Nee-chan wa Chuunibyou Vol.2 Chapter 01 Bahasa Indonesia




Chapter 01 - Sebuah Restoran Cina Pada Dasarnya Mempunyai Nama Konichiwa Nihon

Terdengar sebuah bunyi keras.
Yuichi terjatuh kembali ke kasurnya, memegangi keningnya. Dia tampaknya menabrak sesuatu saat ia hendak duduk.
Dia mendengar suara cekikikan, menengok ke sebelahnya, dan mendapati seorang gadis dengan seragam pelaut berbaring disana. Dia pastinya telah bersangga pada pangkal tempat tidur susun mereka.
“Itu sakit…” ucap gadis itu seraya menengok ke atas, masih memegangi keningnya. Label “Adik Perempuan” menggantung di atas kepalanya.
Yoriko Sakaki, adik perempuan Yuichi, saat ini menempuh pendidikan sebagai seorang siswi kelas dua SMP. Dia sedikit lebih dewasa untuk gadis seusianya, dengan rambut hitam panjang yang cocok dengannya. Dia dikenal sebagai yang termuda dari Si Cantik Sasaki Bersaudari.
“Apa yang terjadi, Yori?” Tanya Yuichi.
Sangat jelas mereka bertabrakan saat Yuichi hendak bangun tidur, namun ia tidak mengerti kenapa adik perempuannya bisa berada di kasurnya.
“Huh? Hmmmm? Ada deh!”
“Jelas gak bisa gitu! Kenapa kamu ada di kasurku?”
“Um… bulu hidung! Aku melihat bulu hidung kakak mencuat keluar, jadi aku memeriksanya…”
“Oh, benarkah?” Yoriko terdengar gelagapan saat menjawabnya, namun Yuichi menilai tidak ada alasan untuk meragukan adiknya tersebut.
“Kakak harus lebih memperhatikan penampilan! Gak bakalan dapat pacar kalau kayak gini terus, lho!” Yoriko mengomelinya sambil berguling menjauh dari Yuichi.
Yuichi memeriksa jamnya. Sekarang pukul 7 pagi hari kamis.
“Apa kamu juga hanya punya kelas pagi, Yori?” Tanya Yuichi. SMA Seishin, dimana Yuichi mengenyam pendidikan disana, ujian akhir tengah berlangsung untuk semester pertama mereka. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian.
“Iya, kenapa emang? Ah! Kakak ingin jalan-jalan sore nanti?” Tanya Yoriko, dengan wajah berbinar.
“Kemungkinan nggak. Aku sudah setuju untuk acara makan siang dengan klub nanti.” Mereka memutuskan mengadakan makan siang bersama untuk merayakan berakhirnya ujian.
“Oh gitu…” Suasana hati Yoriko tiba-tiba berubah masam. Dia pastinya sangat berharap bisa jalan-jalan dengan kakaknya.
“Yah, hari ini tidak bagus, namun aku berencana membeli pakaian dalam waktu dekat. Bisakah kamu membantuku memilih beberapa?” Merasa bersalah, Yuichi memutuskan untuk menghiburnya.
“Tentu, aku bisa melakukanya!” Yoriko tersenyum kembali.
Yuichi mengalami kesulitan dalam memilih pakaiannya. Sewaktu kecil, dia hanya mengenakan apa yang orang tuanya berikan, dan setelah ia cukup dewasa untuk memilih pakaiannya sendiri, dia memilih menyerahkannya pada Yoriko.
Kakak perempuannya juga pernah memilihkan pakaian untuknya, namun karena terlalu aneh, pada akhirnya Yuichi lebih memilih bergantung pada Yoriko.
“Sekarang karena ujian berakhir, maka liburan musim panas sudah dekat..” ujar sang guru. Mungkin sekarang Yuichi bisa bersantai untuk sementara waktu. Sudah tiga bulan berlalu semenjak Yuichi Sakaki memasuki SMA Seishin.
“Yah, karena hari ini adalah hari terakhir ujian. Bisa kalian tebak apa yang akan ibu katakan selanjutnya?” Yuichi tengah duduk di ruang kelasnya, menatap ke ruang kosong, saat itulah Hanako Nodayama – yang memiliki label “Guru Wali Kelas” melayang-layang di atas kepalanya – bicara dengan malas dari meja guru.
Seperti biasanya, dia mengenakan jaket olahraga,
dengan rambut yang diikat asal-asalan. Segala sesuatu mengenai dirinya menyiratkan bahwa dia benar-benar tidak memiliki semangat hidup.
“Jangan membuat masalah, kan?” Siswa yang mengangkat tangan untuk menjawabnya adalah Shota Saeki, yang duduk di depan bangku Yuichi.
Label miliknya adalah “Striker Andalan,” dan dia adalah anggota dari klub sepakbola. Meskipun baru kelas 1, dia nampaknya sudah menjadi pemain inti – seorang cowok berbadan besar dengan kepribadian yang sederhana.
“Ya! Itu dia! Ibu tahu kalian ingin bersenang-senang setelah ujian berakhir, namun apabila menilai boleh tidaknya melakukan sesuatu, pertimbangkan apakah itu akan membuat masalah untuk ibu atau tidak! Itu saja!” Seperti biasanya, guru wali kelas mereka benar-benar mementingkan diri sendiri. Saat setelah pekerjaannya berakhir, dia cepat-cepat keluar kelas.
Para siswa kelas 1-C tidak terkejut dengan yang terakhir. Mereka sudah mulai terbiasa.
Hanya beberapa siswa yang keluar setelah Hanako pergi. Kebanyakan tetap berada di dalam kelas untuk mengobrol. Sekarang karena mereka telah selesai dengan ujian mereka, pikiran mereka dipenuhi dengan rencana dua minggu ke depan, untuk liburan musim panas. Satu-satunya peristiwa besar sebelum upacara berakhirnya tahun ajaran, adalah ujian mereka.
Seperti biasanya, sangat banyak label yang menggantung di bidang pandang Yuichi.
Penglihatan ajaib: Pembaca Jiwa. Adalah kekuatan yang dimiliki Yuichi, begitulah nama yang diberikan kakak perempuannya, Mutsuko.
Yuichi bisa melihat kata-kata diatas kepala orang-orang yang mengungkapkan sesuatu tentang orang tersebut.
Kontennya mencakup berbagai hal, dimulai dari label yang biasa-biasa saja seperti “Ibu” dan “Kakak Perempuan” sampai yang terdengar membahayakan seperti “Pembunuh Berantai”, “Vampir”, “Penyihir”, dan “Zombie”.
Yuichi tidak tahu sebab bangkitnya kekuatan itu, tau-tau dia memiliki kekuatan itu saat bangun pagi di hari terakhir liburan musim seminya.
Ini juga membuat Yuichi sedikit kerepotan di hari pertama sekolahnya. Pada akhirnya masalah itu terselesaikan dengan sendirinya, namun pelajaran dari pengalaman itu membuat Yuichi merasa aman-aman saja saat menghadapi teman-teman sekelasnya yang mempunyai label-label aneh.
Akibatnya ia menjadi sedikit gegabah, namun itu telah membantunya melalui semester pertamanya tanpa kesulitan. Jika terus begini, dia mungkin tidak akan mendapat lebih banyak masalah hingga kelulusan.
Yuichi melihat sekeliling ruang kelasnya.
Kogan Yanagisama si “Ahli Waris” tengah mengobrol dengan “Manusia Super” Miyu Hirata, sementara ” Simulasi Kencan Teman Masa Kecil Dewasa” Sayaka Haraguchi meletakan tangannya di kepala saat mengobrol dengan “Simulasi Kencan Teman Masa Kecil” Yoko Sugimoto.
Yuri Konishi si “Antromorph” sedang mengomeli “Protagonis Simulasi Kencan” Koichi Makise, Risa Ayanokouji si “Zombie”, “Korban Tragedi SMA” Riko Saeki, dan “Detektif SMA” Sadao Hundo tengah berada dalam wawancara penting, dan melihat betapa santainya mereka sekarang menandakan bahwa ujian telah berakhir.
“Penyihir” An Katagiri sedang membicarakan sesuatu dengan “Kekasih Penyihir”, Takuro Oda. Takuro tampaknya kurang lebih sudah terbiasa dengan sikap An sekarang, jadi dia tidak ketakutan seperti sebelumnya. Berbincang dengan Takuro nampaknya juga satu-satunya saat dimana ekspresi An jadi rileks. Pada waktu seperti itu, dia menunjukan sisi manisnya.
Namun tepat saat pemikiran itu memasuki kepalanya, An tiba-tiba menyibakkan rambut hitamnya dan melotot pada Yuichi.
Itulah sebabnya kau membuatku takut! Kapanpun Yuichi menatap An, dia selalu balik menatapnya. Seolah gadis itu bisa merasakan tatapan Yuichi.
Yuichi mengalihkan pandangannya pada An dan membuat kontak mata dengan Shota yang duduk di depannya. Dia tadi sedang berbincang dengan “Kriminal SMA” Saito, namun sepertinya perbincangan itu sudah selesai sekarang.
“Kriminal SMA” adalah label lain yang membuatnya resah, namun orang ini nampak tidak melakukan apapun yang mencurigakan, jadi tidak ada alasan untuk cemas tentang orang ini sekarang.
“Lihat kan? Hanako tidak memotong rambutnya semenjak hari pertama.” Kata Shota dengan sikap santainya yang biasa.
Sekarang kalau diperhatikan, rambutnya memang tampak sedikit panjang. Ada warna hitam yang dimulai dari akarnya juga, itu menandakan bahwa rambutnya yang dicat, bertambah panjang.
“Kau tahu betul gadis sepeti apa dia. Dia mungkin berpikir itu terlalu merepotkan,” Balas Yuichi.
“Memang benar, tapi lalu kenapa semenjak awal dia mengecat rambutnya? Bukankah mewarnai rambut itu memerlukan banyak perawatan?”
“Ya sih.” Namun tidak ada gunanya berusaha mengorek lebih dalam. Lagipula Yuichi tidak peduli tentang warna rambut guru wali kelasnya.
Shota sepertinya menyadari bahwa Yuichi tidak tertarik, dan mengubah topik. “Apa yang kau lakukan selama liburan musim panas?”
Liburan musim panas masih beberapa minggu lagi, namun dengan ujian yang sudah berakhir, itu terasa dekat.
“Tidak ada rencana khusus. Aku mungkin hanya berdiam diri di rumah. Bagaimana denganmu, Saeki?”
“Kegiatan klub, palingan. Kami akan melakukan kamp pelatihan musim panas, namun sayangnya tidak ada ceweknya. Omong-omong, anggota klubmu cewek semua kan, Sakaki?” Yuichi tersenyum masam. Dia tidak menyukai sangkaan bahwa dia bergabung dengan klub untuk mendapatkan cewek.
“Kalau kau iri, kenapa kau tidak ikut bergabung?” dia menawarkan.
Klub bertahan hidup adalah sebuah klub yang dipimpin oleh kakak perempuan Yuichi, Mutsuko. Dia mengatakan bahwa klub ini bertujuan untuk menemukan cara bertahan hidup di dunia ini, namun mereka tidak hanya melakukan persiapan untuk gempa bumi yang tiba-tiba dan bencana lainnya. Mereka juga mendiskusikan invasi alien, dan apa yang sebaiknya dilakukan jika kau dikirim ke isekai – dunia lain atau periode waktu tertentu.
Dan, seperti yang dikatakan Shota, selain dari Yuichi, semua anggotanya adalah cewek-cewek cantik. Kau mungkin mengira bahwa klub seperti itu akan sesak dengan cowok-cowok yang mengantri untuk bergabung, namun sebenarnya mereka tidak mendapatkan satu anggota baru pun semenjak april.
“Yah… entahlah…” Kata Shota, ragu-ragu. Sekarang dia tahu reputasi Mutsuko, dan dia bukan satu-satunya. Hambatan utama untuk mendapatkan anggota baru untuk klub mereka adalah si ketuanya sendiri.
Mutsuko Sakaki: Gadis yang menarik perhatian karena topeng luarnya yang cantik namun sebenarnya memiliki kepribadian yang buruk. Dia terkenal di seantero sekolah karena “chunibyou-nya”, sejenis delisional yang kerap disandingkan dengan anak SMP. Namun Yuichi tahu bahwa kakaknya sedikit berbeda dari yang sebagian besar orang pikirkan ataupun dengar.
Chunnibyou kakaknya hanya behubungan dengan hal-hal yang mungkin dicapai di dunia nyata. Dia telah melatih Yuichi dengan sesuatu yang nampaknya mustahil, teknik beladiri gila yang ia baca dari manga, dan mengisi tasnya dengan barang-barang aneh – semua yang Yuichi temukan benar-benar memalukan.
Namun ada sisi positifnya juga. Yuichi tidak mengalami kesulitan selama ujian akhir semester, singkatnya, itu berkat kakaknya yang berusaha melatih memori Yuichi, yang memungkinkannya mengingat informasi dalam jumlah besar.
Namun karena itu dipadatkan di menit-menit terakhir, dia mungkin melupakan sebagian besar dari itu ketika periode ujian telah berakhir.
Selagi Yuichi melamunkan kakak perempuannya, Shota bergegas keluar kelas, dan si “Gebetan” Aiko Noro mendekati Yuichi menggantikan tempatnya.
Pada awalnya label yang ia punya adalah “Vampir”, namun entah kenapa berubah menjadi “Gebetan” dan tetap seperti itu sampai sekarang.
Dia putih dan mungil, dengan wajahnya yang menarik dibingkai dengan rambut potongan pendek. Kakeknya adalah orang Prancis, jadi dia adalah tiga-perempat Jepang, yang memberinya aura eksotis.
“Sakaki! Ayo berangkat!” katanya pada Sakaki, dengan wajah ceria, bersama Natsuki Takeuchi – “Gebetan II” – yang berdiri di belakangnya. Sepertinya mereka berencana pergi bersama-sama. Seperti Yuichi, Aiko dan Natsuki adalah anggota klub bertahan hidup.
Natsuki memiliki potongan rambut pendek, dengan mata tajam dan dingin, seringkali digambarkan sebagai salah satu gadis paling cantik di kelas satu.
Seperti Aiko, label yang dimilikinya sebelumnya bukan “Gebetan”; pada awalnya itu adalah label mengerikan “Pembunuh Berantai”.
Yuichi merasa agak canggung tentang ini, namun ia tidak bisa menemukan penyebab perubahan itu, dan jika itu merujuk pada gadis-gadis yang menyukai dirinya, atau orang lain. Labelnya tidak begitu jelas.
“Orang itu… dia menembakmu kan?” Tanya Aiko dengan canggung pada Natsuki saat mereka berjalan keluar bangunan sekolah, merujuk pada sesuatu yang terjadi seminggu yang lalu. Itu terjadi tepat sebelum ujian dimulai, dan Aiko terlalu sibuk dengan pelajaran sehingga dia baru ingat dan menanyakannya sekarang.
(TL: Mksudnya cowok yg nembak si Natsuki di prolog)
Orang lain mungkin mengira bahwa mereka mengobrol sedikit lebih santai, namun sebenarnya masih ada sedikit kecanggungan mengingat insiden penculikan itu.
“Begitukah? Aku nggak ingat lagi. Dia samasekali nggak menarik.” Bagi Natsuki, entah seseorang menarik atau tidak itu merujuk layak tidaknya untuk dibunuh.
“Apakah kau akan membunuhnya jika dia menarik?” Tanya Yuichi, dengan ragu. Natsuki bilang bahwa dirinya telah berubah, namun Yuichi tidak sepenuhnya percaya padanya.
Mereka bertiga menuju bagian belakang gerbang, bersebelahan dengan lapangan olahraga.
“Tentu saja tidak. Aku tidak akan melakukan sesuatu seperti itu di lingkungan sekolah.”
“Jadi kau akan melakukannya jika tidak di lingkungan sekolah?”
“Tidak lagi. Tidak selama kau membuatku tetap puas. Benarkan, Sakaki?” Tanyanya dengan senyum penuh birahi.
“Sudah kubilang berhenti mengatakan itu…” Aiko bergumam.
Sebagai seorang pembunuh berantai, Natsuki Takeuchi merasakan dorongan membunuh layaknya orang normal merasakan lapar. Namun tidak seperti kebanyakan orang dari jenisnya, dia mempunyai keinginan untuk bersekolah seperti orang normal. Dia bilang dia sudah bekerja keras untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat secara keseluruhan.
Meski begitu, dia tidak bisa sepenuhnya menekan hasrat pembunuh berantai miliknya, jadi dia saat ini menggunakan Yuichi agar mencegah itu dengan bergabung dengan setiap pelatihannya mulai sekarang dan seterusnya.
“Tidak bisakah kau melakukan sesuatu tentang hobimu itu?”
“Hobi? Itu sebutan yang mengerikan. Aku memikirkan diriku sebagai seorang gadis yang memiliki standar yang tinggi. Saling membunuh adalah bentuk komunikasi terbaik yang pernah ada.”
“Um…itu tidak masuk akal, tahu,” kata Aiko.
Yuichi juga tidak benar-benar memahaminya.
“Saat kau berusaha membunuh seseorang, kau memperhatikannya, menelaah dirinya, berusaha keras memahami dirinya dalam tingkat yang paling dalam. Hanya dengan saling berhadapan, kau harus merasakan apa yang dia lemparkan, menangkapnya, dan mengambil keputusan. Jika itu bukan komunikasi, lalu apa?”
“Tapi aku tidak mencoba membunuhmu. Meskipun kukira ini memang penting untuk menganalisa lawanmu dalam pertarungan.”
“Sangat disesalkan. Itu berarti kau tidak mencintaiku, Sakaki. Jika kau cinta padaku, kau akan lebih serius padaku.”
“C-cinta…” Aiko kehabisan kata-kata.
“Dia bercanda. Tentunya,” Kata Yuichi, menolak gagasan itu. Sekalipun itu bukan candaan, gadis itu mungkin masih merencanakan sesuatu.
“Kedengarannya tidak bercanda bagiku…” Aiko bergumam, tidak yakin.
“Omong-omong, bagaimana kabarnya? Bawahanmu itu… bukankah dia mengikutimu karena cinta?” Tanya Yuichi, mengingat pria besar yang muncul setelah pertarungan itu, yang pada akhirnya cuma muncul untuk merasakan bom dan stun gun milik Mutsuko.
“Maksudmu Sakiyama?”
“Iya, oh jadi itu namanya.”
“Sakiyama terlalu lemah, dia pengecualian. Aku mengizinkannya tinggal di rumahku karena dia berguna.”
“Rumahmu… Maksudmu, dia tinggal seatap denganmu?” Tanya Aiko, nampak terkejut.
Yuichi sedikit terkejut juga. Dia tidak mengira mereka mempunyai hubungan seperti itu.
“Cukup menyenangkan jika ada orang dewasa di sekitar kita.”
“Mahluk apa dia sebenarnya? Apakah dia manusia?”
“Mungkin? Awalnya dia cuma penguntit sih. Lihat di sebelah sana!” Kata Natsuki saat mereka semakin dekat dengan gerbang.
Dia menunjuk seorang pria yang kepalanya mengintip di balik gerbang. Dia tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan dirinya. Namun dia berusaha keras untuk tidak ketahuan. Yuichi juga tidak menyadari keberadaannya sebelum Natsuki menunjukannya.
Yuichi memeriksa label pria itu, yang mana sekarang berubah menjadi “Penguntit.” Ketimbang sebelumnya yang merupakan “Antek Pembunuh Berantai.”
“Ugh..aku bahkan nggak sadar,” Gumam Aiko takut-takut.
“Yah, karena itu bukan sesuatu yang ingin kau lihat…” Yuichi juga tidak menyadari pria itu selama pertarungan dengan Natsuki juga. Mungkin “Penguntit” juga merujuk pada kemampuan khusus pria itu.
“Penguntit yang tidak kau sadari adalah yang terburuk,” gumam Yuichi, namun Natsuki nampak tidak seperti ingin menjelaskan lagi. Mereka berjalan melewati Sukiyama dan mengabaikannya.
Setelah mereka keluar gerbang, Yuichi melihat area sekitar. Dia belum pernah ke sini sebelumnya, dan mendapati bahwa daerah sini lebih sunyi dibandingkan dengan yang di depan.
Tujuan mereka adalah restoran di luar gerbang itu.
Namanya adalah: Nihao the China.
Yuichi melihat sekeliling toko yang sempit itu saat mereka membuka pintu dan berjalan masuk.
Sesuai namanya, ini adalah restoran China. Aroma bumbu berbeda-beda yang melayang di udara menyiratkan bahwa tempat ini dikhususkan untuk makanan Scezhuajln – sejenis tempat yang menjual makan siang dengan harga yang pas.
Dua gadis dengan seragam SMA Seishin sudah duduk di salah satu meja restoran.
“Yu! Sebelah sini!” Mutsuko Sakaki melambaikan tangan dengan heboh saat mereka datang.
“Kau tidak perlu berteriak. Kami bisa melihatmu,” Kata Yuichi pasrah.
Di atas kepalanya adalah label “Kakak Perempuan”, yang untungnya, tak perlu penjelasan lebih. Dia adalah gadis SMA kelas dua dan sekaligus ketua dari klub bertahan hidup dimana Yuichi dan gadis-gadis lainnya ikut bergabung.
Sebagian besar orang setuju bahwa dia cantik, namun penjepit rambut seperti pisau yang ia kenakan di rambut panjangnya memberikan aura mengancam.
Tidak seperti gadis yang duduk di sebelahanya, dia mengenakan seragam lengan pendek di atas kaos lengan panjang. Dia melakukan itu untuk mencegah kulitnya terlihat.
Gaya berpakaian itu tidak cocok untuk musim panas, namun Yuichi tidak berhak untuk berkomentar, karena dia sendiri (karena paksaan kakaknya) juga mengenakan kaos lengan panjang.
Selapis kain jauh lebih baik daripada kulit yang telanjang, dan dia bersikeras, perbedaannya sangat berarti seperti hidup dan mati.
“Apa-apaan dengan restoran ini? Jika memang menyediakan masakan Jepang, kenapa bisa jadi restoran cina?” Saat ia bicara, Yuichi mengambil tempat duduk di seberang Mutsuko dan temannya. Aiko dan Natsuki duduk di kedua sisi Yuichi dan mengapitnya.
“Omong-omong, aku mengenal toko makanan Indian yang disebut Namaste!” Mutsuko memulai topik, yang nampaknya tidak seorang pun yang tertarik.
“Aku memilihnya karena aku menyukai namanya!” Dia melanjutkan. “Kedengarannya seperti salah satu dari “Magnificient Ten! ‘Serahkan masalah ini pada Nihao the China!””
“Itu konyol…” Kata Yuichi, memukul meja.
“Noro, apa kamu membaca bab terbaru?” gadis di sebelah Mutsuko bertanya, melirik Aiko. Dia adalah wakil presiden klub, Kanako Orihara. Di atas kepalanya menggantung label “Isekai Fanatik”.
Dia memiliki aura gadis penurut di sekitanya, dengan rambut cokelat bergelombang, dan dada yang bisa dianggap lebih besar dari Mutsuko.
Dia sangat berharap mengunjungi isekai – dunia pararel maupun yang memiliki periode waktu berbeda – dan menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan bagaimana jika dia berhasil mengunjunginya, yang mana mungkin menjadi asal-usul kenapa ia bisa sampai berteman dengan Mutsuko.
Semua ide-idenya mengenai isekai membuatnya bahkan bisa menulis sebuah novel, judulnya adalah Raja Iblisku Terlalu Manis Untuk Dibunuh Dan Sekarang Dunia Dalam Bahaya!, yang dia publish di sebuah situs kepenulisan dan mendapatkan banyak umpan balik, meskipun Yuichi belum membacanya.
“Colossus sudah mati.. Apa yang raja iblis lakukan sekarang?” Tanya Aiko, dengan sedih.
Terakhir kali mereka mendiskusikan ini, Yuichi ingat, bahwa Colossus bertempur melawan tentara pahlawan. Bagian cerita yang ini membuat Yuichi sulit memahami apa yang sebenarnya diceritakan dari novel ini.
“Oh, tapi ada tanda-tanda bahwa Colossus akan hidup kembali!” Mutsuko menyela, secara tiba-tiba.
“Sakaki! Meskipun kau menebaknya, tolong jangan katakan!” Kanako melotot ke Mutsuko.
“Oh, maaf! Aku nggk bisa nahan diri buat hal-hal kayak gini!”
Memang, Mutsuko selalu seperti itu. Dia adalah tipe orang yang secara tiba-tiba mulai membicarakan sesuatu yang dianggapnya petunjuk, atau menemukan twist dalam film.
“Noro, aku mulai menulis novel lain yang berjudul Alice si Pendekar Pedang Kegelapan di dalam Labirin Kematian! Maukah kamu membacanya? Aku mencoba membuat Raja Iblis dengan suasana baru!”
“Ah, aku menantikannya,” Aiko menjawab sambil tersenyum. Dari awal sepertinya ia tidak nyaman dengan paksaan untuk membaca novel, karena dia tidak biasa membacanya. Namun sekarang setelah dia memulainya, katanya, ia berpikir bahwa itu sangat menarik. Dan sekarang dia telah menjadi penggemar tulisan Kanako secara diam-diam.
Aiko menuangkan tiga cangkir air dan menaruhnya untuk masing-masing di depan mereka bertiga. Teko air tersebut, kemudian ditaruh di tengah-tengah meja agar semua orang bisa mengisi cangkirnya sendiri.
“Apakah restoran ini memiliki sesuatu yang bagus?” Tanya Yuichi saat mengambil cangkir itu dan menghela napas.
“Aku akan memesan secara acak! Apa yang kalian inginkan?” Mutsuko membentangkan tangannya dan berpose layaknya pesta makan besar terbentang di depannya. Dia benar-benar bersikap berlebihan dalam segala hal.
“Kau harusnya menanyakan itu sebelum memesan!”
“Um…aku tidak terlalu suka bawang putih…” Aiko mengangkat tangan malu-malu.
“Benarkah? Yah, aku memesan banyak, jadi makanlah apapun yang kau suka! Tapi wow, kau tidak suka bawang putih? Kau pasti seorang vampir!”
“Manusia juga banyak yang tidak suka bawang putih,” Kata Yuichi, merasakan keringat dingin di punggungnya. Aiko Noro masih menyembunyikan sifat vampirnya dari para anggota klub.
“Hey, apakah mamakan bawang putih membuatmu sakit?” Yuichi berbisik padanya.
“Oh? Tidak, aku cuma tidak suka baunya,” jawab Aiko, dengan sedikit tertegun.
“Itu benar-benar membuat orang salah paham!”
“Ada apa, Yuichi?” Kanako bertanya, suaranya yang rendah tampak lebih tinggi dari biasanya.
“Oh, gak ada,” Yuichi mengelak dari pertanyaan saat pelayan wanita yang mengenakan cheongsam datang dengan membawa makanan.
“Hey, ini bukan restoran yang besar. Kenapa dia memakai cheongsam?” Tanya Aiko bingung.
“Aku tidak tahu. Mungkin karena dia menyukainya?”
Atau karena pemiliknya menyukainya, pikir Yuichi, sambil menatap ke bagian dapur, dimana seorang pria yang nampaknya kepala koki sedang bekerja.
Dia mencukur kepalanya dan menyisakan satu-satunya kuncir mirip ekor babi, diatasanya adalah label “Nihao the China”. Dalam hal Cina-gadungan, dia melampaui si pelayannya sendiri.
Yuichi mulai menyadari kenapa restoran ini tidak poluler. Kau tidak memerlukan Pembaca Jiwa untuk menemukan bahwa semuanya sangat mencurigakan.
“Ya, ya! Aku menyukainya, ya!”
Ya‘?” Mata Aiko terbelalak menanggapi ucapan aneh si pelayan.
“Wow! Aku tidak percaya kita bertemu orang Cina asli dengan gaya bicara aneh disini!” Ucap Mutsuko dengan ceria.
“Aku bukan orang Cina, ya! Aku % berdarah Jepang.” Memang, dia tidak memiliki aksen Cina yang biasanya. Dia hanya menambahkan “ya” di akhir setiap kalimatnya.
“Hey, kenapa kau melakukan itu? Oh, apa kau juga penggemar Sexy Peking?” Kata Mutsuko blak-blakan.
Sexy Peking adalah seorang pesulap komedi, dan merupakan satu dari sekian banyak idola Mutsuko, yang juga mempunyai cara bicara yang mirip.
“Ini tidak ada hubungannya dengan Sexy Peking. Aku hanya sebisa mungkin membuatnya mirip dengan restoran Cina… ya?” Pelayan itu sepertinya sedikit malu saat gaya bicaranya dibahas. Label “Palsu” melayang di atas kepalanya.
“Hamasaki?” Tanya Yuichi, mengingat label itu. Sebelumya dia sudah melihat label “Palsu” di atas kepala salah satu teman sekelasnya, Tomomi Hamasaki.
Dia tidak mengenakan kacamatanya, dan dengan rambutnya yang diikat membentuk bola dipadukan dengan cheongsam, dia hampir terlihat seperti orang yang berbeda. Yuichi tidak akan mengenalinya kalau tanpa Pembaca Jiwa.
“Tomo? Jadi ini restoran Cina tempat kerjamu?” Aiko berceletuk terkejut saat ia menyadari kecocokannya.
“Oh, er…yah..Aku tidak mengira kalian akan mengenaliku begitu cepat…ya.” Jadi memang benar bahwa penampilannya saat ini pada dasarnya adalah penyamaran.
Yuichi agak menyesal memanggilnya. Karena label di atas kepalanya adalah “Palsu”, mungkin itu bukanlah sesuatu yang ia tidak ingin orang lain tahu.
“Cukup, gak ada yang peduli dengan event dimana kalian bertemu teman sekelas kalian yang bekerja di restoran Cina yang kebetulan kita pilih. Mari kita kesampingkan topik ini dan beralih ke pokok utama: apa rencana kalian saat liburan musim panas?” Kata Mutsuko. Setelah tahu bahwa Tomomi adalah orang Jepang asli dan bukan penggemar Sexy Peking, dia dengan sigap mengubah topik kembali ke aktivitas klub.
“Um, memang benar aku menyamar agar kalian tidak mengenaliku, tapi bilang kalau tidak ada seorang pun yang peduli itu bukanlah sedikit kejam …ya?” Tomomi bergumam saat ia mundur ke pojokan toko.
Mereka adalah satu-satunya pengunjung yang hadir, jadi tidak banyak yang bisa dia lakukan hingga makanan selanjutnya siap.
“Karena ini liburan musim panas, kita harus mengadakan pelatihan kemping kan?” Kata Mutsuko dengan riang. Yuichi agak terkejut. Dia tidak mengira klubnya akan seserius itu. Biasanya mereka hanya duduk di ruang klub dan membicarakan apapun yang terlintas di kepala.
“Pelatihan kemping? Kedengarannya hebat! Di pantai kan?” Kata Aiko, dengan riang.
Yuichi mengerutkan kening saat mengingat kembali ia dipakaikan armor dan dilempar ke laut oleh kakaknya. Berkat itu, ia telah mempelajari kemampuan yang sama sekali tidak berguna, yakni cara berenang sambil mengenakan armor penuh.
“Bisakah kita tidak ke pantai?”
“Kalau begitu bagaimana dengan gunung?”
Saran polos Aiko sekali lagi memaksa Yuichi mengingat kejadian mengerikan. Pegunungan itu berbahaya.
Mutsuko pernah melemparnya dari tebing untuk meningkatkan ketangguhannya, memaksanya untuk bertarung melawan monyet lalu sapi dan beruang, mencukur habis salah satu alisnya sehingga ia tidak bisa pulang, dan melatihnya menerima serangan dari belakang.
Mutsuko adalah orang yang praktikal, jadi pelatihan yang dia berikan bukan tanpa tujuan. Namun terkadang ia akan memaksakan pelatihan konyol yang dia dapatkan murni atau sesuatu yang ia baca dari manga.
“Aku pikir akan lebih bagus jika kita tetap di rumah dan bersantai. Jika kita harus melakukan sesuatu, tidak bisakah kita melakukannya di sekolah? Bukankah mendapatkan izin itu sulit.”
“Izin?” Kata Mutsuko bingung.
“Tidakkah kau sadar kau memerlukan izin?”
“Apa masalahnya? Memang benar akan ada penolakan jika kita melakukannya sebagai kegiatan klub resmi, tapi sekolah tidak akan keberatan jika kita melakukannya hanya untuk bersenang-senang bersama teman!”
“Jadi kita hanya bersenang-senang? Bagaimana dengan pelatihan kempingnya?”
Kegiatan resmi seperti perjalanan harusnya bukan diperuntukan untuk bersenang-senang.
“Aw, apa yang salah dengan itu? Terserah, kemanapun kita pergi selama kita terus bersama maka akan menyenangkan!” Dia terdengar agak murung pada awalnya, namun langsung bangkit setelah menemukan cara baru untuk mengungkapkannya.
Yuichi akhirnya menyerah. Apapun yang dia katakan tidak akan menghentikan ini. “Aku tidak ingin pergi…tapi ada apa dengan kalian semua? Tidakkah kalian mempunyai banyak rencana selama liburan musim panas?”
“Secara pribadi, aku tidak mempunyai rencana apapun,” Aiko menanggapi.
“Aku juga,” Natsuki mengikuti.
“Akan membosankan kalau di rumah terus selama musim panas.”
“Kukira gadis-gadis SMA akan mempunyai lebih banyak rencana untuk liburan musim panas…” Yuichi bergumam.
Tepat ketika mereka membahas ini, pesanan yang tersisa akhirnya datang.
“Pikirkan tentang kemana kalian ingin pergi dan apa yang ingin kalian lakukan untuk pelatihan kemping di awal pertemuan klub selanjutnya, oke? Untuk sekarang, mari makan!” Mutsuko mulai mengambil secuil dari masing-masing nampan.
Yuichi mengarahkan matanya pada mafo tofu yang kelihatan pedas dan menicipinya. Memang pedas seperti kelihatannya, selain enak tentunya. Restoran ini kurang populer pastinya bukan karena masakannya.
Setelah mengisi perutnya, Yuichi berdiri.
“Ada apa!” Tanya Aiko.
“Aku mau ke belakang. Hey, Hamasaki, dimana kamar mandinya?”
“Oh? Di belakang.”
Yuichi menuju ke belakang, sambil bertanya-tanya kenapa cara bicara aneh gadis itu sekarang sudah menghilang.
Namun tepat saat ia melewati Mutsuko, ia secara tiba-tiba terpaksa melompat ke udara.
Shing! Sesuatu tiba-tiba terbang dari siku Mutsuko.

“Oh, maaf! Itu cuma prototip. Kupikir penyumbatnya lepas lagi!” kata Mutsuko,dengan santai seolah tidak terjadi apapun.
Wajah Yuichi berubah pucat. “Kau bisa saja membunuhku! Jika orang lain, dia pastinya sudah mati sekarang.”
“Tidak mungkin. Kau bisa dengan mudah bertahan dari serangan itu.”
Pisau tajam menembus melalui lengan baju Mitsuko. Kilaunya yang tajam, membentang dari pergelangan tangannya ke depan bahunya, tentunya terlihat mematikan. Jika Yuichi tidak melompat, tentu itu sudah mengirisnya dari samping.
“A-apa itu..?” Tanya Aiko, menatap pisau itu terkejut.
“Aku melakukan gaya Harden Saber!” Dia menirukan gerakan yang biasa digunakan oleh karakter Super Sentai yang lengannya mengeras dan berubah menjadi pedang. Normalnya, Mutsuko tidak bisa sampai sejauh itu, jadi dia harus menggunakan semacam perekat untuk benar-benar menirukannya.
“Kau tidak boleh membawa pisau. Itu terlalu berbahaya.”
“Awww…” Mutsuko mengerang.
“Ayolah, kau tahu itu konyol! Taruh itu sekarang juga!”
“Aku tidak bisa! Ini adalah prototip! Setelah dikeluarkan, aku harus menempatkan banyak kekuatan untuk memasukannya kembali. Kita harus pulang dulu..” Dia sepertinya memakai pegas yang kuat untuk mengeluarkannya, namun belum memikirkan cara untuk menariknya kembali.
Yuichi melihat ke sekeliling restoran. Untungnya, tidak ada pelanggan lain.
Tomomi saking beradu pandang dengannya untuk sesaat, lalu dengan cepat memalingkan matanya. Sebagai salah satu teman sekelasnya, dia telah mengetahui dengan baik kegilaan Mutsuko, dan mungkin akan mengabaikannya. Yuichi harusnya tidak perlu mengkhawatirkannya.
Selanjutnya ia memeriksa reaksi Kanako. Dia tidak melihat Mutsuko sama sekali, dia sepertinya telah memasuki dunia imajinasinya sendiri. Yuichi sepertinya tidak perlu mengkhawatirkannya juga. Perilaku Kanako, yang sepertinya makin menjadi dari biasanya, nampaknya bisa diabaikan.
“Jadi, kau akan bejalan pulang dengan pisau yang terbuka seperti itu?” Tanya Yuichi.
“Keren kan?” Mutsuko melakukan pose, nampaknya serius ingin melakukan ini.
“Polisi akan menahanmu!” Yuichi berteriak.
Dia bisa mendengar Natsuki berbisik lirih secara singkat. “Itu mungkin yang terbaik.”



close

2 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama