami berdua tidak ada
yang bisa memasak.
Ada restoran keluarga bergaya
Italia yang disebut 'Saesulia' di dekat
halte bus. daging doria dan minuman di sana harganya lumayan murah.
"Kencan bersama Nii-chan,
kencan, kencan! Menyenangkan sekali~ aku sangat senang~ !!"
Tomomi dan aku turun ke lantai
pertama. Kami pergi ke luar melalui pintu masuk lobi, dan kakiku berhenti
sesaat.
Angin kencang berhembus dari
luar pintu masuk. Langit berubah menjadi putih sesaat dan suara gemuruh keras
datang dari jauh.
Sepertinya ada petir. Itu besar
dan dekat sekali.
Seolah sebagai pertanda, hujan
mulai turun dari awan yang tebal. Saat hujan deras terus menyentuh tanah, aku
langsung berpaling untuk melihat wajah Tomomi.
"Bagaimana kalau nanti
saja?"
"Kapan?"
“Misalnya ... minggu
depan."
Tomomi menggeleng dengan penuh
semangat.
"Ngga, Ngga, Ngga, NGGA
MAAUUUUU! Aku ingin hadiah karena sudah bekerja sama dengan Nii-chan hari ini
!!"
"Tapi cuacanya hujan
begini, dan layanan antar pun mustahil juga ... hhmm gawat nih."
"Nii-chan bodoh! Aku ingin
pergi kencan juga! Ayo ambil payung dan pergi!"
"Kalau pakai payung
nantinya tertiup angin."
Tiba-tiba nada suara Tomomi
mulai mengencang.
"NII-CHAN BODOH! KAMU BISA
MAKAN SENDIRIAN SAJA SANA!"
"H-hei Tomomi!"
Tomomi langsung berubah dari
modus Onee-chan menjadi modus adik ...
atau lebih tepatnya, mode anak manja. Dia masuk ke dalam lift dan menekan
tombol, pintu lift langsung ditutup.
Tanpa aku sadari, aku sudah
tertinggal di aula pintu masuk. Jujur, aku tak berpikir Tomomi akan bertingkah
seperti itu. Aku punya firasat buruk tentang ini. Aku harus mengejarnya!
Aku berlari menaiki tangga
menuju lantai enam. Jantungku berdegup kencang, kakiku mulai terasa sangat
berat karena aku mendadak berlari.
Namun, aku terlambat, tidak
bisa mendahului lift.
Aku lalu beralih menuju ke
kamar 601 dengan napas ngos-ngosan.
Bahkan jika itu terkunci dari dalam, kunci elektrik masih bisa membuka pintu
ruangan Tomomi, jadi tak ada gunanya untuk lari. Tapi kupikir hal itu sudah
terlambat.
Aku mencoba memanggil Tomomi
melalui interphone tapi tidak ada balasan.
Aku membuka pintu ... atau
lebih tepatnya mencoba. Pintu berhenti setelah membuka sedikit. Ada kunci
rantai yang terpasang dari dalam.
Tomomi pasti sangat marah. Aku
mencoba untuk memanggilnya melalui pintu yang terbuka sedikit.
"Heey Tomomi! Tomomi-chan!
Tomomi-san! Tomomi-oneechan!"
Tidak ada balasan. Saat aku
berpikir untuk menyerah, ada suara gemuruh yang mirip petir dari dalam ruangan.
Sepertinya dia mulai bermain game.
Suaraku pasti tenggelam dalam
berisiknya suara tembakan.
Tidak ada balasan saat aku
mengiriminya email dari smartphone-ku. Sepertinya akan menjadi gangguan bagi tetangga jika aku
meninggalkan pintu terbuka.
Aku menyerah dan menutup pintu.
Aku benar-benar tertinggal di luar tanpa mengetahui mengapa hal ini bisa terjadi.
Untuk sementara waktu, aku
kembali ke lorong pintu masuk di lantai pertama, dan melalui pintu depan yang
terbuat dari kaca, aku melihat di luar dengan linglung. Aku mencari spanduk dan
papan iklan untuk toko yang bisa kita kunjungi.
Aku mencoba mengirim pesan ke
Tomomi sekali lagi.
Tapi apa yang harus aku katakan
untuk memperbaiki suasana hatinya?
Rasanya akan bagus jika aku
bisa menulis 'Ayo pergi ke restoran
keluarga sekarang!' untuk menerobos badai nya kemarahan, tapi aku tidak
bisa melakukannya di hari yang penuh angin dan guntur.